19 Kabupaten Nias Selatan. Berdasarkan hal itu penulis melihat bahwa Kabupaten
Nias memiliki potensi yang lebih besar untuk meneliti political marketing pasangan Abdul Wahab Dalimunthe – Raden Muhammad Syafii. Atas alasan
inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti tentang pelaksanaan political marketing pasangan Abdul Wahab Dalimunthe – Raden Muhammad Syafii dalam
pilkada Sumut tahun 2008 di Kabupaten Nias, sehingga memperoleh suara mayoritas di Kabupaten Nias.
I.2. Perumusan Masalah
Atas dasar latar belakang masalah diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana pelaksanaan political marketing
pasangan Abdul Wahab Dalimunthe – Raden Muhammad Syafii dalam pilkada Sumut tahun 2008 di Kabupaten Nias, sehingga masyarakat mendukung gagasan
yang ditawarkan pasangan tersebut”.
I.3. Pembatasan Masalah
Adanya batasan masalah guna memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian, serta untuk menghasilkan uraian yang sistematis. Adapun batasan-
batasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1.
Adapun aspek yang akan diteliti adalah political marketing pasangan Abdul Wahab Dalimunthe – Raden Muhammad Syafii pada
pilkada Sumut tahun 2008 di Kabupaten Nias.
20 2.
Dalam penelitian ini penulis ingin mengeksplorasi bagaimana gambaran masyarakat di Kabupaten Nias dan mengapa menerima political
marketing yang ditawarkan pasangan Abdul Wahab Dalimunthe – Raden Muhammad Syafii pada pilgubsu tahun 2008, sehingga memilih pasangan
tersebut.
I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian
Secara rinci penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan political marketing pasangan Abdul Wahab Dalimunthe – Raden Muhammad Syafii pada Pilgubsu
Tahun 2008 di Kabupaten Nias. 2.
Mengeksplorasi bagaimana gambaran masyarakat di Kabupaten Nias dan mengapa menerima political marketing yang ditawarkan pasangan Abdul
Wahab Dalimunthe – Raden Muhammad Syafii pada Pilgubsu Tahun 2008, sehingga memilih pasangan tersebut.
I.4.2 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian yang dilakukan penulis adalah : 1.
Secara teoritis maupun metodologis studi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan dan pendalaman studi
political marketing khususnya di Indonesia. 2.
Bagi penulis sendiri, untuk mengembangkan kemampuan berfikir penulis melalui karya ilmiah melalui penelitian ini.
21 3.
Bagi akademisi, dapat menjadi bahan acuan ataupun referensi dalam konteks ilmu politik di Indonesia.
4. Menambah pengetahuan bagi masyarakat, yang dalam hal ini lebih
diprioritaskan kepada strategi political marketing dalam pilkada. 5.
Penelitiaan ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada setiap calon kandidat kepala daerah yang akan melakukan pemasaran politik di tengah
kehidupan masyarakat.
I.5. Kerangka Teori
Untuk memudahkan penelitian, diperlukan pedoman dasar berpikir yaitu kerangka teori. Mustahil apabila seseorang menulis ataupun meneliti suatu
permasalahan tanpa menggunakan kerangka teori, karena penelitian ataupun tulisan tersebut bias dianggap tidak sah, bila dilihat dari syarat suatu tulisan.
Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut, seorang peneliti perlu menyusun kerangka teori sebagai landasan berpikir, untuk menggambarkan dari sudut mana
peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih.
5
Selanjutnya Singarimbun menyebutkan bahwa: “Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep dan
kontruksi, defenisi dan proposisi untuk menerangkan fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep, ringkasnya teori
adalah hubungan satu konsep dengan konsep lainnya untuk menjelaskan gejala tertentu”.
6
5
Hadari Namawi, Metode Penelitian Sosial, Yogyakarta: Gadjah Mada Univesity Press,1987,hal. 40.
6
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, 1989, hal. 37.
22
I.5.1 Pemasaran Politik Political Marketing
Dalam kajian ilmu politik, political marketing menurut Firmanzah merupakan penerapan ilmu marketing dalam kehidupan politik. Dalam political
marketing, yang ditekankan adalah penggunaan pendekatan dan metode marketing dalam menyusun produk politik, distribusi produk politik kepada publik serta
meyakinkan bahwa produk politiknya lebih unggul dibandingkan dengan pesaing, sehingga membantu politikus dan partai politik untuk membangun hubungan dua
arah dengan konstituen dan masyarakat.
7
Pandangan political marketing menurut Adman Nursal adalah strategi kampanye politik untuk membentuk serangkaian makna politis tertentu di dalam
pemikiran para pemilih. Serangkaian makna politis yang terbentuk dalam pemikiran para pemilih untuk memilih kontestan tertentu. Makna politis inilah
yang menjadi output penting political marketing yang menentukan, pihak mana yang akan dicoblos pemilih.
8
Sedangkan menurut Hafied Cangara, pemasaran politik political marketing merupakan konsep yang diintroduksi dari penyebaran ide-ide sosial di
bidang pembangunan dengan meniru cara-cara pemasaran komersial, tetapi orientasinya lebih banyak pada tataran penyadaran, sikap dan perubahan perilaku
untuk menerima hal-hal baru.
9
7
Firmanzah, Op. cit hal 141
8
Adman Nursal, Political Marketing Strategi Memenangkan Pemilu Sebuah Pendekatan Baru Kampanye Pemilihan DPR, DPD, Presiden, Jakarta : PT Gramedia, 2004, hal. 156.
9
Hafied Cangara, Komunikasi Politik, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2009, hal. 276.
Dari konteks aktifitas politik, political marketing yang dimaksudkan adalah penyebarluasan informasi tentang kandidat, partai dan
program yang dilakukan oleh aktor-aktor politik melalui saluran-saluran komunikasi tertentu yang ditujukan kepada segmen sasaran tertentu dengan
23 tujuan mengubah wawasan, pengetahuan, sikap dan perilaku para calon pemilih
sesuai keinginan pemberi informasi. Dalam penerapannya political marketing telah menjadi suatu fenomena,
tidak hanya dalam ilmu politik, tetapi juga memunculkan berbagai ragam pertanyaan para marketer yang selama ini sudah terbiasa dalam konteks dunia
usaha. Tentunya terdapat beberapa asumsi-asumsi yang mesti dilihat dapat memahami political marketing, karena konteks dunia politik memang
mengandung banyak perbedaan dengan dunia usaha. Politik berbeda dengan produk retail, sehingga akan berbeda pula muatan yang ada diantara keduanya,
selain itu politik juga terkait erat dengan sebuah nilai value. Jadi, isu politik bukan sekedar produk yang diperdagangkan, melainkan menyangkut pula
keterikatan simbol dan nilai yang menghubungkan individu-individu. Dalam hal ini politik lebih dilihat sebagai aktivitas sosial untuk menegaskan identitas
masyarakat.
I.5.1.1 Strategi Pemasaran Marketing Strategy
Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang akan diterapkan dalam kampanye, atau lebih mudah dapat diartikan sebagai pendekatan yang
diambil untuk menuju pada suatu kondisi tertentu dari pada saat ini yang dibuat berdasarkan analisis masalah dan tujun yang telah ditetapkan
10
10
Antar Venus, Manajemen Kampanye Panduan Teoritis dan Praktis Dalam Mengaktifkan Kampanye Komunikas, Bandung; Simbiosa Rekatama, 2004, hal. 15.
. Dalam konteks pemilihan kepala daerah tujuan dari setiap strategi bukanlah hanya kemenangan
semata, tetapi juga terciptanya perdamaian dan iklim politik yang kondusif. Permainan politik hanyalah suatu permainan yang berujung pada siapa yang
24 menang dan siapa yang kalah. Selama proses dan setelah proses pemilihan kepala
daerah, stabilitas bangsa dan negara harus tetap dijaga karena hal ini jauh lebih penting dibandingkan dengan kepentingan untuk berkuasa.
Pemasaran menurut pandangan Philip Kotler adalah kegiatan manusia yang di arahkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses
pertukaran. Pada dasarnya strategi pemasaran merupakan proses menyusun nilai- nilai inti yang sesuai dengan aspirasi para pemilih dan sumber daya kandidat
yang dipasarkan. Strategi pemasaran dalam domain politik merupakan perencanaan sebagai langkah-langkah adaptasi terhadap semua gejala yang terjadi
untuk mendapatkan pemahaman apa yang dibutuhkan masyarakat lingkungan politik.
Berdasarkan definisi strategi pemasaran dalam domain politik, maka strategi political marketing dibagi dalam beberapa tahapan yaitu: segmentasi
pasar, targeting politik, positioning dan bauran produk politik.
1. Segmentasi Pasar
Segmentasi pasar adalah konsep yang sangat penting dalam aktifitas pemasaran. Tidak saja dalam konteks pasar tetapi juga untuk kegiatan kegiatan
kemasyarakatan atau kegiatan-kegiatan nirlaba lainnya
11
11
Rhenald kasali, Membidik Pasar Indonesia Target Positioning,Segmentas, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama,cetakan ke-4, 2000, hal. 26.
. Tidak terkecuali dalam dunia politik, terlebih pada situasi dan kondisi di mana aktivitas politik berada
dalam suasana demokratis. Dalam kondisi dan situasi seperti ini, hal penting yang wajib di penuhi oleh seorang kandidat kepala daerah dan tim pemenangannya
adalah kemampuan untuk mengemas dan mengkomunikasikan pesan politiknya yang disesuaikan dengan audience yang tepat. Karena audience sangat heterogen,
25 maka kemudian mengelompokkan mereka berdasarkan kepada karakteristik
tertentu, merupakan langkah yang paling strategis dalam rangka efektifitas dan efesiensi kegiatan komunikasi politik baik dalam aspek budged maupun capaian
target. Pengelompokan audience berdasarkan pada karakteristik tertentu dalam
konsep pemasaran disebut sebagai segmentasi pemasaran. Umumnya segmentasi
dapat didasarkan pada beberapa kategori aspektual yakni: Pertama; Geografi.
Masyarakat dapat disegmentasi berdasarkan geografi dan kerapatan dencyty
populasi. Kedua; Demografi. Masyarakat dapat dibedakan berdasarkan umur,
agama, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, pekerjaan dan kelas sosial. Masing-masing kategori memiliki karakteristik yang berbeda tentang isu politik
atau dengan yang lain. Sehingga perlu untuk dikelompokkan berdasarkan kriteria
demografi. Ketiga; Psikografi. Dalam metode ini, segmentasi dilakukan
berdasarkan kebiasaan, pola hidup, dan perilaku yang mungkin terkait dalam isu-
isu politik. Keempat; Perilaku. Masyarakat dapat dibedakan dan dikelompokkan
berdasarkan proses pengambilan keputusan, identitas ketertarikan dan keterlibatan dengan isu politik, loyalitas dan perhatian terhadap permasalahan politik. Masing-
masing kelompok memiliki perbedaan, sehingga perlu untuik diidentifikasi.
Kelima; Sosial Budaya. Pengelompokan masyarakat dapat dilakukan melalui
karakteristik sosial dan budaya. Klasifikasi seperti suku, agama, etnis, dan ritual spesifik seringkali membedakan intensitas, kepentingan, dan perilaku terhadap
isu-isu politik. Keenam; Sebab-akibat. Selain metode yang bersifat statis, metode
ini mengelompokkan masyarakat berdasarkan perilaku yang muncul dari isu-isu
26 politik. Sebab-akibat ini melandaskan metode pengelompokkan berdasarkan
perspektif pemilih voters.
12
Targeting atau menetapkan sasaran adalah satu atau beberapa segmen yang akan dibidik untuk mencapai sasaran obyektif segmentasi dasar
2. Targeting politik
Targeting politik atau merupakan target audiens adalah tahap selanjutnya dari analisis segmentasi. Produk dari targeting adalah target audiens kelayakaan
sasaran, yaitu; satu atau beberapa segmen masyarakat yang akan menjadi fokus kegiatan-kegiatan kampanye. Memang sebenarnya targeting adalah persoalan
bagimana memilih, menyeleksi, dan menjangkau masyarakat yang akan tetapkan sebagai kalayakan sasaran kegiatan political marketing.
13
12
Firmanzah, Op. cit. hal. 193.
13
Rheihal kasali.Op.cit. hal. 372-373.
. Setidaknya ada tujuh pertanyaan yang harus disikapi dalam hal targeting,yaitu;
1. Apakah masyarakat voters telah berubah dalam beberapa waktu terakhir?
2. Apakah target audience yang sesunggguhnya sudah sesuai dengan yang direncanakan ? Mengapa berbeda?
3. Apa landasanalasan memilih target audiencesegmen tersebut? Mengapa bukan target audience segmen yang lain?
4. Apa yang membedakan target audience segmen tersebut dengan target audiencesegmen yang lain? Proses apa yang digunakan untuk
menentukan target audience segmen ini?
27 5. Dapatkah membuktikan bahwa target audiencesegmen tersebut
potensial dan menguntungkan? Berapa lama membutuhkan waktu untuk menggerakkan target audiencesegmen ini untuk memberi
respon? Apakah lingkungan politik tidak berubah ketika saatnya memetik hasil?
6. Apakah yang akan dilakukan ketika target audiencesegmen tidak merespons? Mengapa mereka tidak merespons?
7. Apakah ada target audience segmen lain yang lebih menguntungkan? Pertanyaan-pertanyaan diatas harus sudah disiapkan jawabannya sebelum
mengeksekusi kegiatan political marketing. Banyak komunikator yang gagal karena mereka tidak menyiapkan langkah-langkah yang pas untuk membidik
target audience atau segmen yang sangat potensial dan menguntungkan.
3. Positioning dan Bauran Produk Politik
Positioning pada dasarnya merupakan strategi komunikasi untuk memasuki jendela otak pemilih agar seorang kandidat kepala daerah mengandung
arti tertentu yang mencerminkan keunggulannya terhadap kandidat lain dalam bentuk hubungan asosiasitif. Positioning efektif harus dilakukan berdasarkan
analisis terhadap faktor eksternal dan internal organisasi, serta preferensi segmen pemilih yang menjadi sasaran utama yang diketahui dari hasil segmentasi.
14
14
Toni Andrianus Pito, dkk., Op. cit. hal. 206.
Dengan melakukan positioning maka seorang kandidat berusaha untuk menjaga fokus pikiran, orientasi, dan kesadaran voters atau masyarakat untuk tetap
28 mengingat serta mengarahkan refrensi utama tentang kandidat yang akan mereka
pilih. Positioning agar kredibel dan efektif harus dijabarkan dalam bauran
produk politik. David Kurtz dalam bukunya service marketing mengungkapkan bahwa bauran produk politik merupakan kombinasi jasa yang ditawarkan kepada
kelompok sasaran.
15
a. Policy adalah tawaran program kerja jika terpilih kelak. Policy merupakan
solusi yang ditawarkan kandidat kepala daerah untuk memecahkan masalah kemasyarakatan berdasarkan isu-isu yang dianggap penting oleh
para pemilih. Policy yang efektif sebaiknya mudah terserap pemilih dan menarik perhatian.
Jasa dalam political marketing diartikan sebagai kebutuhan produk politik yang diperlukan oleh lingkungan masyarakat. Penjabaran
positioning dalam bauran produk politik meliputi :
b. Person adalah profil dari kandidat kepala daerah yang akan dipilih melalui
pilkada. Kualitas personal kandidat sangat mempengaruhi pemilih dalam menentukan pilihannya. Tentunya pemilih akan membandingkan figur dari
masing-masing kandidat dan track record dari kandidat tersebut. c.
Party dapat juga dilihat sebagai substansi produk politik. Partai mempunyai identitas utama, aset reputasi, dan identitas estetik. Ketiga hal
tersebut akan dipertimbangkan oleh para pemilih dalam menetapkan pilihannya. Oleh karena itu dalam political marketing, unsur-unsur
tersebut harus dikelola dengan baik.
15
httpwww.tarmizi.word press.com2009 Diakses tanggal 20 Januari 2011
29
I.5.1.2 Strategi politik Politic Strategy
Pendekatan dan komunikasi politik perlu dilakukan oleh para kandidat kepala daerah dan tim pemenangannya untuk dapat memenangkan pilkada. Para
kandidat perlu melakukan kajian untuk mengidentifikasi besaran size pendukungnya, massa mengambang dan pendukung kandidat lainnya. Identifikasi
ini perlu dilakukan untuk menganalisis kekuatan dan potensi suara yang akan diperoleh pada saat pemilihan, juga untuk mengidentifikasi strategi pendekatan
yang diperlukan terhadap masing-masing kelompok pemilih. Strategi ini perlu dipikirkan oleh setiap kandidat, karena pesaing juga secara intens melakukan
upaya-upaya untuk memenangkan persaingan politik. Sementara itu, cara masyarakat menentukan pilihannya juga tergantung
pada karakteristik masyarakat bersangkutan. Di satu sisi, terdapat kelompok masyarakat yang lebih menggunakan logika dan rasionalitas dalam menimbang
kandidat. Kemampuan kandidat dalam memecahkan persoalan masyarakat menjadi titik perhatian kelompok masyarakat ini dipihak lain, kedekatan ideologis
juga menjadi kekuatan untuk menarik pemilih kedalam bilik suara dan memilih kandidat yang memiliki paham sama. Pemilih jenis ini tidak begitu mempedulikan
program kerja apa yang ditawarkan kontetan bersangkutan. Asal ideologi kandidat tersebut sama dengan ideologi pemilih, sudah cukup alasan baginya untuk
memilih kandidat ini. Bauran antara karakteristik alasan yang dipakai untuk menentukan pilihan dengan segmen-segmen pemilih dapat dilihat dalam tabel
berikut ini :
30
Tabel 1 Jenis pemilih dan alasan memilih
Problem-sofing
Ideologi Pembagian Pemilih
Konstiuen Non-partisan
Pendukung Lain Penguatan dan
proteksi secara rasional
Peyakinan secara rasional
Pengenalan dan merebut secara
rasional Penguatan dan
proteksi secara ideologis
Peyakinan secara ideologis
Pengenalan dan merebut secara
ideologis Sumber: firmanzah 2007. Hal. 125
Konstituen, non-partisan dan pendukung pesaing membutuhkan
pendekatan yang berbeda satu dengan yang lain. Kontituen adalah kelompok masyarakat yang diwakili dan memiliki kedekatan dengan suatu partai politik atau
kandidat, kelompok masyarakat ini yang merupakan basis pendukung seorang kandidat kepala daerah. Konstituen memiliki loyalitas yang paling tinggi
dibandingkan dengan jenis pemilih yang lain. Sementara non-partisan adalah massa mengambang yang masih belum memutuskan kandidat mana yang mereka
dukung, non-partisan tidak mengikatkan diri dengan satu kandidat atau partai politik apapun. Biasanya jenis pemilih ini akan menjatuhkan pilihannya di akhir
periode kampanye. Atau, mereka malahan tidak memilih siapapun karena mereka tidak melihat satupun dari pilihan kandidat yang sesuai dengan harapan mereka.
Jenis pemilih terakhir adalah pendukung kontestan lain. Seorang konstestan juga perlu mengembangkan hubungan dengan pendukung kandidat lain. Hal ini
dilakukan untuk menjaga stabilitas dan situasi yang aman semasa periode
31 kampanye. Selain itu, kesan positif perlu dimunculkan kepada pendukung lain,
sehingga tidak tertutup kemungkinan pendukung lain akan beralih dan memberikan dukungannya kepada kandidat tersebut.
Strategi penguatan sangat dibutuhkan dalam hubungan antara kandidat kepala daerah dengan pemilih konstituen. Hal ini dilakukan agar ikatan baik
diantara mereka yang bersifat rasional maupun emosional tetap terjaga sangat diharapakan ikatan politik antara kandidat dengan pemilih justru jadi sangat
tinggi. Strategi penguatan ini dilakukan juga agar ikatan di antara mereka tidak melemah dan untuk menghindari masuknya pengaruh pesaing yang bisa menarik
perhatian kontituen mereka. Pendekatan yang dipergunakan tentu saja berbeda tergantung pada apakah pemilih lebih mengedepankan aspek rasional atau
idiologis. Kandidat perlu menggunakan penguatan yang bersifat rasional ketika mereka berhadap dengan pemilih yang lebih mengedepankan problem-sofing.
Ketika kandidat harus berhubungan dengan pemilih yang lebih melandaskan alasan memilih pada aspek-aspek non-rasional, penguatan ideologi perlu
dilakukan. Strategi menanamkan keyakinan lebih sesuai untuk diterapkan pada jenis
pemilih yang non-partisan, kepada jenis pemilih ini perlu diyakinkan bahwa secara problem-sofing atau pun ideologis, kandidat bersangkutan lebih baik
dibandingkan dengan para pesaingnya. Strategi komunikasi dan penyajian informasi juga perlu dilakukan untuk meyakinkan para pemilih non-partisipan.
Kandidat harus menarik mereka keluar dari kebimbangan. Hal ini sulit dilakukan tanpa adanya proses yang mencoba memberikan informasi dan meyakinkan non-
partisipan untuk memberikan suaranya kepada seorang kandidat tertentu. Hal-hal
32 yang hendak diyakinkan sangat tergantung pada karakteristik pemilih non-partisan
ini. Strategi pengenalan dan merebut dapat dilakukan kandidat kandidat kepala
daerah terhadap jenis pemilih yang merupakan pendukung kandidat lain. Masing- masing kandidat berkepentingan untuk memperbesar porsi dukungan mereka,
termasuk ,menggaet pendukung kandidat lain. Strategi pengenalan perlu dilakukan agar pendukung kandidat lain ini tidak memandang negatif dan tertarik
untuk memberikan dukungannya. Selain itu, hal ini juga dimaksudkan untuk menciptakan iklim politik yang harmonis dan persaingan politik yang damai.
I.5.1.3 Komunikasi Politik
Membangun suatu image politik tidak dapat dilakukan tanpa adanya komunikasi politik. Komunikasi politik adalah suatu proses komunakasi yang
memiliki implikasi atau konsekuensi terhadap aktivitas politik.
16
16
Hafied Cangara, Komunakasi Politik, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009, hal. 36.
Komunikasi politik yang dimaksud dalam hal ini adalah semua hal yang dilakukan oleh
kandidat kepala daerah untuk mentransfer sekaligus menerima umpan balik tentang isu-isu politik yang berdasarkan semua aktivitas yang dilakukannya
terhadap masyarakat. Isu politik ini dilihat dalam perpektif yang sangat luas dan sangat terkait dengan usaha kandidat untuk memposisikan dirinya dan
membangun identitas dalam rangka memperkuat image-nya dalam benak masyarakat; isu politik tersebut dapat berupa ideologi partai, program kerja, figur
pemimpin, latar belakang personal, visi dan misi serta permasalahan yang diungkapkannya.
33 Komunikasi dalam hal ini diartikan sebagai diadic yaitu komunikasi dua
arah Barry Carnt, 1997. Dua arah berarti komunikasi yang tidak hanya dilakukan oleh kandidat kepala daerah kepada masyarakat, tetapi juga dari
masyarakat kepada kandidat tersebut. Karena kondisi dari masyarakat yang beraneka ragam, tersebar dan terkadang tidak terorganisir, akan sulit
membayangkan adanya sistematisasi komunikasi pesan yang dilakukan masyarakat kepada kandidat kepala daerah
17
17
Firmanzah, Op. cit,.hal. 256.
. Hal ini membuat kandidat kepala daerah dan tim pemenangannya harus mengambil inisiatif untuk mentransfer
sekaligus merumuskan signal-signal atau pesan yang disampaikan oleh masyarakat. Seringkali pesan-pesan tersebut harus melalui analisis dan
pemahaman atas data dan fakta yang terbesar dalam banyak peristiwa. Kekecewaan, kebahagiaan, impian, kesedihan, tangisan, dan penderitaan
masyarakat, baik yang sedang terjadi ataupun yang sedang kemungkinan akan terjadi, harus ditemukan dan dianalisis berdasarkan data dan peristiwa yang
tercerai berai. Dalam hal ini, kandidat kepala daerah dan tim pemenangannya bertugas merangkum dan menganalisis pesan-pesan tersembunyi dibalik peristiwa
yang terjadi. Tidak semua masyarakat memiliki kapasitas untuk merumuskan apa yang menjadi permasalahan mereka yang sebenarnya, seringkali umpan balik
yang mereka berikan lebih banyak tersirat dibandingkan tersurat.
34
I.5.1.4 Proses strategi pendekatan pasar
Adman Nursal mengategorikan tiga pendekatan yang dapat dilakukan oleh kandidat kepala daerah dan tim pemenangannya untuk mencari dan
mengembangkan pendukung selama proses kampanye politik:
1. Push marketing
Menurut Nursal push-marketing adalah bagaimana penyampaian produk politik langsung kepada para pemilih. Dalam pendekatan ini kandidat kepala
daerah berusaha mendapatkan dukungan melalui stimulasi yang diberikan kepada pemilih. Masyarakat perlu mendapatkan dorongan dan energi untuk pergi ke bilik
suara dan mencoblos suatu kontestan. Disamping itu kandidat perlu menyediakan sejumlah alasan yang rasional maupun emosional kepada para pemilih untuk bisa
memotivasi mereka agar tergerak dan bersedia memberikan dukungan. Tanpa alasan-alasan ini, pemilih akan merasa ogah-ogahan karena mereka tidak punya
cukup alasan untuk menyuarakan aspirasi mereka. Namun pada dasarnya push marketing adalah usaha agar produk politik dapat menyentuh para pemilih secara
langsung dengan cara yang lebih personal
18
Strategi ini menggunakan individu-individu maupun kelompok yang dapat mempengaruhi opini pemilih influencer. Sukses atau tidak penggalangan massa
akan sangat ditentukan oleh pemilihan para influencer ini. Semakin tepat influencer yang terpilih, efek yang diraih pun akan menjadi semakin besar dalam
mempengaruhi pendapat, keyakinan dan pikiran publik.
2. Pass marketing
19
18
Adman Nursal, Op. cit, hal. 242.
19
Ibid., hal. 244.
35
3. Pull marketing
Menurut Nursal pull-marketing adalah bagaimana penyampaian produk politik dengan memanfaatkan media massa. Strategi seperti ini menitikberatkan
pada pembentukan image politik yang positif. Roboniwitz dan Machdonald 1989 menganjurkan bahwa supaya simbol dan image politik dapat memiliki
dampak yang signifikan, kedua hal tersebut harus mampu membangkitkan sentimen. Pemilih cenderung memilih partai atau kontestan yang memiliki arah
yang sama dengan apa yang mereka rasakan.
20
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Langsung atau sering disebut Pilkada Langsung merupakan mekanisme demokratis dalam rangka
rekrutmen pemimpin di daerah, dimana rakyat diberikan hak dan kebebasan sepenuhnya untuk menentukan calon kepala daerah yang dianggap mampu
I.5.2 Pemilihan Kepala Daerah Pilkada
Otonomi daerah merupakan cikal bakal lahirnya Pilkada Langsung. Istilah otonomi secara etimologi berasal dari bahasa latin yakni autonomosautonomia
yang berasal dari dua kata autos berarti “sendiri’ dan nomos berarti “aturan”. Dalam UU No. 2 Tahun 1999 tercantum pengertian otonomi daerah pada pasal 1
butir h, yaitu: kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI.
I.5.2.1 Pengertian Pemilihan Kepala Daerah Langsung
20
Ibid., hal. 245
36 menyuarakan aspirasinya. Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Langsung tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005 dan
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah KPUD.
PP No. 6 Tahun 2005, Pasal 1 ayat 1 berbunyi : “Pemilihan Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah yang selanjutnya disebut
pemilihan adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi danatau KabupatenKota berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk memilih Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah.”
Pilkada berupaya menghasilkan kepala daerah yang lebih baik, lebih berkualitas dan memiliki aspekbilitas politik yang tinggi serta derajat legitimasi
yang kuat, karena kepala daerah terpilih mendapat mandat langsung dari rakyat. Penerimaan yang cukup luas dari masyarakat terhadap kepala daerah terpilih
sesuai dengan prinsip mayoritas perlu agar kontroversi yang terjadi dalam pemilihan dapat dihindari. Pada gilirannya, pemilihan kepala daerah secara
langsung akan menghasilkan Pemerintahan Daerah yang lebih efektif dan efisien, karena legitimasi eksekutif menjadi cukup kuat, dan tidak gampang digoyang oleh
legislatif. Selain itu, pemilihan kepala daerah secara langsung dapat menghindarkan
politik praktis daerah dari aroma money politics. Tidak mungkin bagi calon kepala daerah, baik itu calon Gubernur atau BupatiWalikota, untuk menyuap seluruh
rakyat daerah tersebut yang berjumlah jutaan orang. Sedangkan jika tetap
37 memakai sistem perwakilan, money politics adalah sangat mungkin karena
jumlah wakil rakyat daerah relatif sedikit. Bertambah luasnya ruang bagi partisipasi aktif rakyat daerah berarti semakin mendekatkan praksis politik di
daerah dengan demokrasi ideal. Dengan pemilihan langsung, kepala daerah memiliki legitimasi demokrasi yang kuat. Di sisi lain, rakyat akan merasa lebih
bertanggung jawab terhadap pilihannya. Rakyat tentunya tidak akan gegabah menentukan pemimpinnya karena pilihan tersebut akan menentukan masa depan
daerahnya dan akan berimbas pada masa depan dirinya sendiri sebagai individu. Akuntabilitas kepala daerah benar-benar tertuju kepada rakyat, begitu pula
sebaliknya. Relasi langsung ini akan lebih mendekatkan pemerintah dengan yang diperintah. Dengan kedekatan rasional ini, diharapkan penyaluran aspirasi rakyat
akan semakin lancar dan setiap kebijakan pemerintah akan semakin mudah di kontrol. Pada akhirnya, konsep kedaulatan yang ada di tangan rakyat diharapkan
bisa sepenuhnya teraktualisasi dalam politik praktis daerah.
I.5.2.2 Asas-Asas Pilkada Langsung
Salah satu ciri sistem pilkada yang demokratis dapat dilihat dari asas-asas yang dianut. Asas adalah suatu pangkal tolak pikiran untuk sesuatu kasus atau
suatu jalan dan sarana untuk menciptakan sesuatu tata hubungan atau kondisi yang kita kehendaki.
21
21
Supardi dan Syaiful Anwar, Dasar-dasar Perilaku Organisasi, Yogyakarta : UII Press, 2002, hal. 5.
Asas pilkada adalah pangkal tolak pikiran untuk melaksanakan pilkada. Dengan kata lain, asas pilkada merupakan prinsip-prinsip atau pedoman
yang harus mewarnai proses penyelenggaraan. Asas pilkada juga berarti jalan atau sarana agar pilkada terlaksanakan secara demokrasi. Dengan demikan, asas-asas
38 pilkada harus tercermin dalam tahapan-tahapan kegiatan atau diterjemahkan
secara teknis dalam elemen-elemen kegiatan pilkada. Asas yang dipakai dalam pilkada langsung sama persis dengan asas yang
dipakai dalam pemilihan umum yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Rumusan mengenai asas-asas pilkada langsung tertuang dalam Pasal 56 Ayat
1 UU No. 32 Tahun 2004 dan ditegaskan kembali pada Pasal 4 Ayat 3 PP No. 6 Tahun 2005. Selengkapnya bunyi Pasal 56 Ayat 1 berbunyi :
”Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan adil.” Dengan asas-asas tersebut, dapat dikatakan bahwa pilkada langsung di
Indonesia telah menggunakan prinsip-prinsip yang berlaku umum dalam rekrutmen pejabat publik atau pejabat politik yang terbuka. Adapun pengertian
asas-asas tersebut adalah sebagai berikut : 1. Langsung
Rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
2. Umum Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan sesuai
dengan ketentuan perundangan, berhak mengikuti pilkad. Pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi
semua warga negara, tanpa dikriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan dan status sosial.
39 3. Bebas
Setiap warga negara yang berhak memilih bebas menetukan pilihan tanpa tekanan paksaan dari siapapun. Dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara
dijamin keamanannya sehingga dapat memilih sesuai kehendak hati nurani dan kepentingannya.
4. Rahasia Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin dan pilihanya tidak akan
diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada
siapapun suaranya diberikan. 5. Jujur
Dalam penyelenggaraan pilkada, setiap penyelenggara pilkada, aparat pemerintah, calonpeserta pilkada, pengawas pilkada, pemantau pilkada, pemilih
serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6. Adil Dalam penyelenggaraan pilkada, setiap pemilih dan calonpeserta pilkada
mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
22
22
Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005, hal. 207-208.
I.5.2.3 Tahapan Kegiatan Pilkada Langsung
Sesuai ketentuan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, tahapan pilkada secara langsung dibagi menjadi dua tahap, yaitu terdiri dari : i tahapan
persiapan dan ii tahapan pelaksanaan.
40 Tahap pertama, yakni Tahap Persiapan, yang meliputi : i dalam tahap
persiapan DPRD memberitahukan kepada kepala daerah maupun KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan kepala daerah; ii dengan adanya
pemberitahuan dimaksud, kepala daerah berkewajiban untuk memyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah dan laporan
pertanggungjawaban LKPJ kepada DPRD; iii KPUD dengan pemberitahuan dimaksud menetapkan rencana penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah yang meliputi penetapan tatacara dan jadwal pelaksanaan pilkada, membentuk Panitia Pemilihan Kecamatan PPK, Panitia Pemungutan
Suara PPS, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara KPPS serta pemberitahuan dan pendaftaran pemantauan; dan iv DPRD membentuk Panitia
Pengawas Pemilihan yang unsurnya terdiri Kepolisian, Kejaksaan, Perguruan Tinggi, Pers dan Tokoh masyarakat.
Tahap kedua, Tahap Pelaksanaan, yang meliputi : penetapan daftar pemilih pengumuman pendaftaran dan penetapan pasangan calon, kampanye, masa
tenang, pemungutan suara, penghitungan suara, penetapan pasangan calon terpilih, pengusulan pasangan calon terpilih dan pengesahan serta pelantikan calon
terpilih.
23
Kajian ilmu sosial terhadap satu fenomena sosial sudah tentu membutuhkan kecermatan. Sebagai suatu ilmu tentang metode atau tata cara
kerja, maka metodologi adalah pengetahuan tentang tata cara mengkonstruksi
I.6. METODOLOGI PENELITIAN
23
Leo Agustino, Pilkada Dan Dinamika Politik Lokal, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009, hal. 81.
41 bentuk dan instrument penelitian. Konstruksi teknik dan istumen yang baik dan
benar akan mampu menghimpun data secara objektif, lengkap dan dapat dianalisa untuk memecahkan suatu permasalahan. Menurut Antonius Birowo, metodologi
akan mengkaji tentang proses penelitian yaitu bagaimana peneliti berusaha menjelaskan apa yang diyakini dapat diketahui dari masalah penelitian yang akan
dilakukan.
24
Berangkat dari uraian serta penjelasan tujuan penelitian maupun kerangka dasar teori diatas, penelitian ini memiliki tujuan metodologis, yaitu Deskriptif.
Penelitian deskriptif adalah langkah-langkah melakukan reinterpretasi objektif tentang fenomena-fenomena sosial yang terdapat dalam masalah yang diteliti.
Jenis penelitian ini tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antar variabel yang ada, tidak dimaksudkan untuk menarik generalisasi yang menjelaskan
variabel-variabel yang menyebabkan suatu gejala atau kenyataan sosial. Karenanya pada penelitian deskriptif tidak menggunakan atau tidak melakukan
pengujian hipotesa seperti yang dilakukan pada penelitian eksplanatif berarti tidak dimaksudkan untuk membangun dan mengembangkan perbendaharaan
teori.
I.6.1 Metode Penelitian
25
Penelitian seperti ini juga biasanya dilakukan tanpa hipotesa yang dirumuskan terlalu ketat. Dengan kata lain, penelitian ini tidak menguji hipotesa
melainkan hanya mendeskripsikan, membuat deskripsi, gambaran atau lukisan
24
Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, Yogyakarta : Gintanyali, 2004, hal. 71-72.
25
Sanafiah Faisal, Format Penelitian Sosial Dasar-Dasar Aplikasi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995, hal. 20.
42 secara sistematik, faktual dan akurat mengenai keadaan saat ini. Metode deskriptif
adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun peristiwa pada masa sekarang.
Metode ini merupakan langkah-langkah melakukan representasi obyektif tentang gejala-gejala yang terdapat di dalam masalah yang diteliti. Ciri-ciri pokok
penelitian yang menggunakan penelitian deskriptif adalah : 1.
Memusatkan perhatian pada masalah yang ada pada saat penelitian dilakukan atau masalah-masalah yang bersifat faktual.
2. Menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki
sebagaimana adanya, diiringi dengan interpretasinasional yang memadai. Menurut Nasir, gambaran penelitian deskriptif adalah sebagai studi untuk
menentukan fakta dengan interpretasi yang tepat. Melukiskan secara akurat sifat- sifat dari beberapa fenomena individu atau kelompok, menentukan frekuensi
terjadinya suatu keberadaan untuk meminimalkan bias dan memaksimalkan reabilitas. Analisisnya dikerjakan berdasarkan “exposy facto” yang artinya data
dikumpulkan setelah semua kejadian berlangsung.
26
Studi ini pada dasarnya bertumpu pada penelitian kualitatif. Aplikasi penelitian kualitatif ini adalah konsekuensi metodologis dari penggunaan metode
deskriptif. Bogdan dan Taylor mengungkapkan bahwa “metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
I.6.2 Jenis Penelitian
26
Mohammad Nasir, Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983, hal. 105.
43 tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati
27
Secara khusus penelitian deskriptif yang penulis gunakan dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan keadaan objek
penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Fakta atau data yang ada dikumpulkan, diklasifikasikan dan kemudian akan dianalisa.
Pada penelitian deskriptif, penulis memusatkan perhatian pada penemuan fakta- . Penelitian
kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses penjaringan informasi, dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan
dengan pemecahan masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis. Dari pengertian diatas jelaslah bahwa penelitian kualitatif bersifat induktif, karena
tidak dimulai dari hipotesa sebagai generalisasi, untuk diuji kebenarannya melalui pengumpulan data yang bersifat khusus.
Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan informasi dalam situasi sewajarnya, untuk dirumuskan menjadi satu generalisasi yang dapat
diterima oleh akal sehat manusia. Masalah yang akan diungkapkan dapat disiapkan sebelum mengumpulkan data atau informasi, akan tetapi mungkin saja
berkembang dan berubah selama kegiatan penelitian dilakukan. Dengan demikian datainformasi yang dikumpulkan data terarah pada kalimat yang diucapkan,
kalimat yang tertulis dan tingkah laku kegiatan. Informasi dapat dipelajari dan ditafsirkan sebagai usaha untuk memahami maknanya sesuai dengan sudut
pandang sumber datanya. Maka informasi yang bersifat khusus itu, dalam bentuk teoritis melalui proses penelitian kualitatif tidak mustahil akan menghasilkan
teori-teori baru, tidak sekedar untuk kepentingan praktis saja.
27
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1994, hal. 3.
44 fakta sebagaimana keadaan yang sebenarnya ditemukan. Karena itu dalam
penelitian ini, penulis mengembangkan konsep dan menghimpun berbagai fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa.
28
Dalam suatu penelitian, disamping menggunakan metode yang tepat diperlukan pula kemampuan memilih dan bahkan juga menyusun teknik dan alat
pengumpulan data yang relevan. Kecermatan dalam memilih dan menyusun teknik dan alat pengumpul data ini sangat berpengaruh terhadap obyektifitas hasil
penelitian. Mempertimbangkan hal tersebut, dan keharusan untuk memenuhi validitas dan reabilitas dalam teknik pengumpulan datanya. Teknik ini adalah cara
mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis terutama berupa arsip-arsip dan
I.6.3 Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi penelitian pada Kabupaten Nias.
I.6.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan sebuah penelitian, ada beberapa metode yang biasa digunakan untuk mengumpulkan data antara lain wawancara interview,
observasi observation, dan dokumentasi documentation. Tatang M. Arifin mengatakan bahwa “data adalah segala keterangan atau informasi mengenai
segala hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian.” Dengan demikian tidak semua informasi atau keterangan merupakan data, hanyalah sebagian saja dari
informasi, yakni berkaitan dengan penelitian.
28
Ibid., hal. 6.
45 termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum, dan
lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian. Untuk memperoleh data atau informasi, keterangan-keterangan atau fakta-
fakta yang diperlukan, maka penulis dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Data Primer: yaitu penelitian lapangan field research, yaitu pengumpulan
data dengan terjun langsung ke lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara, yaitu suatu cara pengumpulan data dengan
melakukan tanya jawab langsung dengan informan yang mengetahui benar masalah yang diteliti, atau yang terlibat langsung dengan masalah yang
diteliti. Sehingga dalam penelitian ini yang menjadi informan kunci key informan adalah Tim Pemenangan Pasangan Abdul Wahab Dalimunthe –
Raden Muhammad Syafii dan Tokoh Masyarakat di Kabupaten Nias. Adapun yang menjadi informan kunci ini, antara lain :
a. Hezaaro Gea, Ketua Tim Pemenangan pasangan Abdul Wahab
Dalimunthe – Raden Muhammad Syafii untuk wilayah Kabupaten Nias dan Wakil Sekretaris DPC Partai Demokrat Kabupaten Nias.
b. Charisman Harefa, Tim Pemenangan pasangan Abdul Wahab
Dalimunthe – Raden Muhammad Syafii untuk wilayah Kabupaten Nias dan juga merupakan kader dari Partai Demokrat.
c. Sitariman Lase, Tokoh Masyarakat di Kabupaten Nias dan juga Ketua
dari Organisasi Datatuwu organisasi masyarakat yang bergerak di bidang sosial politik dan adat-istiadat.
46 d.
Yasato Harefa, Tokoh Masyarakat di Kabupaten Nias dan juga Ketua dari Forppem Nias Forum Peduli Pembangunan Nias.
2. Data Sekunder, yaitu penelitian kepustakaan Library research yaitu dengan
mempelajari buku-buku, jurnal, peraturan-peraturan, laporan-laporan serta bahan-bahan lain yang berhubungan dengan penelitian ini.
I.6.5 Teknik Analisa Data
Adapun teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis analisa data kulitatif. Dalam analisis data kualitatif datanya
tidak dapat dihitung dan berwujud kasus-kasus sehingga tidak dapat disusun dalam bentuk angka-angka.
29
29
Ibid., hal. 108.
Disamping itu, penelitian ini bersifat deskripsi yang bertujuan memberikan gambaran mengenai situasi atau kejadian yang terjadi. Data-data yang terkumpul
melalui wawancara dan dokumentasi kemudian disusun, dianalisa dan disajikan untuk memperoleh gambaran sistematis tentang kondisi dan situasi yang ada.
Data-data tersebut diolah dan dieksplorasi secara mendalam yang selanjutnya akan menghasilkan kesimpulan yang menjelaskan masalah yang akan diteliti.
I.7. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk mendapatkan gambaran yang terperinci, dan untuk mempermudah isi daripada skripsi ini, maka penulis membagi sistematika penulisan ke dalam 4
bab yaitu:
47
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisi tentang latar belakang masalah, pokok permasalahan yang akan dibahas, pembatasan masalah yang akan diteliti, tujuan
mengapa diadakan penelitian ini, manfaat penelitian dan metode penelitian serta kerangka teori yang akan menjadi landasan pembahasan masalah.
BAB II : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang gambaran dari lokasi penelitian di Kabupaten Nias antara lain berupa sejarah singkat kabupaten tersebut,
kondisi geografis, demografi penduduk, dan lain sebagainya.
BAB IV : HASIL DAN ANALISA DATA
Pada bab ini data dan informasi disajikan dan dianalisis secara sistematis berdasarkan penelitian yang dilakukan.
BAB V : PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, yang berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan.
Pada bab ini juga akan terjawab pertanyaan tentang apa yang dilihat dalam penelitian yang dilakukan, serta berisi saran-saran, baik yang
bermanfaat bagi penulis secara pribadi maupun bagi lembaga-lembaga yang tekait secara umum.