32
Rumah Negara Golongan III adalah Rumah Negara yang tidak termasuk Golongan I dan Golongan II yang dapat dijual kepada penghuninya.
33
G. Metode Penelitian 1. Sifat dan Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dan wawancara. Tujuan
penulisan ini untuk mengungkapkan suatu kenyataan hukum yang ada memang belum bisa menjawab semua kebutuhan masyarakat. Dengan demikian diperlukan
suatu peraturan yang serasi baik secara vertikal maupun horizontal. Implementasinya adalah penelitian akan dapat memberikan suatu pengetahuan dan informasi hukum
yang lebih transparan. Dengan pengetahuan tersebut lebih mudah dapat mengadakan unifikasi hukum, penyederhanaan hukum dan kepastian hukum. Penelitian ini besifat
eksplanatoris, yang menerangkan dan menguji apakah ada atau tidak hubungan diantara berbagai variabel yang diteliti dengan tujuan untuk mencari dan menemukan
pemecahan dari permasalahan yang dihadapi.
2. Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan di dalam penelitian ini meliputi : 1. Bahan hukum primer yaitu aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan
perjanjian sewa beli yaitu :
33
Ibid, Pasal 1 ayat 7
Universitas Sumatera Utara
33
- Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 34KPII80 tentang
Perijinan Perjanjian Sewa Beli Hire Purchase, jual beli dengan angsuran dan sewa Renting.
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1994 tentang
Rumah Negara. -
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994.
2. Bahan hukum sekunder yaitu terdiri berbagai bahan yang diambil dari kepustakaan atau buku – buku karangan para sarjana.
3. Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus bahasa Indonesia dan kamus hukum maupun berupa majalah atau tulisan – tulisan yang
berkaitan dengan hukum.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data ini merupakan landasan utama penyusunan tesis, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan Library Research dan penulis
membaca literatur berupa buku – buku ilmiah, peraturan Perundang – undangan dan sumber lain yang berhubungan dengan perjanjian sewa beli.
4. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara studi dokumen. Studi dokumen merupakan langkah awal dari setiap penelitian hukum baik normatif
maupun sosiologis, karena penelitian hukum selalu bertolak dari premis normatif.
Universitas Sumatera Utara
34
Studi dokumen bagi penelitian hukum meliputi studi bahan-bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Setiap bahan hukum ini
harus diperiksa ulang validitas dan reliabilitasnya, sebab, hal ini sangat menetukan hasil suatu penelitian.
34
5. Analisis Data
Analisis data dalam penulisan ini adalah analisis kualitatif, yaitu analisis data yang tidak
mempergunakan angka-angka
tetapi berdasarkan
atas peraturan
perundang-undangan, pandangan-pandangan narasumber hingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini.
Kemudian ditarik kesimpulannya dengan menggunakan metode deduktif. Penarikan kesimpulan inilah yang diharapkan agar dapat menjawab masalah yang di
tuangkan. Semua data yang diperoleh disusun secara sistematis, diolah dan diteliti serta di evaluasi, kemudian data di kelompokkan atas data yang sejenis, untuk
kepentingan analisis.
34
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengntar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 68
Universitas Sumatera Utara
35
BAB II PENGATURAN SEWA BELI RUMAH NEGARA DI KOTA MEDAN
A. Perjanjian Sewa Beli Pada Umumnya
Perjanjian atau Verbintenis mengandung pengertian suatu hubungan Hukum kekayaan harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada
satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.
35
Dari pengertian singkat diatas kita jumpai didalamnya beberapa unsur yang memberi
wujud pendidikan
perjanjian, antara
lain hubungan
hukum rechtsbetrekking yang menyangkut Hukum kekayaan antara dua orang persoon
atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi.
Kalau demikian,
perjanjian verbintenis
adalah hubungan
hukum rechtsbetrekking
yang oleh
hukum itu
sendiri diatur
dan disahkan
cara perhubungannya. Oleh karena itu perjanjian yang mengandung hubungan hukum
antara perorangan person adalah hal-hal yang terletak dan berada dalam lingkungan hukum.
36
Seperti telah
diketahui bahwa
perikatan lahir
dari perjanjian
yang sesungguhnya merupakan sumber perikatan yang terbanyak, di samping Undang-
undang. Hal ini dapat dijumpai pada pasal 1233 BW Burgerlijk Wetbook.
35
M. Yahya Harahap, Op.cit, hal. 6
36
Ibid , hal. 6
23
Universitas Sumatera Utara
36
Perjanjian dapat lisan maupun tertulis. Perjanjian dapat diakui sebagai suatu perjanjian yang sah menurut hukum, apabila memenuhi berbagai syarat seperti yang
dikehendaki oleh pasal 1320 BW yaitu: 1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal Persyaratan 1 dan 2 merupakan
syarat subyektif sedangkan 3 dan 4 merupakan syarat obyektif. Syarat subyektif yaitu syarat yang berkaitan dengan
pribadi persoon para pihak, apabila syarat ini dilanggar maka perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalannya van vernietigbaan. Sedangkan syarat objektif
apabila dilanggar, perjanjian tersebut batal demi hukum Nietigbaar- Van Rechtswegenietig
. Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam BW, sebagaimana tercantum di
dalam Bab atau Titel V sd XVIII tentang persetujuan-persetujuan tertentu khususnya pada pranata jual beli dan sewa menyewa merupakan dasar awal
timbulnya pranata sewa beli tersebut. Hal ini didasarkan pada konstruksi sui generis. Ajaran tersebut mendasarkan pada prinsip bahwa syarat-syarat yang
lebih dominan dari salah satu pranata apakah syarat-syaratnya lebih banyak pada perjanjian jual beli atau lebih banyak mempunyai syarat-syarat sewa
menyewa. Maka pranata baru tersebut akan dapat dikelompokkan pada salah satu pranata tersebut diatas. Dalam hal sewa beli dikelompokkan pada jual
beli ataukah sewa menyewa. Perjanjian ini merupakan perjanjian campuran, dimana bahwa dalam ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian khusus
diterapkan secara analogis sehingga setiap unsur dari perjanjian khusus tetap ada contractus sui generis.
37
37
Mariam Darus Badrulzaman, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku III tentang Hukum Perikatan dengan Penjelasan
, Alumni, Bandung, 1983, hal. 90-91
Universitas Sumatera Utara
37
Dalam membuat suatu perjanjian dikenal adanya asas kebebasan berkontrak. Asas ini memiliki hubungan yang erat dengan asas konsensualisme. Asas
konsensualisme terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengandung arti “kemauan” will
para pihak untuk saling berpartisipasi, ada kemauan untuk saling mengikatkan diri. Kemauan ini membangkitkan kepercayaan vertrouwen bahwa perjanjian itu
dipenuhi. Asas kepercayaan ini merupakan nilai etis yang bersumber pada moral. Manusia terhormat apabila memenuhi janjinya, kata Eggens.
38
Perkembangan perekonomian Indonesia, diikuti pula oleh perkembangan berbagai bentuk transaksi, misalnya : sewa beli, sewa guna usaha leasing, dan jual
beli angsuran. Hal ini terjadi karena konsumen memiliki dana yang terbatas. Pembelian barang bergerak, misalnya kendaraan bermotor, dimana pembelian
dengan menggunakan sistem sewa beli dipandang sangat membantu pembeli dan sesuai dengan kemampuan keuangan mereka untuk dapat memiliki barang yang
diinginkan tersebut. Sistem ini menawarkan cara pembayaran angsuran dalam beberapa kali, dalam jangka waktu yang relatif panjang, yang tidak dijumpai pada
sistem pembayaran tunai. Inilah yang menyebabkan pranata sewa beli semakin populer di masyarakat, tanpa terpikirkan persoalan-persoalan hukum yang mungkin
timbul. Adapun kontrak sewa beli yang dapat dilakukan yaitu sewa beli kendaraan
bermotor, alat-alat rumah tangga, mesin cetak, printing, offset, alat-alat elektronika, alat-alat mesin berat, sepeda, alat-alat musik dan sebagainya. Sedangkan di dalam
masyarakat transaksi dengan cara sewa beli ternyata yang paling banyak adalah kontrak sewa beli kendaraan bermotor.
38
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 83
Universitas Sumatera Utara
38
Perjanjian sewa beli merupakan salah satu bentuk perjanjian dalam hukum kontrak yang memiliki kekhasan secara perdata. Hukum kontrak yang merupakan
bagian dari hukum privat, karena pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban yang ditentukan
dalam kontrak,
murni menjadi
urusan dari
pihak-pihak yang
menyelenggarakan kontrak. Kontrak dalam bentuk yang klasik, dipandang sebagai ekspresi kebebasan manusia untuk memilih dan mengadakan perjanjian, dimana hal
tersebut diatur pada pasal 1338 KUHPerdata. Perkembangan hukum kontrak dewasa ini telah sampai pada paradigma baru
yang timbul dari dua dalil antara lain: pertama, setiap perjanjian kontraktual yang diadakan adalah sah geoorloofd dan kedua, setiap perjanjian kontraktual yang
diadakan secara bebas adalah adil dan memerlukan sanksi undang-undang. Dengan adanya dimensi baru dalam hukum kontrak ini tentu memiliki
dampak positif dan negatif yang patut diperhitungkan. Dampak positifnya adalah sebagai salah satu bentuk pembangunan perekonomian melalui dunia usaha.
Sedangkan dampak negatif dari adanya variasi dalam melaksanakanmembuat kontrak perjanjian adalah berkaitan dengan klausula-klausula yang mengatur
perjanjian. Klausula perjanjian biasanya dibuat secara sepihak oleh pihak penjual sehingga kecenderungan isi dari klausula hanya mengatur hak-hak dari penjual,
sedangkan pihak pembeli harus tunduk kepada ketentuanklausula perjanjian yang dibuat secara sepihak tersebut. Hal ini menimbulkan dilema tersendiri bagi pembeli
karena disatu sisi pembeli membutuhkan barang yang menjadi objek perjanjian,
Universitas Sumatera Utara
39
sedangkan disisi lain pihak pembeli selalu dibebankan dengan syarat-syarat yang merugikannya.
Pranata jual beli angsuran, pranata sewa beli hire purchase dan sewa guna usaha leasing merupakan pranata hukum perjanjian yang perkembangannya
didasarkan pada kebebasan berkontrak sebagai asas pokok dari hukum perjanjian yang diatur dalam pasal 1338 juncto pasal 1320 KUHPerdata. Secara khusus
perundang-undangan yang melandasi pranata jual beli tunai dan pranata sewa menyewa adalah sama, keduanya memiliki dasar hukum yang diatur dalam
KUHPerdata. Dalam sistem hukum perdata, pengelompokan kitab undang-undang hukum
perdata disebut juga perjanjian bernama benoemde contracten atau nominaat contracten
. Sementara itu, pranata jual beli angsuran dan pranata beli sewa, dimasukkan dalam perjanjian tidak bernama onbenoemde contracten. Wirjono
Prodjodikoro menyatakan sistem Burgerlijk Wetboek BW juga memungkinkan
para pihak mengadakan persetujuan-persetujuan yang sama sekali tidak diatur dalam BW, WVK atau Undang-undang lainnya.
39
Untuk persetujuan-persetujuan ini berlakulah B.W Buku III titel I-IV sepenuhnya. Ilmu Pengetahuan Hukum Belanda
menamakan persetujuan-persetujuan semacam ini onbenoemde overeenkomsten persetujuan-persetujuan yang tidak disebutkan dalam undang-undang.
J. Satrio memberikan pengertian yang dimaksud dengan perjanjian innominat, atau
perjanjian tak
bernama adalah
perjanjian-perjanjian yang
belum ada
39
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan Tertentu, Bandung: Sumur Bandung. 1964. hal. 10
Universitas Sumatera Utara
40
pengaturannya secara khusus di dalam undang-undang. Karena tidak diatur dalam perundang-undangan, baik Kitab Undang-undang Hukum Perdata maupun Kitab
Undang-undang Hukum Dagang KUHD, keduanya didasarkan pada praktek sehari- hari dan putusan pengadilan Jurisprudensi.
40
Sistem yang dipergunakan oleh Kitab Undang-undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek yang untuk selanjutnya disebut BW adalah sistem terbuka,
artinya diakui adanya asas kebebasan berkontrak, seperti tercantum dalam Pasal 1338 BW. Berdasarkan asas tersebut, para pihak dapat mengadakan persetujuan-
persetujuan yang sama sekali tidak diatur dalam BW ataupun KUHD atau Undang- undang lain.
Namun ketentuan-ketentuan umum BW Buku III titel I sd IV tetap berlaku, misalnya mengenai sahnya suatu perjanjian Pasal 1320 dan Pasal 1338 yang
berhubungan dengan BW Buku III yaitu sistem terbuka atau asas kebebasan berkontrak. Berdasarkan asas kebebasan berkontrak tersebut maka lahir pranata sewa
beli sebagai terobosan dari pranata jual beli tunai dan merupakan variant dari jual beli angsuran.
Grotius, mengatakan bahwa mencari dasar konsensus itu dalam hukum kodrat. Ia mengatakan bahwa “pacta sunt servanda” janji itu mengikat. Seterusnya ia
menyatakan lagi, “promissorum implenderum oblagatio kita harus memenuhi janji kita”.
41
Dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata menyebutkan bahwa:
40
J. Satrio, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1992
41
Ibid , hal. 83
Universitas Sumatera Utara
41
“Semua Persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
“Semua” mengandung arti meliputi seluruh perjanjian, baik yang namanya dikenal maupun yang tidak dikenal oleh Undang-undang. Asas kebebasan berkontrak
contractvrijheid berhubungan dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan menentukan
“apa” dan dengan ”siapa” perjanjian itu diadakan. Perjanjian yang diperbuat sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata ini mempunyai kekuatan mengikat. Kebebasan
berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, kekuatan mengikat.
Kebebasan berkontrak ini berlatar belakang pada paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, diteruskan oleh kaum Epicuristen dan
berkembang pesat dalam zaman reinaissance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Groot, Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseu.
42
Menurut paham individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh apa yang dikehendakinya. Di dalam hukum perjanjian, falsafah ini diwujudkan dalam
“kebebasan berkontrak”. Teori “laissez fair” ini menganggap bahwa “the invisible hand”
akan menjamin kelangsungan jalannya persaingan bebas.
43
Dalam masyarakat pada umumnya menyebut sewa beli untuk pranata yang di Belanda disebut Huurkoop, di Inggris disebut Hire Purchase. Pranata sewa beli ini
dalam masa pembayaran mengangsur hak milik masih di tangan pemilik, sehingga
42
Ibid , hal. 84
43
Ibid .
Universitas Sumatera Utara
42
selama masa pembayaran angsuran dianggap sebagai sewa, sampai seluruh harga dipenuhi baru kepemilikan secara otomatis beralih.
Seperti halnya yang berlaku di Jepang yang peninjauan dan pengaturannya lebih ditujukan pada penjualan produk-produk. Oleh karena itu, di Jepang undang-
undangnya disebut
dengan Undang-undang
Penjualan produk
secara angsurancicilan Kappu Hanbai Ho – Undang-undang No.159 tahun 1961.
44
Meskipun berdasar ketentuan undang-undang sewa beli belum diatur baik dalam KUHPerdata maupun KUH Dagang, namun pemerintah ternyata telah
memberikan adanya peraturan lewat perangkatnya yang berupa Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi.
Menteri Perdagangan dan Koperasi pada tahun 1980 pernah mengeluarkan Surat Keputusan tentang Sewa Beli yaitu SK. Menperdagkop No.34KPII1980
tentang Perizinan Kegiatan Usaha Sewa Beli. Namun surat keputusan itu sesungguhnya hanya mengatur masalah perjanjian perusahaan yang bergerak pada
usaha Sewa Beli. Selain itu, Menteri Perdagangan telah mengeluarkan Surat Edaran dan Surat
Pengantar sehubungan dengan izin usaha Sewa Beli. Surat Edaran Direktur Bina Usaha Perdagangan No.408Binus-3IX85 tertanggal 27 September 1985
45
Perihal: Permohonan Izin Usaha Sewa Beli Hire Purchase. Disusul lagi dengan surat
44
Kappu Hanbai Ho No.159 tahun 1961 – Undang-undang Penjualan Dengan Pembayaran Angsuran
, Jepang, dalam buku Sri Gambir Melati Hatta, Beli Sewa Sebagai Perjanjian Tak Bernama, Alumni, Bandung, 1999, Hal. 5
45
Surat Edaran Direktur Bina Usaha Perdagangan No.408Binus-3IX85 tertanggal 27 September 1985 tentang Permohonan Izin Usaha Sewa Beli.
Universitas Sumatera Utara
43
No.719Binus-3VIII1986, 8 Agustus 1986
46
yang memeperjelas tentang izin usaha Sewa Beli juga pengertian Sewa Beli Hire Purchase dan Jual Beli Angsuran yang
didasarkan pada SK No.34KpII80. Di sini ditegaskan bahwa sewa beli Hire Purchase
adalah jual beli barang di mana penjual melaksanakan penjualan barang, dengan cara memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli
sebagai pelunasan atas harga barang yang telah disepakati bersama dan diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut baru beralih dari penjual kepada
pembeli setelah jumlah harganya dibayar lunas oleh pembeli kepada penjual. Pada perjanjian jual beli angsuran dengan pembayaran pertama dan diikuti
penyerahan barang hak milik langsung beralih kepada pembeli. Sehingga pembeli langsung menjadi pemilik dengan penyerahan barang tersebut meskipun pembayaran
belum lunas. Dalam perjanjian dimana bentuk, dan syarat atau isi yang dituangkan dalam
klausul-klausul telah dibuat secara baku standart contract maka posisi hukum Recht positie – kedudukan hukum pembeli tidak leluasa atau bebas mengutarakan
kehendaknya. Hal ini bisa terjadi bahwa pembeli tidak mempunyai kekuatan menawar barganing power. Dalam standart form contract pembeli disodori
perjanjian dengan syarat-syarat yang ditetapkan sendiri oleh penjual, sedangkan pembeli hanya dapat mengajukan perubahan pada hal-hal tertentu, umpamanya
46
Surat Direktur Bina Usaha No.719Binus-3VIII1986, 8 Agustus 1986 hal penjelasan tentang izin usaha Sewa Beli dan Pengertian Sewa Beli Hire Purchase dan Jual Beli angsuran.
Universitas Sumatera Utara
44
tentang harga, tempat penyerahan barang dan cara pembayaran, di mana hal inipun bila dimungkinkan oleh penjual.
Tentang hal-hal esensial dalam perjanjian, umpamanya, mengenai pembatalan perjanjian tidak dapat ditawar lagi. Untuk itu perlu ditengahkan adanya syarat-syarat
dalam perjanjian baku. Mariam Darus Badrulzaman, dalam salah satu tulisannya menyebutkan bahwa syarat-syarat dalam perjanjian baku yang selalu muncul adalah
sebagai berikut :
47
1. Cara mengakhiri perjanjian 2. Cara memperpanjang berlakunya perjanjian
3. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase 4. Penyelesaian sengketa melalui keputusan pihak ketiga.
5. Syarat - syarat tentang eksonerasi. Pada umumnya dalam perjanjian baku hak-hak penjual lebih menonjol dari
pada dibandingkan dengan hak-hak pembeli, karena pada umumnya syarat-syarat atau klausul bagi pembeli merupakan kewajiban-kewajiban saja. Sehingga dengan
demikian antar hak-hak dan kewajiban antara penjual dan pembeli tidak seimbang. Perkembangan dan kemajuan perekonomian di dunia saat ini, tidak dapat
menghalangi masuknya pranata-pranata bisnis baru dari luar yang belum pernah kita kenal seperti Manufacturing, franchising, leasing, dan sebagainya. Sejalan dengan
itu pihak asing juga membawa serta perjanjian baku yang telah di buat di negara
47
Mariam Darus Badrulzaman, Perlindungan Terhadap Konsumen, Dilihat Dari Sudut Perjanjian Baku Standar
, BPHN, Binacipta, Jakarta, 1980, hal. 72
Universitas Sumatera Utara
45
asalnya Common Law, yang mungkin berbeda sistem hukumnya dengan Indonesia. Namun dengan demikian karena kebutuhan perkembangan perekonomian di
Indonesia transaksi-transaksi jenis baru mulai di terapkan. Perjanjian baku yang ditetapkan sepihak tersebut, menunjukkan bahwa
pranata sewa beli dalam praktek memiliki ciri tersendiri, yaitu upaya menguatkan hak penjual dari berbagai kemungkinan yang terburuk, selama masa kontrak atau sebelum
masa pelunasan angsuran untuk kepentingan penjual sendiri. Hal ini yang membuat perjanjian baku yang dipergunakan dalam pranata sewa beli sering merupakan
penyebab utama bagi timbulnya masalah di pihak pembeli dari pada penjual. Salah satu contoh persoalan yang timbul dalam suatu perjanjian sewa beli
adalah tentang klausul hari jatuh tempo yaitu suatu persyaratan mengenai hak penjualan untuk menarik lagi objek perjanjian apabila pembeli lalai atau mengalami
kemacetan dalam pembayaran wanprestasi, tanpa melalui perintah hakim, peraturan tersebut menyimpang dari ketentuan hak reklame yang dimiliki penjual yang
pelaksanaannya harus melalui putusan hakim. Masalah lain dalam perjanjian sewa beli adalah tentang klausul dapat dituntut
dan harus dengan pembayaran sekaligus vervroegde opeisbaarheids yang merupakan persyaratan dari pihak penjual yang memberatkan pihak pembeli.
Persyaratan ini berlaku jika pembeli melakukan wanprestasi, sehingga ia di tuntut untuk segera membayar seluruh sisa pembayaran sekaligus.
Apabila pembeli membayar dengan tertib dan telah membayar lebih dari setengah jumlah harga keseluruhan sewa beli, atau pembeli tinggal membayar
Universitas Sumatera Utara
46
bebrapa tahapan lagi agar tercapai pelunasan, maka atas kewenangan penjual, objek perjanjian tersebut ditarik
begitu saja tanpa memperhitungkan pembayaran
sebelumnya yang sudah dilakukan pembeli. Uang angsuran yang sudah diterima dari pihak pembeli dianggap sebagai pengganti kerugian atau sewa atas pemakaian barang
sebelumnya.
Asas Konsensualitas dan Asas Kebebasan Berkontrak
Apabila berbicara mengenai kata sepakat pastilah yang tergambar dalam pikiran kita ialah adanya persesuaian pendapat antara para pihak tanpa adanya
paksaan. Dengan perkataan lain bahwa kata sepakat tersebut harus diberikan secara bebas. Kata sepakat yang ternyata kemudian adanya kekhilafan atau karena adanya
penipuan merupakan sepakat yang cacat Wilsgebrek. Akibat hukum dari kata sepakat yang cacat itu adalah pembatalan atas perjanjian tersebut.
Soebekti berpendapat bahwa asas konsensualitas mempunyai arti yang terpenting yaitu bahwa untuk melahirkan
perjanjian adalah cukup dengan dicapainya kata sepakat mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian tersebut.
Perjanjian dan perikatan sudah dilahirkan pada saat dicapainya konsensus. Pada detik tersebut perjanjian sudah sah mengikat. Hal ini penting sekali demi
adanya kepastian hukum.
48
Menurut Prof. Eggens bahwa asas konsensualisme merupakan puncak peningkatan martabat manusia yang didasarkan pada adanya kepercayaan pada
perkataanya, yang dapat meletakkan martabat manusia pada tingkat yang setinggi- tingginya sebagai manusia.
49
48
Soebekti, Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional, Alumni, Bandung, 1976, hal 12
49
Soebekti, ibid, hal. 12
Universitas Sumatera Utara
47
Menyinggung tentang masalah asas konsensualitas dalam hukum perikatan maka eratlah kaitannya dengan asas kebebasan berkontrak seperti apa yang tercermin
dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengenai Hukum Perikatan yang tercantum dalam buku III BW.
Asas konsensualitas merupakan syarat mutlak bagi hukum perikatan atau verbintenissenrecht,
demi tercapainya kepastian hukum. Asas konsensualitas yang dianut oleh Kitab Undang-undang Hukum Perdata kita memberikan pengertian bahwa
hukum perikatan dari Burgerlijk Wetboek kita menganut suatu asas bahwa untuk melahirkan suatu perjanjian cukup dengan kata sepakat saja. Sedangkan pernyataan
kehendak Wils Verklaring dapat dinyatakan dengan lisan, tulisan atau surat, dan lain-lain.
50
Kata sepakat ini dianggap sah apabila kata sepakat yang diberikan tersebut tidak berdasar atas:
1. Kekhilafan dwaling atau 2. Paksaan dwang
3. Penipuan bedrog Asas konsensualisme itu sendiri bagi hukum tentunya tidak hanya demi untuk
tuntutan kesusilaan dan etis saja akan tetapi lebih dari itu yaitu guna tercapainya kepastian hukum. Asas konsensualisme di dalam sistem hukum di Indonesia yaitu
dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata merupakan suatu asas yang universal
50
Sri Gambir Melati Hatta, Op.cit, hal 131
Universitas Sumatera Utara
48
yang dapat ditemukan dan disimpulkan dari pasal 1320 jo pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Pasal 1338 ayat 1 yang menentukan bahwa semua persetujuan dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya
persetujuan mengikat para pihak. Sedangkan dari perkataan semua dalam pasal 1338 ayat 1 ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan berkontrak.
Kebebasan berkontrak ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa yaitu yang ada di dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Burgerlijk
Wetboek . Asas kebebasan berkontrak berpangkat pada kedudukan dua belah pihak
yang sama kuatnya. Sedangkan kenyataannya tidak demikian. Maka Soebekti berpendapat, nanti di dalam Undang-undang Hukum Perikatan Nasional kita perlu
adanya ketentuan-ketentuan tentang perlindungan hukum bagi pihak yang lemah ekonomi lemah.
51
Di samping dibagian umum, juga perlu diadakan perlindungan hukum dalam berbagai macam perjanjian yaitu dalam jual beli dengan hak membeli
kembali, beli sewa, perjanjian kerja, pengangkutan, pinjam uang dan lain-lain.
B. Perjanjian Sewa Beli Rumah Negara
Rumah Negara merupakan bangunan yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang
pelaksanaan tugas Pejabat dan atau Pegawai Negeri.
51
Soebekti, Op.cit, hal. 18
Universitas Sumatera Utara
49
Rumah adalah bagian dari kebutuhan manusia, apalagi bagi yang telah berkeluarga. Banyaknya kendala yang mempengaruhi daya beli Pegawai Negeri yang
berpenghasilan pas-pasan dikarenakan mahalnya harga rumah. Dengan meningkatnya harga rumah yang melebihi pertambahan penghasilan
mereka membuat harapan untuk dapat memiliki tempat tinggal yang layak tidak lebih dari mimpi belaka. Untuk itu, pemerintah pun menerapkan berbagai kebijakan dalam
bidang perumahan. Kebijakan untuk memenuhi kebutuhan perumahan bagi pegawai negeri ini
telah berkembang sejak zaman kolonial Belanda, melalui Peraturan Rumah-rumah Pegawai Negeri Sipil atau Burgerlijke Woning Regeling BWR staatblad 1934 No.
147 dan beberapa aturan perubahannya. Pemerintah Belanda mengatur pengadaan tempat tinggal untuk pegawai negeri dengan sistem sewa.
Pada masa itu, pemerintah membangun rumah-rumah dinas untuk pegawai dan rumah jabatan untuk pejabat pemerintah dengan anggaran pemerintah sendiri.
Namun pada masa pendudukan Jepang, kegiatan ini terhenti karena situasi perang. Setelah penyerahan kedaulatan kegiatan tersebut kembali dilanjutkan.
Pemerintah membangun kawasan perumahan bagi pegawai negeri diberbagai kota, masih dengan sistem sewa. Memasuki era 1970-an, pemerintah mengeluarkan
kebijakan baru yang mengizinkan pegawai negeri dengan syarat-syarat tertentu untuk membeli rumah dinas yang mereka tempati. Uang hasil penjualan rumah yang
dibayarkan penghuni dengan Surat Setoran Pajak SSBP maupun yang dipotong
Universitas Sumatera Utara
50
langsung dari gaji pegawai bersangkutan, selanjutnya akan digunakan untuk membangun rumah dinas baru bagi pegawai negeri yang lain.
Dalam perkembangan selanjutnya pada tahun 1994 pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah PP Nomor 40 tentang Rumah Negara, yang kemudian di
revisi lagi menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1994 tentang Rumah Negara.
Rumah negara digolongkan menjadi tiga, yaitu rumah negara golongan I, II, dan III. Rumah negara golongan I adalah rumah negara yang dipergunakan bagi
pemegang jabatan tertentu dan karena sifat jabatannya harus bertempat tinggal dirumah tersebut. Hak penghunian rumah golongan ini terbatas selama pejabat
bersangkutan memangku jabatan. Rumah negara yang mempunyai fungsi secara langsung melayani atau terletak dalam lingkungan suatu instansi, rumah sakit,
sekolah, perguruan tinggi, pelabuhan, dan laboratorium secara otomatis ditetapkan sebagai rumah negara golongan I.
Rumah negara golongan II adalah rumah negara yang mempunyai hubungan yang tidak terpisahkan dari suatu instansi dan hanya disediakan untuk didiami oleh
pegawai negeri, dan apabila pegawai bersangkutan telah berhenti atau pensiun rumah tersebut dikembalikan kepada negara.
Rumah negara golongan III adalah rumah negara yang dapat dialihkan kepemilikannya kepada penghuninya pegawai negeri, dengan syarat rumah tersebut
tidak berada dalam keadaan sengketa. Rumah negara golongan II dapat diturunkan statusnya menjadi golongan III di golongtigakan, atas izin pimpinan instansi
Universitas Sumatera Utara
51
bersangkutan. Berdasarkan penjelasan atas PP No. 31 tahun 2005 yang dimaksud dengan pimpinan instansi bersangkutan adalah Menteri, Ketua Lembaga Tertinggi
dan Tinggi Negara, Ketua Lembaga DepartemenNon Departemen yang setingkat dengan Menteri.
Permasalahan yang timbul ketika pengalihan aset ini terjadi, menurut Undang- undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, menyebutkan bahwa
setiap KementrianLembaga yang ingin melakukan penghapusan Barang Milik Negara BMN kepada pihak ketiga atau pemindahan golongan rumah dinas harus
meminta izin terlebih dahulu kepada Menteri Keuangan. Hal ini belum pernah terjadi karena menurut Direktorat Jenderal Kekayaan Negara DJKN sejak tahun 2007
hingga kini Departemen Keuangan belum pernah menerbitkan persetujuan rumah dinas golongan III yang di alihkan kepada pihak ketiga.
Pengalihan aset yang tidak dilaporkan menyulitkan upaya penertiban aset-aset negara, untuk mewujudkan pengelolaan BMN yang tertib dan optimal. Hal ini juga
menjadi penyebab sulitnya penyusunan laporan keuangan yang accountable. Oleh karena itu KementerianLembaga yang akan melakukan perubahan status rumah dinas
menjadi golongan III seyogyanya meminta izin terlebih dahulu kepada Menteri Keuangan.
Beradasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138PMK.062010 yang diberlakukan mulai tanggal 2 Agustus 2010, Kepala Biro Humas Kementerian
Keuangan, menyatakan bahwa peraturan Menteri Keuangan ini ditetapkan dalam rangka mewujudkan akuntabilitas pengelolaan Barang Milik Negara BMN berupa
Universitas Sumatera Utara
52
rumah negara dengan tetap menjunjung tinggi good governance dan dimaksudkan sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengelolaan BMN berupa rumah negara.
52
Tanah dan atau bangunan milik negara daerah yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi yang
bersangkutan wajib diserahkan kepentingan penyelenggaraan tugas pemerintahan negara daerah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 49 ayat 3 Undang-undang
Nomor 1 Tahun 2004. Menteri Keuangan Gubernur Bupati Walikota melakukan pemanfaatan atas tanah dan atau bangunan tersebut untuk:
1. Digunakan oleh instansi lain yang memerlukan tanahbangunan dalam rangka penyelenggaraan
tugas pokok
dan fungsinya
melalui pengalihan
status penggunaan
2. Dimanfaatkan dalam bentuk sewa, kerja sama pemanfaatan, pinjam pakai, bangun guna serah dan bangun serah guna
3. Dipindahtangankan dalam bentuk penjualan, tukar menukar, hibah, penyertaan modal pemerintah pusat daerah.
Pengelolaan barang milik negaradaerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara ini
dilaksanakan dengan memperhatikan asas-asas sebagai berikut: 1. Asas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah
di bidang pengelolaan, barang milik negaradaerah yang dilaksanakan oleh kuasa
52
http:www.depkominfo.go.idberitabipnewsroommenkeu-tetapkan-pmk-pengelolaan- rumah-negara.
Universitas Sumatera Utara
53
pengguna barang, pengguna barang, pengelola barang, dan Gubernur Bupati Walikota sesuai fungsi, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing.
2. Asas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik negaradaerah harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan.
3. Asas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik negaradaerah harus transparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang
benar. 4. Asas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik negaradaerah diarahkan agar
barang milik negaradaerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan
fungsi pemerintah secara optimal. 5. Asas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik negara daerah harus
didukung oleh adanya ketetapan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik negaradaerah
serta penyusunan Neraca Pemerintah. Selanjutnya dalam salinan PMK Nomor 138PMK.062010 mengatakan
bahwa pengoptimalan penggunaan rumah negara golongan I dan II wajib dilakukan oleh pengguna barang untuk menunjang tugas dan fungsinya. Pemindahtanganan
dengan mekanisme tukar menukar, hibah atau penyertaan modal pemerintah pusat dapat dilakukan terhadap rumah negara golongan I dan golongan II.
53
53
Ibid
Universitas Sumatera Utara
54
Syarat seseorang memperoleh rumah negara golongan III adalah si pemohon harus pegawai negeri, pensiunan, jandaduda pegawai negeri, jandaduda pahlawan,
pejabat negara. Kalau pemohonnya pensiunan pegawai negeri, ia harus bisa membuktikan menerima pensiunan dari negara. Demikian pula jika pemohon adalah
jandaduda pegawai negeri. Setelah memperoleh izin dari pimpinan instansiketua lembaga bersangkutan,
maka pemohon akan mendapatkan akta sewa beli yang diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan Umum. Selain itu pemohon juga akan menerima Surat Penagihan SPn
dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara KPPN untuk pembayaran uang muka sebesar 15 dari nilai sewa beli. Jangka waktu cicilan biasanya ditetapkan
selama 240 bulan atau 20 tahun. Bagi pegawai negeri yang telah membayar uang muka dan angsuran selama 60 bulan atau 5 tahun dapat langsung melunasinya.
Untuk memperoleh akta kepemilikan, setelah melunasi seluruh pembayaran maka bawalah kelengkapan berkas perjanjian sewa beli beserta bukti setoran
angsuran pembayaran ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara KPPN penerbit SPn pada pembayaran uang muka pertama kali. Kemudian KPPN bersangkutan akan
menerbitkan Surat Keterangan Telah Lunas SKTL sebagai dasar bagi Departemen Pekerjaan UmumDinas Kimpraswil dan Badan Pertanahan Nasional BPN untuk
menerbitkan akta kepemilikan.
1. Pengalihan Status Rumah Negara