Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Sewa Menyewa Mobil Di CV. Shandi Mocha Jaya Medan

(1)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN SEWA MENYEWA MOBIL DI CV. SHANDI MOCHA JAYA MEDAN

TESIS

Oleh:

SHANDI IZHANDRI 087011109

FAKULTAS HUKUM MAGISTER KENOTARIATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

ABSTRAK

Perjanjian sewa menyewa mobil timbul akibat proses perkembangan pembangunan didunia bisnis, hal ini juga membantu masyarakat luas untuk membuka usaha seperti penyewaan mobil tersebut yang mana tujuannya mencapai kesejahteraan disetiap individu masyarakat tersebut. Usaha penyewaan mobil atau sering disebut rental mobil disini dimaksud ialah, yang mempunyai badan hukum seperti CV atau Perseroan Terbatas (PT) yang mana disebut sebagai penyedia jasa dan pihak lain sebagai penyewa (pemakai jasa), hubungan hukum terhadap keduanyalah yang menimbulkan perjanjian sewa menyewa mobil tersebut.

Berdasarkan latar belakang masalah maka penelitian tesis ini mencakup tiga permasalahan. Pertama, Bagaimanakah bentuk perjanjian sewa menyewa mobil pada CV. Shandi Mocha Jaya dan beberapa perusahaan rental mobil dikota Medan sebagai perbandingan ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ? Kedua Bagaimanakah penerapan perjanjian sewa menyewa mobil pada CV. Shandi Mocha Jaya menurut hukum perlindungan konsumen ? Ketiga Bagaimanakah pertanggung jawaban penyewa dan perusahaan rental mobil apabila mengalami kerusakan atau kehilangan dalam masa sewa berjalan ?

Penelitian dilakukan dengan metode normatif sosiologis dengan maksud untuk memperoleh data baik dari segi prakteknya maupun dari segi ilmiahnya. Pengumpulan data primer dilakukan dikota medan dengan melakukan wawancara dengan informan. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi kepustakaan. Data yang terkumpul dianalisa secara kuantitatif yang dikualitatifkan dan kemudian disimpulkan dengan metode induktif ke deduktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertama, bentuk perjanjian sewa menyewa tersebut berasal dari asas kebebasan berkontrak, sesuai populasi dan sample dalam penelitian ini CV. Shandi Mocha Jaya masih keliru dalam menerapkan asas kebebasan berkontrak tersebut, hal ini berkaitan dengan unsur-unsur yang terdapat pada perjanjian sewa-menyewa, seperti halnya dalam keseimbangan antara para pihak terhadap hak dan kewajiban yang termuat dalam Pasal Pasal 1338 dan Pasal 1320 KUH Perdata. Kedua, perjanjian sewa menyewa tersebut cenderung dibuat secara baku (sepihak), sehingga hal tersebut lebih menguntungkan pihak perusahaan dari pada calon penyewa (konsumen), dalam hal ini konsumen hanya dapat menerima ketentuan yang dimuat dalam perjanjian tersebut atau menolaknya sehingga tidak terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban kedua belah pihak, dapat dikatakan tidak ada diatur mengenai perlindungan terhadap konsumen. Ketiga, Dilihat dari segi pertanggungjawaban atas kerusakan/kehilangan selama masa sewa berjalan maka dalam hal ini beban yang dipikul oleh penyewa akan lebih berat dibanding pemilik atau perusahaan rental mobil tersebut oleh karena ketentuan yang dimuat sepihak dalam perjanjian tersebut.


(3)

ABSTRACT

Car leasing agreement resulted from the process of business development and this activity helps the community to run their own car rental business that can bring welfare to them. This car rental business in this study is a corporate body such as CV (Commanditaire Vennootschap = limited

partnership) or PT (Perseroan Terbatas = Limited Liability Company) which is called service provider

and the other party is called car hirer (the service user. The legal relationship between the two parties is materialized in the form of car leasing agreement.

The purpose of this study was to find out the form of car leasing agreement applied by CV. Shandi Mocha Jaya and several car rental companies in Medan as comparison viewed from the Indonesia Civil Codes, to look at how the car leasing agreement was applied by CV. Shandi Mocha Jaya according to the law on consumer’s protection, and to examine what the responsibility of either the car hirer or the car rental company is just in case the rented car is damage or missing while the lease term is going on.

This study employed the sociological normative method to obtain the data covering b both practical and scientific facets. The primary data for this study were collected in Medan through interviewing the informants, and the secondary data were obtained through library research. The data obtained were quantitatively analyzed, qualitatively processed, then concluded through inductive to deductive method.

The result of this showed that, first, the form of the car leasing agreement was based on the principle of freedom to contract. According to the population and samples for this study, CV. Shandi Mocha Jaya still improperly applied the principle of freedom to contract, especially the things related to the aspects found in leasing agreement such as the balance of rights and responsibilities of both parties stated in Article 1338 and Article 1320 of the Indonesian Civil Codes; second, this leasing agreement tended to be the unilaterally made standard form that it seemed to be more beneficial for the company rather than the customer (the future car hirer), in this case, the consumer could only take or leave the stipulation stated in the agreement that there was no balance of rights and responsibilities of both parties, or in other words, customer’s protection was not regulated in the leasing agreement made by the company; third, in relation to the responsibility for any damage or missing occurs while the lease term is going on, the risk imposed upon the car hirer is bigger than that upon the owner or the car rental company because of the stipulation unilaterally included to the leasing agreement.


(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT yang telah mengkaruniakan kesehatan dan kelapangan berpikir kepada penulis sehingga akhirnya tulisan ilmiah dalam bentuk tesisi ini dapat juga terselesaikan oleh penulis.

Shalawat beriring salam penulis persembahkan kepada Junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa Nikmat Islam kepada kita semua.

Tesis penulis ini berjudul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP

PERJANJIAN SEWA-MENYEWA MOBIL DI CV. SHANDI MOCHA JAYA MEDAN”. Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam

mencapai gelar Magister Kenotariatan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Dalam menyelesaikan tulisan ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan yang berbahagia ini penulis ingin mengucapkan terima-kasih yang sebesar-besarnya kepada :

- Bapak Prof. DR. Runtung SH. M.Hum. selaku Dekan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

- Bapak Prof. DR. Muhammad Yamin SH. MS. selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sekaligus juga sebagai Dosen Pembimbing III Penulis.


(5)

- Bapak Notaris Syafnil Gani SH. M.Hum selaku dosen pembimbing II penulis - Ibu DR. T. Keizerina Devi A SH. CN. M.Hum selaku dosen penguji penulis - Bapak Notaris Syahril Sofyan SH. MKn selaku dosen penguji penulis

- Direktur dan Komisaris CV. Shandi Mocha Jaya Medan beserta staff dimana penelitian tesis ini dilakukan.

- Pimpinan PT. Serasi Auto Raya Cab. Medan /Trac Astra Rent A Car, PT. Pelita Armada, CV. Berkah Auto Service, CV. Karunia Indah agung beserta staff dimana penelitian tesis ini dilakukan.

- Bibi Rosnidar SH.M.Hum yang banyak membantu dalam kegiatan perkuliahan penulis

- Bapak dan Ibu Dosen dan sekaligus Staf Administrasi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

- Ibunda DR. Drg. Hj. Fazwishni Siregar Sp.Ort dan Ayahanda Ir. H. Rizal Effendi yang telah memberikan pandangan kepada penulis tentang pentingnya ilmu di hari – hari kemudian nantinya.

- Abangda Enzo Karunia ST

- Istri tercinta Dessy Agustina Harahap SH dan putriku Mocha Nada Venezia Hutasuhut, kalianlah inspirasi dan penyemangat hidupku

- Mertua Hj. Derhana Ritonga dan H. Aliander Harahap yang mendukung dan memperhatikan penulis dalam segala aspek

- Rekan-rekan se-almamater.


(6)

Akhirnya saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak, yang telah membantu penulisan tesis ini, serta tidak lupa kepada rekan-rekan peserta seminar yang memberikan kritik dan saran, guna kepentingan penyempurnaan penelitian tesis ini, dan semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2011

Shandi Izhandri NIM : 087011109

   


(7)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Shandi Izhandri

TTL : Jakarta 3 Agustus 1984

Alamat : Jalan Pembangunan gg H.Ruriz No 9 Helvetia Timur Medan Orang Tua : Ir. H. Rizal Effendi dan DR. Drg. Hj. Fazwishni Siregar Sp.Ort Istri : Dessy Agustina Harahap SH

Anak : Mocha Nada Venezia Hutasuhut

Mertua : H. Aliander Harahap dan Hj. Derhana Ritonga Pendidikan : SD Tunas Jaka Sampurna Bekasi Selatan

SLTPN 109 Jakarta Timur SLTAN 61 Jakarta Timur

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... 2

ABSTRACT... 3

KATA PENGANTAR... 4

RIWAYAT HIDUP... 7

DAFTAR ISI... 8

DAFTAR TABEL... 11

BAB I : PENDAHULUAN ………. 12

A. Latar Belakang ……… 12

B. Perumusan Masalah……….... 22

C. Tujuan Penelitian………. 22

D. Manfaat Penelitian……….... 23

E. Keaslian Penelitian……….. 23

F. Kerangka Teori dan Konsepsi……… 24

1. Kerangka Teori…………..……….………….…………...……. 24

2. Konsepsi……….………..……… 33

G. Metode Penelitian ……… 37

1. Sifat Penelitian………... 37

2. Jenis Penelitian... 37

3. Lokasi Penelitian Populasi dan Sample Penelitian…………... 37

4. Alat Pengumpulan Data……….………... 39

5. Analisis Data………..………... 39

BAB II : BENTUK PERJANJIAN SEWA MENYEWA MOBIL PADA CV. SHANDI MOCHA JAYA DAN BEBERAPA PERUSAHAAN RENTAL MOBIL DI KOTA MEDAN SEBAGAI PERBANDINGAN DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA………... 41

A. Pengertian Umum Tentang Perjanjian ………... 41

1. Sifat dan Asas Hukum Perjanjian………...……….. 43


(9)

3. Lahirnya Suatu Perjanjian ………...………..……... 56

4. Syarat Sahnya Perjanjian Sewa-Menyewa... 59

5. Pengertian Dan Unsur Sewa Menyewa... 61

6. Berakhirnya Perjanjian Sewa-Menyewa ... 69

B. Manfaat Pelaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Mobil di CV. Shandi Mocha Jaya Dan Beberapa Perusahaan Rental Mobil Sebagai Perbandingan Terhadap Hak dan Kewajiban Para Pihak……... 71

1. PT. Pelita Armada... 76

2. PT. Henry Aero Star & Rent Car... 82

3. CV. Berkah Auto Service... 86

4. CV. Karya Indah Amanah... 89

BAB III : PENERAPAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA MOBIL PADA CV. SHANDI MOCHA JAYA MENURUT HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN... 94

A. Pengertian Umum Perlindungan Konsumen……….…... 96

1. Pengertian Konsumen... 96

2. Dasar Perlindungan konsumen... 98

3. Aspek Hak dan Kewajiban Konsumen... 100

4. Aspek Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha (Dalam Hal Ini CV. Shandi Mocha Jaya)... 102

B. Asas Kebebasan Berkontrak Dan Klausul Baku Dalam Hubungannya Dengan Perjanjian Sewa Menyewa... 104

BAB IV : PERTANGGUNG JAWABAN PERUSAHAAN DAN PENYEWA MOBIL APABILA MENGALAMI KERUSAKAN ATAU KEHILANGAN DALAM MASA SEWA BERJALAN... 119

A. Risiko Pihak Penyewa Dalam Masa Sewa Berjalan Dan Hubungan Pertanggung Jawaban Dengan Perasuransian ……... 119

1. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Asuransi di Indonesia... 122

2. Perjanjian Asuransi Kerugian (Dalam Hal Ini Asuransi Kendaraan Bermotor... 125

B. Perbandingan Perjanjian Sewa Menyewa Antara CV. Shandi Mocha Jaya Dengan Beberapa Perusahaan Rental Mobil di Kota Medan Terhadap Kerusakaan Atau Kehilangan Dalam Masa Sewa Berjalan... 133

1. PT. Pelita Armada... 134

2. PT. Henry Aero Star & Rent Car... 134


(10)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN………... 138

A. Kesimpulan………... 138

B. Saran……..………... 140

DAFTAR PUSTAKA……… 141 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman TABEL I : SAMPLE PENELITIAN YANG TELAH

DITENTUKAN TERLEBIH DAHULU BERDASARKAN OBJEK PENELITIAN

SEBAGAI PERBANDINGAN ... 38 TABEL II : PERBANDINGAN BEBERAPA PERUSAHAAN

RENTAL MOBIL DI KOTA MEDAN TERHADAP KERUSAKAAN ATAU KEHILANGAN


(12)

ABSTRAK

Perjanjian sewa menyewa mobil timbul akibat proses perkembangan pembangunan didunia bisnis, hal ini juga membantu masyarakat luas untuk membuka usaha seperti penyewaan mobil tersebut yang mana tujuannya mencapai kesejahteraan disetiap individu masyarakat tersebut. Usaha penyewaan mobil atau sering disebut rental mobil disini dimaksud ialah, yang mempunyai badan hukum seperti CV atau Perseroan Terbatas (PT) yang mana disebut sebagai penyedia jasa dan pihak lain sebagai penyewa (pemakai jasa), hubungan hukum terhadap keduanyalah yang menimbulkan perjanjian sewa menyewa mobil tersebut.

Berdasarkan latar belakang masalah maka penelitian tesis ini mencakup tiga permasalahan. Pertama, Bagaimanakah bentuk perjanjian sewa menyewa mobil pada CV. Shandi Mocha Jaya dan beberapa perusahaan rental mobil dikota Medan sebagai perbandingan ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ? Kedua Bagaimanakah penerapan perjanjian sewa menyewa mobil pada CV. Shandi Mocha Jaya menurut hukum perlindungan konsumen ? Ketiga Bagaimanakah pertanggung jawaban penyewa dan perusahaan rental mobil apabila mengalami kerusakan atau kehilangan dalam masa sewa berjalan ?

Penelitian dilakukan dengan metode normatif sosiologis dengan maksud untuk memperoleh data baik dari segi prakteknya maupun dari segi ilmiahnya. Pengumpulan data primer dilakukan dikota medan dengan melakukan wawancara dengan informan. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi kepustakaan. Data yang terkumpul dianalisa secara kuantitatif yang dikualitatifkan dan kemudian disimpulkan dengan metode induktif ke deduktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertama, bentuk perjanjian sewa menyewa tersebut berasal dari asas kebebasan berkontrak, sesuai populasi dan sample dalam penelitian ini CV. Shandi Mocha Jaya masih keliru dalam menerapkan asas kebebasan berkontrak tersebut, hal ini berkaitan dengan unsur-unsur yang terdapat pada perjanjian sewa-menyewa, seperti halnya dalam keseimbangan antara para pihak terhadap hak dan kewajiban yang termuat dalam Pasal Pasal 1338 dan Pasal 1320 KUH Perdata. Kedua, perjanjian sewa menyewa tersebut cenderung dibuat secara baku (sepihak), sehingga hal tersebut lebih menguntungkan pihak perusahaan dari pada calon penyewa (konsumen), dalam hal ini konsumen hanya dapat menerima ketentuan yang dimuat dalam perjanjian tersebut atau menolaknya sehingga tidak terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban kedua belah pihak, dapat dikatakan tidak ada diatur mengenai perlindungan terhadap konsumen. Ketiga, Dilihat dari segi pertanggungjawaban atas kerusakan/kehilangan selama masa sewa berjalan maka dalam hal ini beban yang dipikul oleh penyewa akan lebih berat dibanding pemilik atau perusahaan rental mobil tersebut oleh karena ketentuan yang dimuat sepihak dalam perjanjian tersebut.


(13)

ABSTRACT

Car leasing agreement resulted from the process of business development and this activity helps the community to run their own car rental business that can bring welfare to them. This car rental business in this study is a corporate body such as CV (Commanditaire Vennootschap = limited

partnership) or PT (Perseroan Terbatas = Limited Liability Company) which is called service provider

and the other party is called car hirer (the service user. The legal relationship between the two parties is materialized in the form of car leasing agreement.

The purpose of this study was to find out the form of car leasing agreement applied by CV. Shandi Mocha Jaya and several car rental companies in Medan as comparison viewed from the Indonesia Civil Codes, to look at how the car leasing agreement was applied by CV. Shandi Mocha Jaya according to the law on consumer’s protection, and to examine what the responsibility of either the car hirer or the car rental company is just in case the rented car is damage or missing while the lease term is going on.

This study employed the sociological normative method to obtain the data covering b both practical and scientific facets. The primary data for this study were collected in Medan through interviewing the informants, and the secondary data were obtained through library research. The data obtained were quantitatively analyzed, qualitatively processed, then concluded through inductive to deductive method.

The result of this showed that, first, the form of the car leasing agreement was based on the principle of freedom to contract. According to the population and samples for this study, CV. Shandi Mocha Jaya still improperly applied the principle of freedom to contract, especially the things related to the aspects found in leasing agreement such as the balance of rights and responsibilities of both parties stated in Article 1338 and Article 1320 of the Indonesian Civil Codes; second, this leasing agreement tended to be the unilaterally made standard form that it seemed to be more beneficial for the company rather than the customer (the future car hirer), in this case, the consumer could only take or leave the stipulation stated in the agreement that there was no balance of rights and responsibilities of both parties, or in other words, customer’s protection was not regulated in the leasing agreement made by the company; third, in relation to the responsibility for any damage or missing occurs while the lease term is going on, the risk imposed upon the car hirer is bigger than that upon the owner or the car rental company because of the stipulation unilaterally included to the leasing agreement.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada saat ini diketahui bahwa Negara Indonesia dalam taraf membangun, adapun pembangunan itu merupakan usaha untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, hal ini tentunya harus diimbangi oleh peningkatan kemampuan di bidang perekonomian. Membicarakan masalah pembangunan, dewasa ini kita melihat suatu perkembangan yang menggembirakan, salah satunya dapat dilihat dibidang perdagangan, perkembangan dunia perdagangan itu sendiri yang membawa suatu konsekuensi kepada perkembangan sarana maupun prasarana yang mendukung dunia perdagangan tersebut, yang salah satunya adalah sarana pengangkutan seperti mobil.

Sarana pengangkutan seperti mobil bukan hanya sebagai penyedia jasa pengangkutan, juga merupakan kegiatan ekonomi atau siklus perekonomian dikhalayak ramai atau masyarakat luas dengan maksud dan tujuan tentunya untuk mencapai kesejahteraan disetiap indivudu masyarakat tersebut. 1

Maksud dari hal ini ialah keterkaitan antara si penyedia jasa dengan si pemakai jasa dimana terjadi hubungan menguntungkan diantaranya. Menguntungkan artinya bagi pihak penyedia jasa tentunya mendapat imbalan berupa uang dari jasa

1

Mobil dapat dijadikan salah satu usaha meningkatkan perekonomian, diakses tanggal 19 Juni 2010. <http://kelompokusaha.blogspot.com/2007/05/mobil-dapat-dijadikan-salah-satu-usaha-meningkatkan-perekonomian.html.>


(15)

yang telah diberikannya kepada pihak pemakai jasa tersebut, dan pihak pemakai jasa juga mendapat keuntungan oleh karena telah tercapai maksud dan tujuannya.2

Dalam hal tersebut, seiring dengan berjalannya pembangunan seperti hal yang disebut diatas, banyak masyarakat umum membuka suatu usaha penyediaan jasa pengangkutan atau yang berkaitan dengan penyewaan angkutan (dalam hal ini mobil) yang juga sering disebut perusahaan-perusahaan rental mobil.

Perusahaan rental mobil ini kenyataannya dapat membantu perekonomian para pengusaha yang bergerak dibidang jasa ini. Tidak hanya itu seperti uraian diatas, bahwa hal lain yang menguntungkan juga kepada si pemakai jasa tersebut. Dimana si pemakai jasa atau si penyewa mobil dapat leluasa menjalankan urusannya karena telah mendapat fasilitas yang diberikan oleh perusahaan rental mobil tersebut. Misalnya saja pemakai jasa tersebut bukanlah orang yang berdomisili di suatu daerah dimana tempat perusahaan rental mobil tersebut berada, melainkan orang yang datang dari daerah lain karena hal-hal yang berkaitan dengan tugas atau urusan lain yang membutuhkan transportasi darat seperti mobil untuk menuju ketempat tujuan nantinya.

Melihat hal tersebut, peneliti merasa tertarik untuk membahas masalah pengangkutan yakni tertuju pada perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa penyewaan mobil atau disebut juga rental mobil, sebagai suatu sarana yang banyak dibutuhkan seiring dengan perkembangan pembangunan dewasa ini. Karena dalam hal ini penulis melihat akan banyak dijumpai persoalan-perseoalan yang

2


(16)

berkaitan dengan hukum yang nantinya akan bermanfaat juga bagi pengusaha-pengusaha atau perusahaan rental mobil dan masyarakat luas tentunya.

Salah satu persoalan dalam hal ini ialah mengenai bentuk perjanjian sewa-menyewa oleh para pihak, baik pihak perusahaan sebagai penyewa atau pihak si pemakai jasa dalam hal ini si menyewa. Sebelum mengupas mengenai apa dan bagaimana pelaksanaan perjanjian menyewa itu, yang dalam hal ini objek sewa-menyewa tersebut adalah jasa pengangkutan mobil, sebaiknya di latar belakang ini peneliti menguraikan bahwa perjanjian sewa-menyewa tersebut berlandaskan pada suatu pendirian badan hukum artinya pihak penyedia jasa atau pihak penyewanya haruslah berbentuk perusahaan, baik Persero (PT) maupun Persero Komanditer (CV) dan individual (seseorang) maupun badan hukum sebagai pihak pemakai jasa atau si menyewanya. Karena dalam hal sewa-menyewa individu (seseorang) dengan individu lainnya (seseorang lainnya) dapat melakukan perjanjian sewa-menyewa tersebut asalkan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang terkait didalamnya. Hal ini bertujuan untuk membatasi ruang lingkup pembahasan nantinya.

Selanjutnya dalam hal sewa-menyewa ini maka para pihak tersebut tentunya akan dibuat suatu perjanjian yang khusus berlaku bagi mereka. Istilah ”perjanjian” dalam ”hukum perjanjian” merupakan kesepadanan dari istilah ”Overeenkomst” dalam bahasa Belanda, atau ”Agreement” dalam bahasa inggris.3 Karena itu, istilah ”hukum perjanjian” mempunyai cakupan yang lebih sempit dari istilah ”hukum

3

Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001. Hal 2


(17)

perikatan”. Jika dengan istilah ”hukum perikatan” dimaksudkan untuk mencakup semua bentuk perikatan dalam buku ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang selanjutnya dalam hal ini disingkat menjadi KUH Perdata, jadi termasuk ikatan hukum yang berasal dari perjanjian dan ikatan hukum yang terbit dari undang-undang, maka dengan istilah ”hukum perjanjian” hanya dimaksudkan sebagai pengaturan tentang ikatan hukum dari perjanjian saja.4 Suatu perjanjian adalah semata-mata suatu persetujuan yang diakui oleh hukum. Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok dalam dunia usaha, dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang.5

Sebagaimana diketahui bahwa, perjanjian itu ada bermacam-macam, ada ”perjanjian bernama” (benoemd verbintennis) dan ada ”perjanjian tidak bernama” (onbenoemd verbintennis). Perjanjian bernama diatur dalam titel V-XVIII Buku III KUH Perdata, seperti jual beli, sewa-menyewa dan lain sebagainya. ”Perjanjian tidak bernama” adalah perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata, tetapi ada di dalam kehidupan masyarakat. Misalnya, sewa beli. Perjanjian ini lahir dalam praktek, karena kita ketahui bahwa hukum perjanjian menganut asas kebebasan berkontrak dimana KUH Perdata memberikan pedoman tentang perjanjian tidak bernama ini pada Pasal 1319 KUH Perdata yang berbunyi: “Semua persetujuan, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum.

4

ibid

5


(18)

Ketentuan umum pada pasal tersebut di atas ialah dapat terlihat jelas dari Pasal 1338 ayat 1 KUH perdata: “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya“. Dari uraian tersebut, maka perjanjian sewa-menyewa mobil ini termasuk perjanjian bernama yang diatur dalam Buku III Bab VII mengenai sewa-menyewa. Tetapi oleh karena hukum perjanjian menganut asas kebebasan berkontrak, maka penulis ingin mengetahui sejauh mana para pihak mempergunakan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam KUH Perdata tersebut dan menerapkannya dalam perjanjian sewa-menyewa mobil. KUH Perdata memberikan pengertian bahwa kontrak adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.6

Penerapan ketentuan mengenai perjanjian sewa-menyewa tersebut tentunya dijumpai dalam KUH Perdata Buku ke 3 mengenai perjanjian dalam. Sewa-menyewa ini ada bermacam-macam, ada sewa-menyewa rumah, tanah, maupun barang-barang lainnya yang dapat dijadikan obyek sewa-menyewa. Penulis disini membatasi diri, hanya membahas mengenai sewa-menyewa mobil. Hal ini perlu untuk menghindarkan salah tafsir mengenai apa yang akan dibahas dalam tesis ini.

Menurut R. Subekti, pengertian sewa-menyewa yang diatur dalam Pasal 1548 KUH Perdata adalah: “Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari suatu barang selama suatu waktu tertentu dan dengan membayar suatu harga yang oleh pihak yang

6


(19)

tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya“.7

Mengingat banyaknya perusahaan penyewaan mobil tersebut, peneliti tertarik mengangkat persoalan-persoalan hukum yang ada pada suatu perusahaan. Perusahaan sebagaimana dimaksud ialah perusahaan yang bernama CV. Shandi Mocha Jaya, berkedudukan di Kota Medan. Sebagai perbandingan nantinya akan diteliti pula beberapa perusahaan rental mobil sebagai pendukung dalam kesempurnaan penelitian ini.

Pasca penulisan penelitian ini, sebelumnya telah dilakukan penelitian pendahuluan oleh peneliti sebagai pendukung dalam hal pelaksanakan penelitian nantinya. Oleh karenanya dapat diuraikan bahwa perusahaan CV. Shandi Mocha Jaya pada saat ini mengalami permintaan rental mobil yang semakin lama semakin meningkat, seiring nama baik dan meluasnya relasi. Dapat diuraikan bahwa pada bulan pertama CV. Shandi Mocha Jaya menerima permintaan rental mobil sebanyak 15 (lima belas) unit perbulan. Selanjutnya pada bulan berikutnya meningkat menjadi 25 (dua puluh lima) unit perbulan. Sampai akhirnya saat ini menjadi 190 (seratus sembilan puluh) unit per bulan.8

Oleh karena hal tersebutdiatas pula lah yang melatar belakangi pertumbuhan dan perkembangan khususnya dibidang perekonomian yang tujuannya adalah mencapai kesejahteraan. Tetapi kenyataanya sampai saat sekarang belum dapat ditemui pengaturan hukum yang jelas dalam pelaksanaan kegiatan sebagaimana

7

R. Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni Bandung, 1979 II. Hal 7

8

Hasil wawancara dengan Ibu Derhana Ritonga, Komisaris pada CV. Shandi Mocha Jaya, Medan, 23 Juni 2010.


(20)

dimaksud. Misalnya saja seringnya dijumpai pertikaian mengenai tanggung jawab atas perjanjian sewa-menyewa yang telah disepakati antara kedua belah pihak yang berjanji tersebut atau muncul konflik-konflik baru yang berkaitan dengan perjanjian sewa-menyewa antara kedua belah pihak, sampai-sampai berurusan juga dengan pihak yang berwajib atau aparatur penegak hukum seperti polisis, bahkan ada juga yang harus diselesaikan melalui pengadilan atau jalur litigasi. Hal ini tentunya akan menguras waktu yang lama dan juga menggorbankan uang yang banyak jumlahnya untuk proses penyelesaiannya. Yang tidak lain permasalahan tersebut timbul oleh karena kurang sempurnanya pengaturan hukum yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan ini.

Pada dasarnya sewa-menyewa merupakan masalah pokok dalam hukum perdata dan merupakan bagian dari hukum perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata yang menganut asas konsensualisme. Artinya ialah hukum perjanjian menganut suatu asas bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan perjanjian itu sudah ada pada saat terjadinya konsensus tersebut.9 Hal lain ialah pada suatu objek yang diperjanjikan, yang dalam hal ini adalah jasa transportasi atau mobil sebagai satu prasarana pengangkutan. Mobil merupakan alat angkutan atau transportasi yang sekarang ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk melakukan aktivitas berpergian, tetapi dalam masa sulit, bagi sebahagian orang, mobil merupakan barang mewah yang mahal untuk dibeli oleh sebab itu, masyarakat memilih cara lain yaitu dengan melakukan penyewaan yang menurut mereka lebih

9


(21)

sanggup untuk menyewanya. Dan dari peristiwa ini juga akan timbul suatu hubungan hukum antara masyarakat (konsumen) sebagai pemakai jasa atau penyewa dan pihak perusahaan rental atau si menyewakan jasa tersebut (dalam hal ini mobil), sehingga perbuatan sewa-menyewa ini dinamakan sebagai satu perikatan.

Dalam penyewaan mobil dapat terjadi hal yang tidak diinginkan baik pihak penyewa maupun yang menyewakan seperti kerusakan pada mobil maupun kehilangan. Di dalam perjanjian sewa-menyewa mobil ini, masalah risiko dalam masa sewa berjalan pihak si pemberi sewa dalam hal ini CV. Shandi Moca Jaya dengan tegas menyatakan di dalam Surat Perjanjian, bahwa pihaknya sudah mengalihkan risiko ke pihak perusahaan asuransi pemilik akan memperbaiki kembali dengan mempergunakan uang asuransi.10

Dalam prakteknya, pihak penyewa atau pemakai jasa tersebut tidak dapat menentukan kapan dan akan mengetahui hal-hal yang menyebabkan kerugian. Sebut saja sebagai contoh misalnya terjadi kecelakaan/kehilangan yang menyebabkan kerusakan/kerugian dalam masa sewa berjalan diwajibkan membayar “Own Risk” (OR) agar dapat diklaim asuransi diperbaiki ke bengkel.11

Perjanjian sewa menyewa di CV Shandi Mocha Jaya menggunakan perjanjian baku atau sepihak.12 Maksud dari perjanjian baku atau sepihak disini ialah dimana konsumen hanya dapat memilih untuk menyetujui kontrak yang ditawarkan atau tidak

10

Hasil wawancara dengan Ibu Derhana Ritonga, Komisaris pada CV. Shandi Mocha Jaya, Medan, 23 Juni 2010.

11

Ibid.

12


(22)

menyetujuinya yang dikenal juga dengan istilah “take it or leave it contract”13.

Hubungan hukum yang terjadi dengan menggunakan perjanjian dengan syarat-syarat baku (al-gemenevoorwaarden atau standart contract), sebagaimana dimaksud memberikan bermacam-macam batasan diantaranya: ”Perjanjian dengan syarat-syarat baku adalah syarat-syarat konsep tertulis yang dimuat dalam beberapa perjanjian yang masih akan dibuat, yang jumlahnya tidak tertentu, tanpa membicarakan lebih dahulu isinya”.14

Pengertian lain dari perjanjian baku yaitu :

1. perjanjian yang di dalamnya dibakukan syarat eksonerasi dan ditungkan dalam bentuk formulir yang bermacam-macam bentuknya.15

2. perjanjian yang menjadi tolak ukur yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap konsumen yang mengadakan hubungan hhukum dengan pengusaha. Yang distandardisasikan atau dibakukan adalah meliputi model, rumusan, dan ukuran.16

Isi dari perjanjian sewa-menyewa mobil antara CV Shandi Mocha Jaya dengan penyewa atau konsumen ditentukan dan dibuat secara sepihak oleh CV Shandi Mocha Jaya. Oleh karena itu kedudukan antara CV Shandi Mocha Jaya dengan penyewa atau konsumen tidak seimbang. Maka perlu kiranya hak-hak konsumen dilindungi, agar konsumen tidak dirugikan dalam perjanjian tersebut.

13

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994, hal. 48

14

E.H. Hondius, Syarat-syarat Baku dalam Hukum Kontrak, termuat dalam Compendium Hukum Belanda, Yayasan Kerjasama Ilmu Hukum Indonesia-Belanda, s-Gravenhage 1978, hal.140.

15

Mariam Darus Badrulzaman, Op Cit, hal. 46

16

Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Citra Aditya Bakti, 1992, hal. 6.


(23)

Banyak ahli hukum menilai perjanjian baku sebagai perjanjian yang tidak sah, cacat dan bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak. Namun demikian perjanjian baku sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis karena para pengusaha akan memperoleh efisiensi dalam pengeluaran biaya dan waktu, selain itu perjanjian baku berlaku di masyarakat sebagai suatu kebiasaan17.

Sebagaimana uraian-uraian terdahulu di atas, maka tergambarlah bahwa dalam hal ini peneliti telah menentukan judul dan topik penelitian yang berkaitan mengenai seluruh objek perjanjian maupun aspek-aspek terkait dalam hukum perjanjian sewa-menyewa, baik itu pengaturan perjanjian secara umum dalam KUH Perdata maupun pengaturan perjanjian yang timbul oleh adanya kesepakatan bersama antara para pihak yang dituangkan dalam perjanjian khusus diantara mereka, dan hal lain yang mungkin terkait terhadap penerapan perjanjian sewa-menyewa tersebut seperti permasalahan perlindungan hukum yang ditinjau dari segi perlindungan konsumen, pertanggung jawaban yang mungkin berkaitan pula terhadap perasuransian dan hal-hal lainnya juga. Berdasarkan uraian diatas telah tergambar permasalahan-permasalahan yang perlu diteliti, oleh karenanya perlulah diadakan penelitian untuk melihat bagaimana Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Sewa Menyewa Mobil di CV Shandi Mocha Jaya.

17

Abdul Kadir Muhammad, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Citra Aditya Bandung, 1992, hal 2


(24)

B. Perumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang tersebut diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian18 ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah bentuk perjanjian sewa menyewa mobil pada CV. Shandi Mocha Jaya dan beberapa perusahaan rental mobil dikota Medan sebagai perbandingan ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ?

2. Bagaimanakah penerapan perjanjian sewa menyewa mobil pada CV. Shandi Mocha Jaya menurut hukum perlindungan konsumen ?

3. Bagaimanakah pertanggung jawaban penyewa dan perusahaan rental mobil apabila mengalami kerusakan atau kehilangan dalam masa sewa berjalan ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bentuk perjanjian sewa menyewa mobil pada CV. Shandi Mocha Jaya ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2. Untuk mengetahui penerapan perjanjian sewa menyewa mobil pada CV. Shandi Mocha Jaya menurut hukum perlindungan konsumen.

3. Untuk mengetahui pertanggung jawaban penyewa dan perusahaan rental mobil apabila mengalami kerusakan atau kehilangan dalam masa sewa berjalan.

18

M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, hal 38


(25)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis

1. Secara Teoretis

a. Sebagai bahan informasi bagi akademisi maupun bahan perbandingan bagi para peneliti lanjutan.

b. Sebagai bahan pengembangan ilmu khususnya hukum perjanjian 2. Secara Praktis

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dan pemasukan bagi para pihak dalam lebih memahami permasalahan dalam rental mobil, baik itu masyarakat pada umumnya dan kalangan bisnis pada khususnya, ataupun pihak-pihak lain yang berkepentingan sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian sewa menyewa.

E. Keaslian Penelitian

Sepanjang penuils ketahui atau berdasarkan informasi yang ada dan penelusuran kepustakaan khususnya di lingkungan sekolah Pasca Sarjana, Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, Medan, bahwa belum ada penelitian sebelumnya dengan judul “Tinjauan Yuridis Perjanjian Sewa Menyewa Mobil di


(26)

Akan tetapi dalam penelurusan tersebut ada judul yang menangkat mengenai perjanjian sewa-menyewa, namun permasalahan dan bidang kajiannya sangat jauh berbeda, yaitu :

1. Tesis atas nama Karya Mahmud Khaiyath, dengan judul “Pembatalan Perjanjian Sewa Menyewa Rumah Secara Sepihak Menurut Hukum Perjanjian (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan).

2. Tesis atas nama Syafridawati Tarigan, dengan judul “Perjanjian Sewa Menyewa Ruangan Bandara Udara Pada PT. (PERSERO) Angkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan Dengan Perusahaan Penerbangan Mandala Airlines Cabang Medan.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian19

Kelangsungan perkembangan ilmu hukum senantiasa bergantung pada unsur-unsur berikut antara lain metodologi, aktivitas penelitian, imajinasi sosial dan juga sangat ditentukan oleh teori20. Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan

19

M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, Cetakan ke I, 1994, hal 80

20


(27)

mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkan pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.

Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis. Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.21 Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.22

Teori diartikan sebagai ungkapan mengenal kausal yang logis di antara perubahan (variabel) dalam bidang tertentu, sehingga dapat di gunakan sebagai kerangka pikir (frame of thinking) dalam memahami serta menangani permasalahan yang timbul dalam bidang tersebut.

Fungsi teori dalam penelitian adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaska gejala yang di amati.23 Oleh karenanya dalam penelitian ini digunakan teori keadilan sebagai pisau analitis. Teori keadilan ini dipelopori oleh Aristoteles, pandangan-pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa kita dapatkan dalam karyanya nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Lebih khususnya, dalam buku nicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan, yang berdasarkan filsafat umum Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat hukumnya, “karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya

21

J.J.J M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, UI Press Jakarta, 1996, hal 203

22

Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi, dan Tesis, Andi, Yogyakarta, 2006, hal 6

23

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal. 35.


(28)

dengan keadilan”. Yang sangat penting dari pandanganya ialah pendapat bahwa keadilan mesti dipahami dalam pengertian kesamaan. Namun Aristoteles membuat pembedaan penting antara kesamaan numerik dan kesamaan proporsional. Kesamaan

numerik mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit. Inilah yang sekarang

biasa kita pahami tentang kesamaan dan yang kita maksudkan ketika kita mengatakan bahwa semua warga adalah sama di depan hukum. Kesamaan proporsional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuannya, prestasinya, dan sebagainya. Dari pembedaan ini Aristoteles menghadirkan banyak kontroversi dan perdebatan seputar keadilan. 24

Aritoleles dalam bukunya “Rhetorica” mengatakan bahwa tujuan dari hukum adalah menghendaki keadilan semata-mata dan isi dari pada hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan apa yang dikatakan tidak adil. Menurut teori ini hukum mempunyai tugas suci dan luhur yaitu dengan memberikan keadilan kepada setiap orang yang berhak ia terima serta memerlukan peraturan tersendiri bagi tiap-tiap kasus. Untuk terlaksananya hal tersebut maka menurut teori ini hukum harus membuat apa yang dinamakan “Algemeene Regel” (peraturan/ketentuan umum) yang mempunyai sifat sebagai berikut:

a. Adanya paksaan dari luar (sanksi) dari penguasa yang bertugas mempertahankan dan membina tata tertib masyarakat dengan perantara alat-alatnya.

24

Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Bandung: Nuansa dan Nusamedia, 2004, hal. 24.


(29)

b. Sifat Undang-Undang yang berlaku bagi siapa saja.

Namun demikian dalam praktek apabila kepastian hukum dikaitkan dengan keadilan, maka akan kerap kali tidak sejalan satu sama lain. Adapun hal ini dikarenakan di satu sisi tidak jarang kepastian hukum mengabaikan prinsip-prinsip kepastian hukum, Kemudian apabila dalam prakteknya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, maka keadilan pada umumnya lahir dari hati nurani pemberi keadilan sedangkan kepastian hukum lahir dari sesuatu yang konkrit.25

Roscoe Pound menyatakan hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.26 Berarti bahwa hukum itu mencerminkan nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat. Dari pandangan Pound ini dapat disimpulkan bahwa unsur normatif (ratio) dan empirik (pengalaman) dalam suatu peraturan hukum harus ada. Kedua-duanya adalah sama perlunya. Artinya, Hukum yang ada pada dasarnya berasal dari gejala-gejala atau nilai-nilai dalam masyarakat sebagai suatu pengalaman, kemudian dikonkretisasi menjadi norma-norma hukum melalui tangan–tangan para ahli hukum sebagai hasil kerjanya ratio, yang seterusnya dilegalisasi atau diberlakukan sebagai hukum oleh Negara.27

Menurut Roscoe Pound keadilan dikonsepsikan sebagai hasil- hasil konkrit yang bisa diberikan kepada masyarakat. Dimana hasil yang di peroleh itu hendaknya

25

ibid

26

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung, 2007, hal 66

27

Mulhadi, Relevansi Teori Sociological Jurisprudence dalam Upaya Pembaharuan Hukum di Indonesia, Medan, 2005, hal 9


(30)

berupa pemuasan kebutuhan manusia tersebut, maka akan semakin efektif menghindari pembenturan anatara manusia.28

Selanjutnya penelitian ini juga menggabungkan teori keadilan sebagaimana telah disebut diatas, dengan teori hasrat (Will Theory) yang menekankan kepada pentingnya “hasrat” dari pihak yang memberikan janji. Ukuran dari eksistensi, kekuatan berlaku, dan substansi dari suatu kontrak diukur dari hasrat tersebut. Jadi yang terpenting adalah “manifestasi” dari kehendak para pihak, bukan kehendak yang “aktual” dari mereka. Jadi suatu kontrak mula-mula dibentuk dahulu, sedangkan pelaksanaan kontrak merupakan persoalan belakangan29

Menurut Subekti, “perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.30

Menurut R. Wirjono Prodjodikoro, mendefinisikan “perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”.31

Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa “definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap dan pula terlalu luas”. Perjanjian mengandung pengertian yaitu: suatu hubungan Hukum

28

Keadilan dan kepastian hukum, http://yahyazein.blogspot.com/2008/07/keadilan-dan-kepastian-hukum.html diakses pada tanggal 26 Mei 2010

29

Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001. Hal 5

30

R. Subekti, Op Cit, Hal 5

31


(31)

kekeayaan/harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.

Dari uraian singkat di atas dijumpai di dalamnya beberapa unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain hubungan hukum (rechtsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi. Kalau demikian, perjanjian adalah hubungan hukum (rechtsbetrekking) yang oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan cara perhubungannya. Oleh karena itu perjanjian yang mengandung hukum antara perorangan adalah hal-hal yang terletak dan berada dalam lingkungan hukum.

Itulah sebabnya hubungan hukum dalam perjanjian, bukan suatu hubungan yang bisa timbul dengan sendirinya seperti yang kita jumpai dalam harta benda kekeluargaan. Dalam hubungan hukum kekayaan keluarga, dengan sendirinya timbul hubungan hukum antara anak dengan kekayaan orangtuanya seperti yang diatur dalam hukum waris. Lain halnya dalam perjanjian. Hubungan hukum antara pihak yang satu dengan pihak yang lain tidak bisa timbul dengan sendirinya. Hubungan itu tercipta oleh karena adanya “tindakan hukum”(rechtshandeling). Tindakan/perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak pihaklah yang menimbulkan hubungan hukum perjanjian, sehingga terhadap satu pihak diberi hak oleh pihak yang lain untuk memperoleh prestasi. Sedangkan pihak yang lain itupun menyediakan diri dibebani dengan “kewajiban” untuk menunaikan prestasi. Jadi satu pihak memperoleh prestasi


(32)

“hak/recht” dan pihak sebelah lagi memikul menyerahkan/menunaikan prestasi

“kewajiban/pdicht”. Prestasi ini adalah “objek” atau “voorwerp”, tanpa prestasi,

hubungan hukum yang dilakukan berdasar tindakan hukum; sama sekali tidak mempunyai arti apa-apa bagi hukum perjanjian. Pihak yang berhak atas prestasi mempunyai kedudukan sebagai “schuldeiser” atau kreditur”. Pihak yang wajib menunaikan prestasi berkedudukan sebagai “schuldenaar” atau “debitur”.

Vermogenrecht (hukum kekayaan) yang bersifat pribadi dalam perjanjian/verbintenis

baru bisa tercipta apabila ada "tindakan hukum" (rechtshandeling).

Sekalipun yang menjadi objek atau voorwerp (voorwerp der verbintenis) itu merupakan benda, namun hukum perjanjian hanya mengatur dan mempermasalahkan hubungan benda/kekayaan yang menjadi objek perjanjian antara “pribadi tertentu” (bepaalde persoon). Sedangkan pengertian lain tentang perjanjian yaitu pada pasal 1313 KUH Perdata. Menurut ketentuan pasal ini, “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Ketentuan pasal ini sebenarnya kurang begitu memuaskan, karena ada beberapa kelemahan, seperti diuraikan berikut ini.

1) Hanya menyangkut sepihak saja. Hal ini diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata kerja “mengikatkan” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya perumusan itu “saling mengikatkan diri”.


(33)

2) Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus. Dalam pengertian "perbuatan" termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa (zaakwaameming), tindakan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang tidak mengandung suatu konsensus. Seharusnya dipakai kata “persetujuan”.

3) Pengertian perjanjian terlalu luas. Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut diatas terlalu luas, karena mencakup juga pelangsungan perkawinan, janji kawin, yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang di kehendaki oleh buku ketiga KUH Perdata sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan perjanjian yang bersifat personal.

4) Tanpa menyebut tujuan. Dalam perumusan pasal itu tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri tidak jelas untuk apa.

Dalam defenisi yang dikemukakan diatas, secara jelas terdapat konsensus antara pihak-pihak. Pihak yang satu setuju dan pihak yang lainnya juga setuju untuk melaksanakan sesuatu, kendatipun pelaksanaan itu datang dari satu pihak, misalnya dalam perjanjian pemberian hadiah (hibah). Dengan perbuatan memberi hadiah itu, pihak yang diberi hadiah setuju untuk menerimanya, jadi ada konsensus yang saling mengikat.


(34)

Perjanjian yang dibuat itu dapat berbentuk kata-kata secara lisan, dapat pula dalam bentuk tertulis berupa satu akta. Perjanjian yang dibuat secara tertulis (akta) biasanya untuk kepentingan pembuktian, misalnya polis pertanggungan.

Hukum perjanjian merupakan peristiwa hukum yang selalu terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga apabila ditinjau dari segi yuridisnya, hukum perjanjian itu tentunya mempunyai perbedaan satu sama lain dalam arti kata bahwa perjanjian yang berlaku dalam masyarakat itu mempunyai coraknya yang tersendiri pula. Corak yang berbeda dalam bentuk perjanjian, merupakan bentuk atau jenis dari perjanjian. Bentuk atau jenis perjanjian tersebut, tidak diatur secara terperinci dalam undang-undang, akan tetapi dalam pemakaian hukum perjanjian oleh masyarakat dengan penafsiran pasal dari KUH Perdata terdapat bentuk atau jenis yang berbeda.

Pada dasarnya, perjanjian sewa-menyewa mobil mempergunakan ketentuan yang terdapat dalam KUH Perdata, namun dalam satu hal mereka (para pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian), tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam KUH Perdata sesuai dengan asas konsensualisme (kebebasan) yang dianut dalam hukum perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.

Maka dalam hal meminta pertanggung-jawaban para pihak jika mobil yang disewakan mengalami kerusakan akan dilihat terlebih dahulu kepada susunan peristiwa penyebab timbulnya kerusakan tersebut. Jika memang jelas kelihatan bahwa ada pihak yang telah melalaikan kewajibannya dan dengan sebab tersebut terjadi kerusakan maka pihak tersebutlah yang menanggung kerugian.


(35)

2. Konsepsi

Suatu konsep merupakan “abstraksi”32 mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu”.33 Selain itu, dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian, perlu dirumuskan serangkaian pengertian yang dimaksud dalam penelitian ini sebagai berikut:

b. Perjanjian sewa menyewa adalah suatu persetujuan yang dilakukan antara CV. Shandi Mocha Jaya dengan pihak kedua, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kenikmatan dari suatu barang selama waktu tertentu kepada pihak yang lainnya dengan disanggupi pembayarannya.34

c. Para pihak adalah pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian sewa-menyewa mobil, sesuai surat perjanjian sewa-menyewa mobil yang masing-masing dikeluarkan oleh perusahaan rental mobil/sebagai penyedia jasa.35

d. Mobil adalah alat transportasi atau pengangkutan yang dijadikan obyek sewa menyewa untuk dinikmati kegunaannya.36

32

Abstraksi berarti proses atau perbuatan memisahkan; keadaan linglung; metode untuk mendapatkan hukum atau pengertian melalui penyaringan terhadap gejala atau peristiwa sehingga menunjukkan sebab akibat atau penegertian umum., Kamus Bahasa Indonesia, ed.2-cet.10, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000, hal. 3

33

Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal. 19

34

Indonesia, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) ,diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet.8, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1976), Pasal 1548

35

Lihat lamipran, perjanjian sewa-menyewa mobil oleh beberapa perusahaan rental mobil.

36


(36)

e. Risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu peristiwa yang terjadi di luar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa barang yang menjadi objek perjanjian.37

Mengenai masalah risiko, di dalam KUH Perdata diatur dalam Pasal 1553 KUH Perdata, yang mengatakan “bahwa di dalam sewa-menyewa, risiko mengenai barang yang dipersewakan ditanggung oleh si pemilik barang“, dalam hal ini adalah pihak yang menyewakan.

Semua mobil dari CV. SHANDI MOCHA JAYA telah diasuransikan pada perusahaan-perusahaan asuransi ternama seperti Jasa Raharja, Garda Oto, Jaya Proteksi, dan sebagainya.38

f. Perjanjian baku adalah suatu perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya pada perjanjian itu.

Pendapat Asser menyatakan bahwa “setiap orang yang menandatangani perjanjian baku, bertanggung jawab pada isi dan apa yang ditanda tanganinya". Jika ada orang yang membubuhkan tanda tangan pada formulir perjanjian baku, maka tanda tangan itu akan membangkitkan kepercayaan bahwa yang bertanda tangan mengetahui dan menghendaki isi dari formulir yang telah ditanda tanganinya. Tidak mungkin seseorang menandatangani apa yang tidak diketahui isinya.39

37

R. Subekti, Op Cit, hal. 67

38

Hasil wawancara dengan Ibu Derhana Ritonga, Komisaris pada CV. Shandi Mocha Jaya, Medan, 23 Juni 2010.

39


(37)

g. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.40

h. CV. SHANDI MOCHA JAYA adalah suatu persekutuan komanditer yang bergerak dibidang jasa penyewaan mobil. Bermula pada akhir tahun 2004, sewa-menyewa mobil diawali dengan satu unit mobil saja, dan pemasaran kepada konsumen dilakukan dari mulut ke mulut.41

Seiring berjalannya waktu dan sebagai respon terhadap permintaan pasar atau konsumen yang semakin meningkat, didaftarkanlah CV. SHANDI MOCHA JAYA kepada notaris pada tanggal 26 Juli 2008. Barang atau Mobil ditambah demi memuaskan konsumen sebanyak 8 (delapan) unit. Karena bergerak dibidang jasa penyewaan mobil, maka hal-hal seperti perawatan kendaraan, asuransi kenderaan, kendaraan pengganti, layanan darurat dan perpanjangan STNK merupakan cakupan layanan jasa standar yang disediakan. Jasa yang disediakan juga meliputi pengemudi yang telah diberi program pelatihan mengemudi yang aman dan baik, serta etika kerja dan sikap mental yang positif.

Pengemudi atau karyawan CV. SHANDI MOCHA JAYA, sekarang ini berjumlah 8 (delapan) orang yang memiliki SIM A yang masih berlaku mendapatkan

40

Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal 1. “Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut Undang-Undang Perlindungan Konsumen/UUPK) tersebut cukup memadai. Kalimat yang menyatakan segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen”.

41

Hasil wawancara dengan Ibu Derhana Ritonga, Komisaris pada CV. Shandi Mocha Jaya, Medan, 23 Juni 2010.


(38)

gaji perbulannya dan demi kesejahteraan karyawan, CV. SHANDI MOCHA JAYA terdaftar pada asuransi kesehatan dan kecelakaan tenaga kerja JAMSOSTEK.

Asas kebebasan berkontrak (contractvrijheid) berhubungan dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan menentukan “apa” dan dengan “siapa” perjanjian itu diadakan. Perjanjian yang diperbuat sesuai Pasal 1320 KUH Perdata mempunyai kekuatan mengikat. Dengan demikian maka, kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting di dalam Hukum Perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia

Penulis dalam hal ini cenderung mengikuti apa yang dikemukakan oleh Prof. Mariam Darus, bahwa perjanjian baku atau klausula baku yang terdapat pada peranjian sewa-menyewa mobil antara CV. SHANDI MOCHA JAYA dengan penyewa mobil (konsumen) adalah bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab.

Kesepakatan yang tercipta pada perjanjian sewa-menyewa mobil itu bukan merupakan hasil murni dari tawar-menawar antara penyewa mobil di satu pihak dengan CV. Shandi Mocha Jaya di pihak lainnya. Perbedaan posisi para pihak ketika perjanjian sewa-menyewa mobil itu disepakati adalah tidak adanya kesempatan pihak penyewa mobil untuk mengadakan "real bargaining" dengan pihak CV. Shandi Mocha Jaya. Penyewa mobil hanya mempunyai pilihan "take it" atau "leave it".42

42

Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal 84.


(39)

G. Metode Penelitian

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap sesuatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat atau faktor-faktor tertentu, maksudnya hasil data penelitian diolah, dianalisa dan selanjutnya diuraikan secara cermat terhadap aspek-aspek hukum perlindungan yang diberikan kepada para pihak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 43

2. Jenis Penelitian

Dalam penelitian hukum ini dilakukan pendekatan normatif (yang berkaitan dengan sinkronisasi hukum) dan sosiologis (yang berkaitan dengan efektifitas hukum).44 Digabungkannya pendekatan normatif (legal resereach) dan empiris atau sosiologis secara sekaligus dimaksudkan untuk lebih mendapatkan hasil penelitian yang lebih memadai, sebab dengan cara ini akan diperoleh data baik dari segi prakteknya maupun teori ilmiahnya.

3. Lokasi penelitian Populasi dan Sample Penelitian

Penelitian ini dilakukan dikota Medan Ibukota Provinsi Sumatera Utara dengan pertimbangan bahwa kota Medan saat ini termasuk kota pertumbuhan dan penggembangan ekonomi yang baik, juga sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia.

43

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta 1997, h. 36

44

Bambang Sunggono; Metode Penelitian Hukum, Penerbit PT. Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 41.


(40)

Populasi adalah seluruh obyek atau gejala atau kejadian yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah CV. Shandi Mocha Jaya.

Sample penelitian dalam hal ini telah ditentukan terlebih dahulu berdasarkan objek yang diteliti (purposive sampling), antara lain beberapa perusahaan rental mobil di Medan sebagai perbandingan yang digambarkan dalam tabel berikut ini :

TABEL I

SAMPLE PENELITIAN YANG TELAH DITENTUKAN TERLEBIH DAHULU BERDASARKAN OBJEK PENELITIAN SEBAGAI

PERBANDINGAN

NO NAMA PERUSAHAAN ALAMAT JUMLAH ARMADA

1.

2.

3.

4.

PT. Pelita Armada

PT. Serasi Auto Raya Cabang Medan /Trac Astra Rent A Car CV. Berkah Auto Service

CV. Karya Indah Amanah

Jl. Setia Budi Komp. Tasbi Blok Mm No. 19

Medan Jl. Gatot Subroto

No.151 Medan Jl. T. Amir Hamzah No. 65

Medan Jl. Tuar No. 7

Medan

250 Unit

1400 Unit

60 Unit

40 Unit

Sumber : Data Primer yang diolah, 2010

Dalam hal ini berguna sebagai kesempurnaan penelitian nantinya, juga sebagai dasar perbandingan terhadap perusahaan rental mobil lainnya sesuai dengan


(41)

gejala yang timbul pada penelitian ini, yang mana mencakup seluruh pihak-pihak yang terkait dalam hubungan hukum terhadap perjanjian sewa menyewa mobil tersebut.

4. Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan studi dokumen yakni dengan melakukan studi kepustakaan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Bahan hukum primer yaitu Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Dokumen Perusahaan, KUHPerdata, dan peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan materi penelitian. Bahan hukum sekunder adalah buku-buku literatur, tulisan para ahli, dan hasil penelitian yang berupa laporan tertulis. Bahan hukum tertier adalah berupa kamus dan ensiklopedia, majalah, jurnal atau surat kabar yang berkaitan.

5. Analisis Data

Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.45

Untuk itu setelah data primer dan data sekunder selesai dikumpulkan dan disusun secara sistematis, selanjutnya data tersebut diseleksi dan diolah kemudian dianalisis secara kualitatif. Sifat kualitatif adalah terletak pada kumpulan informasi subyektif yang berasal dari peneliti maupun sasaran penelitiannya, dimana jenis datanya lebih

45

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal. 103


(42)

membentuk kalimat daripada data sekunder. Maka dapat ditarik kesimpulan yang menggambarkan keadaan umum tentang status dan objek-objek yang diteliti.

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir induktif-deduktif yaitu dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya menarik hal-hal yang khusus sebagai kesimpulan.


(43)

BAB II

BENTUK PERJANJIAN SEWA MENYEWA MOBIL PADA CV. SHANDI MOCHA JAYA DAN BEBERAPA PERUSAHAAN RENTAL MOBIL

DI KOTA MEDAN SEBAGAI PERBANDINGAN

DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

Berikut ini akan diuraikan bentuk-bentuk perjanjian secara umum dan penerapan perjanjian tersebut pada CV. Shandi Mocha Jaya, sebagai salah satu perusahaan penyedia jasa khususnya pengangkutan (rental mobil). Telah disebutkan pada bab terdahulu bahwa kegiatan penyedian jasa pengangkutan (rental mobil) ini ialah salah satu kegiatan perekonomian yang tujuannya untuk mencapai kesejahteraan. Oleh sebab itu penerapan suatu perjanjian sewa-menyewa ini sangatlah krusial sifatnya, artinya pelaksanaan perjanjian sewa-menyewa tersebut harus dibarengi atau dijalankan dengan melihat dasar hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada. Oleh karenanya dalam bab ini akan di kupas (di uraikan) mengenai bentuk-bentuk perjanjian sewa-menyewa tersebut.

A. Pengertian Umum Hukum Perjanjian

Perjanjian diatur dalam Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berjudul “Tentang Perikatan”. Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, sumber perikatan yang lain adalah Undang-undang.46

46

Indonesia, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) ,diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet.8, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1976), Pasal 1337.


(44)

Pengertian perjanjian dapat dilihat pada Pasal 1313 KUH Perdata. Menurut ketentuan pasal ini, “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”.

Sebagaimana diketahui bahwa perjanjian sewa-menyewa mobil ini termasuk perjanjian bernama (benoemd verbintennis) yang diatur dalam Buku III Bab VII mengenai sewa-menyewa. Maka dengan demikian, perjanjian (verbintenis) adalah hubungan hukum (rechtsbetrekking) yang oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan cara perhubungannya. Oleh kerana itu perjanjian yang mengandung hukum antara perorangan adalah hal-hal yang terletak dan berada dalam lingkungan hukum.

Itulah sebabnya hubungan hukum dalam perjanjian, bukan suatu hubungan yang bisa timbul dengan sendirinya seperti yang kita jumpai dalam harta benda kekeluargaan. Dalam hubungan hukum kekayaan keluarga, dengan sendirinya timbul hubungan hukum antara anak dengan kekayaan orangtuanya seperti yang diatur dalarn hukum waris. Lain halnya dalam perjanjian. Hubungan hukum antara pihak yang satu dengan pihak yang lain tidak bisa timbul dengan sendirinya. Hubungan itu tercipta oleh karena adanya “tindakan hukum”(rechtshandeling). Tindakan/perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihaklah yang menimbulkan hubungan hukum perjanjian, sehingga terhadap satu pihak diberi hak oleh pihak yang lain untuk memperoleh prestasi. Sedangkan pihak yang lain itupun menyediakan diri dibebani dengan “kewajiban” untuk menunaikan prestasi. Jadi satu pihak memperoleh


(45)

“hak/recht” dan pihak sebelah lagi memikul “kewajiban/pdicht” menyerahkan/menunaikan prestasi.47

Prestasi ini adalah “Objek” atau “voorwerp” dari verbintenis. Tanpa prestasi, hubungan hukum yang dilakukan berdasar tindakan hukum; sama sekali tidak mempunyai arti apa-apa bagi hukum perjanjian. Pihak yang berhak atas prestasi mempunyai kedudukan sebagai “schuldeiser” atau kreditur”. Pihak yang wajib menunaikan prestasi berkedudukan sebagai “schuldenaar” atau “debitur”. 48

Sekalipun yang menjadi objek atau voorwerp (voorwerp der verbintenis) itu merupakan benda, namun hukum perjanjian hanya mengatur dan mempermasalahkan hubungan benda/kekayaan yang menjadi objek perjanjian antara “pribadi tertentu” (bepaalde persoon). 49

Kitab Undang-undang Hukum Perdata mensyaratkan beberapa hal dalam kaitannya dengan pembuatan perjanjian, diantaranya adalah mengenai syarat sahnya perjanjian dan terpenuhinya beberapa asas hukum perjanjian. Untuk itu dapat diklasifikasikan pula beberapa hal yang terkait dengan pembuatan perjanjian khusnya dalam hal sewa-menyewa, yakni :

1. Sifat dan Asas Hukum Perjanjian

Untuk menciptakan keseimbangan dan memelihara hak-hak yang dimiliki oleh para pihak sebelum perjanjian sewa-menyewa yang dibuat menjadi perikatan

47

Kartini Mulyadi & Gunawan Wijaya, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal.21.

48

Ibid, hal. 25.

49


(46)

yang mengikat bagi para pihak, oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diberikan berbagai asas umum, yang merupakan pedoman atau patokan, serta menjadi batas rambu dalam mengatur dan membentuk perjanjian yang akan dibuat hingga pada akhirnya menjadi perikatan yang berlaku bagi para pihak, yang dapat dipaksakan pelaksanaan atau pemenuhannya. Sebelum menguraikan lebih lanjut mengenai asas-asas perjanjian, perlu dijelaskan pengertian asas-asas. Istilah asas-asas merupakan terjemahan dari bahasa Latin “principium”, bahasa Inggris “principle” dan bahasa Belanda

“beginsel”, yang artinya dasar yaitu sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir/

berpendapat. 50

Kata “principle” atau asas adalah suatu yang dapat dijadikan sebagai alas, sebagai dasar, sebagai tumpuan, sebagai tempat menyadarkan, utk mengembalikan sesuatu hal yang hendak dijelaskan. Pengertian asas dalam bidang hukum yang memuaskan dikemukakan oleh para ahli antara lain “A Principle is the broad reason

which lise at the base of a rule of law”. Ada dua hal yang terkandung dalam makna

asas tersebut yakni pertama, asas merupakan pemikiran, pertimbangan, sebab yang luas atau umum, abstrak (the board reason); kedua, asas merupakan hal yang mendasari adanya norma hukum (the best the rule of law), oleh karena itu asas hukum tidak sama dengan norma hukum, walaupun adakalanya norma hukum itu sekaligus merupakan asas hukum. Karakter asas hukum yang umum, abstrak itu membuat cita-cita, harapan (das sollen), dan bukan peraturan yang akan diperlakukan

50

Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan yang didambakan, Alumni, Bandung, 2004, hal. 157


(47)

secara langsung kepada subjek hukum. Asas hukum bukanlah suatu perintah hukum yang kongkrit dan tidak pula memiliki sanksi yang tegas, hal-hal tersebut hanya ada dalam norma hukum yang kongkrit seperti peraturan yang sudah dituangkan dalam wujud pasal-pasal perundang-undangan, dalam peraturan-peraturan dapat ditemukan aturan yang mendasar berupa asas hukum yang merupakan cita-cita dari pembentuknya. Asas hukum diperoleh dari proses analitis (konstruksi yuridis) yaitu dengan menyaring (abstraksi) sifat-sifat khusus yang melekat pada aturan yang kongkrit, untuk memperoleh sifat-sifatnya yang abstrak.51

Berikut ini dibahas asas-asas umum hukum perjanjian sewa-menyewa yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.52

a. Asas Kebebasan Berkontrak

Buku ketiga Kitab Undang-undang Hukum Perdata tentang perjanjian menganut sistem terbuka. Hal ini berarti, hukum perjanjian memberi kebebasan yang seluas-luasnya kepada pihak-pihak yang ingin membuat perjanjian selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan baik.53

Menurut Subekti, pasal-pasal dalam hukum perjanjian merupakan hukum pelengkap atau optional law yang berarti pasal-pasal tersebut boleh dikecualikan oleh para pihak dalam pembuatan perjanjian, para pihak diperbolehkan membuat ketentuan yang menyimpang manakala dibutuhkan

51

Ibid , hal 158

52

Kartini Mulyadi & Gunawan Wijaya Op Cit, hal. 14

53


(48)

selama tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jika para pihak tidak mengatur sendiri dalam pasal-pasal perjanjiannya, maka mengenai hal tersebut, para pihak akan tunduk pada pengaturan yang diberikan oleh Undang-Undang.54 Sistem terbuka dan azas kebebasan berkontrak dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersirat dalam Pasal 1338 ayat (1) yang menyatakan: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Menurut Subekti, kata “semua” dalam pasal tersebut dapat diartikan bahwa masyarakat diperbolehkan untuk membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti sebuah undang-undang.

b. Asas Konsensualitas

Konsensualitas berasal dari kata consensus yang artinya sepakat.55 Asas konsensualitas berarti suatu perjanjian sudah dilahirkan sejak detik lahirnya suatu kesepakatan diantara para pihak, tidak diperlukan adanya suatu formalitas lainnya lagi seperti bahwa suatu perjanjian harus dibuat tertulis. Hal ini tersirat dari ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang syarat sahnya perjanjian.

Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata disebutkan untuk membuat perjanjian sah secara hukum, tidak diwajibkan adanya formalitas lain

54

Subekti, Op Cit, hal. 13

55


(49)

disamping tercapainya kesepakatan tersebut. Dengan kata lain, suatu perjanjian sudah dikatakan sah dan mengikat apabila sudah tercapai kesepakatan tentang hal-hal yang pokok dari perjanjian yang dimaksud.

Beberapa undang-undang memang mensyaratkan untuk sahnya sebuah perjanjian diharuskan diadakan secara tertulis atau dengan akta notaris. Salah satu perjanjian yang harus dicantumkan dalam suatu akta tertulis yang dibuat dihadapan notaris adalah perjanjian pemberian kredit dari bank kepada nasabahnya atau debiturnya sebagaimana diterangkan dalam Pasal 1 angka (12) Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah dirubah dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menyebutkan bahwa kredit diberikan atas persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain.56 Hal ini adalah pengecualian, karena pada dasarnya suatu perjanjian sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya kesepakatan.57

Menurut Sutan Remy Sjahdeini, pencantuman kata-kata “persetujuan atau kesepakatan” di dalam definisi kredit yang diberikan oleh Pasal 1 angka (12) Undang-Undang Perbankan mempunyai beberapa maksud, yaitu:58

1) Pembentuk Undang-undang hendak menjelaskan bahwa hubungan kredit adalah hubungan kontraktual anatara bank dengan nasabah debitur

56

H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi (The Bankers Hand Book), Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hal. 181

57

Subekti, Op Cit. hal. 15

58

Sutan Remy Sjahdeini, dalam H.R. Daeng Naja., Kebebasan Berkontrak dan

Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, IBI,


(50)

yang dengan demikian tunduk pada ketentuan mengenai pinjam-meminjam dalam buku III KUHPerdata tentang Perjanjian.

2) Jika hanya dihubungkan dengan ketentuan yang disebutkan dalam Pasal 1 angka (12) Undang-undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 yang telah dirubah dalam Pasal 1 angka (11) Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 mengenai kewajiban untuk membuat sebuah perjanjian kredit dalam bentuk tertulis maka akan cukup sulit menafsirkannya sebagai suatu keharusan. Untuk itu, kemudian kita juga dapat merujuk pada ketentuan lainnya, yaitu Instruksi Presidium Kebinet Nomer 15/EK/IN/10/1966 tertanggal 3 Oktober 1966 Jo, Surat Edaran Bank Indonesia Unit I Nomor 2/539/UPK/Pemb. tertanggal 8 Oktober 1966 dan Surat Edaran Bank Indonesia Unit I Nomer 2/649/UPK/Pemb. tertanggal 20 Oktober 1966 dan Instruksi Presidium Kabinet Ampera Nomor 10/EK/IN/2/1967 tertanggal 6 Februari 1967, yang menentukan bahwa dalam memberikan kredit dalam bentuk apapun bank-bank wajib mempergunakan atau membuat perjanjian kredit secara tertulis.

c. Asas Kepribadian

Asas kepribadian berhubungan dengan personalia dalam suatu perjanjian atau para pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian. Pada umumnya, dalam suatu perjanjian, ada dua pihak yang terlibat, yaitu pihak yang memberi prestasi (kreditur) dan pihak yang menerima prestasi (debitur). Hal demikian tersirat dari ketentuan dalam Pasal 1315 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang


(51)

menentukan bahwa pada umumnya tiada seorang pun dapat dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri.

Namun, atas keberlakuan asas kepribadian dalam perjanjian ini berlaku suatu pengecualian yang oleh Subekti disebut sebagai “janji untuk pihak ketiga”. Pengecualian ini membolehkan seseorang membuat suatu perjanjian yang di dalam perjanjian tersebut ia memperjanjikan hak-hak bagi orang lain. Sebagai ilustrasi, dapat dicontohkan sebagai berikut :

“A mengadakan perjanjian dengan B, dalam perjanjian yang dibuatnya itu, A memasukkan klausula atau Pasal yang isinya adalah memperjanjikan hak-hak bagi C tanpa adanya kuasa dari C. Dalam perjanjian yang seperti ini, A disebut sebagai stipulator (orang yang menetapkan syarat atau ketentuan tambahan dalam kontrak/perjanjian) dan B dinamakan Promissor (orang yang berkesanggupan menerima ketentuan tambahan dalam kontrak/perjanjian tersbut)”.

d. Asas Kepercayaan

Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan kepercayaan di antara kedua pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang janjinya, dengan kata lain akan memenuhi prestasinya dibelakang hari.

e. Asas Kekuatan Mengikat

Di dalam perjanjian terkandung suatu asas kekuatan mengikat. Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang


(52)

diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap beberapa unsure lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan moral.

f. Asas Persamaan Hukum

Asas ini menempatkan para pihak pada persamaam derajat, tidak ada perbedaan, walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kekayaan,kekuasaan, jabatan dan lain-lain. Masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia ciptaan Tuhan

g. Asas Keseimbangan

Asas ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan hukum. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian dengan itikad baik. Dapat dilihat disini bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.

h. Asas Kepastian Hukum

Perjanjian sebagai figure hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian itu terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu sebagai undang-undang.


(53)

i. Asas Moral

Asas ini terlihat dari perikatan wajar, dimana suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontra-prestasi dari pihak debitur. Juga hal ini terlihat di dalam zaakwarneming, dimana seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sukarela (moral) yang bersangkutan mempunyai kewajiban (hukum) untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya, juga asas ini terdapat dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Faktor-faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu berdasarkan pada kesusilaan (moral), sebagai panggilan dari hati nuraninya.

j. Asas Kepatutan

Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUHPerdata, asas kepatutan disini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian.

2. Jenis-Jenis Perjanjian

Telah ditemui pada uraian sebelumnya bahwa perjanjian sewa-menyewa ini termasuk pada jenis perjanjian bernama. Akan tetapi perlulah diketahui perbedaan diantara jenis-jenis perjanjian tersebut, dikarenakan hukum perjanjian itu merupakan peristiwa hukum yang selalu terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga apabila ditinjau dari segi yuridisnya, hukum perjanjian itu tentunya mempunyai perbedaan satu sama lain dalam arti kata bahwa perjanjian yang berlaku dalam masyarakat itu mempunyai coraknya yang tersendiri pula. Corak yang berbeda dalam bentuk perjanjian itu, merupakan bentuk atau jenis dari perjanjian.


(54)

Bentuk atau jenis perjanjian tersebut, tidak ada diatur secara terperinci dalam undang-undang, akan tetapi dalam pemakaian hukum perjanjian oleh masyarakat dengan penafsiran pasal dari KUH Perdata terdapat bentuk atau jenis yang berbeda tentunya. Perbedaan tersebut dapat di kelompokkan sebagai berikut :

a) Perjanjian Timbal Balik adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Misalnya: jual beli, sewa-menyewa. Dari contoh ini, penulis menguraikan tentang apa itu jual beli.

b) Jual-beli itu adalah suatu perjanjian bertimbal-balik dimana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak lainnya (pembeli) berjanji untuk membayar harga, yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut .

Dari sebutan jual-beli ini tercermin kepada kita memperlihatkan dari satu pihak perbuatan dinamakan menjual, sedangkan di pihak lain dinamakan pembeli. Dua perkataan bertimbal balik itu, adalah sesuai dengan istilah Belanda Koop en verkoop yang mengandung pengertian bahwa, pihak yang satu Verkoop (menjual), sedangkan koop adalah membeli.59

c) Perjanjian sepihak merupakan kebalikan dari pada perjanjian timbal balik. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya. Contohnya: Perjanjian hibah.

Pasal 1666 KUH Perdata memberikan suatu pengertian bahwa penghibahan adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya dengan

59


(55)

cuma-cuma, dan dengan tidak dapat ditarik kembali menyerahkan suatu barang, guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Perjanjian ini juga selalu disebut dengan perjanjian cuma-cuma.

d) Perjanjian cuma-cuma atau percuma adalah perjanjian yang hanya memberi keuntungan pada satu pihak, misalnya: Perjanjian pinjam pakai. Pasal 1740 KUH Perdata menyebutkan bahwa: Pinjam pakai adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang kepada pihak yang lainnya, untuk dipakai dengan cuma-cuma dengan syarat bahwa yang menerima barang ini setelah memakainya atau setelah lewatnya waktu tertentu, akan mengembalikannya kembali.

e) Sedangkan perjanjian atas beban atau alas hak yang membebani, adalah suatu perjanjian dalam mana terhadap prestasi ini dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, dan antara kedua prestasi ini ada hubungannya menurut hukum. Kontra prestasinya dapat berupa kewajiban pihak lain, tetapi juga pemenuhan suatu syarat potestatif (imbalan). Misalnya A menyanggupi memberikan kepada B sejumlah uang, jika B menyerah lepaskan suatu barang tertentu kepada A .

f) Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, maksudnya bahwa perjanjian itu memang ada diatur dan diberi nama oleh undang-undang. Misalnya jual-beli, sewa-menyewa, perjanjian pertanggungan, pinjam pakai dan lain-lain. Sedangkan perjanjian bernama


(56)

adalah merupakan suatu perjanjian yang munculnya berdasarkan praktek sehari-hari. Contohnya: Perjanjian sewa-beli. Jumlah dari perjanjian ini tidak terbatas banyaknya.

Lahirnya perjanjian ini dalam praktek adalah berdasarkan adanya suatu asas kebebasan berkontrak, untuk mengadakan suatu perjanjian atau yang lebih dikenal Party Otonomie, yang berlaku di dalam hukum perikatan.

Contohnya: A ingin membeli barang B, tetapi A tidak mempunyai uang sekaligus, dalam hal ini B si empunya barang mengizinkan A untuk mempergunakan barang tersebut sebagai penyewa, dan apabila dikemudian hari A mempunyai uang, A diberi kesempatan oleh B (si empunya barang) untuk membeli lebih dahulu barang tersebut. Perjanjian sewa beli itu adalah merupakan ciptaan yang terjadi dalam praktek.

Hal di atas tersebut, memang diizinkan oleh undang-undang sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang tercantum di dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Bentuk perjanjian sewa beli ini adalah suatu bentuk perjanjian jual-beli akan tetapi di lain pihak ia juga hampir berbentuk suatu perjanjian sewa-menyewa.

Meskipun ia merupakan campuran atau gabungan daripada perjanjian jual beli dengan suatu perjanjian sewa menyewa, tetapi ia lebih condong dikemukakan semacam sewa menyewa.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Bahwa perjanjian sewa menyewa tersebut berasal dari asas kebebasan berkontrak, hal mana termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, namun dalam penelitian ini ternyata masih keliru dalam pelaksanaan asas kebebasan berkontrak, termasuk CV. Shandi Mocha Jaya, hal ini berkaitan dengan unsur-unsur yang terdapat pada perjanjian sewa-menyewa, seperti halnya dalam keseimbangan antara para pihak terhadap hak dan kewajiban yang termuat dalam Pasal-Pasal pada perjanjian sewa menyewa tersebut. Perjanjian sewa-menyewa tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan demi hukum karena kebebasan berkontrak yang dimaksud dalam Pasal 1338 dan Pasal 1320 KUH Perdata tersebut tidak dapat terwujud secara murni.

2. Bahwa penerapan perjanjian sewa-menyewa mobil pada CV. Shandi Mocha Jaya dibuat secara baku (sepihak), sehingga hal tersebut lebih menguntungkan pihak perusahaan dari pada calon penyewa (konsumen), dalam hal ini konsumen hanya dapat menerima ketentuan yang dimuat dalam perjanjian tersebut atau menolaknya sehingga tidak terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban kedua belah pihak, dapat dikatakan tidak ada diatur mengenai perlindungan terhadap konsumen.


(2)

berat dibanding pemilik atau perusahaan rental mobil tersebut oleh karena ketentuan yang dimuat sepihak dalam perjanjian tersebut. Tetapi dari hasil penelitian dijumpai 2 (dua) Perusahaan, yakni PT. Serasi Auto Raya Cabang Medan , yang mencantumkan ketentuan mengenai pertanggungan yang diberi kepada pihak ketiga (Third Party Liabilities) bilamana terjadi kecelakaan/kehilangan dimana beban tersebut ditanggung oleh pengusaha yang menyatakan niali maksimal sebesar Rp. 50.000.000,- (limapuluh juta rupiah) dan PT. Pelita Armada yang menyatakan niali maksimal sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), untuk pertanggungan diluar perjanjian perusahaan rental mobil dengan pihak perusahaan perasuransian.


(3)

B. Saran

1. Kepada para pihak yang terikat dalam perjanjian sewa menyewa mobil ini hendaknya tetap membuatnya berdasarkan kesepakatan para pihak sehingga dengan demikian akan terpenuhi asas konsensualitas dalam suatu perjanjian. 2. Terhadap perjanjian tersebut juga baiknya memperhatikan hal-hal

sebagaimana termuat dalam hukum perlindungan konsumen, karena bila tidak akhirnya konsumen merasa haknya disingkirkan dari pada pemenuhan kewajibannya. Sehingga mengakibatkan keluhan-keluhan terhadap para konsumen yang berdampak pada perkembangan usaha sewa-menyewa mobil tersebut.

3. Hendaknya para pihak melakukan penyelesaian secara damai apabila timbul perselisihan di belakang hari. Bukan melakukannya lewat pengadilan, karena lewat pengadilan akan memakan waktu dan biaya yang sangat besar.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

A. Mohammat, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992.

A. Qirom Syamsudin Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta

Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta, 1985.

Abdul Muis, Bunga Rampai Hukum Dagang, Diterbitkan Oleh Fak. Hukum Universitas Medan Area, 2001.

Abdul Muis, Hukum Persekutuan dan Perseroan, Diterbitkan Oleh Fak. Hukum Universita Sumatera Utara, 2006.

Abdul Muis, Pedoman Penulisan Tesis dan Metode Penelitian Hukum, Diterbitkan Oleh Fak. Hukum Universitas Sumatera Utara, 1990.

Abdul R. Saliman, et. al. Esensi Hukum Bisnis Indonesia, Teori dan Contoh Kasus, Prenada, Jakarta, 2004.

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 2000. Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 2006.

Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), PT. Gunung Agung Tbk, Jakarta 2002,

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta 1997 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996

Hasanuddin Rahman, Contract Drafting, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003. J.J.J M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, UI Press Jakarta, 1996


(5)

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung, 2007

M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002

M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, Cetakan ke I, 1994

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1996.

Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi, dan Tesis, Andi, Yogyakarta, 2006

Mariam Darus Badrulzaman dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan

Penjelasannya, Alumni, Bandung , 1993.

Mulhadi, Relevansi Teori Sociological Jurisprudence dalam Upaya Pembaharuan Hukum di Indonesia, Medan, 2005

Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

R. Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 1979.

_________,Hukum Perjanjian, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta, 1979.

R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, 1991. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan


(6)

143

B. Undang-Undang

Republik Indonesia Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Republik Indonesia Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.