commit to user
II-1 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini diuraikan teori-teori yang digunakan sebagai dasar penelitian pada perancangan prototype perangkat lunak pengendalian kualitas berbasis
pengoalahan citra.
2.1 KEMASAN CAIRAN DALAM BOTOL
Pengemasan merupakan sistem yang terkoordinasi menyiapkan barang menjadi siap ditransportasikan, didistribusikan, disimpan, dijual, dan dipakai.
Adanya wadah atau pembungkus membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi produk yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya
pencemaran serta gangguan fisik gesekan, benturan, getaran. Di samping itu pengemasan berfungsi menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk industri
agar mempunyai bentuk yang memudahkan proses distribusi. Budaya kemasan sebenarnya dimulai manusia mengenal sistem
penyimpanan bahan makanan. Sistem penyimpanan bahan makanan secara tradisional diawali dengan memasukkan bahan makanan ke dalam suatu wadah
yang ditemuinya. Dalam perkembangannya di bidang pascapanen, temuan kemasan baru dan berbagai inovasi selalu dikedepankan oleh para produsen
produk-produk pertanian, dan hal ini secara pasti menggeser metode pengemasan tradisional yang sudah ada sejak lama di Indonesia.
Botol adalah tempat penyimpanan atau pengemas produk yang berbentuk cair
. Botol umumnya terbuat dari gelas, plastik, atau aluminium. Botol banyak digunakan menyimpan atau mengemas produk cair, seperti air minum dalam
kemasan, obat-obatan, sabun cair, dan tinta.
2.2 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL
Pengolahan citra merupakan proses pengolahan dan analisis citra yang banyak melibatkan persepsi visual. Proses ini mempunyai ciri data masukan dan
informasi keluaran yang berbentuk citra. Istilah pengolahan citra digital secara umum didefinisikan sebagai pemrosesan citra dua dimensi dengan komputer.
Dalam definisi yang lebih luas, pengolahan citra digital juga mencakup semua data dua dimensi. Citra digital adalah barisan bilangan nyata maupun kompleks
commit to user
II-2 yang diwakili oleh bit-bit tertentu Huiyu, 2010. Sebuah citra didefinisikan
sebagai fungsi dua dimensi, dimana x dan y adalah koordinat spasial dan amplitudo setiap pasangan koordinat yang disebut tingkat intensitas atau
kedalaman citra pada poin itu. Jika x, y, dan nilai-nilai amplitudo dari semua, kuantitas terbatas diskrit. Pengolahan citra digital mengacu pada pengolahan
digital citra dengan menggunakan komputer.
Gambar 2.1 Citra digital
Sumber: Putra, 2010
Umumnya citra digital berbentuk persegi panjang atau bujur sangkar pada beberapa sistem pencitraan ada pula yang berbentuk segi enam yang memiliki
lebar dan tinggi tertentu. Ukuran ini dinyatakan dalam banyaknya titik atau pixel sehingga ukuran citra selalu bernilai bulat. Setiap titik memiliki koordinat sesuai
posisinya dalam citra. Koordinat ini dinyatakan dalam bilangan bulat positif, yang dimulai dari 0 atau 1 tergantung pada sistem yang digunakan. Setiap titik juga
memiliki nilai berupa angka digital yang merepresentasikan informasi yang diwakili oleh titik tersebut Sutoyo, 2009.
Format data citra digital berhubungan erat dengan warna. Pada kebanyakan kasus, terutama guna keperluan penampilan secara visual, nilai data digital
merepresentasikan warna dari citra yang diolah. Format citra digital yang banyak dipakai adalah citra biner monochrome, citra keabuan grayscale, citra warna
truecolor, dan citra warna berindeks Bovik, 2009. Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya menggunakan
komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik. Operasi pengolahan citra diterapkan pada citra Huiyu, 2010, yaitu:
commit to user
II-3 1.
Perbaikan atau modifikasi citra perlu dilakukan meningkatkan kualitas penampakan atau menonjolkan beberapa aspek informasi yang terkandung di
dalam citra. 2. Elemen di dalam citra perlu dikelompokkan, dicocokkan, atau diukur.
3. Sebagian citra perlu digabung dengan bagian citra yang lain. Salah satu aspek dari pengolahan citra yang membuatnya seperti topik yang
menarik untuk diteliti adalah keragaman menakjubkan aplikasi yang memanfaatkan pengolahan citra atau teknik analisis. Penerapan setiap cabang
ilmu telah subdisiplin yang menggunakan alat perekam atau sensor untuk mengumpulkan data citra dari alam semesta.
2.2.1 Citra
Istilah citra image yang digunakan dalam bidang pengolahan citra diartikan sebagai fungsi kontinu dari intensitas cahaya dalam bidang dua dimensi
Fahmi, 2007. Citra yang terlihat merupakan cahaya yang direfleksikan dari sebuah objek. Sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali
sebagian dari berkas cahaya tersebut dan pantulan cahaya ditangkap oleh alat-alat optik, misal mata manusia, kamera, scanner, atau sensor satelit, yang kemudian
direkam. Citra sebagai keluaran dari suatu sistem perekaman data bersifat, yaitu: 1. Optik berupa foto.
2. Analog berupa sinyal video seperti citra pada monitor televisi. 3. Digital yang langsung disimpan pada media penyimpan magnetik.
2.2.2 Format Citra
Citra digital umumnya berbentuk persegi panjang, secara visualisasi dimensi ukurannya dinyatakan sebagai lebar x tinggi. Ukurannya dinyatakan
dalam titik atau pixel pixel = picture element. Ukurannya dinyatakan dalam satuan panjang mm atau inci = inch. Resolusi merupakan banyaknya titik di
setiap satuan panjang dot per inch. Makin besar resolusi makin banyak titik yang terkandung dalam citra, sehingga menjadi lebih halus dalam visualisasinya.
Format file citra standar yang digunakan saat ini terdiri dari beberapa jenis. Setiap format memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Format file citra Putra,
2010, yaitu:
commit to user
II-4 1.
Bitmap image file .bmp. Format bitmap adalah format penyimpanan standar tanpa kompresi yang
umum digunakan menyimpan citra biner hingga citra warna. Format ini terdiri dari beberapa jenis yang setiap jenisnya dengan jumlah bit yang digunakan
menyimpan sebuah nilai pixel Putra, 2010. Banyak pengguna grafis yang menggunakan Bitmap pada built-in subsistem grafis; misalnya, Microsoft
Windows dan OS 2 platform subsistem GDI, dimana format tersebut digunakan dalam Windows dan OS lainnya. Format file bitmap, dengan
ekstensi file .bmp atau .dib. Sementara sebagian besar file bmp memiliki ukuran file yang relatif besar karena tidak adanya kompresi. Sebagian file bmp
cukup dikompresi dengan algoritma kompresi data seperti ZIP dalam kasus ekstrim nondata fotografi, sampai dengan 0,1 dari ukuran asli karena
mereka berisi data berlebihan. Beberapa format, seperti RAR, bahkan termasuk rutinitas khusus ditujukan pada kompresi data yang efisien tersebut.
2. Tagged image format .tif, .tiff.
Format .tif.tiff merupakan format penyimpanan citra yang digunakan menyimpan citra bitmap hingga citra warna dengan palet terkompresi Putra,
2010. Format TIFF menangani kedalaman warna mulai dari 1-bit ke 24-bit. Karena standar TIFF asli diperkenalkan, orang telah membuat perbaikan kecil
banyak format, jadi ada sekarang sekitar 50 variasi format TIFF. 3.
Portable network graphics .png. Format .png adalah format penyimpanan citra terkompresi. PNG
mendukung citra palet berbasis dengan palet RGB 24-bit atau 32-bit RGB warna, citra grayscale dan RGB dengan atau tanpa alpha channel. PNG
dirancang mentransfer citra pada internet, karena itu tidak mendukung ruang warna RGB seperti CMYK.
4. JPEG .Jpg.
JPEG adalah format citra yang digunakan oleh kamera digital dan perangkat fotografi menangkap citra lainnya, bersama dengan JPEGJFIF, itu adalah
format yang paling umum dalam menyimpan dan mengirimkan citra foto di world wide website. Format citra yang mendukung mendukung ’imread’ pada
Matlab meliputi Gonzalez, 2004, yaitu:
commit to user
II-5
Tabel 2.1 Format yang mendukung pada program Matlab Nama format
Deskripsi Ekstensi
TIFF JPEG
GIF BMP
PNG XWD
Tagged Image File Format Joint Photographic Experts Group
Graphic Interchange Format Windows Bitmap
Portable Network Graphic X Windows Dump
.tif, .tiff .jpg, .jpeg
.gif .bmp
.png .xwd
GIF mendukung Imread, tapi tidak mendukung Imwrite Sumber: Gonzalez, 2004
2.2.3 Jenis Citra
Nilai suatu pixel memiliki nilai dalam rentang tertentu, dari nilai minimum sampai nilai maksimum. Jangkauan yang digunakan berbeda-beda tergantung
jenis warnanya, namun secara umum jangkauannya 0 – 255. Citra dengan pencitraan seperti ini digolongkan kedalam citra integer. Berdasarkan nilai pixel,
citra digolongkan antara lain Putra, 2010, yaitu: 1.
Citra biner Binary
images.
Citra biner adalah citra digital yang memiliki dua kemungkinan nilai pixel, yaitu hitam bit = 0 dan putih bit = 1 Putra, 2010.
Citra biner hanya memiliki 2 kemungkinan nilai pada setiap piksel-pikselnya, yaitu 0 atau 1.
Nilai 0 adalah background points, biasanya bukan merupakan bagian dari citra sesungguhnya. Sedangkan nilai 1 adalah region points, yaitu bagian dari
citra sebenarnya bukan latar belakang. Citra biner juga disebut sebagai citra
BW black and white atau citra monokrom, karena dibutuhkan 1 bit dalam mewakili nilai setiap pixel dari citra biner.
Proses pembineran dilakukan dengan membulatkan keatas atau kebawah untuk setiap nilai keabuan dari
pixel yg berada diatas atau bawah harga ambang. Metode untuk menentukan besarnya harga ambang disebut thresholding.
commit to user
II-6
Gambar 2.2 Citra biner
Sumber: Gonzalez, 2004
2. Citra keabuan grayscale image.
Citra digital grayscale atau abu-abu adalah sebuah citra dimana nilai setiap pixel sampel tunggal, citra yang membawa informasi intensitas. Citra
keabuan, juga dikenal sebagai hitam-putih, terdiri eksklusif nuansa abu-abu, bervariasi dari hitam pada intensitas putih dari terlemah ke terkuat.
Citra grayscale memiliki satu nilai kanal pada setiap pixel, dengan kata lain nilai bagian RED = GREEN = BLUE Putra, 2010. Citra grayscale berbeda
dari citra hitam-putih satu-bit, yang dalam konteks pencitraan komputer adalah citra dengan dua warna, hitam dan putih juga disebut citra bilevel atau biner.
Citra grayscale memiliki banyak nuansa abu-abu di antara pixelnya. Citra grayscale juga disebut monokromatik, yang menunjukkan tidak adanya variasi
berwarna. Citra grayscale sering hasil pengukuran intensitas cahaya pada setiap pixel dalam pita tunggal dari spektrum elektromagnetik misalnya
inframerah, cahaya tampak, ultraviolet, dan dalam permasalahan seperti monokromatik yang tepat ketika frekuensi yang diberikan dan diterima dalam
pixel. Tapi, disintesis dari citra penuh warna, lihat bagian tentang konversi ke grayscale.
commit to user
II-7
Gambar 2.3 Citra grayscale
Sumber: Gonzalez, 2004
3. Citra warna red green blue.
Model warna RGB red, green
, blue adalah model warna aditif di mana merah,
hijau , dan biru ditambahkan bersama dalam berbagai cara
menghasilkan array yang luas dari warna. Nama model yang berasal dari inisial dari tiga warna primer aditif merah, hijau, dan biru. Tujuan utama dari
model warna RGB adalah representasi, merasakan, dan menampilkan
citra dalam sistem elektronik, seperti televisi dan komputer,
digunakan dalam
fotografi konvensional. Sebelum usia elektronik, model warna RGB sudah punya teori yang solid di balik itu, yang berbasis di persepsi manusia terhadap
warna. RGB adalah model warna tergantung perangkat mendeteksi perangkat yang berbeda atau memperbanyak nilai RGB yang diberikan berbeda. Citra
RGB memiliki elemen warna dan tingkatan R, G, dan B individu bervariasi dari produsen ke produsen, atau bahkan pada perangkat yang sama dari waktu
ke waktu. Jadi nilai RGB tidak mendefinisikan warna yang sama di seluruh perangkat tanpa semacam manajemen warna. Gambar 2.4 menunjukkan citra
yang mengandung bit RGB.
commit to user
II-8
Gambar 2.4 Citra RGB
Sumber: Gonzalez, 2004
2.2.4 Analisis Citra
Fungsi operasi analisis citra image analysis, bertujuan menghitung besaran kuantitif dari citra yang menghasilkan deskripsinya. Teknik analisis citra
mengekstraksi ciri-ciri tertentu yang membantu dalam identifikasi objek. Proses segmentasi kadangkala diperlukan melokalisasi objek dari sekelilingnya. Contoh
operasi analisis citra Huiyu, 2010, yaitu: 1.
Pendeteksian tepi objek edge detection. 2.
Ekstraksi batas boundary. 3.
Representasi daerah region.
2.3 PENGOLAHAN CITRA DENGAN MATLAB
Matlab adalah sebuah bahasa dengan kinerja tinggi high performance
untuk komputasi masalah teknik. Matlab mengintegrasikan komputasi, visualisasi, dan pemrograman dalam suatu model yang sangat mudah untuk pakai dimana
masalah dan penyelesaiannya diekspresikan dalam notasi matematika yang familiar. Penggunaan Matlab meliputi bidang-bidang, yaitu:
1. Matematika dan komputasi.
2. Pembentukan algorithm.
3. Akuisisi data.
4. Pemodelan, simulasi, dan pembuatan prototype.
5. Analisa data, eksplorasi, dan visualisasi.
6. Grafik keilmuan dan bidang rekayasa.
Matlab merupakan suatu sistem interaktif yang memiliki elemen data dalam suatu array sehingga tidak lagi terhalang dengan masalah dimensi. Hal ini
memungkinkan untuk memecahkan banyak masalah teknis yang terkait dengan
commit to user
II-9 komputasi. Program Matlab dikhususkan yang berhubungan dengan matriks dan
formulasi vektor, masalah ini menjadi masalah apabila penyelesaiannya dengan menggunakan bahasa tingkat rendah seperti Pascall, C dan Basic.
2.3.1 Input Citra
Membaca citra grayscale atau warna RGB dari file yang ditetapkan oleh string nama file. Format citra yang mendukung fungsi ‘imread’ Matlab dijelaskan
pada Table 2.1. Hasil sampling dan kuantisasi adalah matriks bilangan real. Koordinat citra f x,y yang merupakan contoh dari hasil pengolahan dimana R
row adalah baris, dan C coloumn adalah kolom, maka disebut citra memiliki ukuran R X C. Hasil dari koordinat x,y adalah jumlah diskrit. Umumnya, metode
yang mengungkapkan lokasi di citra menggunakan koordinat pixel. Dalam sistem koordinat, citra diperlakukan sebagai kotak elemen diskret, memerintahkan dari
atas ke bawah dan kiri ke kanan, seperti yang tunjukan dengan Citra 2.5.
Citra 2.5 Sistem koordinat pixel
Sumber: Matlab Toolbox, 2008
Untuk pixel koordinat r, komponen pertama baris meningkat ke bawah, sedangkan c, komponen kedua kolom meningkat ke kanan. Koordinat Pixel dan
kisaran nilai integer antara 1 dan panjang baris atau kolom. Ada korespondensi satu-satu antara pixel koordinat dan koordinat Matlab menggunakan untuk
subscripting matriks. Hal ini membuat hubungan antara data matriks citra dan cara citra ditampilkan menjadi mudah dipahami. Sebagai contoh, data untuk pixel
pada baris kelima, kolom kedua disimpan dalam elemen matriks 5, 2. Citra standar dalam program Matlab adalah citra RGB. Contoh pembacaan
citra RGB dalam Matlab yang ditranformasi dalam bentuk matriks.
commit to user
II-10
Gambar 2.6 Tranformasi citra menjadi matriks
Sumber: Matlab Toolbox, 2008
Pada Citra 2.6 menunjukan pengolahan transformasi citra RGB kedalam bentuk matriks dengan class kedalaman pixel uint8. Matriks yang dihasilkan
memberikan tiga informasi pixel, yaitu red, green, dan blue. Setiap warna dasar menggunakan penyimpanan 8 bit = 1 Byte yang berarti setiap warna mempunyai
gradasi sebanyak 255 warna.
2.3.2 Transformasi Citra
Citra warna RGB diubah menjadi citra grayscale dengan cara menghitung
rata-rata elemen warna Red, Green, Blue Sutoyo, 2009. Secara matematis perhitungannya, sebagai berikut:
f x,y = f
r
x,y + f
g
x,y + f
b
x,y ………………….. 2.1 3
dengan; f
= Pixel grayscale x,y = koordinat pixel
f
R
= nilai Pixel red f
G
= nilai Pixel green f
B
= nilai Pixel blue Misal pada matriks citra RGB berukuran 5 X 5 akan ditransformasikan ke
bentuk grayscale.
Tabel 2.2 Matriks citra RGB
R = 50 G = 65
B = 50 R = 40
G = 40 B = 45
R = 90 G = 90
B = 90 R = 80
G = 50 B = 50
R = 50 G = 30
B = 40 R = 40
R = 40 R = 40
R = 20 R = 50
commit to user
II-11 G = 80
B = 30 G = 80
B = 50 G = 90
B = 80 G = 20
B = 50 G = 60
B = 70 R = 80
G = 60 B = 40
R = 70 G = 70
B = 70 R = 80
G = 90 B = 70
R = 10 G = 70
B = 10 R = 80
G = 50 B = 80
R = 50 G = 90
B = 70 R = 40
G = 60 B = 50
R = 70 G = 70
B = 70 R = 60
G = 20 B = 40
R = 50 G = 80
B = 50 R = 60
G = 60 B = 60
R = 40 G = 60
B = 80 R = 80
G = 80 B = 80
R = 70 G = 60
B = 50 R = 90
G = 80 B = 70
Perhitungannya: o
f 1,1 = f
r
50 + f
g
60 + f
b
50 = 55 3
o f
1,2 = f
r
40 + f
g
40 + f
b
45 = 41.6 45
3 o
f 2,1 = f
r
40 + f
g
80 + f
b
30 = 50 3
Bila perhitungan menghasilkan bilangan pecahan, maka program Matlab dibulatkan ke atas pada nilai pixel terdekat dengan kelipatan 5. Hasil perhitungan
total menjadi citra grayscale.
Tabel 2.3 Matriks hasil citra grayscale
55 45 90 60 40 50 60 70 30 60
60 70 80 30 70 70 50 70 40 60
60 60 80 60 80 2.3.3 Deteksi Tepi
Deteksi tepi edge detection pada suatu citra adalah suatu proses yang menghasilkan tepi-tepi dari obyek-obyek citra, tujuannya Louban, 2009, yaitu:
1. Menandai bagian yang menjadi detail citra.
commit to user
II-12 2.
Memperbaiki detail dari citra yang kabur, yang terjadi karena error atau adanya efek dari proses akuisisi citra.
Suatu titik x,y dikatakan sebagai tepi edge dari suatu citra bila titik tersebut mempunyai perbedaan yang tinggi dengan tetangganya. Tepian suatu
citra mengandung informasi penting dari citra bersangkutan. Beberapa metode proses deteksi tepi, yaitu:
1. Metode Sobel 2. Metode Prewitt
3. Metode Robert Metode yang banyak digunakan proses deteksi tepi adalah metode Robert,
Prewitt dan Sobel Gonzalez, 2002.
2.3.4 Metode Sobel
Metode Sobel merupakan pengembangan metode Robert dengan menggunakan filter
High Pass Filter
HPF yang diberi satu angka nol penyangga Sutoyo
,2009. Metode ini mengambil prinsip dari fungsi Laplacian dan Gaussian yang dikenal sebagai fungsi membangkitkan HPF. Kelebihan dari metode Sobel
adalah kemampuan mengurangi noise sebelum melakukan perhitungan deteksi tepi.
Secara sederhana, operator menghitung gradien intensitas citra pada setiap titik, memberikan arah peningkatan kemungkinan terbesar dari terang ke gelap
dan laju perubahan ke arah itu. Hasil itu menunjukkan bagaimana tingkat perubahan citra pada titik itu, dan oleh karena itu bagaimana besar kemungkinan
bahwa bagian citra mewakili sebuah sisi, serta bagaimana tepi yang cenderung berorientasi. Prakteknya, besarnya kemungkinan tepi perhitungan lebih
diandalkan dan lebih mudah diinterpretasikan daripada perhitungan arah. Secara matematis, gradien dari fungsi dua variabel di sini fungsi intensitas
citra adalah pada setiap titik citra vektor 2D dengan komponen yang diberikan oleh turunan dalam arah horisontal dan vertikal. Pada setiap titik citra, titik-titik
vektor gradien dalam arah meningkatkan intensitas terbesar mungkin, dan panjang dari vektor gradien sesuai dengan tingkat perubahan ke arah itu. Berarti hasil
operator Sobel pada titik citra yang berada dalam wilayah intensitas konstan citra vektor nol dan pada satu titik di tepi adalah vektor yang menunjuk di tepi, dari
commit to user
II-13 gelap ke nilai cerah. Kernel filter yang digunakan dalam metode Sobel Sutoyo,
2009
.
⎥ ⎥
⎥ ⎦
⎤ ⎢
⎢ ⎢
⎣ ⎡
− −
− =
1 2
1 1
2 1
x
G ⎥
⎥ ⎥
⎦ ⎤
⎢ ⎢
⎢ ⎣
⎡ −
− −
= 1
1 2
2 1
1
y
G
Sedangkan mencari resultan gradien, dihitung dengan persamaan 2.2.
2 2
y x
G G
G +
=
…………………………………….. 2.2 Citra yang dirubah dalam bentuk matriks, difilter dengan kernel filter Sobel
dihitung dengan cara konvolusi. Gambar 2.7 menunjukkan hasil pengolahan citra asli dengan metode Sobel.
Secara teknis, metode Sobel adalah operator diferensiasi diskrit, komputasi pendekatan gradien dari fungsi intensitas citra. Setiap titik pada citra, hasil dari
operator Sobel adalah baik vektor gradien yang sesuai atau norma vektor ini. Perhitungan pada matriks 5 X 5.
a b
Citra 2.7 Citra asli a, hasil deteksi tepi dengan metode Sobel b
Sumber: Matlab Toolbox, 2008
Tabel 2.4 Matriks citra 5 X 5
3 4 2 5 1 2 6 6 4 2
3 5 7 1 3 4 2 5 7 1
2 5 1 3 2
Maka nilai hasil matriks 5 X 5 adalah -1, yang artinya untuk menghitung tingkat ketajaman perubahan warna tersebut. Proses filter metode Sobel
menggunakan prinsip konvolusi matriks. Maka dalam hasil matriks pada citra dengan metode Sobel sebagai berikut:
Tabel 2.5 Matriks citra hasil metode sobel
commit to user
II-14
-1
2.3.5 Operasi Ambang Batas
Operasi ambang batas atau thresholding adalah metode yang paling sederhana segmentasi citra. Pada citra grayscale, thresholding digunakan
membuat citra biner. Selama proses thresholding, pixel individu dalam citra ditandai sebagai objek pixel jika nilai mereka lebih besar dari beberapa nilai
threshold asumsi benda menjadi lebih terang daripada latar belakang dan sebagai pixel latar belakang sebaliknya. Konvensi ini dikenal sebagai ambang
atas. Varian termasuk ambang bawah yang merupakan kebalikan dari ambang batas atas. Ambang batas, merupakan sebuah pixel diberi label obyek jika nilai
adalah antara dua ambang, dan di luar ambang batas, yang merupakan kebalikan dari ambang batas dalam. Sebuah pixel objek diberi nilai 1 sementara pixel latar
belakang diberikan sebuah nilai dari Akhirnya, suatu citra biner yang dibuat oleh masing-masing pixel warna putih atau hitam, tergantung pada label pixel 0.
Citra 2.8 Hasil threshold
Sumber: Bovik, 2010
Salah satu metode yang relatif sederhana, tidak memerlukan pengetahuan khusus banyak citra, dan tahan terhadap noise. Sebuah ambang batas awal T
dipilih, hal ini dilakukan secara acak atau sesuai dengan metode lainnya yang digunakan. Citra tersegmentasi ke dalam pixel objek dan latar belakang seperti
diuraikan di atas, menciptakan dua set:
G
1
= {fm,n:fm,nT} pixel Objek ………………… 2.3
commit to user
II-15 G
2
= {fm,n:fm,n= T} pixel background………… 2.4 dengan;
m = kolom posisi pixel n = baris posisi pixel
Rata-rata setiap set dihitung, T’ = m
1
+ m
2
2 T’ = Threshold
M
1
= rata-rata nilai G
1
M
2
= rata-rata nilai G
2
Operasi Thresholding mempunyai ketentuan berikut Sutoyo, 2009, nilai intensitas output f
x,y = 0, bila nilai intensitas inputnya f
i
x,y = ≤ 0, nilai f
x,y = T
1
bila T
2
f
i
x,y ≤ T
3, . . . ,
nilai f x,y = T
n-1
bila T
n-1
f
i
x,y T
n
.
2.3.6 Thinning
Thinning merupakan tahapan yang penting dalam proses image processing. Hal ini dikarenakan prosedur thinning memainkan peranan yang penting dalam
suatu ruang lingkup yang luas dari masalah yang timbul dalam image processing. Thinning merupakan metode yang digunakan dalam skeletonizing yang salah satu
penggunaanya adalah dalam aplikasi pattern recognition. Terdapat cukup banyak algoritma image thinning dengan tingkat kompleksitas, efisiensi dan akurasi yang
berbeda-beda. Thinning membahas beberapa algoritma yang tersedia. Citra yang
digunakan adalah citra biner, jika citra itu merupakan suatu citra grayscale, biasanya dilakukan thresholding terlebih dahulu sedemikian rupa sehingga citra
tersebut menjadi citra biner. Citra biner adalah citra yang memiliki 2 kemungkinan nilai pada setiap pixel, yaitu 0 atau 1. Nilai 0 adalah background
points, biasanya bukan merupakan bagian dari citra sesungguhnya. Sedangkan nilai 1 adalah region points, yaitu bagian dari citra sebenarnya bukan latar
belakang. Citra hasil dari algoritma thinning biasanya disebut dengan skeleton.
Suatu algoritma thinning yang dilakukan terhadap citra biner seharusnya memenuhi kriteria, sebagai berikut:
commit to user
II-16 1.
Skeleton dari citra kira-kira berada di bagian tengah dari citra awal sebelum dilakukan thinning.
2. Citra hasil dari algoritma thinning harus tetap menjaga struktur keterhubungan
yang sama dengan citra awal. 3.
Skeleton memiliki bentuk yang hampir mirip dengan citra awal. 4.
Skeleton smengandung jumlah pixel yang seminimal mungkin namun tetap memenuhi kriteria-kriteria sebelumnya.
2.3.7 Konvolusi
Konvolusi covolution didefinisikan sebagai cara mengkombinasikan dua buah deret angka yang menghasilkan deret angka yang ketiga. Secara matematis,
konvolusi adalah integral yang mencerminkan jumlah lingkupan dari sebuah fungsi a yang digeser atas fungsi b sehingga menghasilkan fungsi c. Konvolusi
dilambangkan dengan asterisk . Sehingga, ab = c berarti fungsi a
dikonvolusikan dengan fungsi b menghasilkan fungsi c.
Kernel filter sobel mengikuti konsep konvolusi, merupakan suatu metode yang operasinya secara bergeser pada citra input fx, yang dalam hal ini jumlah
perkalian kedua fungsi pada setiap titik merupakan hasil konvolusi yang dinyatakan sebagai output hx. Operasi konvolusi dilakukan dengan menggeser
kernel konvolusi pixel per pixel. Hasil dari konvolusi disimpan didalam matriks yang baru atau hasil. Sebagai contoh, sebuah citra fx,y yang berukuran 5x5 dan
sebuah kernel filter berukuran 3x3.
Tabel 2.6 Matriks asli
4 4 3 5 4 6 6 5 5 2
5 6 6 6 2 6 7 5 5 3
3 5 2 4 4
commit to user
II-17
Tabel 2.7 Matriks kernel filter
Operasi konvolusi dapat dicitrakan Tabel 2.6.
Tabel 2.8 Matriks proses konvolusi pertama
Nilai intensitas baru dari pixel pada posisi 0,0 dari kernel dihitung dengan cara, yaitu:
0 4 + -1 4 + 0 3 + -1 6 + 4 6 + -1 5 + 0 5 + -1 6 + 0 6 = 3
Tabel 2.9 Matriks hasil konvolusi pertama
Setelah nilai hasil konvolusi pertama diperoleh, maka perhitungan konvolusi kedua, dengan mengeser kernel satu pixel kekanan, kemudian pitung
pixel pada posisi 0,0 dari kernel. Kemudian letakkan nilai dari konvolusi pada posisi 0,0 dari kernel.
0 -1 0 1 4 1
0 1 0
4 4 3 5 4 6 6 5 5 2
5 6 6 6 2 6 5 5 3
3 5 2 4 4
3
commit to user
II-18
Tabel 2.10 Proses konvolusi pertama
4 4 3 5 4 6 6 5 5 2
5 6 6 6 2 6 7 5 5 3
3 5 2 4 4 Dengan perhitungan yang sama, hasil perhitungan kedua menghasilkan 0.
Tabel 2.11 Matriks hasil proses konvolusi kedua
Dengan 9 kali perhitungan konvolusi maka didapat matriks pada Table 2.10
Tabel 2.12 Matriks hasil konvolusi
Pada perhitungan konvolusi menghasilkan nilai pixel negatif, maka nilai tersebut dijadikan 0. Nilai hasil konvolusi menghasilkan nilai pixel lebih besar
dari nilai keabuan maksimum, maka nilai tersebut dijadikan nilai keabuan maksimum. Masalah timbul bila pixel yang dikonvolusi adalah pixel tepi border,
3 0
3 0 8
0 2 6 6 0 2
commit to user
II-19 karena beberapa koefisien konvolusi tidak dapat diposisikan pada pixel citra.
Masalah ini selalu terjadi pada pixel pinggir kiri, kanan, atas, dan bawah.
Tabel 2.13 Matriks proses konvolusi tepi
4 4 3 5 4 6 6 5 5 2
5 6 6 6 2 6 7 5 5 3
3 5 2 4 4 Penyelesaian untuk masalah ini, yaitu:
1. Pixel pinggir diabaikan. tidak dikonvolusi.
2. Duplikat elemen citra.
3. Pixel kernel yang tidak ada diberi nilai nol 0.
2.3 PENGENDALIAN KUALITAS
Menurut Crosby Mitra, 1998 kualitas
adalah kesesuaian dengan
persyaratan atau spesifikasi. Dalam industri manufaktur, ada beberapa dimensi kualitas. Dimensi ini digunakan melihat dari sisi mana kualitas dinilai. Suatu
perusahaan terkadang memakai salah satu dari sekian banyak dimensi yang ada. Delapan dimensi kualitas Garvin, 1996, adalah:
1. Performance performa, menyangkut karakteristik operasi dasar. 2. Durability ketahanan, jangka waktu hidup sebelum tiba saatnya diganti.
3. Serviceability, kemudahan servis atau perbaikan ketika dibutuhkan. 4. Aesthetics estetik, menyangkut tampilan, rasa, bunyi, bau, atau rasa.
5. Perceived quality, mutu atau kualitas yang diterima dan dirasa konsumen. 6. Conformance, kesesuaian kinerja dan mutu produk dengan standar.
7.Reliability keandalan, kemungkinan produk untuk tidak berfungsi pada periode waktu tertentu.
8. Featutes fitur, item ekstra yang ditambahkan pada fitur dasar. Paparan di atas tergolong kompleks dan cukup rumit untuk dapat memenuhi
ke delapan dimensi kualitas tersebut dari sisi produsen atau pabrikan Garvin,
commit to user
II-20 1996. Mulai dari perencanaan perancangan produk, manufaktur, supplier,
pemasaran, sampai layanan purna jual. Khusus bagi industri pemula akan menghadapi masalah dan tantangan kompleks agar dapat membuat produk yang
”berkualitas”. Namun banyak perusahaan besar dan sukses menyakini bahwa menawarkan produk dengan memenuhi delapan dimensi kualitas Garvin
memberikan dampak besar bagi peningkatan profitabilitasnya. Pengawasan kualitas secara statistik merupakan salah satu alat ilmiah yang
semakin banyak digunakan oleh manajemen modern untuk mempertahankan standar kualitas. Pengawasan statistik ini didasarkan pada kemungkinan dan dapat
gambarkan sebagai sistem untuk pengawasan terhadap kualitas produksi dalam batas-batas tertentu. Dalam setiap proses produksi pada suatu perusahaan, tidak
ada proses produksi yang konsisten seluruhnya dan hasil produksi setiap produk terkena variabilitas. Pengawasan proses biasanya dilakukan melalui bagan-bagan
pengendalian yang merupakan alat statistik yang dapat digunakan untuk mengungkapkan variasi dalam kualitas hasil produksi.
Peta Kendali adalah alat fundamental dari pengendalian proses statistik, yang menunjukkan kisaran variabilitas yang dibangun dalam sistem. Peta kendali
ini membantu menentukan apakah proses bekerja secara konsisten atau apakah sebab tertentu telah terjadi yang mengubah rata-rata proses atau variasi,
membedakan penyebab khusus variasi dari penyebab umum variasi Mitra,1998. Jika analisis peta kendali menunjukkan bahwa proses saat ini sedang dalam
kendali stabil dengan variasi berasal dari sumber-sumber umum proses kemudian data dari proses digunakan memprediksi kinerja masa depan proses.
Jika grafik menunjukkan bahwa proses yang dipantau tidak dalam kendali, analisa grafik membantu menentukan sumber-sumber variasi, yang kemudian dihilangkan
membawa proses tersebut kembali dikendalikan. Peta kendali jenis tertentu bagan menjalankan yang memungkinkan perubahan signifikan dibedakan dari
variabilitas alami dari proses. Peta kendali dilihat sebagai bagian dari pendekatan obyektif dan disiplin yang memungkinkan keputusan yang tepat tentang
pengendalian proses, termasuk apakah mengubah parameter proses kendali. Parameter proses tidak boleh disesuaikan proses yang ada, karena hal ini akan
menghasilkan kinerja proses terdegradasi.
commit to user
p s
H s
p i
d m
t
2
j L
y d
s k
T Uji t b
pengamatan sebelum da
Hipotesis da sering ditem
penelitian individu yan
dari perlaku mungkin saj
terhadap obj
2.4 PENEL