Pengaruh Perbedaan Penggunaan Bentuk Mata Pancing terhadap Hasil Tangkapan Layur (Trichiurus sp.) di Palabuhanratu

(1)

PENGARUH PERBEDAAN PENGGUNAAN BENTUK MATA

PANCING TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR

(

Trichiurus

sp.) DI PALABUHANRATU

REGI FIJI ANGGAWANGSA

SKRIPSI

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :

PENGARUH PERBEDAAN PENGGUNAAN BENTUK MATA PANCING TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR (Trichiurussp.)

DI PALABUHANRATU

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Februari 2008

Regi Fiji Anggawangsa C54104040


(3)

ABSTRAK

REGI FIJI ANGGAWANGSA. Pengaruh Perbedaan Penggunaan Bentuk Mata Pancing Terhadap Hasil Tangkapan Layur (Trichiurus sp.) Di Palabuhanratu. Dibimbing oleh BAMBANG MURDIYANTO

Ikan layur (Trichiurussp.) merupakan salah satu komoditas perikanan yang potensial karena nilai produksinya yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan meningkatnya permintaan ekspor ke luar negeri. Rawai vertikal merupakan salah satu alat penangkap ikan layur di Palabuhanratu. Pengembangan metode dan teknologi dalam unit penangkapan rawai vertikal ini sangat diperlukan untuk meningkatkan hasil tangkapan, salah satunya adalah dengan modifikasi mata pancing. Biasanya mata pancing yang digunakan nelayan rawai vertikal adalah mata pancing tunggal. Selain mata pancing tunggal terdapat juga berbagai jenis mata pancing, salah satunya adalah mata pancing ganda yang dipasang berangkai Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil tangkapan rawai yang menggunakan mata pancing tunggal dengan rawai yang menggunakan mata pancing ganda yang dipasang berangkai.

Penelitian dilakukan dengan metodeeksperimental fishing. Digunakan dua jenis rawai sebagai perlakuan yaitu rawai yang menggunakan mata pancing tunggal dan rawai yang menggunakan mata pancing ganda yang dipasang berangkai. Kedua rawai tersebut terdiri dari 10 tali cabang yang diujungnya terdapat mata pancing. Mata pancing yang digunakan adalah mata pancing nomor 9 untuk mata pancing tunggal dan nomor 9 dan nomor 12 untuk mata pancing ganda. Kedua jenis rawai dioperasikan bersamaan selama kurang lebih 30 menit. Data yang diperoleh berupa jumlah hasil tangkapan, jenis hasil tangkapan yang didapat, berat tubuh, panjang tubuh dan posisi ikan tertangkap pada mata pancing ganda.

Berdasarkan hasil uji peringkat bertanda Wilcoxon didapatkan perbedaan yang nyata antara hasil tangkapan rawai yang menggunakan mata pancing tunggal dan rawai yang menggunakan mata pancing ganda. Rawai yang menggunakan mata pancing ganda menghasilkan hasil tangkapan yang lebih banyak dibandingkan rawai yang menggunakan mata pancing tunggal.

Kata kunci : Ikan layur (Trichiurussp.), rawai, mata pancing.


(4)

PENGARUH PERBEDAAN PENGGUNAAN BENTUK MATA

PANCING TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR

(

Trichiurus

sp.) DI PALABUHANRATU

Oleh :

REGI FIJI ANGGAWANGSA

C54104040

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departeman Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(5)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berjudul Pengaruh Perbedaan Penggunaan Bentuk Mata Pancing Terhadap Hasil Tangkapan Layur (Trichiurussp.) di Palabuhanratu.

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk membandingkan hasil tangkapan layur antara rawai vertikal yang menggunakan mata pancing tunggal dengan rawai vertikal yang menggunakan mata pancing ganda yang dipasang berangkai. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengembangan teknologi penangkapan ikan khususnya pada perikanan layur kepada nelayan di Palabuhanratu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan penulisan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Februari 2008

Penulis


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Perbedaan Penggunaan Bentuk Mata Pancing terhadap Hasil Tangkapan Layur (Trichiurus sp.) di Palabuhanratu sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih banyak kepada :

1) Prof. Dr. Ir. Bambang Murdiyanto, M. Sc. selaku dosen pembimbing atas segala saran dan bimbingan yang diberikan;

2) Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M. Sc., Dr. Eko Sri Wiyono, S. Pi., M. Si., Ir. Ronny Irawan Wahyu, M. Phil. dan Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M. Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan dan saran;

3) Bapak Wahyu beserta keluarga, Bapak Pepen beserta keluarga dan Bapak Syarif atas bantuan dan kerjasama nya;

4) Keluargaku atas semangat dan doanya;

5) Debby Sofianila Sari Natsir atas spirit dan dukungan moril nya;

6) Teman-teman PSP 43, 42, 40, 39, 38… khususnya angkatan 41 (Gomeh, Ando, Mario, Poetra, Romie, Midi, Yol, Ebod, Jeanny, Imam, Eko, Widi, Rulli, Bebek, Awan, Renna, Via, Natha, Singgih, De2n, Habas, Ajer, Bert, Komet, Sange, Dody, Rani, Ne2y, Resa, Meler, Ana, Aris, Jali, Rony, Eva, Fifi, Winda, Boy, Oplet, Pi2t, Pras, Goen, Dina, Opick, Ti2n, Deco, Dimas, Suji, Boyo, Andi, Ahdiar, Galih, Riki, Aldie dan Deni) atas kebersamaannya selama ini;

7) Teman-temanEndeavouratas semangat dan dukungan yang diberikan; dan

8) Semua pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 3 Maret 1986 di Subang, Jawa Barat. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara putra pasangan Nata Asmara dan Indriyati. Penulis telah menyelesaikan pendidikan formal di SMU Negeri I Bogor dan lulus pada tahun 2004.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai salah satu mahasiswa pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) pada tahun 2003 melalui jalur USMI.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif di organisasi Himafarin yaitu sebagai ketua badan pengawas periode 2005-2006 dan Kepala Divisi Seni dan Budaya Dept. Pengembangan Minat Dan Bakat. Selain itu penulis juga merupakan anggota paduan suara FPIK (Endeavour) dari tahun 2005 sampai sekarang.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor penulis menyusun skripsi dengan judul “Pengaruh Perbedaan Penggunaan Bentuk Mata Pancing Terhadap Hasil Tangkapan Layur (Trichiurus sp.) di Palabuhanratu” dan penulis dinyatakan lulus dalam sidang ujian sarjana pada tanggal 21 Februari 2008.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Ikan Layur ... 3

2.2 Unit Penangkapan Ikan Layur ... 5

2.2.1 Alat penangkap ikan layur ... 5

2.2.2 Perahu penangkapan ikan layur ... 8

2.2.3 Nelayan ... 9

2.2.4 Metode pengoperasian ... 9

2.3 Mata Pancing ... 10

3 METODE PENELITIAN ... 13

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 13

3.2 Peralatan ... 13

3.3 Asumsi yang Digunakan ... 13

3.4 Metode Penelitian ... 13

3.4.1 Jenis penelitian ... 13

3.4.2 Rancangan penelitian ... 15

3.4.3 Pengumpulan data ... 17

3.4.4 Analisis data ... 17

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 22

4.1 Letak Geografis dan Keadaan Topografi ... 22


(9)

4.3 Perkembangan Perikanan ... 24

4.3.1 Produksi perikanan... 24

4.3.2 Produksi perikanan layur ... 25

4.3.3 Nelayan ... 27

4.3.4 Alat tangkap... 28

4.3.5 Kapal perikanan... 28

5 HASIL ... 30

5.1 Operasi Penangkapan ... 30

5.2 Hasil Tangkapan ... 30

5.3 Sebaran Panjang Tubuh Hasil Tangkapan ... 32

5.3.1 Rawai dengan mata pancing tunggal ... 32

5.3.2 Rawai dengan mata pancing ganda ... 33

5.4 Sebaran Berat Tubuh Hasil Tangkapan ... 33

5.4.1 Rawai dengan mata pancing tunggal ... 33

5.4.2 Rawai dengan mata pancing ganda ... 34

5.5 Posisi Ikan Tertangkap Pada Mata Pancing Ganda ... 35

5.6 Analisis Data ... 38

6 PEMBAHASAN ... 40

6.1 Perbandingan Hasil Tangkapan ... 40

6.2 Posisi Ikan Tertangkap Pada Mata Pancing Ganda ... 41

7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

7.1 Kesimpulan ... 43

7.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

LAMPIRAN ... 46


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Ikan Layur (Trichiurussp.) ... 5

2. Jenis-jenis rawai ... 7

3. Bagian – Bagian Mata Pancing ... 11

4. Konstruksi Rawai Layur Dengan Mata Pancing Tunggal ... 14

5. Konstruksi Rawai Layur Dengan Mata Pancing Ganda ... 15

6. Pemasangan Umpan pada Mata Pancing Tunggal Dan Ganda... 16

7. Grafik Jumlah Produksi Ikan Tahunan PPN Palabuhanratu Periode 2002-2006 ... 24

8. Grafik Nilai Produksi Ikan Tahunan PPN Palabuhanratu Periode 2002-2006 .... 25

9. Grafik Produksi Bulanan Layur di PPN Palabuhanratu Tahun 2006 ... 26

10. Grafik Jumlah Nelayan Per Alat Tangkap Di PPN Palabuhanratu Periode 2002-2006 ... 27

11. Grafik Jumlah Unit Alat Tangkap di PPN Palabuhanratu Tahun 2006 ... 28

12. Proporsi Hasil Tangkapan Total... 31

13. Grafik Proporsi Hasil Tangkapan Rawai Dengan Mata Pancing Tunggal... 31

14. Grafik Proporsi Hasil Tangkapan Rawai Dengan Mata Pancing Ganda... 32

15. Grafik Sebaran Panjang Tubuh Layur Hasil Tangkapan Rawai Dengan Mata Pancing Tunggal ... 32

16. Grafik Sebaran Panjang Tubuh Layur Hasil Tangkapan Rawai Dengan Mata Pancing Ganda ... 33

17. Grafik Sebaran Berat Tubuh Layur Hasil Tangkapan Rawai Dengan Mata Pancing Tunggal ... 34

18. Grafik Sebaran Berat Tubuh Layur Hasil Tangkapan Rawai Dengan Mata Pancing Ganda ... 34

19. Grafik Perbandingan Hasil Tangkapan Pada Rawai Dengan Mata Pancing Ganda Berdasarkan Posisi Ikan Terkait ... 35


(11)

PENGARUH PERBEDAAN PENGGUNAAN BENTUK MATA

PANCING TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR

(

Trichiurus

sp.) DI PALABUHANRATU

REGI FIJI ANGGAWANGSA

SKRIPSI

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(12)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :

PENGARUH PERBEDAAN PENGGUNAAN BENTUK MATA PANCING TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR (Trichiurussp.)

DI PALABUHANRATU

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Februari 2008

Regi Fiji Anggawangsa C54104040


(13)

ABSTRAK

REGI FIJI ANGGAWANGSA. Pengaruh Perbedaan Penggunaan Bentuk Mata Pancing Terhadap Hasil Tangkapan Layur (Trichiurus sp.) Di Palabuhanratu. Dibimbing oleh BAMBANG MURDIYANTO

Ikan layur (Trichiurussp.) merupakan salah satu komoditas perikanan yang potensial karena nilai produksinya yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan meningkatnya permintaan ekspor ke luar negeri. Rawai vertikal merupakan salah satu alat penangkap ikan layur di Palabuhanratu. Pengembangan metode dan teknologi dalam unit penangkapan rawai vertikal ini sangat diperlukan untuk meningkatkan hasil tangkapan, salah satunya adalah dengan modifikasi mata pancing. Biasanya mata pancing yang digunakan nelayan rawai vertikal adalah mata pancing tunggal. Selain mata pancing tunggal terdapat juga berbagai jenis mata pancing, salah satunya adalah mata pancing ganda yang dipasang berangkai Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil tangkapan rawai yang menggunakan mata pancing tunggal dengan rawai yang menggunakan mata pancing ganda yang dipasang berangkai.

Penelitian dilakukan dengan metodeeksperimental fishing. Digunakan dua jenis rawai sebagai perlakuan yaitu rawai yang menggunakan mata pancing tunggal dan rawai yang menggunakan mata pancing ganda yang dipasang berangkai. Kedua rawai tersebut terdiri dari 10 tali cabang yang diujungnya terdapat mata pancing. Mata pancing yang digunakan adalah mata pancing nomor 9 untuk mata pancing tunggal dan nomor 9 dan nomor 12 untuk mata pancing ganda. Kedua jenis rawai dioperasikan bersamaan selama kurang lebih 30 menit. Data yang diperoleh berupa jumlah hasil tangkapan, jenis hasil tangkapan yang didapat, berat tubuh, panjang tubuh dan posisi ikan tertangkap pada mata pancing ganda.

Berdasarkan hasil uji peringkat bertanda Wilcoxon didapatkan perbedaan yang nyata antara hasil tangkapan rawai yang menggunakan mata pancing tunggal dan rawai yang menggunakan mata pancing ganda. Rawai yang menggunakan mata pancing ganda menghasilkan hasil tangkapan yang lebih banyak dibandingkan rawai yang menggunakan mata pancing tunggal.

Kata kunci : Ikan layur (Trichiurussp.), rawai, mata pancing.


(14)

PENGARUH PERBEDAAN PENGGUNAAN BENTUK MATA

PANCING TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR

(

Trichiurus

sp.) DI PALABUHANRATU

Oleh :

REGI FIJI ANGGAWANGSA

C54104040

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departeman Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(15)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berjudul Pengaruh Perbedaan Penggunaan Bentuk Mata Pancing Terhadap Hasil Tangkapan Layur (Trichiurussp.) di Palabuhanratu.

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk membandingkan hasil tangkapan layur antara rawai vertikal yang menggunakan mata pancing tunggal dengan rawai vertikal yang menggunakan mata pancing ganda yang dipasang berangkai. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengembangan teknologi penangkapan ikan khususnya pada perikanan layur kepada nelayan di Palabuhanratu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan penulisan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Februari 2008

Penulis


(16)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Perbedaan Penggunaan Bentuk Mata Pancing terhadap Hasil Tangkapan Layur (Trichiurus sp.) di Palabuhanratu sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih banyak kepada :

1) Prof. Dr. Ir. Bambang Murdiyanto, M. Sc. selaku dosen pembimbing atas segala saran dan bimbingan yang diberikan;

2) Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M. Sc., Dr. Eko Sri Wiyono, S. Pi., M. Si., Ir. Ronny Irawan Wahyu, M. Phil. dan Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M. Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan dan saran;

3) Bapak Wahyu beserta keluarga, Bapak Pepen beserta keluarga dan Bapak Syarif atas bantuan dan kerjasama nya;

4) Keluargaku atas semangat dan doanya;

5) Debby Sofianila Sari Natsir atas spirit dan dukungan moril nya;

6) Teman-teman PSP 43, 42, 40, 39, 38… khususnya angkatan 41 (Gomeh, Ando, Mario, Poetra, Romie, Midi, Yol, Ebod, Jeanny, Imam, Eko, Widi, Rulli, Bebek, Awan, Renna, Via, Natha, Singgih, De2n, Habas, Ajer, Bert, Komet, Sange, Dody, Rani, Ne2y, Resa, Meler, Ana, Aris, Jali, Rony, Eva, Fifi, Winda, Boy, Oplet, Pi2t, Pras, Goen, Dina, Opick, Ti2n, Deco, Dimas, Suji, Boyo, Andi, Ahdiar, Galih, Riki, Aldie dan Deni) atas kebersamaannya selama ini;

7) Teman-temanEndeavouratas semangat dan dukungan yang diberikan; dan

8) Semua pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 3 Maret 1986 di Subang, Jawa Barat. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara putra pasangan Nata Asmara dan Indriyati. Penulis telah menyelesaikan pendidikan formal di SMU Negeri I Bogor dan lulus pada tahun 2004.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai salah satu mahasiswa pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) pada tahun 2003 melalui jalur USMI.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif di organisasi Himafarin yaitu sebagai ketua badan pengawas periode 2005-2006 dan Kepala Divisi Seni dan Budaya Dept. Pengembangan Minat Dan Bakat. Selain itu penulis juga merupakan anggota paduan suara FPIK (Endeavour) dari tahun 2005 sampai sekarang.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor penulis menyusun skripsi dengan judul “Pengaruh Perbedaan Penggunaan Bentuk Mata Pancing Terhadap Hasil Tangkapan Layur (Trichiurus sp.) di Palabuhanratu” dan penulis dinyatakan lulus dalam sidang ujian sarjana pada tanggal 21 Februari 2008.


(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Ikan Layur ... 3

2.2 Unit Penangkapan Ikan Layur ... 5

2.2.1 Alat penangkap ikan layur ... 5

2.2.2 Perahu penangkapan ikan layur ... 8

2.2.3 Nelayan ... 9

2.2.4 Metode pengoperasian ... 9

2.3 Mata Pancing ... 10

3 METODE PENELITIAN ... 13

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 13

3.2 Peralatan ... 13

3.3 Asumsi yang Digunakan ... 13

3.4 Metode Penelitian ... 13

3.4.1 Jenis penelitian ... 13

3.4.2 Rancangan penelitian ... 15

3.4.3 Pengumpulan data ... 17

3.4.4 Analisis data ... 17

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 22

4.1 Letak Geografis dan Keadaan Topografi ... 22


(19)

4.3 Perkembangan Perikanan ... 24

4.3.1 Produksi perikanan... 24

4.3.2 Produksi perikanan layur ... 25

4.3.3 Nelayan ... 27

4.3.4 Alat tangkap... 28

4.3.5 Kapal perikanan... 28

5 HASIL ... 30

5.1 Operasi Penangkapan ... 30

5.2 Hasil Tangkapan ... 30

5.3 Sebaran Panjang Tubuh Hasil Tangkapan ... 32

5.3.1 Rawai dengan mata pancing tunggal ... 32

5.3.2 Rawai dengan mata pancing ganda ... 33

5.4 Sebaran Berat Tubuh Hasil Tangkapan ... 33

5.4.1 Rawai dengan mata pancing tunggal ... 33

5.4.2 Rawai dengan mata pancing ganda ... 34

5.5 Posisi Ikan Tertangkap Pada Mata Pancing Ganda ... 35

5.6 Analisis Data ... 38

6 PEMBAHASAN ... 40

6.1 Perbandingan Hasil Tangkapan ... 40

6.2 Posisi Ikan Tertangkap Pada Mata Pancing Ganda ... 41

7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

7.1 Kesimpulan ... 43

7.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

LAMPIRAN ... 46


(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Ikan Layur (Trichiurussp.) ... 5

2. Jenis-jenis rawai ... 7

3. Bagian – Bagian Mata Pancing ... 11

4. Konstruksi Rawai Layur Dengan Mata Pancing Tunggal ... 14

5. Konstruksi Rawai Layur Dengan Mata Pancing Ganda ... 15

6. Pemasangan Umpan pada Mata Pancing Tunggal Dan Ganda... 16

7. Grafik Jumlah Produksi Ikan Tahunan PPN Palabuhanratu Periode 2002-2006 ... 24

8. Grafik Nilai Produksi Ikan Tahunan PPN Palabuhanratu Periode 2002-2006 .... 25

9. Grafik Produksi Bulanan Layur di PPN Palabuhanratu Tahun 2006 ... 26

10. Grafik Jumlah Nelayan Per Alat Tangkap Di PPN Palabuhanratu Periode 2002-2006 ... 27

11. Grafik Jumlah Unit Alat Tangkap di PPN Palabuhanratu Tahun 2006 ... 28

12. Proporsi Hasil Tangkapan Total... 31

13. Grafik Proporsi Hasil Tangkapan Rawai Dengan Mata Pancing Tunggal... 31

14. Grafik Proporsi Hasil Tangkapan Rawai Dengan Mata Pancing Ganda... 32

15. Grafik Sebaran Panjang Tubuh Layur Hasil Tangkapan Rawai Dengan Mata Pancing Tunggal ... 32

16. Grafik Sebaran Panjang Tubuh Layur Hasil Tangkapan Rawai Dengan Mata Pancing Ganda ... 33

17. Grafik Sebaran Berat Tubuh Layur Hasil Tangkapan Rawai Dengan Mata Pancing Tunggal ... 34

18. Grafik Sebaran Berat Tubuh Layur Hasil Tangkapan Rawai Dengan Mata Pancing Ganda ... 34

19. Grafik Perbandingan Hasil Tangkapan Pada Rawai Dengan Mata Pancing Ganda Berdasarkan Posisi Ikan Terkait ... 35


(21)

20. Perbandingan Hasil Tangkapan Pada Bagian Mata Pancing Ganda ... 36 21. Sebaran Panjang Tubuh Hasil Tangkapan Pada Bagian Mata Pancing Ganda ... 37 22. Sebaran Berat Tubuh Hasil Tangkapan Pada Bagian Mata Pancing Ganda ... 38


(22)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Bentuk Rancangan ... 17 2. Tabel Sidik Ragam (Anova) Rancangan Acak Lengkap... 17 3. Produksi Ikan Layur Per Bulan dan Per Alat Tangkap di PPN Palabuhanratu

Tahun 2006... 23 4. Jenis dan Jumlah Kapal Perikanan yang Beroperasi di PPN Palabuhanratu... 26 5. Hasil Uji Kenormalan Data Kolmogorov – Smirnov ... 34


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Peta Lokasi Penelitian. . . 40 2. Perahu Penangkapan Ikan. . . 41 3. Alat Penangkap Ikan . . . 42 4. Proses Pengoperasian Alat Tangkap . . . 43 5. Ikan Hasil Tangkapan . . . 45 6. Umpan Yang Digunakan . . . 46 7. Spesifikasi Alat Penangkap Ikan . . . 47 8. Sebaran Berat Tubuh Hasil Tangkapan . . . 48 9. Sebaran Panjang Tubuh Hasil Tangkapan . . . 49 10. Uji Kenormalan . . . 50 11. Uji Peringkat Bertanda Wilcoxon . . . 51 12. Data Hasil Tangkapan . . . 52


(24)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Layur (Trichiurus sp.) merupakan salah satu komoditas perikanan yang potensial. Dalam beberapa tahun terakhir layur menjadi salah satu komoditas perikanan yang penting. Nilai produksi layur semakin bertambah dari tahun-ketahun, hal ini disebabkan semakin meningkatnya permintaan ekspor layur ke beberapa negara Asia seperti Korea, Jepang, China, Hongkong dan Taiwan.

Ikan layur merupakan jenis ikan demersal dan terdapat hampir di seluruh perairan pantai di Indonesia. Salah satu sentra produksi layur di Indonesia adalah di Palabuhanratu, hal ini dapat dilihat dari nilai produksinya yang mencapai 222,6 ton pada tahun 2006 (PPN Palabuhanratu, 2006) dan dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah produksinya.

Alat tangkap yang biasa digunakan untuk menangkap layur antara lain pancing, gillnet, payang dan bagan. Umumnya, nelayan Palabuhanratu menggunakan pancing ulur atau pancing rawai untuk menangkap layur. Pancing ulur adalah pancing/handline yang menggunakan satu mata pancing sedangkan pancing rawai menggunakan lebih dari satu mata pancing yang dipasang dengan tali cabang (branch line) baik vertikal maupun horizontal.

Pengembangan metode dan teknologi sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan dalam operasi penangkapan ikan layur. Salah satunya adalah dengan memodifikasi mata pancing. Mata pancing (hook) merupakan bagian yang sangat vital dalam proses penangkapan ikan layur, karena ikan layur akan terkait pada mata pancing tersebut. Pada umumnya mata pancing yang digunakan nelayan pancing ulur maupun pancing rawai di Palabuhanratu hanya bermata pancing tunggal (single hook) dan pada kenyataannya tingkat keberhasilannya masih kurang optimal karena sering kali umpan sudah tergigit atau termakan tetapi ikan tidak terkait pada mata pancing. Selain pancing dengan satu mata pancing, terdapat pula yang menggunakan dua atau lebih mata pancing yang dipasang berangkai. Pancing ulur dengan menggunakan dua mata pancing (double hook) yang dipasang berangkai sudah banyak digunakan


(25)

nelayan Belitung untuk menangkap ikan tenggiri dan hasilnya cukup memuaskan (Budiman, 2004). Pada penelitian ini peneliti akan melihat perbedaan penggunaan bentuk mata pancing tunggal (single hook) dan mata pancing ganda (double hook) yang dipasang berangkai terhadap hasil tangkapan ikan layur yang tertangkap pada perikanan pancing rawai khususnya rawai vertikal di perairan teluk Palabuhanratu. Oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan agar menjadi masukan dalam pengembangan teknologi penangkapan ikan khususnya layur.

1.2 Tujuan

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk :

1) Memperkenalkan konstruksi pancing rawai layur dengan mata pancing ganda (double hook) yang dipasang berangkai pada nelayan Palabuhanratu.

2) Membandingkan hasil tangkapan layur pada pancing rawai dengan menggunakan mata pancing tunggal (single hook) dan rawai dengan menggunakan mata pancing ganda (double hook) yang dipasang berangkai di perairan teluk Palabuhanratu.

1.3 Manfaat

Manfaat dilaksanakannya penelitian ini antara lain memberikan informasi tentang perbandingan hasil tangkapan layur pada pancing rawai antara rawai yang menggunakan satu mata pancing (single hook) dan rawai yang menggunakan dua mata pancing (double hook) yang dipasang berangkai serta memberikan alternatif mengenai konstruksi alat tangkap kepada nelayan di Palabuhanratu.


(26)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Layur

Ikan layur (Trichiurus sp.) merupakan salah satu jenis ikan yang tersebar hampir di seluruh perairan pantai di Indonesia dengan daerah penyebaran dari perairan Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang pantai Laut Cina bagian selatan, Philipina sampai ke pantai utara Australia (Direktorat Jenderal Perikanan, 1998). Kepadatan tertinggi terdapat di utara Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Di Indonesia terdapat enam jenis layur, namun yang terdapat di perairan Palabuhanratu ada dua jenis yaitu layur jenis meleu (Trichiurus haumela) dan jenis bedog (Trichiurus savala). Jenis meleu mempunyai warna yang lebih putih keperakan, mata lebih besar dan ukuran tubuhnya lebih panjang sedangkan jenis bedog berwarna hitam dan lebih pendek. Menurut Badrudin dan Wudianto dalam Yudistira (2007) ikan layur yang tertangkap di perairan Indonesia terdiri dari tiga genera, yaitu Eupluerogrammus, Trichiurus dan Lepturachantus dengan spesies-spesiesnya adalah Eupluerogrammus muticus, Trichiurus lepturus dan

Lepturachantus savala. Ketiga genera tersebut dimasukkan ke dalam suatu genus yaituTrichiurusdengan spesiesnya adalahTrichiurus muticus, Trichiurus savaladan

Trichiurus lepturus atau Trichiurus haumela. Perbedaan spesies tersebut didasarkan atas perbedaan taksonomi seperti diameter mata terhadap panjang kepala, sirip dada, sirip perut dan sirip dubur.

Layur mempunyai badan yang sangat panjang (dapat mencapai 100 cm) umumnya 70 – 80 cm. Bentuk badan pipih menyerupai pita dan semakin mengecil pada bagian ekor sehingga hampir menyerupai rambut oleh karena itu layur disebut

hairtail fish karena bentuk ekornya yang seperti rambut. Mulut lebar dengan deretan gigi yang tajam dan rahang bawahnya lebih besar daipada rahang atas. Dalam keadaan hidup layur berwarna biru maya kegelapan dan dalam keadaan mati berwarna perak keabuan atau sedikit keunguan. Bagian atas kepalanya berwarna ungu gelap dan sirip-siripnya berwarna kekuningan atau kuning dengan pinggiran gelap (Direktorat Jenderal Perikanan, 1998). Layur berenang ke permukaaan pada waktu


(27)

senja. Cara berenang ikan layur hampir secara vertikal dengan posisi kepala di atas (Matsuda,et al, 1975).

Menurut Okada (1966), tubuh layur sangat panjang, pipih dan meruncing di bagian belakang tubuhnya. Mulut yang lebar dengan rahang bawah yang lebih panjang, terdapat banyak gigi yang kuat dan tajam pada rahangnya. Tidak mempunyai sirip perut, sirip punggung tersusun di bagian posterior di belakang kepala sedangkan sirip anal tumbuh dibawah kulit. Pada saat larva, saat panjangnya kurang dari 10 mm, layur mempunyai badan yang pendek dan kepala yang besar tidak seperti dewasanya yang berbentuk seperti pita. Pada tahap selanjutnya tubuh mulai memanjang terutama di bagian ekornya. Terdapat duri yang kuat pada sirip dorsal pada saat layur berukuran 7 sampai 8 mm, tetapi kemudian lama-kelamaan mulai menghilang. Sirip anal juga berkembang dengan baik dengan duri yang kuat dan sirip yang lembut, tetapi kemudian berangsur-angsur menghilang dan tumbuh di dalam kulit.

Taksonomi dari ikan layur menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :

Phyllum : Vertebrata Class : Pisces

Subclass : Teleostei

Ordo : Percomorphii

Subordo : Scombroidae Famili : Trichiuridae

Genus : Trichiurus

Spesies :Trichiurus sp.


(28)

Gambar 1. Ikan Layur (Trichiurussp.) Sumber : fishbase (2008)

Menurut Fischer diacu Sarry (1999 ), ikan layur berada pada kedalaman kurang lebih 100 meter, namun dapat pula dijumpai pada perairan yang lebih dangkal hingga memasuki daerah estuaria bahkan di peraran yang sangat dangkal sekalipun. Populasi layur banyak terdapat di perairan pantai yang dangkal dan dekat dengan muara – muara sungai. Sedangkan menurut Matsuda, et al, (1975 ) layur dapat ditemukan di perairan pantai yang dalam dengan dasar berlumpur.

Ikan layur memangsa hewan-hewan laut yang berukuran kecil seperti udang-udang kecil, cumi-cumi, ikan-ikan kecil, larva ikan dan lain sebagainya. Oleh karena itu ikan layur sering tertangkap pada alat tangkap bagan.

Ikan layur terdapat sepanjang tahun di Palabuhanratu. Musim penangkapan ikan layur di Palabuhanratu terjadi satu kali dalam satu tahun, yaitu antara Oktober – Januari yang puncaknya terjadi bulan November dan terendah pada bulan Mei. Kelimpahan tertinggi terjadi pada bulan Oktober dan bulan Januari yang bertepatan dengan awal dari musim barat. Ikan layur tidak seperti ikan-ikan pelagis yang pada saat musim barat kelimpahannya menurun, sebaliknya justru mengalami peningkatan kelimpahan. Hal ini disebabkan ikan layur cenderung hidup di dasar perairan dan tidak terlalu terpengaruh oleh kedaan di permukaan (Sasmita, 1995).

2.2 Unit Penangkapan Ikan Layur 2.2.1 Alat penangkapan ikan layur

Alat tangkap yang biasa digunakan untuk menangkap layur antara lainhandline


(29)

banyak digunakan untuk menangkap layur di Palabuhanratu yaitu pancing ulur dan pancing rawai karena kedua alat ini khusus digunakan untuk menangkap layur. Pancing rawai sendiri terdiri dari dua macam yaitu rawai horizontal dan rawai vertikal atau yang lebih dikenal dengan pancing gajrut oleh nelayan Palabuhanratu.

Menangkap ikan dengan tali dan pacing yang sederhana adalah salah satu metode penangkapan kuno. Dahulu mata pancing yang digunakan terbuat dari tulang binatang. Baik pada sport fishing maupun pada commercial fishing, metode ini memberikan kontribusi yang cukup penting dalam menyediakan sumber makanan bagi umat manusia. Dengan mengunakan pancing juga dihasilkan hasil tangkapan dengan kualitas yang tinggi karena ikan yang tertangkap biasanya masih dalam keadaan hidup saat diangkat ke atas kapal, tanpa luka atau hancur. Alat ini merupakan alat yang selektif dalam hal jenis dan ukuran hasil tangkapan karena hanya menangkap ikan yang sudah dewasa (Sainsbury, 1996).

Handline termasuk dalam klasifikasi fishing line. Handline merupakan bentuk yang paling sederhana dari kategori fishingline yang terdiri dari tali dengan panjang tertentu, pemberat dan sekurangnya satu mata pancing. Dapat juga ditambah dengan swivel dan pelampung jika diperlukan. Handline biasanya mempunyai satu buah mata pancing, namun dapat juga dipasang beberapa. Handline yang menggunakan beberapa mata pancing menggunakan beberapa tali cabang (branchline) untuk mengikat mata pancing yang dirangkai pada satu tai utama (mainlie). Jenishandline

yang seperti ini disebut vertikal longline (rawai vertikal). Pengoperasian dari

handline sangat mudah, umumnya nelayan memegang ujung dari tali pancing (biasanya digulung dengan penggulung), merasakan dengan jari apabila ikan menggigit umpan, kemudian memposisikan mata pancing agar ikan tidak lolos dan mengangkat tali pancing apabila ikan telah terkait mata pancing (von Brandt, 2005).

Menurut Sadhori (1984) rawai disebut juga dengan longlineyang secara harfiah dapat diartikan tali panjang. Hal ini karena alat penangkapan tersebut konstruksinya berbentuk rangkaian tali-temali yang disambung-sambung sehingga merupakan tali yang panjang dengan beratus-ratus tali. Oleh karena itu rawai dapat diartikan sebagai salah satu alat penangkapan ikan yang terdiri atas rangkaian tali-temali yang


(30)

bercabang-cabang dan pada tiap-tiap ujung cabangnya diikatkan sebuah pancing. Secara teknis operasional rawai termasuk jenis perangkap, karena dalam operasionalnya tiap-tiap pancing diberi umpan yang tujuannya untuk menangkap ikan agar ikan-ikan mau memakan umpan tersebut sehingga terkait oleh pancing.

Berdasarkan susunan mata pancing pada tali utamanya, rawai dapat dibedakan menjadi tiga (Sadhori, 1984) yaitu :

1) Rawai tegak (vertikal longline);

2) Rawai mendatar (horizontal longline); dan 3) Pancing landing.

Gambar 2. Jenis-jenis rawai

Konstruksi dari rawai vertikal yang biasa digunakan untuk menangkap ikan layur di Palabuhanratu yaitu terdiri dari beberapa bagian. Pertama yaitu tali pancing yang terdiri dari tali utama (main line) dan tali cabang (branch line). Tali pancing yang digunakan terbuat dari bahan nylon monofilament bernomor 1000 dengan


(31)

diameter 1 mm sedangkan panjang tali utama sekitar 100-200 m dan tali cabang 1-2,5 m. Kedua yaitu pemberat (sinker) yang biasanya terbuat dari bahan timah atau besi. Pemberat ini diikatkan pada tali untang yang terletak di antara swivel pertama dan

swivelkedua. Ketiga adalah mata pancing (hook). Mata pancing ini diikatkan pada masing-masing tali cabang. Terbuat dari logam yang kuat dan tahan karat. Mata pancing yang digunakan umumnya mata pancing dengan nomor 7 sampai 10, tetapi yang banyak digunakan adalah mata pancing bernomor 9. Keempat yaitu kili-kili (swivel). Kili-kili digunakan agar tali pancing tidak terpelintir dan menjadi kaku akibat arus ataupun gerakan ikan pada saat meloloskan diri. Dua buah swivel

dipasang dalam satu unit rawai vertikal yaitu pada ujung tali utama dan pada pangkal tali cabang. Kelima adalah tali untang atau kawat barlen yang berfungsi untuk mencegah agar tali cabang tidak membelit pada tali utama. Tali ini diikatkan pada

swivelpertama dan kedua dengan menggunakan tali yang ukurannya sama dengan tali utama sepanjang 20-30 cm. Bagian antara tali cabang dan mata pancing dipasang tali untang sepanjang 10-20 cm. Terakhir adalah penggulung (reel) yang fungsinya untuk memudahkan pengoperasian pancing. Terbuat dari kayu atau plastik, berbentuk seperti roda dengan ukuran tertentu tergantung panjang tali pancing (Nurhayati, 2006).

2.2.2 Perahu penangkapan ikan

Perahu yang digunakan pada pengoperasian pancing rawai di Palabuhanratu yaitu jenis perahu congkreng yang sudah dilengkapi dengan motor tempel bermesin diesel dengan kekuatan 15-25 PK. Dimensi dari perahu tersebut yaitu : panjang (P) berkisar 6 - 13 meter, lebar (L) 1 - 3 meter dan tinggi (D) 0.8 – 3 meter perahu ini juga dilengkapi dengan alat penyeimbang pada kedua sisinya yang disebut kincang. Kincang tersebut terbuat dari bambu dengan panjang sekitar 7 meter (Nurhayati, 2006).

Pada perahu ini diperlukan juga beberapa alat tambahan untuk menunjang operasional penangkapan yaitu :


(32)

1) Lampu tekan / vetromak

Vetromak digunakan sebagai penerangan pada saat pengoperasian pancing rawai dilakukan pada malam hari.

2) Cool box

Cool box digunakan untuk menyimpan ikan layur hasil tangkapan agar tersusun rapi dan tidak rusak. Ikan layur yang telah tersusun dalam cool box kemudian diberi es curah untuk menjaga kesegarannya.

3) Dayung

Walaupun sudah menggunakan motor tempel, dayung tetap diperlukan untuk memudahkan mengatur posisi kapal.

4) Serok

Serok digunakan untuk memudahkan nelayan pada saat pengangkatan hasil tangkapan dari air ke perahu.

5) Jangkar kayu

Jangkar digunakan agar posisi kapat tetap pada saat setting dengan tali jangkar sepanjang 100 – 200 meter.

2.2.3 Nelayan

Nelayan yang mengoperasikan pancing rawai dengan menggunakan perahu congkreng sebanyak 1 - 4 orang per unit penangkapan. Satu orang bertugas mengemudikan kapal sekaligus pemancing dan yang lainnya sebagai pemancing dan mempersiapkan keperluan sebelum setting, seperti memasang umpan. Dalam sekali

setting satu orang nelayan dapat mengoperasikan beberapa pancing sekaligus tergantung dari kemahiran masing-masing nelayan.

2.2.4 Metode pengoperasian 1) Persiapan

Pada tahap ini dilakukan pemasangan motor tempel pada kapal, persiapan alat pancing, bahan bakar, lampu petromak, penyediaan umpan dan bekal makanan selama operasi berlangsung. Setelah semua persiapan selesai maka kapal siap


(33)

berangkat menujufishing ground. Biasanya nelayan berangkat ke fishing ground

sekitar pukul 15.00-17.00 WIB tergantung jarak fishing ground dan keadaan cuaca.

2) Pemilihanfishing ground

Pemilihan fishing ground dilakukan berdasarkan pengalaman nelayan dengan memperhatikan keadaan perairan seperti angin dan gelombang serta berdasarkan hasil tangkapan hari sebelumnya.

3) Operasi penangkapan

Operasi penangkapan biasanya dilakukan saat hari sudah mulai gelap. Setelah mendapatkan lokasi yang tepat, nelayan mulai memotong umpan dan setelah itu umpan dipasang pada mata pancing kemudian rawai mulai diturunkan. Setelah dibiarkan selama beberapa menit, kemudian rawai diangkat dan nelayan mulai melepaskan hasil tangkapan satu-persatu. Ikan layur hasil tangkapan tersebut kemudian disimpan dalamcool boxdan sebagian digunakan untuk umpan setting

berikutnya. Setelah operasi penangkapan selesai, kapal berangkat kembali ke pelabuhan.

2.3 Mata Pancing

Mata pancing (hook) atau kail adalah bagian terpenting dari alat tangkap hook and linekarena pada mata pancing inilah ikan akan tersangkut. Kegunaan dari mata pancing itu sendiri yaitu untuk memastikan agar ikan tidak dapat melepaskan diri dengan umpan setelah menggigit atau menelannya. Mata pancing yang baik harus memiliki ketajaman yang cukup untuk menembus mulut ikan ketika umpan dimakan, bentuk yang sesuai untuk menahan hasil tangkapan, kuat dan tahan karat.

Pada jaman dahulu mata pancing terbuat dari tulang, tanduk, kayu dan bahan lainnya. Mata pancing modern terbuat dari bahan logam seperti perunggu, besi, nikel dan stainless steel. Agar tidak terjadi korosi atau karat pada mata pancing biasanya logam tersebut dilapisi oleh logam lainnya yang tahan karat seperti tembaga, cadmium, perak, emas, perunggu dan lain-lain.


(34)

Ada dua macam bentuk mata pancing modern, ada yang berbentuk V-shaped dan U-shape, keduanya dibedakan dari jenis ikan sasaran tangkapannya. Mata pancing terdiri dari beberapa bagian yaitu head/eye, shank, bend, crook dan point. Bagianhead/eyeberfungsi untuk mengikatkan tali pancing agar tidak mudah terlepas dan mempunyai beragam bentuk seperti lingkaran, lubang dengan permukaan datar atau yang tidak berlubang. Bagian shank mempunyai beragam bentuk dan ukuran panjangnya,shank yang panjang dibuat untuk mencegah ikan menggigit tali pancing setelah ikan tersebut menelan mata pancing (von Brandt, 2005).

Gambar 3. Bagian – Bagian Mata Pancing

Terdapat sistem penomoran untuk membedakan ukuran mata pancing, penomoran ini digunakan pada mata pancing dengan jenis yang sama. Menurut von Brandt (2005) ukuran mata pancing dinyatakan dari nomor 1 sampai 20, semakin besar ukuran mata pancing maka semakin kecil nomornya. Ukuran ini berdasarkan ukuran celah (gap) dan bentuk diameter shank. Sedangkan menurut Prado diacu dalam Nofrizal (2002), penomoran mata pancing dibedakan berdasarkan tipe mata pancing yang ditentukan oleh bentuk penampangshankpancing tersebut. Tipe shank

bulat disebut regular hook, pada tipe ini nomor pancing semakin kecil maka ukuran mata pancing semakin besar. Pada tipe forged yaitu dengan bentuk shank bulat


(35)

memanjang, semakin kecil nomor maka ukuran pancing juga semakin kecil. Pancing ulur atau pancing rawai layur di Palabuhanratu menggunakan nomor 8-12.

Bentuk mata pancing bermacam-macam mulai dari yang berkait balik, yang tidak berkait balik seperti pada pole and line, yang mempunyai satu mata, yang mempunyai beberapa mata seperti pancing cumi-cumi dan lain sebagainya. Di daerah Belitung terdapat satu jenis alat tangkap pancing yang bernama pancing garandong yang digunakan untuk menangkap ikan tenggiri dimana mata pancingnya terdiri dari dua mata pancing yang dipasang berangkai. Biasanya nelayan memadukan mata pancing antara nomor 9 dan 7 atau 6 dan 8. Pancing dengan menggunakan dua mata pancing yang dipasang berangkai cukup efektif untuk menangkap ikan tenggiri (Budiman, 2004).


(36)

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2007 di perairan Tunjangan, Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

3.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1) Satu unit rawai layur vertikal dengan 10 mata pancing tunggal (single hook); 2) Satu unit rawai layur vertikal dengan 10 mata pancing ganda (double hook); 3) Timbangan kue dengan skala terkecil 10 gram;

4) Meteran dengan skala terkecil 1 cm; 5) Data sheet;

6) Alat tulis; dan 7) Kamera digital.

3.3 Asumsi yang digunakan

1) Setiap ikan yang berada dalam daerah penangkapan mempunyai peluang tertangkap yang sama;

2) Faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil tangkapan seperti arus, suhu perairan, gelombang dan musim dianggap sama; dan

3) Keahlian nelayan dalam mengoperasikan alat tangkap dianggap sama.

3.4 Metode Penelitian 3.4.1 Jenis penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode experimental fishing

yaitu dengan melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan langsung di lapangan. Dalam penelitian ini digunakan dua unit alat tangkap rawai layur. Rawai layur dengan perbedaan konstruksi mata pancing tersebut dianggap sebagai perlakuan, satu unit dengan menggunakan mata pancing tunggal dan satu unit lainnya menggunakan


(37)

mata pancing ganda. Mata pancing yang digunakan yaitu mata pancing dengan nomor 9 untuk rawai layur yang menggunakan mata pancing tunggal serta untuk rawai layur yang menggunakan mata pancing ganda nomor 9 dan 12. Masing-masing unit rawai terdiri dari 10 branch line yang diujungnya terdapat mata pancing. Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan 30 kali settingyang dianggap sebagai ulangan.

Gambar 4. Konstruksi Rawai Layur Dengan Mata Pancing Tunggal


(38)

Gambar 5. Konstruksi Rawai Layur Dengan Mata Pancing Ganda 3.4.2 Rancangan penelitian

1) Persiapan

Persiapan dilakukan sebagai berikut : Pertama mempersiapkan alat tangkap yang akan digunakan yaitu satu unit rawai layur dengan mata pancing tunggal dan satu unit rawai layur dengan mata pancing ganda. Setelah itu dilakukan pula penyediaan umpan dengan memotong ikan yang akan digunakan. Ikan yang


(39)

digunakan adalah ikan tembang dan sayatan daging ikan layur. Pemotongan umpan dapat dilakukan pada saat operasi apabila umpan yang telah disiapkan habis dengan menggunakan ikan layur hasil tangkapan pada setting sebelumnya. Pada rawai yang menggunakan mata pancing ganda, umpan dikaitkan pada mata pancing utama dan mata pancing tambahan.

Gambar 6. Pemasangan Umpan Pada Mata Pancing Tunggal Dan Ganda 2) Pemilihan daerah penangkapan

Pemilihan daerah penangkapan didasarkan pada pengalaman nelayan atau berdasarkan hasil tangkapan hari sebelumnya. Daerah penangkapan penelitian ini yaitu di sekitar perairan teluk Palabuhanratu tepatnya di daerah perairan Tunjangan.

3) Operasi penangkapan

Proses setting dilakukan dengan menurunkan kedua buah rawai yaitu rawai dengan mata pancing tunggal dan rawai dengan mata pancing ganda secara bersamaan. Kedua unit rawai tersebut masing-masing diturunkan di sebelah dalam kincang. Setelah 30 menit kedua unit rawai berada dalam perairan, penarikan kedua unit rawai dilakukan secara bersamaan.


(40)

4) Pengambilan data

Hasil tangkapan layur yang didapat dari kedua unit rawai diambil kemudian diukur panjang dan berat tubuhnya. Pengukuran ini langsung di lakukan di atas kapal setelah proses hauling dilakukan. Selain panjang dan berat tubuh layur, dicatat pula jenis layur yang tertangkap apakah meleu (Trichiurus haumela) atau bedog (Trichiurus savala) serta posisi layur tertangkap pada mata pancing ganda.

3.4.3 Pengumpulan data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah : 1) Jenis layur (meleu atau bedog)

2) Berat ikan layur (gram) 3) Panjang ikan layur (cm)

4) Posisi layur tertangkap pada mata pancing ganda, apakah terkait pada mata pancing utama, pada mata pancing tambahan atau pada keduanya.

3.4.4 Analisis data

Sebelum menganalisis data yang didapat terlebih dahulu dilakukan uji kenormalan data untuk melihat apakah data menyebar normal atau tidak, pengujian dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov pada software SPSS. Apabila data menyebar normal maka analisis data dapat dilakukan, tetapi apabila data tidak menyebar normal maka pengujian dilakukan menggunakan analisis non parametrik dengan uji peringkat bertanda Wilcoxon.

Analisis yang digunakan adalah analisis ragam dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Kemudian untuk melihat perbedaan hasil tangkapan rawai layur biasa dan rawai layur dengan mata pancing ganda digunakan uji-F. Setelah itu digunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk mengetahui seberapa besarnya pengaruh perbedaan kedua jenis rawai layur tersebut.


(41)

Rancangan Acak Lengkap yang digunakan :

Y

ij=

µ

+

ô

i+

å

ij

Keterangan :

Y

ij = Nilai hasil tangkapan layur pada perlakuan ke-i

µ

=

Nilai tengah populasi

ô

i = Pengaruh perlakuan ke-i

å

ij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j

dimana : - i = 1,2 yaitu perlakuan 1 untuk rawai layur yang menggunakan mata pancing tunggal dan perlakuan 2 untuk rawai layur dengan mata pancing ganda.

- j= 1,2,3,…,30 yaitu ulangan atau jumlah setting. Asumsi :

ô

i= perlakuan bersifat tetap

å

ij~ N (0,

ó

2) artinya galat percobaan timbul secara acak menyebar bebas normal dengan nilai tengah 0 dan ragam

ó

2

å

ijbersifat bebas

Komponen

µ

,

ô

idan

å

ijbersifat aditif

Hipotesis yang diuji :

H0:

ô

1=

ô

2artinya tidak ada perbedaan yang nyata antara hasil tangkapan rawai layur dengan mata pancing tunggal dengan rawai layur yang menggunakan mata pancing ganda.

H1:

ô

1

ô

2artinya terdapat perbedaan yang nyata antara hasil tangkapan rawai layur dengan mata pancing tunggal dengan rawai layur yang menggunakan mata pancing ganda.


(42)

Tabel 1. Bentuk Rancangan

Ulangan Perlakuan (p)

(n) 1 2 p

1 Y11 Y21 Yp1

2 Y12 Y22 Yp2

3 Y13 Y23 Yp3

..

30 Y130 Y230 Yp30

Y Y1. Y2. Yp. Y..

Y2 Y1.2 Y2.2 Yp.2 Y..2 ( Y)2/n (Y1.)2/n (Y2.)2/n (Yp.)2/n ( Y..)2/n

Tabel 2. Tabel Sidik Ragam (Anova) Rancangan Acak Lengkap

SK dB JK KT Fhitung Ftabel

P p-1 JKP KTP KTP/KTS Fá/2(dBP,dBS)

S p(n-1) JKS KTS

T pn-1 JKT

Dimana : FK = p n Y . ..) (Σ 2

JKT = Y..2– FK

JKP = n Y..)2 (Σ

- FK

JKS = JKT – JKP KTP = dBP JKP KTS = dBS JKS Fhitung = KTS KTP


(43)

nadalah jumlah ulangan danpadalah jumlah perlakuan

Dasar penggunaan Uji-F dengan menggunakan Anova yaitu :

• Bila Fhitung > Ftabelmaka tolak H0, artinya terdapat perbedaan yang nyata antara hasil tangkapan rawai layur biasa dengan rawai layur yang menggunakan mata pancing ganda.

• Bila Fhitung < Ftabel maka gagal tolak H0, artinya tidak ada perbedaan yang nyata antara hasil tangkapan rawai layur biasa dengan rawai layur yang menggunakan mata pancing ganda.

Apabila dari hasil uji-F didapatkan hasil Fhitung > Ftabel maka uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dapat dilakukan. Nilai BNT dapat diperoleh dengan rumus :

BNT = tá/2, dBS n KTS

2

Hipotesis yang diuji dalam uji BNT :

H0:

ô

1=

ô

2artinya kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap percobaan.

H1 :

ô

1

ô

2 artinya kedua perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap percobaan.

Dasar penggunaan uji BNT yaitu :

• Bila 1- 2 >BNTmaka tolak H0yang berarti kedua perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap percobaan.

• Bila 1- 2 < BNT maka gagal tolak H0yang berarti kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap percobaan.

Sedangkan untuk uji peringkat bertanda Wilcoxon tahapannya adalah sebagai berikut :

1) Hitung selisih antara pasangan perlakuan setiap ulangan;

2) Tanpa melihat tandanya (positif atau negatif) berilah peringkat pada selisih tersebut dari yang terkecil hingga terbesar;

3) Berikan kembali tanda selisihnya pada peringkat tersebut;


(44)

4) Hitung jumlah peringkat posit dan negatif;

5) Tanpa melihat tandanya lihat nilai yang terkecil antara jumlah peringkat negatif dan jumlah peringkat positif sebagai nilai W;

6) Bandingkan nilai tersebut dengan nilai kritis (Wtabel)pada tabel statistika A.11; 7) Apabila nilai W < Wtabelmaka Hipotesis 0 dapat ditolak.

Hipotesis yang digunakan dalam uji peringkat bertanda Wilcoxon adalah :

H0 : Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara hasil tangkapan rawai yang menggunakan mata pancing tunggal dengan rawai yang menggunakan mata pancing ganda.

H1: Terdapat perbedaan yang nyata antara hasil tangkapan rawai yang menggunakan mata pancing tunggal dengan rawai yang menggunakan mata pancing ganda.

Apabila W < Wtabel maka Hipotesis 0 dapat ditolak, sedangkan bila W > Wtabel maka Hipotesis 0 diterima.


(45)

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak Geografis dan Keadaan Topografi

Secara geografis Kabupaten Sukabumi terletak pada posisi 6057’–7025’ Lintang Selatan dan 106049’–107000’ Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah secara administratif di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor, Samudera Indonesia (Samudera Hindia) di sebelah Selatan, Kabupaten Cianjur di sebelah Timur, sedangkan di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan Samudera Indonesia (Samudera Hindia). Kabupaten Sukabumi secara administratif juga berbatasan langsung dengan Kota Sukabumi, dimana wilayah Kota Sukabumi dikelilingi oleh beberapa kecamatan yang menjadi wilayah Kabupaten Sukabumi (PPN Palabuhanratu, 2007).

Di kabupaten ini terdapat 45 wilayah kecamatan yang terdiri atas 335 desa dan 3 kelurahan. Kabupaten Sukabumi mempunyai panjang pantai 117 kilometer yang membentang mulai dari Kecamatan Tegalbuleud di ujung Timur sampai ke Kecamatan Cisolok di ujung Barat. Kabupaten Sukabumi memiliki sembilan kecamatan yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, yaitu Kecamatan Tegalbuleud, Cibitung, Surade, Ciracap, Ciemas, Simpenan, Palabuhanratu, Cikakak dan Cisolok.

Tipe pantai di wilayah pesisir Teluk Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi meliputi pantai karang, berbatu dan berpasir. Satuan morfologi penyusun pantai di pesisir Teluk Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi terdiri dari perbukitan dan dataran. Perbukitan merupakan ciri utama pantai selatan dengan yang pantai terjal dan perbukitan bergelombang dengan kemiringan mencapai 40% serta disusun oleh sedimen tua. Sedangkan satuan morfologi dataran berkembang di sekitar muara sungai dengan susunan terdiri atas pasir dan kerikil yang berasal dari endapan limpahan banjir. Wilayah pantai mulai Cimandiri hingga Cisolok batuan geologinya merupakan endapan sedimen breksi gunung api.


(46)

Terdapat beberapa sungai yang bermuara di Teluk Palabuhanratu yaitu :

1) Sungai Cipalabuhan, Sungai Cimandiri, Sungai Ciseureuh, Sungai Cihaur, Sungai Citepus, Sungai Cidadap yang berada di wilayah Kecamatan Palabuhanratu

2) Sungai Cimaja dan Cisukawayana di Kecamatan Cikakak

3) Sungai Cibareno, Sungai Cisolok, Sungai Cibangban, dan Sungai Cipawenang di Kecamatan Cisolok

Keadaan Oseanografis dan Iklim

Karakteristik umum oseanografi pesisir Teluk Palabuhanratu mirip Samudera Hindia, tapi terlindung karena berbentuk teluk. Karakteristik Samudera Hindia bercirikan ombak besar, batimetri laut dalam dan tinggi gelombang dapat mencapai lebih dari 3 meter. Keadaan arus pada perairan dipengaruhi oleh pasang surut, angin, densitas serta pengaruh masukan air dari muara sungai. Arus pantai selatan Jawa pada bulan Pebruari sampai Juni bergerak ke arah timur dan bulan Juli hingga Januari bergerak ke arah barat. Pada bulan Pebruari arus pantai mencapai 75 cm/detik kemudian melemah hingga kecepatan 50 cm/detik selama April hingga Juni. Pada bulan Agustus, arus pantai berganti arah ke Barat dengan kecepatan 75 cm/detik, kemudian menurun hingga kecepatan 50 cm/detik sampai bulan Oktober. Salinitas di perairan Palabuhanratu berkisar antara 32,33 o/oo – 35,96o/oo . Kisaran suhu pada perairan Palabuhanratu berkisar antara 27oC–30oC sedangkan tinggi gelombang dapat berkisar antara 1–3 meter (PPN Palabuhanratu, 2007).

Kondisi iklim tropis di wilayah pesisir Teluk Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi dipengaruhi oleh musim angin barat yang bertiup dari timur ke barat, dan musim angin timur yang bertiup dari barat ke timur. Musim angin barat bertiup dari bulan Desember sampai bulan Maret, sedangkan musim angin timur berlangsung antara bulan Juni sampai bulan September. Curah hujan tahunan di pesisir Teluk Palabuhanratu dan sekitarnya berkisar antara 2.500–3.500 mm/tahun dan hari hujan antara 110–170 hari/tahun. Suhu udara di sekitar wilayah ini berkisar antara 180–


(47)

300C dan memiliki kelembaban udara yang berkisar antara 70 – 90 persen (PPN Palabuhanratu, 2007).

Perkembangan Perikanan 4.3.1 Produksi perikanan

Perikanan merupakan sektor vital bagi perekonomian di Kabupaten Sukabumi khususnya di wilayah Palabuhanratu, oleh karena itu perkembangan baik dari produksi maupun nilai produksinya sangat penting untuk dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah produksi dan nilai produksi perikanan yang tercatat di PPN Palabuhanratu yang walaupun mengalami fluktuasi tetapi cenderung meningkat sejak berdirinya pelabuhan ini pada tahun 1993.

Selain untuk memenuhi kebutuhan ikan di wilayah Palabuhanratu, produk perikanan yang berupa ikan segar dan ikan olahan (ikan asin dan pindang) juga didistribusikan ke kota-kota lain seperti Sukabumi, Bogor, Cianjur, Bandung, Jakarta dan kota lainnya. Selain itu juga beberapa produk perikanan dari Palabuhanratu diekspor ke luar negeri seperti Tuna dan Layur. Untuk memenuhi kebutuhan ikan di PPN Palabuhanratu ada juga ikan yang didatangkan dari Jakarta, Indramayu, Binuangen, Loji, Pameungpeuk dan Ujung Genteng.

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000

2002 2003 2004 2005 2006 Tahun Ju m la h P ro d u k si (t o n )

Gambar 7. Grafik Jumlah Produksi Ikan Tahunan PPN Palabuhanratu Periode 2002-2006


(48)

0 10 20 30 40 50 60 70

2002 2003 2004 2005 2006

Tahun N il a i P ro d u k si (M il y a r R u p ia h )

Gambar 8. Grafik Nilai Produksi Ikan Tahunan PPN Palabuhanratu Periode 2002-2006

Selain untuk memenuhi kebutuhan ikan di wilayah Palabuhanratu, produk perikanan yang berupa ikan segar dan ikan olahan (ikan asin dan pindang) juga didistribusikan ke kota-kota lain seperti Sukabumi, Bogor, Cianjur, Bandung, Jakarta dan kota lainnya. Selain itu juga beberapa produk perikanan dari Palabuhanratu diekspor ke luar negeri seperti Tuna dan Layur. Untuk memenuhi kebutuhan ikan di PPN Palabuhanratu ada juga ikan yang didatangkan dari Jakarta, Indramayu, Binuangen, Loji, Pameungpeuk dan Ujung Genteng.

4.3.2 Produksi perikanan layur

Produksi layur di PPN Palabuhanratu terus meningkat dari tahun ketahun. Pada tahun 2006 produksinya mencapai 222,6 ton dengan nilai produksi lebih dari 1,3 milyar rupiah, hal ini disebabkan terus meningkatnya permintaan layur baik dari pasar domestik maupun ununtuk keperluan ekspor (PPN Palabuhanratu, 2006).


(49)

Tabel 3. Produksi Ikan Layur Per Bulan dan Per Alat Tangkap di PPN Palabuhanratu Tahun 2006

No

Bulan

Alat Tangkap

Jumlah Kapal Motor (KM) Perahu Motor Tempel

(PMT) Angkutan Bagan Purse Seine Pancing Ulur Gill

Net Payang Pancing Ulur

1 Januari 2.686 7.215 9.901

2 Februari 2.446 9.283 11.729

3 Maret 396 7.505 8.201

4 April 36 6.506 6.542

5 Mei 9.867 9.867

6 Juni 6.339 6.339

7 Juli 3.994 320 7.111 11.425

8 Agustus 7.151 640 96 2400 48.269 58.556

9 September 9.004 66 5.383 37.677 52.13

10 Oktober 438 6.708 6.549 13.695

11 November 2.390 547 523 8.480 11.94

12 Desember 2.291 10.021 63 9.942 22.317

Jumlah 24.830 960 16.132 600 15.077 165.043 222.642

Rata-rata 2.059 80 1.344 50 1.256 13.754 16.402

0 10 20 30 40 50 60 70 Januar i Febru ari

Maret April Me

i

Juni Juli

Agust us Septe mber Oktob er Nove mber Desem ber Bulan J u m la h P r o d u k si (t o n )

Gambar 9. Grafik Produksi Bulanan Layur di PPN Palabuhanratu Tahun 2006


(50)

Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa musim puncak terjadi pada bulan Agustus dan September sedangkan yang terendah terjadi pada bulan April. Hal ini disebabkan pada bulan Agustus dan September merupakan awal musim timur sehingga keadaan cuaca dan perairan sangat baik sedangkan pada bulan April masih merupakan musim barat dimana keadaan cuaca dan perairan kurang baik untuk melakukan operasi penangkapan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November yang bukan merupakan musim puncak penangkapan layur sehingga ikan layur hasil tangkapan yang didapat pada saat penelitian tidak banyak.

4.3.3 Nelayan

Nelayan merupakan salah satu mata pencaharian yang penting di wilayah Palabuhanratu karena jumlahnya yang besar sebagai mata pencaharian mayoritas masyarakat Palabuhanratu dan potensi sumberdaya laut yang melimpah. Pada tahun 2006 terdapat lebih dari 3700 orang yang berprofesi sebagai nelayan yang beroperasi di PPN Palabuhanratu dan setengahnya merupakan nelayan payang (PPN Palabuhanratu, 2006). 0 500 1000 1500 2000 2500 Pancing Ulur

Payang B ag an R amp us Trammel Net

Gill Net Lo ng line Purs e Seine

To nd a

Alat Tangkap J u m la h N el a y a n

Gambar 10. Grafik Jumlah Nelayan Per Alat Tangkap Di PPN Palabuhanratu Tahun 2006


(51)

4.3.4 Alat tangkap

Terdapat lebih dari tujuh ratus unit alat tangkap yang beroperasi di PPN Palabuhanratu pada tahun 2006 yang terdiri dari sebelas jenis alat tangkap. Pada tahun 2006 terjadi peningkatan jumlah alat tangkap yang beroperasi di PPN Palabuhanratu sekitar 15% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Alat tangkap yang paling banyak beroperasi di PPN Palabuhanratu yaitu pancing ulur sekitar 218 unit. 0 50 100 150 200 250 Pancing Ulur

Payang Bagan Rampus Trammel Net

Gill Net Longline P ancing Layur

Rawai P urse Seine Tonda Alat Tangkap J u m la h U n it

Gambar 11. Grafik Jumlah Unit Alat Tangkap di PPN Palabuhanratu Tahun 2006

4.3.5 Kapal perikanan

Pada tahun 2006 jumlah kapal perikanan baik perahu motor tempel maupun kapal motor yang menggunakan PPN Palabuhanratu sebagai fishing base nya juga meningkat sekitar 18% atau sebanyak 122 unit kapal dibandingkan tahun sebelumnya. Terdapat 789 kapal yang beroperasi di PPN Palabuhanratu yang didominasi oleh perahu motor tempel ( Tabel 4).


(52)

Tabel 4. Jenis dan Jumlah Kapal Perikanan yang Beroperasi di PPN Palabuhanratu

No Uraian

Perahu Motor Tempel (PMT) Kapal Motor (KM)

Jumlah Kincang Payang Dogol Sub

Jumlah

Angkutan Bagan

< 10 GT

11-20 GT

21-30 GT

>30 GT

Sub Jumlah

1 Jumlah

RTP 254 86 37 377 12 75 3 41 55 186 563

2 Jumlah


(53)

5 HASIL

5.1 Operasi Penangkapan

Pada saat penelitian dilakukan empat kali trip yang berlangsung dalam empat hari pada tanggal 3, 6, 7 dan 8 November 2007. Operasi penangkapan dimulai pada sore hari dengan menyiapkan umpan terlebih dahulu selagi kapal menuju ke fishing ground, umpan yang digunakan yaitu ikan tembang dan sayatan daging layur.

Fishing ground yang dipilih yaitu perairan Tunjangan yang terletak dekat dengan muara sungai Cimandiri. Setelah sampai difishing ground jangkar diturunkan agar posisi kapal tetap dan tidak terbawa arus.

Pengoperasian rawai dimulai dengan pemasangan umpan pada mata pancing pada kedua unit rawai. Setelah itu kedua unit rawai diturunkan pada sisi perahu secara bersamaan dan dibiarkan selama 30 menit, masing-masing rawai dioperasikan oleh nelayan yang berbeda. Setelah 30 menit kedua unit rawai di angkat secara bersamaan ke atas perahu. Ikan hasil tangkapan dilepaskan dari mata pancing dan dipisahkan antara hasil tangkapan rawai dengan mata pancing tunggal dengan rawai dengan mata pancing ganda. Pada saat dilepaskan dari mata pancing dilihat juga cara ikan terkait mata pancing pada rawai dengan mata pancing ganda.

Setelah hasil tangkapan dilepaskan dari mata pancing dilakukan pengukuran berat dan panjang hasil tangkapan yang didapat. Pengukuran panjang dilakukan dengan menggunakan meteran dan pengukuran berat dilakukan dengan menggunakan timbangan kue.

5.2 Hasil Tangkapan

Pada saat penelitian hasil tangkapan yang didapatkan adalah sebanyak 94 ekor yang didominasi oleh layur jenis meleu yaitu sebanyak 59 ekor dan layur jenis bedog sebanyak 22 ekor serta hasil tangkapan sampingan berupa ikan geulang ruyu sebanyak 11 ekor dan ikan buntal sebanyak 2 ekor.


(54)

Geulang ruyu 12%

Meleu 63%

Bedog 23% Buntal

2%

Gambar 12. Proporsi Hasil Tangkapan Total

Pada rawai yang menggunakan mata pancing tunggal ikan hasil tangkapan yang didapat adalah ikan layur jenis meleu sebanyak 24 ekor, layur jenis bedog sebanyak 6 ekor, ikan geulang ruyu sebanyak 4 ekor dan ikan buntal sebanyak 1 ekor.

M eleu 6 9 % Geulan g ruy u

1 1 %

Bun t a l

3 % Be do g 1 7 %

Gambar 13. Grafik Proporsi Hasil Tangkapan Rawai Dengan Mata Pancing Tunggal

Sedangkan pada rawai dengan mata pancing ganda hasil tangkapan yang didapatkan sebanyak 59 ekor yang terdiri dari layur jenis meleu sebanyak 35 ekor, layur jenis bedog sebanyak 16 ekor, ikan geulang ruyu 7 ekor dan ikan buntal 1 ekor.


(55)

Buntal 2% Geulang ruyu 12% Meleu 59% Bedog 27%

Gambar 14. Grafik Proporsi Hasil Tangkapan Rawai Dengan Mata Pancing Ganda

5.3 Sebaran Panjang Tubuh Hasil Tangkapan 5.3.1 Rawai dengan mata pancing tunggal

Pada rawai dengan mata pancing tunggal panjang hasil tangkapan layur yang didapat berada pada kisaran 70 - 95 cm. Jumlah ikan layur yang tertangkap paling banyak berada pada selang kelas 80 - 84 cm yaitu sebanyak 15 ekor kemudian selang 85 - 89 cm sebanyak 5 ekor dan yang paling sedikit pada selang 95 - 99 cm sebanyak 1 ekor. 0 2 4 6 8 10 12 14 16

60-64 65-69 70-74 75-79 80-84 85-89 90-94 95-99

Selang Kelas (cm)

F r e k u e n si

Gambar 15. Grafik Sebaran Panjang Tubuh Layur Hasil Tangkapan Rawai Dengan Mata Pancing Tunggal


(56)

5.3.2 Rawai dengan mata pancing ganda

Pada rawai yang menggunakan mata pancing ganda didapatkan kisaran panjang ikan layur hasil tangkapan yaitu di antara 60 – 93 cm. Jumlah yang terbanyak berada pada selang 80 - 84 cm sebanyak 16 ekor dan selang 70 - 74 cm sebanyak 15 ekor sedangkan yang paling sedikit berada pada selang 65 - 69 cm yaitu sebanyak 1 ekor.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

60-64 65-69 70-74 75-79 80-84 85-89 90-94 95-99 S e l an g Ke l as (cm )

F

re

k

u

en

si

Gambar 16. Grafik Sebaran Panjang Tubuh Layur Hasil Tangkapan Rawai Dengan Mata Pancing Ganda

5.4 Sebaran Berat Tubuh Hasil Tangkapan 5.4.1 Rawai dengan mata pancing tunggal

Ikan layur hasil tangkapan yang didapatkan menggunakan rawai dengan mata pancing tunggal berada pada kisaran 330 – 1100 gram. Frekuensi terbanyak terdapat pada selang 429 - 557 gram dengan jumlah 16 ekor sedangkan frekuensi terkecil berada pada selang 815 – 944 gram, 945 – 1073 gram dan 1074 1202 gram masing -masing sebanyak 1 ekor.


(57)

0 5 10 15 20

300-428 429-557 558-686 687-815 816-944 945-1073 1074-1202 Selang Kelas (gram)

F re k u en si

Gambar 17. Grafik Sebaran Berat Tubuh Layur Hasil Tangkapan Rawai Dengan Mata Pancing Tunggal

5.4.2 Rawai dengan mata pancing ganda

Ikan layur hasil tangkapan yang didapatkan menggunakan rawai dengan mata pancing tunggal berada pada kisaran 300 – 1200 gram. Frekuensi terbanyak terdapat pada selang 429 - 557 gram dengan jumlah 22 ekor kemudian selang 300 – 428 gram sebanyak 19 ekor dan frekuensi terkecil berada pada selang 816 – 944 gram, 945 – 1073 gram serta 1074 – 1202 gram masing - masing sebanyak 1 ekor.

0 5 10 15 20 25

30 0-4 28 4 29 -5 57 5 58 -68 6 6 87 -815 816-94 4 9 45 -107 3 10 74 -120 2 S e l an g Ke l a s (gram )

F re k u e n si (e k o r)

Gambar 18. Grafik Sebaran Berat Tubuh Layur Hasil Tangkapan Rawai Dengan Mata Pancing Ganda


(58)

5.5 Posisi Ikan Tertangkap Pada Rawai Dengan Mata Pancing Ganda

Pada rawai dengan mata pancing ganda terdapat tiga cara ikan hasil tangkapan tertangkap pada mata pancing. Pertama ikan terkait pada mata pancing utama (mata pancing dengan nomor 9), kemudian ikan terkait pada mata pancing tambahan (mata pancing dengan nomor 12) dan yang terakhir ikan terkait pada kedua mata pancing.

Ikan hasil tangkapan rawai dengan mata pancing ganda mayoritas tertangkap karena terkait pada mata pancing tambahan, hal ini dapat dilihat dari jumlah yang tertangkap pada mata pancing tambahan tersebut yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang tertangkap pada mata pancing utama atau pada kedua mata pancing. Jumlah ikan layur yang terkait pada mata pancing tambahan yaitu sebanyak 33 ekor, sedangkan yang terkait pada kedua mata pancing sebanyak 10 ekor dan yang terkait pada mata pancing utama sebanyak 8 ekor.

Kail No.12 64% Kail No.9 dan

No.12 20%

Kail No.9 16%

Gambar 19. Grafik Perbandingan Hasil Tangkapan Pada Rawai Dengan Mata Pancing Ganda Berdasarkan Posisi Ikan Terkait

Jumlah ikan layur jenis meleu yang tertangkap pada ketiga bagian mata pancing ganda lebih banyak dari jenis bedog dengan perbandingan yang cukup jauh. Jumlah layur meleu yang tertangkap pada mata pancing utama sebanyak 7 ekor, pada mata pancing tambahan sebanyak 21 ekor dan pada kedua mata pancing sebanyak 7 ekor. Sedangkan jumlah layur jenis bedog yang tertangkap pada mata pancing tunggal


(59)

sebanyak 1 ekor, pada mata pancing tambahan sebanyak 12 ekor dan pada kedua mata pancing sebanyak 3 ekor.

0 5 10 15 20 25

No. 9 No. 12 No. 9 dan No.12 Bagian Mata Pancing Ganda

J u m la h T er ta n g k a p (e k o r) Meleu Bedog

Gambar 20. Perbandingan Hasil Tangkapan Pada Bagian Mata Pancing Ganda

Panjang tubuh ikan layur yang didapatkan pada mata pancing utama berada pada kisaran 70 – 83 cm dan terbanyak berada pada selang 75 – 79 cm sebanyak 4 ekor. Pada mata pancing tambahan yang menggunakan mata pancing nomor 12 didapatkan sebaran panjang tubuh layur yang tertangkap pada kisaran 60 – 92 cm dan mayoritas berada pada selang 70 -74 cm dan 80 – 84 cm. Sedangkan yang tertangkap pada kedua mata pancing berada pada kisaran 72 – 93 cm dan terbanyak pada selang kelas 80 – 84 cm dan 90 – 94 cm masing – masing sebanyak 3 ekor.


(60)

0 2 4 6 8 10 12 14

60-64 65-69 70-74 75-79 80-84 85-89 90-94 95-99

Selang Kelas (cm)

F

r

e

k

u

e

n

si

(e

k

o

r

)

No.9

No.12 No.9 dan No.12

Gambar 21. Sebaran Panjang Tubuh Hasil Tangkapan Pada Bagian Mata Pancing Ganda

Berat tubuh ikan layur yang didapatkan pada mata pancing utama berada pada kisaran 330 -620 gram dan terbanyak berada pada selang 429 – 557 gram sebanyak 4 ekor. Pada mata pancing tambahan yang menggunakan mata pancing nomor 12 didapatkan sebaran berat tubuh layur yang tertangkap pada kisaran 300 – 1200 gram dan mayoritas berada pada selang 429 -557 gram yaitu sebanyak 15 ekor. Sedangkan yang tertangkap pada kedua mata pancing berada pada kisaran 350 – 920 gram dan terbanyak terdapat pada selang kelas 300 – 428 gram sebanyak 4 ekor.


(61)

0 2 4 6 8 10 12 14 16

300-428 429-557 558-686 687-815 816-944 945-1073 1074-1202

Selang Kelas (gram)

F r e k u e n si (e k o r ) No.9 No.12 No.9 dan No.12

Gambar 22. Sebaran Berat Tubuh Hasil Tangkapan Pada Bagian Mata Pancing Ganda

5.6 Analisis Data

Sebelum data hasil tangkapan layur pada kedua jenis rawai dianalisis untuk dapat dilihat perbandingannya, data tersebut diuji terlebih dahulu kenormalan datanya. Setelah diuji kenormalan data dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov pada software SPSS didapatkan baik data hasil tangkapan rawai dengan menggunakan mata pancing tunggal maupun yang menggunakan mata pancing ganda tidak menyebar normal karena nilai Asymp. signifikannya yang kurang dari taraf signifikan sebesar 0.05 (Sulaiman, 2004). Data hasil tangkapan rawai dengan mata pancing tunggal mempunyai ninai Asymp. signifikan sebesar 0.028 sedangkan data hasil tangkapan rawai dengan mata pancing ganda mempunyai nilai Asymp. signifikan sebesar 0.016.


(62)

Tabel 5. Hasil Uji Kenormalan Data Kolmogorov - Smirnov

Rawai I Rawai II

N 30 30

Normal Parameters(a,b)

Mean 1.0000 1.7000

Std. Deviation 1.31306 1.46570

Most Extreme Differences

Absolute .267 .284

Positive .267 .284

Negative -.223 -.183

Kolmogorov-Smirnov Z 1.461 1.553

Asymp. Sig. (2-tailed) .028 .016

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

Karena data tidak menyebar normal analisis yang digunakan yaitu analisis non-parametrik dengan uji peringkat bertanda Wilcoxon. Hasil yang diperoleh melalui uji peringkat bertanda Wilcoxon didapatkan nilai W+sebesar 57.5 lebih kecil dari nilai W sebesar 152 pada 30 kali ulangan/pasangan dan taraf nyata 0.05 (nilai kritis bagi uji pangkat bertanda Wilcoxon) sehingga hipotesis H0dapat ditolak. Oleh karena itu terdapat perbedaan yang nyata antara rawai dengan mata pancing ganda dan rawai dengan mata pancing tunggal. Rawai dengan mata pancing ganda memberikan hasil tangkapan yang lebih baik dibandingkan rawai dengan mata pancing tunggal.


(63)

6 PEMBAHASAN

6.1 Perbandingan Hasil Tangkapan

Jumlah hasil tangkapan yang didapatkan selama penelitian adalah sebanyak 94 ekor dengan berat total 51.09 kg. Jumlah ini lebih sedikit jika dibandingkan dengan hasil tangkapan nelayan pada beberapa hari sebelumnya. Hal ini dikarenakan kondisi laut yang tidak menentu karena sedang terjadi peralihan dari musim timur ke musim barat sehingga keberadaan ikan tidak dapat diperkirakan. Jumlah layur yang tertangkap dengan rawai yang menggunakan mata pancing ganda lebih banyak yaitu sekitar 51 ekor dibandingkan yang tertangkap dengan rawai yang menggunakan mata pancing tunggal sebanyak 30 ekor.

Ikan layur yang tertangkap lebih banyak dari jenis meleu (Trichiurus haumela) yang mempunyai ciri-ciri ukuran tubuhnya lebih panjang, warna putih keperakan dan memiliki mata yang lebih besar. Jumlah layur meleu yang tertangkap jauh lebih banyak dibandingkan layur jenis bedog (Trichiurus savala), di mana layur jenis meleu yang tertangkap sebanyak 59 ekor dan layur jenis bedog hanya 22 ekor. Hal ini mungkin disebabkan karena lokasi penelitian yang berada di dekat muara sungai Cimandiri dimana di daerah tersebut ikan layur jenis meleu sangat dominan.

Selain ikan layur terdapat jenis ikan lain yang tertangkap baik oleh rawai dengan mata pancing tunggal ataupun rawai dengan mata pancing ganda. Jenis ikan yang tertangkap yaitu ikan geulang ruyu (Gempylus serpens) dan ikan buntal (Diodon hystrix). Ikan geulang ruyu mempunyai bentuk tubuh seperti layur tetapi lebih bulat, berwarna hitam keunguan, ekor berbentuk cagak, mempunyai gigi sangat tajam dan sangat berlendir. Oleh nelayan Palabuhanratu ikan ini biasa disebut ikan layur lelaki karena bentuknya yang mirip ikan layur. Jumlah ikan geulang ruyu yang tertangkap selama penelitian yaitu sebanyak 11 ekor, ikan ini tertangkap dikarenakan sifatnya yang rakus seperti ikan layur dan ikan ini pun banyak terdapat di sekitar lokasi penelitian. Jenis ikan lain yang tertangkap saat penelitian yaitu ikan buntal yang mempunyai ciri badannya dapat mengembang seperti bola apabila merasa terancam. Ikan buntal yang tertangkap pada saat penelitian sebanyak 2 ekor.


(64)

Selang panjang tubuh ikan layur yang tertangkap pada kedua jenis rawai tidak terdapat banyak perbedaan. Pada rawai dengan mata pancing tunggal berada pada kisaran 70 – 95 cm, sedangkan pada rawai dengan mata pancing ganda berkisar antara 60 - 93 cm.

Selang berat tubuh ikan layur yang tertangkap pada kedua jenis rawai juga tidak jauh berbeda. Rawai dengan mata pancing tunggal berkisar antara 320 – 1100 gram dan rawai yang menggunakan mata pancing ganda mempunyai kisaran antara 300 – 1200 gram. Untuk selang kelas yang memiliki jumlah terbanyak pada masing – masing rawai adalah sama yaitu berada pada selang kelas 429 – 557 gram. Hal ini disebabkan pada saat penelitian kedua unit rawai dioperasikan pada tempat yang sama dan dalam waktu yang bersamaan pula.

Data hasil tangkapan yang dihasilkan baik dari rawai dengan mata pancing tunggal atau pun rawai degan mata pancing ganda tidak menyebar normal. Hal ini dikarenakan jumlah setting/ulangan yang terbatas hanya 30 kali ulangan. Jumlah ulangan yang hanya 30 kali ini disebabkan keberadaan ikan layur pada saat penelitian yang kurang melimpah disebabkan penelitian dilakukan pada saat musim peralihan sehingga keberadaan ikan tidak menentu. Selain itu juga dikarenakan keterbatasan waktu dan cuaca yang kurang bersahabat.

Dari analisis menggunakan uji bertanda Wilcoxon didapatkan nilai W+ yang lebih kecil dari nilai kritisnya. Oleh karena itu rawai dengan mata pancing ganda memberikan hasil tangkapan layur yang lebih baik dibandingkan dengan rawai yang menggunakan mata pancing tunggal dan terdapat perbedaan yang nyata pada kedua unit rawai dengan selang kepercayaan 95 %.

6.2 Posisi Ikan Tertangkap Pada Mata Pancing Ganda

Pada rawai yang menggunakan mata pancing ganda terdapat tiga cara ikan terkait mata pancing. Pertama mulut ikan terkait pada mata pancing utama (mata pancing dengan nomor 9), yang kedua mulut ikan terkait pada mata pancing tambahan (mata pancing dengan nomor 12) dan yang terakhir mulut ikan terkait pada kedua mata pancing. Dari data yang didapatkan pada saat penelitian, ikan layur yang


(65)

tertangkap lebih banyak terkait pada mata pancing tambahan dibandingkan yang tertangkap pada mata pancing utama atau pada kedua mata pancing. Jumlah ikan yang terkait pada mata pancing tambahan sebanyak 33 ekor jauh lebih banyak dibandingkan yang terkait pada mata pancing utama yaitu sebanyak 10 ekor dan yang terkait pada kedua mata pancing sebanyak 8 ekor. Hal ini disebabkan karena mayoritas layur yang tertangkap menggigit umpan bagian bawah atau bagian ujung dari umpan dimana terdapat mata pancing tambahan sehingga ikan tersebut terkait pada mata pancing tambahan.


(66)

7 KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang didapatkan dapat disimpulkan :

1) Sebaran panjang tubuh layur hasil tangkapan rawai dengan mata pancing tunggal dengan jumlah terbanyak terdapat pada selang 80 – 84 cm yaitu sebanyak 15 ekor, sedangkan pada rawai dengan mata pancing ganda berada pada selang 80 -84 cm sebanyak 16 ekor. Sebaran berat tubuh layur hasil tangkapan rawai dengan mata pancing tunggal dengan jumlah terbanyak terdapat pada selang 459 - 587 gram dengan jumlah 11 ekor, sedangkan pada rawai dengan mata pancing ganda berada pada selang 429 - 567 gram sebanyak 22 ekor.

2) Rawai dengan mata pancing ganda menghasilkan hasil tangkapan yang lebih banyak daripada rawai dengan mata pancing tunggal.

7.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh penggunaan mata pancing ganda terhadap hasil tangkapan pada musim dan tempat yang berbeda. Perlu juga dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan mata pancing ganda pada alat tangkap lain seperti pancing layur dan rawai layur horizontal.


(1)

Lampiran 8. Sebaran Berat Tubuh Hasil Tangkapan

1. Rawai dengan mata pancing tunggal

Selang Kelas

Batas Kelas

Frekuensi

Persentase

300-428

299.5-428.5

5

16.67%

429-557

428.5-557.5

16

53.33%

558-686

557.5-686.5

4

13.33%

687-815

686.5-815.5

2

6.67%

816-944

815.5-944.5

1

3.33%

945-1073

944.5-1073.5

1

3.33%

1074-1202

1073.5-1202.5

1

3.33%

2. Rawai dengan mata pancing ganda

Selang Kelas

Batas Kelas

Frekuensi

Persentase

300-428

299.5-428.5

19

37.25%

429-557

428.5-557.5

22

43.14%

558-686

557.5-686.5

5

9.80%

687-815

686.5-815.5

2

3.92%

816-944

815.5-944.5

1

1.96%

945-1073

944.5-1073.5

1

1.96%


(2)

Lampiran 9. Sebaran Panjang Tubuh Hasil tangkapan

1.

Rawai dengan mata pancing tunggal

Selang Kelas

Batas Kelas

Frekuensi

Persentase

60-64

59.5-64.5

0

0%

65-69

64.5-69.5

0

0%

70-74

69.5-74.5

3

10%

75-79

74.5-79.5

4

13.33%

80-84

79.5-84.5

15

50%

85-89

84.5-89.5

5

16.67%

90-94

89.5-94.5

2

6.67%

95-99

94.5-99.5

1

3.33%

2. Rawai dengan mata pancing ganda

Selang Kelas

Batas Kelas

Frekuensi

Persentase

60-64

59.5-64.5

3

5.88%

65-69

64.5-69.5

1

1.96%

70-74

69.5-74.5

15

29.41%

75-79

74.5-79.5

9

17.65%

80-84

79.5-84.5

16

31.37%

85-89

84.5-89.5

2

3.92%

90-94

89.5-94.5

5

9.80%


(3)

Lampiran 10. Uji Kenormalan

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Rawai I Rawai II

N 30 30

Normal Parameters(a,b)

Mean 1.0000 1.7000

Std. Deviation 1.31306 1.46570

Most Extreme Differences

Absolute .267 .284

Positive .267 .284

Negative -.223 -.183

Kolmogorov-Smirnov Z 1.461 1.553

Asymp. Sig. (2-tailed) .028 .016

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

Hipotesis :

H0: Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1: Data bukan berasal dari populasi yang berdistribusi normal

Karena nilai Asymp. Sig Rawai I (0.028) dan Rawai II (0.016) < taraf signifikan

(0.05) maka H

0

ditolak; artinya data hasil tangkapan baik rawai yang menggunakan

mata pancing tunggal dan rawai yang menggunakan mata pancing ganda tidak

berdistribusi normal.


(4)

Lampiran 11. Uji Peringkat Bertanda Wilcoxon

Hipotesis :

H0: Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara hasil tangkapan rawai yang menggunakan mata

pancing tunggal dengan rawai yang menggunakan mata pancing ganda.

H1: Terdapat perbedaan yang nyata antara hasil tangkapan rawai yang menggunakan mata

pancing tunggal dengan rawai yang menggunakan mata pancing ganda.

Karena nilai W

+

(57.5) < nilai W (152) untuk 30 kali ulangan dan taraf nyata

95% maka Hipotesis 0 ditolak. Terdapat perbedaan yang nyata antara hasil

tangkapan layur rawai yang menggunakan mata pancing tunggal dan rawai yang

menggunakan mata pancing ganda.

Pasangan Rawai I Rawai II Selisih Peringkat (-)

Peringkat (+)

1 0 2 -2 16.5

2 0 1 -1 7.5

3 0 2 -2 16.5

4 0 1 -1 7.5

5 0 1 -1 7.5

6 4 5 -1 7.5

7 3 0 3 0 20

8 1 1 0 0

9 1 2 -1 7.5

10 2 5 -3 20

11 2 5 -3 20

12 0 0 0 0

13 1 0 1 0 7.5

14 0 1 -1 7.5

15 1 1 0 0

16 0 1 -1 7.5

17 0 1 -1 7.5

18 0 1 -1 7.5

19 0 0 0 0

20 1 2 -1 7.5

21 1 1 0 0

22 1 1 0 0

23 0 1 -1 7.5

24 3 2 1 0 7.5

25 1 1 0 0

26 5 1 4 0 22.5

27 2 4 -2 16.5

28 1 2 -1 7.5

29 0 4 -4 22.5

30 0 2 -2 16.5


(5)

Lampiran 12. Data Hasil Tangkapan

Rawai I Rawai II

Ulangan Jenis Berat (gram ) Panjang (cm) Jenis Berat (gram ) Panjang (cm) Posisi Terkait

1 Geulang ruyu 550 72 Bedog 500 70 II

Bedog 600 72 II

2 Bedog 700 80 II

3 Bedog 480 65 II

Bedog 530 70 II

4 Bedog 620 70 I

5 Bedog 500 70 II

6 Meleu 750 90 Bedog 800 80 I & II

Meleu 550 80 Bedog 850 84 II

Bedog 550 75 Meleu 500 75 II

Meleu 500 72 Bedog 350 62 II

Meleu 400 60 II

Geulang

ruyu 850 82 I & II

7 Bedog 650 82 Geulang

ruyu 700 80 II

Meleu 500 75

Bedog 1000 85

8 Meleu 550 90 Bedog 550 73 I & II

9 Bedog 850 82 Meleu 500 72 II

Meleu 470 78 I

10 Meleu 630 83 Meleu 400 82 II

Meleu 400 75 Meleu 330 73 I

Meleu 500 85 II

Bedog 970 93 I & II

Meleu 450 78 I

11 Bedog 700 85 Bedog 400 64 II

Meleu 430 80 Meleu 500 83 I & II

Meleu 380 73 II

Meleu 380 73 II

Meleu 370 73 I

12 Geulang ruyu 870 85

13 Meleu 550 87 Geulang

ruyu 900 82 I & II

14 Meleu 570 82 II

Geulang

ruyu 550 75 I & II

15 Bedog 1100 95 Buntal 1300 60 II

Meleu 1200 92 II

16 Geulang

ruyu 350 65 I & II

Meleu 420 75 I


(6)

ruyu

20 Meleu 400 80 Meleu 450 80 II

Meleu 520 75 II

21 Meleu 600 70 Bedog 400 70 II

22 Meleu 480 82 Meleu 450 90 II

23 Meleu 600 90 I & II

24 Meleu 350 80 Meleu 450 82 II

Meleu 450 80 Meleu 450 75 I

Meleu 330 74

25 Meleu 480 80 Meleu 380 73 II

Geulang

ruyu 550 74 II

26 Meleu 450 80 Meleu 400 75 I & II

Meleu 430 80

Meleu 450 82

Meleu 600 85

Meleu 500 85

27 Meleu 520 75 Meleu 500 80 II

Meleu 380 80 Meleu 450 75 I & II

Meleu 500 82 II

Meleu 450 80 II

28 Meleu 500 80 Meleu 620 80 II

Meleu 350 72 I & II

29 Buntal 800 35 Meleu 500 80 II

Meleu 520 90 I & II

Meleu 400 80 II

Meleu 350 80 I & II

30 Meleu 400 77 II