Tanda-tandanya meliputi migren, nyeri dada, penyakit jantung, hipertensi dan persistent tension headaches.
3. Stres kronis Berkebalikan dari stres akut yang dapat menjadi motivasi, stres
kronis akan menghancurkan tubuh, pikiran dan kehidupan penderita. Aspek terburuk dari stres kronis ini adalah orang yang mengalaminya
akan menjadi terbiasa dengan keadaan stres dan mulai tidak memperdulikannya dan tidak mencari solusi. Berawal dari stres akut
yang tidak kunjung hilang, penderita akan merasa segala aspek kehidupan menjadi beban pikirannya dan pada akhirnya penderita
dapat mengakhiri hidupnya sendiri untuk mencari jalan keluar. Selain pembagian diatas, stres juga dapat dibagi tingkatannya
berdasarkan pengalaman seseorang selama beberapa waktu tertentu dengan menggunakan berbagai jenis kuesioner, sebagai contohnya adalah
Kessler Psychological Disstress Scale. Kuesioner tersebut akan digunakan pada penelitian ini dan dibahas lebih dalam pada bab 3.
2.2.3. Fase Stres
Hans Selye mendeskripsikan respon fisiologis tubuh terhadap stres yang berkepanjangan dalam sebuah konsep yang disebut General
Adaptation Syndrome GAS, yang terbagi menjadi 3 fase : 1.
The Alarm Reaction: Tubuh memberikan respon bertahan, yang di stimulasi oleh hormon dari korteks kelenjar adrenal, terhadap stresor
yang datang. Jika Stresor tidak dihilangkan pada tahap ini maka akan berlanjut kepada tahap berikutnya.
2. The Stage of Resistance: Tubuh memberikan perlawanan secara
terus-menerus terhadap stresor. Jika Stresor tidak dihilangkan pada tahap ini maka akan berlanjut kepada tahap berikutnya.
3. The Stage of Exhaustion: Efek dari Stresor yang menetap
mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh dan dapat
Universitas Sumatera Utara
mengakibatkan berbagai kondisi yang berujung kepada kematian Lemma, 2005.
Selain dari 3 fase GAS diatas, Hans Selye juga mengidentifikasi tingkat kinerja dan resistansi normal atau dalam batas homeostasis yang
diberikan tubuh dalam keadaan sehari-hari mulai dari memecahkan masalah, mengatur waktu dan menjaga keadaan agar tetap bekerja dengan
baik. Pada saat stresor yang muncul melampaui kemampuan adaptasi tubuh pada saat itu maka dimulailah fase alarm Rice, 2012.
Gambar 2.1. Diagram of the General Adaptation Syndrome GAS Model Rice, 2012
2.2.4. Mekanisme Stres
Pada manusia stres diperantarai oleh 2 respon sistem endokrin, yaitu:
Hypothalamic-Pituitary-Adrenocortisol HPA
axis dan
Sympathetic-Adrenal-Medullary SAM system Cohen et al., 2007. Rangsangan pada sistem ini mengaktifkan respon “fight or flight” sebagai
adaptasi tubuh yang menimbulkan efek sebagai berikut : peningkatan tekanan arteri, peningkatan aliran darah, peningkatan kadar metabolisme
seluler, peningkatan kadar glukosa dalam darah, peningkatan glikolisis di hati dan otot, peningkatan kekuatan otot, peningkatan aktivitas psikis,
peningkatan kadar koagulasi darah. Semua respon tersebut membantu
Universitas Sumatera Utara
tubuh untuk dapat melakukan aktivitas fisik berat yang mungkin tidak dapat dilakukan dalam kondisi lain Guyton Hall, 2006.
Kortisol, efektor primer dari aktivasi HPA pada manusia, meregulasikan beberapa proses fisiologis, seperti respon anti-inflamasi,
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein serta glukoneogenesis. Katekolamin, yang dilepaskan dari aktivasi SAM, bekerja dengan sistem
saraf otonom untuk meregulasikan sistem kardiovaskular, pulmonar, hepatis, otot skeletal dan imun. Aktivasi dari HPA dan SAM
meningkatkan tingkat kewaspadaan dan kinerja tubuh tetapi aktivasi berulang atau berkepanjangan dapat mengganggu proses kerja mereka
pada sistem fisiologis lain Cohen et al., 2007. Aktivasi HPA berlebihan seperti pada stres kronis akhirnya akan melemahkan sistem imun sehingga
tubuh rentan terhadap penyakit. Stres juga memperlambat tingkat penyembuhan luka dan merusak DNA yang pada akhirnya dapat
menyebabkan penyakit akibat mutasi genetik seperti kanker. Stres kronis meningkatkan jumlah darah yang dipompa oleh jantung dan peningkatan
kortisol secara terus menerus membentuk plak pada dinding arteri menyebabkan konstriksi pembuluh darah, hal ini dapat berujung kepada
penyakit jantuk dan akhirnya kematian Stangor, 2010.
2.2.5. Penanggulangan Stres