Pengaruh Kebisingan Terhadap Hitung Jenis Leukosit 1. Limfosit

Penurunan jumlah total sel leukosit menunjukkan adanya infeksi pada bagian tertentu dari sel-sel tubuh oleh bakteri atau virus, terjadinya gangguan pada darah, hati, limfa atau sumsum tulang belakang. Akibat kerusakangangguan tersebut, dalam hal ini yang diakibatkan oleh kebisingan, maka leukosit dalam tubuh banyak terpakai untuk pertahanan tubuh, sehingga jumlahnya menurun. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo 1987, jumlah normal total sel leukosit pada tikus adalah 6000-17000 selmm 3 . Jumlah leukosit dalam sirkulasi sangat mudah dan cepat berubah. Nilai absolut maupun relatif dapat berubah oleh stimulasi beberapa menit atau beberapa jam. Dampak yang lebih jelas terlihat bila kelenjar adrenal diransang, baik secara farmakologis maupun sebagai respon terhadap kebutuhan fisiologis. Sebagai contoh stimulasi fisiologis seperti olahraga, emosi dan pemaparan terhadap suhu yang ekstrim Harahap, 2008. Kebisingan selain memberikan efek terhadap pendengaran auditory effects juga dapat menimbulkan efek bukan pada pendengaran non auditory effects dan efek ini bisa terjadi walaupun intensitas kebisingan tidak terlalu tinggi. Efek non auditori terjadi karena bising dianggap sebagai suara yang mengganggu sehingga respon yang timbul adalah stres akibat bising tersebut Nawawinetu Adriyani, 2007. Menurut Zheng dan Ariizumi 2007, paparan akut terhadap kebisingan dapat meningkatkan respon imun, dimana paparan yang bersifat kronik menekan fungsi imun seluler dan humoral, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan jumlah total sel leukosit. 4.2. Pengaruh Kebisingan Terhadap Hitung Jenis Leukosit 4.2.1. Limfosit Pemberian kebisingan berpengaruh nyata terhadap jumlah hitung jenis limfosit tikus jantan Rattus norvegicus galur wistar p0,05 yang diuji dengan Kruskal- Wallis. Persentase hitung jenis limfosit pada tikus penelitian dari setiap perlakuan jumlahnya bervariasi, didapat pada P0 kontrol= 74,67, P1= 74,16, P2= 72,16 dan P3=64,50. Hasil uji analisis Mann-Whitney menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara P1 dengan P3, namun tidak didapat perbedaan yang nyata antara P0 Universitas Sumatera Utara dengan P1, P2 dan P3, serta antara P2 dengan P3. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.2. Gambar 4.2. Pengaruh Kebisingan Terhadap Persentase Hitung Jenis Limfosit Tikus Jantan Rattus norvegicus dengan Tingkat Kebisisngan yang Berbeda. P0= Kelompok Kontrol, P1= Perlakuan 1 Kebisingan 25-50 dB, P2= Perlakuan 2 Kebisingan 55- 80 dB, P3= Perlakuan 3 Kebisingan 85-110 dB. Huruf yang sama pada kolom yang berbeda menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 5 P0,05 Pemberian kebisingan mengakibatkan penurunan jumlah rerata persentase hitung jenis limfosit tikus penelitian yaitu pada P3. Pada P0, P1 dan P2 jumlah persentase limfosit dapat dikatakan dalam jumlah sel limfosit yang normal. Terjadinya penurunan jumlah persentase limfosit pada P3 berhubungan dengan terjadinya penurunan jumlah total sel leukosit pada tikus penelitian, dimana limfosit merupakan salah satu komponen dari leukosit dan limfosit adalah komponen leukosit yang jumlahnya paling banyak dibandingkan komponen leukosit lainnya neutrofil, monosit, eosinofil dan basofil yang terdapat pada tikus. Hal lainnya yang menyebabkan penurunan jumlah rerata persentase limfosit pada P3 ini mungkin karena pada sistem imun, sel limfosit berperan utama dalam sistem imun spesifik dimana limfosit akan diproduksi tubuh apabila tubuh mendapatkan gangguan, dalam hal ini adalah kebisingan, yaitu dengan cara membentuk antibodi agar dapat bertahan hidup. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang melaporkan bahwa stres akibat stressor suara dapat meningkatkan kadar kortisol, menurunkan jumlah limfosit dan Ig G serum Budimanm 2004. Hal ini disebabkan karena stres bising yang didapat akan diterima oleh aksis HPA, dalam hal ini mempengaruhi neuron bagian medial parvocellular Nucleus Paraventricular Universitas Sumatera Utara Hypothalamus mpPVN. Neuron tersebut akan mensintesis Corticotropin Releasing Hormone CRH dan Arginine Vasopressin AVP, yang akan melewati sistem portal untuk dibawa ke hipofisis anterior. Reseptor CRH dan AVP akan menstimulasi hipofisis anterior untuk mensintesis Adrenocorticotropin Hormone ACTH dari prekursornya propiomelanocortin POMC serta mengekresikannya. Kemudian ACTH akan merangsang korteks adrenal untuk menghasilkan kortisol. Kadar kortisol yang meningkat menekan sistem imun sehingga menyebabkan produksi limfosit berkurang Chusna, 2008. Jumlah normal limfosit tikus putih dewasa menurut Cameron dan Watson 1949, adalah rata-rata 81 dengan jumlah 70-89 sel. Menurut Frandson 1992, sel limfosit berperan dalam membentuk antibodi yang bersirkulasi di dalam darah atau dalam sistem kekebalan seluler. Apusan darah jenis limfosit tikus jantan Rattus norvegicus galur wistar dapat dilihat pada Gambar 4.3. 10 µm Gambar 4.3. A. Apusan Darah Jenis Limfosit diperiksa dengan mikroskop perbesaran 100x10 difoto dengan Camera digital “Canon IXUS 12,1 Mega Pixel” dengan 2x Zoom B. Apusan Darah Jenis Limfosit diperiksa dengan mikroskop perbesaran 100x10 difoto dengan Camera digital “Canon IXUS 12,1 Mega Pixel” dengan 4x Zoom, tanda panah putih: limfosit

4.2.2 Neutrofil

Pemberian kebisingan berpengaruh nyata terhadap jumlah hitung jenis neutrofil tikus jantan Rattus norvegicus galur wistar p0,05 yang diuji dengan sidik ragam ANOVA. Persentase hitung jenis neutrofil pada tikus penelitian dari setiap perlakuan jumlahnya bervariasi, didapat hasil pada P0 kontrol= 20,16, P1= 20,33, P2= 22,50 dan P3=30,33. Hasil uji Post Hoct Bonferroni menunjukkan adanya perbedaan yang nyata A B Universitas Sumatera Utara antara P0 dengan P3 dan antara P1 dengan P3. Namun tidak didapat perbedaan yang nyata antara P0 dengan P1, P2 dan antara P2 dengan P3. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.4. Gambar 4.4. Pengaruh Kebisingan Terhadap Persentase Hitung Jenis Neutrofil Tikus Jantan Rattus norvegicus dengan Tingkat Kebisisngan yang Berbeda. P0= Kelompok Kontrol, P1= Perlakuan 1 Kebisingan 25-50 dB, P2= Perlakuan 2 Kebisingan 55-80 dB, P3= Perlakuan 3 Kebisingan 85-110 dB. Huruf yang sama pada kolom yang berbeda menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 5 P0,05 Data yang didapatkan menunjukkan bahwa pemberian kebisingan mengakibatkan peningkatan persentase hitung jenis neutrofil tikus penelitian yang juga terdapat pada P3. Pada P0, P1 dan P2 jumlah sel neutrofil yang didapatkan adalah berjumlah normal. Peningkatan jumlah neutrofil pada P3 ini mungkin dikarenakan pemberian kebisingan 85-110 dB mengakibatkan tikus sangat stress dan tubuh menjadi lemah sehingga mudah terserang oleh bakteri maupun virus. Neutrofil disebut sebagai “Soldier of body” karena neutrofil merupakan sel pertama yang dikerahkan ke tempat bakteri yang masuk dan berkembang ke dalam tubuh setelah makrofag. Fungsi utama sel neutrofil adalah fagositosit, dimana ketika tubuh mengalami kerusakaninfeksi dalam hal ini diakibatkan oleh kebisingan, maka tubuh akan membutuhkan sel neutrofil yang banyak untuk pertahanan tubuh terhadap infeksi yang terjadi sehingga sel neutrofil dalam tubuh jumlahnya meningkat. Peningkatan jumlah neutrofil pada penelitian ini sama dengan penelitian Chusna 2008, yang menggunakan hewan uji mencit Balbc jantan diberi kebisingan dengan intensitas 85dB 2 jamhari selama 3 hari, dimana terjadi peningkatan persentase jumlah neutrofil dan terjadi penurunan persentase limfosit pada kelompok perlakuan secara signifikan. Hal ini diakibatkan stres bising Universitas Sumatera Utara mempengaruhi aksis SMA yang pada akhirnya meningkatkan produksi adrenalin sehingga menyebabkan terjadinya kenaikan jumlah neutrofil. Prosesnya berkaitan dengan peningkatan demarginasi sel-sel neutrofil dari dinding kapiler darah oleh penambahan jumlah adrenalin sehingga menambah sel neutrofil dalam sirkulasi bebas. Jumlah normal neutrofil tikus putih dewasa menurut Cameron dan Watson 1949, adalah rata-rata 15 dengan jumlah 8-24 sel. Sel-sel neutrofil merupakan salah satu jenis sel yang termasuk dalam sistem pertahanan garis pertama, karena mempunyai kemampuan fagositosis dan menghancurkan partikel yang difagositosis dengan enzim-enzim yang ada. Berkaitan erat dengan fungsinya sebagai sistem pertahanan tubuh, maka dalam keadaan tertentu misalnya infeksi akut kehadiran neutrofil sangat diperlukan sehingga pelepasan dari sumsum tulang dipercepat dan jumlahnya akan meningkat Subowo, 1992. Menurut Baratawidjaja 2004, sel neutrofil berperan dalam pertahanan awal imunitas non spesifik. Apusan darah jenis neutrofil tikus jantan Rattus norvegicus galur wistar dapat dilihat pada Gambar 4.5. 10 µm Gambar 4.5. A. Apusan Darah Jenis Neutrofil diperiksa dengan mikroskop perbesaran 100x10 difoto dengan Camera digital “Canon IXUS 12,1 Mega Pixel” dengan 2x Zoom B. Apusan Darah Jenis Neutrofil diperiksa dengan mikroskop perbesaran 100x10 difoto dengan Camera digital “Canon IXUS 12,1 Mega Pixel” dengan 4x Zoom, tanda panah putih: neutrofil

4.2.3 Monosit

Pemberian kebisingan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah hitung jenis monosit tikus jantan Rattus norvegicus galur wistar p0,05 yang diuji dengan sidik ragam ANOVA. Persentase hitung jenis yang didapatkan yaitu pada P0 kontrol= 4,33, P1= 3,50, P2= 4,67 dan pada P3= 3,67. Hasil A B Universitas Sumatera Utara selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.6. Gambar 4.6. Pengaruh Kebisingan Terhadap Persentase Hitung Jenis Monosit Tikus Jantan Rattus norvegicus dengan Tingkat Kebisisngan yang Berbeda. P0= Kelompok Kontrol, P1= Perlakuan 1 Kebisingan 25-50 dB, P2= Perlakuan 2 Kebisingan 55-80 dB, P3= Perlakuan 3 Kebisingan 85-110 dB. Huruf yang sama pada kolom yang berbeda menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 5 P0,05 Perubahan rerata persentase monosit yang dihasilkan dari setiap perlakuan bervariasi dimana terjadi penurunan pada P1 dan meningkat pada P2 dan kembali menurun pada P3. Persentase monosit yang tertinggi didapat pada P2 dan yang terendah pada P1. Namun, adapun perubahan rerata persentase monosit pada penelitian ini tidak menunjukkan perubahan yang signifikan, karena rerata persentase yang didapatkan masih dalam rentang jumlah yang normal, sehingga dapat dikatakan bahwa kebisingan tidak berpengaruh terhadap monosit. Hal ini diakibatkan karena monosit adalah garis pertahanan ketiga dan meningkat secara lambat. Nilai normal hitung jenis monosit tikus putih dewasa normal menurut Cameron dan Watson 1949, adalah 1-6 sel. Menurut Guyton 1990, monosit adalah garis pertahanan ketiga setelah makrofag jaringan dan neutrofil yang peningkatannya lambat tetapi lama berlanjut dalam makrofag. Sebagian ini akibat reproduksi mikrofag jaringan yang telah ada tetapi juga migrasi monosit banyak ke dalam area yang meradang. Monosit mampu mengadakan getakan dengan jalan membentuk pseupodia sehingga dapat bermigrasi menembus kapiler untuk masuk ke dalam jaringan pengikat. Dalam jaringan pengikat monosit berubah menjadi sel makrofag atau sel-sel lain yang diklasifikasikan sebagai sel fagositik. Di dalam jaringan mereka Universitas Sumatera Utara masih mempunyai kemampuan membelah diri. Selain berfungsi fagositosis makrofag dapat berperan menyampaikan antigen kepada limfosit untuk bekerja sama dalam sistem imun Subowo, 1992. Menurut Meyer 2008, sel monosit mengalami proses pemantangan menjadi makrofag setelah masuk ke jaringan. Sel makrofag berperan dalam membersihkan tubuh dari sel mati dan debris lainnya. Apusan darah jenis monosit tikus jantan Rattus norvegicus galur wistar dapat dilihat pada Gambar 4.7. 10 µm Gambar 4.7. A. Apusan darah Jenis Monosit diperiksa dengan mikroskop perbesaran 100x10 difoto dengan Camera digital “Canon IXUS 12,1 Mega Pixel” dengan 2x Zoom B. Apusan Darah Jenis Monosit diperiksa dengan mikroskop perbesaran 100x10 difoto dengan Camera digital “Canon IXUS 12,1 Mega Pixel” dengan 4x Zoom, tanda panah putih: monosit

4.2.4. Eosinofil

Pemberian kebisingan berpengaruh nyata terhadap jumlah hitung jenis eosinofil tikus jantan Rattus norvegicus galur wistar p0,05 yang diuji dengan Kruskal- Wallis. Persentase hitung jenis eosinofil pada tikus penelitian jumlahnya bervariasi, yaitu P0 kontrol= 0,17, P1= 1,17, P2=0,17 dan P3= 0,50. Hasil uji analisis Mann-Whitney menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara P1 dengan P3, dan antara P2 dengan P3. Namun P0 jika dibandingkan dengan P1, P2 tidak berbeda nyata, demikian juga antara P1 dengan P2 menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.8. A B Universitas Sumatera Utara Gambar 4.8. Pengaruh Kebisingan Terhadap Persentase Hitung Jenis Eosinofil Tikus Jantan Rattus norvegicus dengan Tingkat Kebisisngan yang Berbeda. P0= Kelompok Kontrol, P1= Perlakuan 1 Kebisingan 25-50 dB, P2= Perlakuan 2 Kebisingan 55-80 dB, P3= Perlakuan 3 Kebisingan 85-110 dB. Huruf yang sama pada kolom yang berbeda menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 5 P0,05 Perubahan persentase eosinofil pada P0, P1, P2 dan P3 menunjukkan jumlah persentase eosinofil tikus yang normal. Hal ini mungkin karena eosinofil adalah fagosit yang lemah yang berperan penting dalam proses reaksi alergi. Sehingga dapat dikatakan bahwa kebisingan tidak berpengaruh terhadap eosinofil dan kebisingan tidak menimbulkan alergi. Menurut Cameron dan Watson 1949, jumlah persentase eosinofil yang normal pada tikus putih dewasa adalah rata-rata 1 dengan jumlah 0-4 sel. Sel-sel eosinofil adalah fagosit yang lemah, dan mereka menunjukkan kemotaksis. Mereka juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul pada tempat reaksi antigen-antibodi dalam jaringan serta mempunyai kesanggupan khusus untuk memfagositosis dan mencernakan kompleks antigen-antibodi kombinasi setelah proses kekebalan melakukan fungsinya. Juga jumlah total eosinofil sangat meningkat dalam darah yang bersirkulasi selama reaksi alergi Guyton, 1990. Eosinofil mempunyai kaitan erat dengan peristiwa alergi, karena sel-sel ini ditemukan dalam jaringan yang mengalami reaksi alergi Subowo, 1992. Menurut Hoffbrand 2006, eosinofil berperan dalam respon terhadap penyakit parasitik dan alergi. Apusan darah jenis eosinofil tikus jantan Rattus norvegicus diperlihatkan pada Gambar 4.9. Universitas Sumatera Utara 10 µm Gambar 4.9. A. Apusan Darah Jenis Eosinofil diperiksa dengan mikroskop perbesaran 100x10 difoto dengan Camera digital “Canon IXUS 12,1 Mega Pixel” dengan 2x Zoom B. Apusan Darah Jenis Eosinofil diperiksa dengan mikroskop perbesaran 100x10 difoto dengan Camera digital “Canon IXUS 12,1 Mega Pixel” dengan 4x Zoom, tanda panah: eosinofil

4.2.5. Basofil

Pemberian kebisingan tidak berpengaruh terhadap jumlah hitung jenis basophil tikus jantan Rattus norvegicus galur wistar. Dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata P0,05 terhadap hitung jenis basofil pada setiap perlakuan yang diuji dengan sidik ragam Kruskal- Wallis. Persentase hitung jenis basofil yang didapatkan yaitu P0 kontrol= 0,67, P1= 0,83, P2=0,50 dan P3= 1,0. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.10. Gambar 4.10. Pengaruh Kebisingan Terhadap Persentase Hitung Jenis Basofil Tikus Jantan Rattus norvegicus dengan Tingkat Kebisisngan yang Berbeda. P0= Kelompok Kontrol, P1= Perlakuan 1 Kebisingan 25-50 dB, P2= Perlakuan 2 Kebisingan 55-80 dB, P3= Perlakuan 3 Kebisingan 85-110 dB. Huruf yang sama pada kolom yang berbeda menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 5 P0,05 A B Universitas Sumatera Utara Rerata persentase basofil yang dihasilkan akibat pemberian kebisingan bervariasi. Persentase basofil yang tertinggi ditemukan pada P3 dan terendah pada P2. Hal ini meungkin karena basofil adalah sel myang paling sedikit diantara sel granulosit, sehingga sangat sulit ditemukan pada sediian apus darah. Hal ini sehubungan dengan peran basofil dalam proses alergi, sehingga dapat dikatakan bahwa kebisingan juga tidak berpengaruh terhadap basofil. Menurut Subowo 1992, basofil sangat sedikit ditemukan pada sediaan apus darah. Ukurannya sekitar 10-12 µm. Kurang lebih separuh dari sel basofil dipenuhi oleh inti yang bersegmen-segmen atau kadang-kadang tidak teratur. Butir-butir spesifik yang berwarna biru tua tampak memenuhi sitoplasma. Butir- butir biru ini mengandung histamin yang berperan dalam proses alergi. Penelitian yang dilakukan oleh Chusna 2008, didapatkan hasil tidak ada perbedaan yang nyata pada persentase basophil p=0,3, eosinophil p=0,7 dan monosit p=0,4 antara kelompok kontrol dengan perlakuan. Sehingga dapat dikatakan bahwa kebisingan tidak berpengaruh terhadap hitung jenis basofil, eosinophil dan monosit. Apusan darah jenis basofil tikus jantan Rattus norvegicus galur wistar dapat dilihat pada Gambar 4.11. 10 µm Gambar 4.11 . A. Apusan Darah Jenis Basofil diperiksa dengan mikroskop perbesaran 100x10 difoto dengan Camera digital “Canon IXUS 12,1 Mega Pixel” dengan 2x Zoom B. Apusan Darah Jenis Basofil diperiksa dengan mikroskop perbesaran 100x10 difoto dengan Camera digital “Canon IXUS 12,1 Mega Pixel” dengan 4x Zoom , tanda panah putih: basofil Leukosit atau sel darah putih merupakan salah satu komponen dalam sistem imun. Limfosit, neutrofil, monosit, eosinofil dan basofil merupakan komponen dari leukosit. Perubahan yaitu naik atau turunnya jumlah persentase hitung jenis leukosit berkaitan dengan jumlah total sel leukosit. Bila terjadi A B Universitas Sumatera Utara kenaikan atau penurunan dari persentase hitung jenis leukosit maka dapat dikatakan bahwa jumlah total leukosit juga mengalami penaikan atau penurunan.

4.3. Pengaruh Kebisigan Terhadap Berat Badan Tikus