Peran Partai Politik Dalam Pemenangan Pilkada (Studi Analisis Partai Golkar Sebagai Kendaraan Politik dalam Pilkada Kabupaten Rokan Hilir 2006)

(1)

PERAN PARTAI POLITIK DALAM PEMENANGAN PILKADA

(Studi Analisis Partai Golkar Sebagai Kendaraan Politik dalam Pilkada Kabupaten Rokan Hilir 2006)

D I S U S U N OLEH

AHMAD BAMBANG N HARAHAP 040906027

Dosen Pembimbing : Drs.Zakaria Taher. MSP Dosen Pembaca : Dra. T. Irmayani. MSi

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

PERAN PARTAI POLITIK DALAM PROSES PEMENANGAN KEPALA DAERAH

(Studi Analisis Partai Golkar Sebagai Kendaraan Politik dalam Pilkada Kabupaten Rokan Hilir 2006)

Abstrak

Penelitian ini mencoba menguraikan fakta-fakta tentang proses pemenangan calon kepala daerah Kabupaten Rokan Hilir yakni yang diusung oleh Partai Golkar dan partai koalisi yang ikut di dalamnya yakni PAN, PBB dan Partai Patriot pada Pilkada Rohil 2006. Di masyarakat Kabupaten Rohil yang dikenal sangat majemuk tentunya tidak mudah untuk mendapatkan suara dari masyarakat.

Teori yang digunakan untuk menguraikan masalah tersebut adalah teori kampanye yang digunakan untuk melihat bentuk kampanye yang dilakukan oleh Partai Golkar dan partai koalisi lainnya dalam memenangkan pasangan H. Annas Maamun dan H. Suyatno, teori partai politik digunakan untuk melihat bagaimana sebenarnya partai politik berkiprah dalam meraih kemenangan dan terakhir adalah teori koalisi yang dibangun oleh partai-partai yang mengusung pasangan Annas – Suyatno. Koalisi dipergunakan melihat koalisi yang terjadi diantara sesama pengurus Partai Politik dan tim sukses Annas -Suyatno. Sementara itu metode yang digunakan dalam Penelitian skripsi ini, menggunakan Metode deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang digunakan untuk menggambarkan suasana yang terjadi di lapangan berdasarkan data-data, perilaku, ucapan, tulisan yang diamati. Dengan menggunakan desain studi kasus dan metode wawancara sebagai teknik uatama pengumpulan data, penelitian ni mengandalkan hasil analisis dari data wawancara yang diperoleh dan relevansinya dengan teori yang digunakan.

Hasil penelitian dalam skripsi ini menyimpulkan bahwa kampanye memang memberikan masukan, tetapi yang paling signifikan adalah sosok calon yang memang sudah merakyat sejak lama yang dibangun jauh sebelum Pilkada dilaksanakan. Di Kabupaten Rokan Hilir. Hal ini dibuktikan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pengurus dan anggota Parpol serta kegigihan sang calon untuk membangun daerahnya, sehingga mampu meraih simpati dari hati masyarakat Rokan Hilir yang majemuk.


(3)

DAFTAR ISI

Abstraksi ...………...…………..i

Daftar Isi ………..………...ii

BAB I PENDAHULUAN ………...1

I.1. Latar Belakang Masalah ……….……….………..1

I. 2 Perumusan Masalah ………...12

I. 3 Tujuan Penelitian ………..……..………..12

I. 4 Manfaat Penelitian ……..………....………...13

I. 5 Kerangka Teori…………...…… ..………..….…………..13

I.5.1 Pengertian Partai Politik……. ………..……14

I.5.1.2. Tujuan Partai Politik... ……….………...15

I.5.1.3. Fungsi Partai Politik …..……….………….……...16

I.5.1.4. Kampanye………….……….………….…...18

I.5.2.1. Bentuk dan jenis kampanye………...………..20

I.5.2.2. Tujuan Kampanye………...…………...20

I.5.2.3. Isu Kampanye………..…...………..20

I.5.2.4. Juru Kampanye………..……..…...………21

I.5.3. Teori Koalisi Partai Politik……….…...………..21

I.6. Metodologi Penelitian ………..………...26

I.6.1.Jenis Penelitian ……..………..………....26

I.6.2. Lokasi Penelitian ………...…..……… ..27

I.6.3. Teknik Pengumpulan Data ………...………...27

I.6.4. Sistematika Penulisan……….…….…...28

I.7. Sistematika Penulisan...29

BAB II. DESKRIPSI LOKASI ...………..…….…..……….30


(4)

II.2. Lahirnya Sekber Golkar di Rokan Hilir ………...………...31

II.3. Posisi dan Peran Golkar Di Masa Orde Baru.…...……..………....….32

II.4. Perkembangan Partai Golkar Era Reformasi………....…...33

II.5. Doktrin Karya dan Kekaryaan serta Ikrar Partai Golkar...…………34

II.6. Paradigma Baru Partai Golkar..………...……….35

II.7. Arti Lambang...………....………….……..48

II.8. Gambaran Umum...………....………..50

II.9. Letak Geografis, Luas Wilayah dan Iklim ....………51

II.10.Penduduk... .……….….….51

II.11.Potensi Daerah...……….…...51

II.12. Pengembangan dan Luas Investasi ...………..…52

II.13. Sosial Budaya ...………..……….……...53

Bab III ANALISIS DATA ……….………...57

III. 1 Teknik Kampanye Partai Golkar ………...………57

III. 2 Strategi Kampanye Partai Golkar Rokan Hilir……….………..72

III.2.1 Kampanye dari Pintu ke Pintu ……….74

III.2.2 Kampanye Diskusi Kelompok ……….79

III.2.3 Kampanye Massa Tidak Langsung ……….82

III.2.4 Kampanye Massa Langsung ………82

III. Hubungan Teknik Kampanye dan Strategi Kampanye …..………..83

III. Koalisi dengan Partai Politik Lain ………..………….89

Bab IV PENUTUP ……….………….………...92

Kesimpulan .……….92

Saran ……….………..95


(5)

PERAN PARTAI POLITIK DALAM PROSES PEMENANGAN KEPALA DAERAH

(Studi Analisis Partai Golkar Sebagai Kendaraan Politik dalam Pilkada Kabupaten Rokan Hilir 2006)

Abstrak

Penelitian ini mencoba menguraikan fakta-fakta tentang proses pemenangan calon kepala daerah Kabupaten Rokan Hilir yakni yang diusung oleh Partai Golkar dan partai koalisi yang ikut di dalamnya yakni PAN, PBB dan Partai Patriot pada Pilkada Rohil 2006. Di masyarakat Kabupaten Rohil yang dikenal sangat majemuk tentunya tidak mudah untuk mendapatkan suara dari masyarakat.

Teori yang digunakan untuk menguraikan masalah tersebut adalah teori kampanye yang digunakan untuk melihat bentuk kampanye yang dilakukan oleh Partai Golkar dan partai koalisi lainnya dalam memenangkan pasangan H. Annas Maamun dan H. Suyatno, teori partai politik digunakan untuk melihat bagaimana sebenarnya partai politik berkiprah dalam meraih kemenangan dan terakhir adalah teori koalisi yang dibangun oleh partai-partai yang mengusung pasangan Annas – Suyatno. Koalisi dipergunakan melihat koalisi yang terjadi diantara sesama pengurus Partai Politik dan tim sukses Annas -Suyatno. Sementara itu metode yang digunakan dalam Penelitian skripsi ini, menggunakan Metode deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang digunakan untuk menggambarkan suasana yang terjadi di lapangan berdasarkan data-data, perilaku, ucapan, tulisan yang diamati. Dengan menggunakan desain studi kasus dan metode wawancara sebagai teknik uatama pengumpulan data, penelitian ni mengandalkan hasil analisis dari data wawancara yang diperoleh dan relevansinya dengan teori yang digunakan.

Hasil penelitian dalam skripsi ini menyimpulkan bahwa kampanye memang memberikan masukan, tetapi yang paling signifikan adalah sosok calon yang memang sudah merakyat sejak lama yang dibangun jauh sebelum Pilkada dilaksanakan. Di Kabupaten Rokan Hilir. Hal ini dibuktikan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pengurus dan anggota Parpol serta kegigihan sang calon untuk membangun daerahnya, sehingga mampu meraih simpati dari hati masyarakat Rokan Hilir yang majemuk.


(6)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Reformasi politik yang terjadi di Indonesia pasca runtuhnya Rezim Orde Baru membawa dampak perubahan yang sangat signifikan dalam konteks perpolitik nasional di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perpolitikan menjadi kata kunci dalam reformasi tersebut dimana yang paling sering disuarakan adalah perubahan atau pergantian sistem dari yang bercorak otoriter menjadi sistem yang lebih demokratis. Salah satu perubahan ke arah yang lebih demokratis dalam perpolitikan di Indonesia adanya sistem yang sentralistik atau semua pengurusan harus diurus oleh pusat yang diubah ke sistem yang desentralistik dalam artian bahwa daerah berhak mengurus daerahnya sendiri dengan semangat otonomi daerah.

Diberlakukannya sistem desentralistik dimana pemberian keleluasaan bagi daerahnya diatur secara legal formal dalam UU No. 32 Tahun 2004 yang merupakan revisi dari UU No. 22 Tahun 2009 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang Pemerintahan Daerah No. 32 Tahun 2004 ini menunjukkan perubahan signifikan tentang format baru pelaksanaan otonomi daerah karena di dalamnya mengatur mengenai pemilihan kepala daerah langsung (Pilkada). Sebagaimana yang tertulis pada pasal 24 ayat 5 UU Pemerintahan Daerah tersebut dikatakan bahwa : Kepala Daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh wakil rakyat di daerah bersangkutan.1

1

UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Dalam UU No. 32/2004 ini demokrasi di tingkat lokal mulai mendapatkan legitimasi. Sebelum UU No. 32/2004 dibuat pemilihan kepala daerah diwarnai konflik kepentingan antara pusat dan daerah.


(7)

Besarnya campur tangan pemerintah pusat dalam menentukan layak tidaknya seseorang untuk menjadi kepala daerah terkait dengan konsep dwitunggal. Kecenderungan ini terjadi karena kepala daerah masih memiliki keistimewaan peran dan fungsi politik ganda, di satu sisi eksistensinya mewakili pemerintah pusat di daerah, di sisi lain kepala daerah menjadi orang daerah untuk memimpin penyelenggaraan otonomi daerah. Hal tersebut adalah amanat dari UU No. 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di daerah. Kepala daerah dituntut untuk punya loyalitas ganda, kepada pusat dan daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) hanya berfungsi sebagai eksekutor pencalonan saja, karena eksekutor kepala daerah ada di tangan pemerintah pusat.

Hal ini menjadi sangat kontras sekarang dimana rakyat lah yang menjadi eksekutor siapa yang berhak untuk duduk menjadi eksekutif di daerah. Pernyataan tersebut lah yang menguatkan bahwa pemilihan kepala daerah langsung (Pilkadasung) merupakan sebuah langkah besar proses demokratisasi yang memberikan ruang yang luas bagi partisipasi masyarakat untuk menentukan kepala daerah sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masing-masing, sehingga diharapkan kebijakan-kebijakan dari pemerintah nantinya sesuai dengan harapan dan keinginan rakyat pada umumnya dan dengan kata lain mendekatkan pemerintah kepada rakyat. Hal inilah yang disebut dengan akuntabilitas publik, sesuai dengan pendapat Huntington bahwa akuntabilitas publik ini merupakan salah satu dari parameter terwujudnya demokrasi, disamping adanya pemilihan umum, rotasi kekuasaan dan rekrutmen secara terbuka.2

2

Ari Pradhanawati, Pilkada Langsung Tradisi Baru Demokrasi Lokal, Surakarta, KOMPIP, 2006, hal.54.

Selain itu Pilkadasung juga merupakan momentum peletakan dasar bagi fondasi kedaulatan rakyat dan sistem politik serta demokrasi di aras lokal. Kedulatan rakyat disini juga melihat adanya partisipasi rakyat untuk memilih pemimpinnya sesuai dengan alam


(8)

demokrasi yang cita-citakan. Demokrasi disini adalah demokrasi massa yang lebih memenangkan pertarungan daripada demokrasi perwakilan, dimana dalam logikanya massa atau rakyat terlibat langsung dalam menentukan siapa yang menjadi pemimpin di daerahnya. Rakyat juga turut memainkan peran dalam mempengaruhi kebijakan-kebijakan publik di daerah tersebut dan tentunya akan menginginkan terciptanya suatu keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyat di daerah itu.3

Kenyataan ini sejalan dengan pengertian bahwa desentralisasi adalah transfer kekuasaan politik tidak hanya terbatas pada pendelegasian sebagai otoritas pusat kepada daerah secara administratif. Pilkadasung menjadi isu sentral dalam diskursus politik nasional dan dipandang sebagai bagian dari proses perwujudan otonomi daerah. Pelaksanaannya menjadi momentum yang sangat penting bagi proses demokratisasi politik di tingkat lokal. Rakyat dan lembaga daerah akan terlibat langsung dalam mengelola pilkada nantinya.

Perubahan sistem pemilihan juga telah membawa perubahan hubungan tata pemerintahan antar pusat dan daerah. Pendelegasian kekuasaan dari pusat ke daerah tidak lagi terbatas pada kewenangan yang bersifat administratif tapi telah bergeser ke arah yang lebih maju yaitu kewenangan politik. Pemimpin daerah tidak lagi menjadi pemimpin yang bersifat administratif perwakilan pemerintah pusat di daerah tapi juga pemimpin politik di daerah karena dipilih dan mendapatkan legitimasi yang kuat dari rakyat.

4

Sama seperti halnya dengan pemilihan umum (Pemilu), melalui azas-azas yang terdapat di dalamnya yaitu, azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil maka pemilihan kepala daerah langsung dianggap telah memenuhi parameter demokrasi. Pilkada bukan saja berfungsi sebagai sarana untuk mengganti, akan tetapi juga

3

Ibid, hal. 32-33.

4

Phenie Chalid (ed), Pilkada Langsung, Demokratisasi Daerah dan Mitos Good Governance, Jakarta : Partnership Kemitraan, 2006, hal.2


(9)

berfungsi sebagai media penyalur aspirasi rakyat, mengubah kebijakan-kebijakan, mengganti sebagai suatu pemerintahan yang ada dan meminta pertanggungjawaban publik. Rakyat disini dapat menilai secara langsung kepala daerahnya apakah telah bertindak sesuai dengan yang diharapkan atau tidak, kalau kepala daerah sudah tidak lagi mendapat kepercayaan dari rakyat, maka dapat langsung memberikan punishment dengan tidak lagi memilihnya pada Pilkada selanjutnya.

Pemilihan kepala daerah yang diselenggarakan untuk menyeleksi para calon pemimpin di daerah tidak terlepas dari peran partai politik sebagai penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak lain. Seseorang yang ingin mencalonkan dirinya menjadi kepala daerah haruslah melalui pencalonan oleh Partai Politik. Di dalam UU No.32/2004 ditegaskan bahwa partai politik merupakan satu-satunya pintu gerbang bagi pencalonan kepala daerah. Hal tersebut ditegaskan dalam revisi ke 2 UU No. 32/2004 pasal 56 ayat (2) bahwa “Pasangan Calon diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang memenuhi persyaratan.”

Selain itu partai politik meyakini bahwa ada perbedaan karakteristik antara pemilihan kepala daerah langsung (pilkadasung) dengan pemilihan umum (pemilu) legislatif. Dalam pemilu legislatif, pemilih memilih partai politik, sementara dalam Pilkada pemilih memilih orang (kandidat). Dalam Pilkadasung, kandidat yang mempunyai ketokohan tinggi akan lebih dipilih, tidak peduli berasal dari partai mana. Hal inilah yang menyebabkan betapa pentingnya tahap rekrutmen yang dilakukan oleh partai politik.5

5

Eriyanto, Pilkada dan Penguasaan Partai Politik, Kajian Bulanan LSI Edisi 03-Juli 2007,


(10)

Partai politik sebagai ikon demokrasi merupakan organisasi yang berkecimpung dalam proses politik. Partai politik memiliki tujuan untuk menaklukkan kekuasaan atau mengambil bagian dalam pelancaran kekuasaan. Untuk itulah kemenangan dalam Pilkada menjadi hal yang sangat penting diperoleh sebagai pencapaian dari tujuan partai politik. Ada beberapa makna penting kemenangan dalam pilkadasung bagi partai politik, yaitu pertama, sebagai kata kunci awal dalam memperebutkan kekuasaan eksekutif masing-masing daerah. Setidaknya, arena eksekutif inilah nantinya bisa menjadi mesin ampuh dalam menjalankan kebijakan dan visi-visi politik masing-masing partai politik. Kedua, sebagai peluang bagi partai politik dalam proses pembelajaran para kader politiknya. Hal ini terutama bagi partai politik yang selama proses pilkada cenderung mendorong para kadernya untuk mau sebagai kandidat. Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.6

Hasil dari turun ke bawah itu adalah program-program konkrit yang humanis dan populis dalam artian dapat langsung dirasakan oleh rakyat. Siapa yang lebih Kini tak ada jalan lain bagi partai politik untuk tidak membuka diri jika ingin meloloskan calonnya sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pemilihan kepala daerah secara langsung adalah proses lanjutan dari proses reformasi partai politik di negeri ini. Pemilihan langsung posisi politik berkonsekuensi menghadapkan kekuasaan politik pada sebuah pasar bebas. Partai politik berperan sebagai pengusaha atau produsen calon pemimpin politik. Sebagai produsen, partai politik harus lah mengenal pasar dan mencari bibit unggul untuk dikembangkan sehingga menjadi layak untuk dijual ke pasar. Selain itu partai politik harus turun ke bawah untuk mengetahui selera pasar agar dapat bersaing dengan pengusaha lainnya.

6

Ahmad Nyarwi, Siasat Partai Politik dan Strategi Pencalonan, Kajian Bulanan LSI edisi 03-Juli 2007,


(11)

konkrit, maka peluang untuk memenangkan pemilihan semakin terbuka. Perumpamaan pasar bebas ini sangat cocok dalam situasi politik di tingkat lokal. Kepala daerah adalah sosok yang lebih nyata bagi rakyat dari pemimpin nasional (Presiden, Wapres, Anggota Parlemen). Calon kepala daerah dalam berkampanye tidak menjadikan nilai-nilai atau ideologi partai sebagai menu utama melainkan menjual program kerja yang lebih mengutamakan kenyamanan rakyat di daerah yang bersangkutan.

Namun perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya, tidak semua partai politik dapat mengajukan calonnya. Hal ini dapat kita lihat dalam UU No. 32/2004 pasal 59 ayat 2 yang menggariskan bahwa : “Partai Politik atau gabungan partai politik yang dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% dari jumlah kursi DPRD atau 15 % dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

Pada tahun 2006 telah dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah Langsung di 226 daerah, pelaksanaan di tiap daerah memiliki banyak variasi kegagalan atau keberhasilan. Sepanjang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung menampilkan dua sisi, yaitu sisi gelap dan sisi terang. Sisi gelap menunjukka n Pilkadasung hanya sebagai ajang perebutan kekuasaan belaka, sedangkan sisi lainnya adalah memunculkan harapan bagi terciptanya kedaulatan rakyat.7

Pemilihan Umum, (baik itu Pemilihan Anggota Legislatif, Pemilihan Presiden, Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah baik Tingkat I/II) pertama kali berlangsung sejak ditetapkannya Undang-Undang Pemilihan Umum No. 22 tahun

7


(12)

2007 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentan Dalam undang-undang ini, Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah TK I/II) belum dimasukkan dalam rezim

dimasukkan dalam rezim Pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum dan pilkada pertama kali pilkada diselenggarakan pada bulan Juni

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, peserta Pilkada adalah pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Sedangkan yang berhak melaksanakan pilkada adalah KPUD. Sebagaimana bunyi pasal 57 ayat (1) pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan oleh KPUD yang bertanggungjawab kepada DPRD TK I/II. Undang-undang ini penting untuk menampung semangat kedaulatan rakyat yang sedang berkobar mengubah status quo Pemerintah Daerah. Begitu juga Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) No. 7 tahun 2006 tentang tata cara pengajuan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dan Peraturan KPU No. 8 tahun 2007 tentang Pedoman tata cara kampanye pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Sebagaimana halnya daerah lain di Indonesia, Kabupaten Rokan Hilir juga turut melaksanakan pesta demokrasi dalam momen Pilkadasung. Kabupaten Rokan Hilir yang merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Propinsi Riau.

Dalam pemilihan Bupati dan wakil Bupati Rokan hilir tahun 2006 lalu, yang merupakan pemilihan eksekutif tingkat terendah yang ada di Indonesia. Maka setiap


(13)

parpol diperbolehkan mengajukan calon kepala daerah dan wakil kepala sesuai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) No. 7 tahun 2006.

Pencalonan Bupati Rokan Hilir oleh DPD Partai Golkar Rokan Hilir bersama partai koalisi secara umum mencakup tiga tahap penting: pertama, penjaringan calon; kedua, penyaringan dan seleksi yang telah dijaring; dan ketiga, penetapan calon. Mencakup interaksi elit partai tingkat kabupaten terutama pengurus harian partai tingkat kabupaten dengan tim yang dibentuk dan diberi wewenang untuk menetapkan calon. Namun secara umum, tahap penjaringan calon mencakup interaksi elite partai tingkat kabupaten dengan elit partai tingkat provinsi serta keputusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, dimana elit partai tingkat kabupaten yang mempunyai jaringan luas di partai tingkat provinsi lebih besar peluangnya untuk terpilih sebagai calon dari partai Golkar tersebut.

Fokus perhatian yang sejatinya menjadi sorotan publik Rokan Hilir ialah dinamika wacana politik lokal beberapa bulan menjelang pelaksanaan Pilkada Bupati Rokan Hilir 2006. Hingar-bingar perhelatan Pilkada semakin muncul kepermukaan, ditandai dengan maraknya manuver-manuver politik yang dilancarkan masing-masing calon Bupati dan partai yang mengusung melalui sosialisasi dan kampanye tahap awal yang sangat intens untuk mentransfer ideologi, visi, misi, dan platform kepartaian ke alam pikiran sadar konstituen guna mempengaruhi prefensi politik kearah pembentukan pencitraan pragmatis partai politik menjelang Pilkada Bupati Rokan Hilir 2006.

Seiring dengan perkembangan masyarakat yang menjadi lebih terbuka dan adanya persaingan yang semakin tinggi antara para kontestan Pilkada Bupati, keniscayaan pemasaran politik (political marketing) bagi sebagian calon Bupati


(14)

adalah metode dan cara yang dianggap tepat untuk menghasilkan kemenangan dalam Pilkada. Di dunia Barat, marketing politik diyakini sebagai suatu metode ampuh yang dapat membantu politisi dan parpol untuk dapat bersaing dan memenangkan persaingan. Dalam marketing politik para calon harus memahami dan menganal siapa audiennya, sehingga bisa membidik target secara tepat dan efisien. Dalam domain politik, marketing menawarkan perspektif alternatif yang menekankan pada penggunaan dengan pendekatan untuk membantu politisi agar lebih efisien serta efektif dalam membangun hubungan dua arah dengan konstituen dan masyarakat.

Suasana politik yang semakin memanas menjelang dua bulan menuju Pilkada Bupati Rokan Hilir 2006 merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan dalam rangka memperoleh kekuasaan. Setiap calon diharuskan mampu merespon langsung ke akar rumput (grass root) guna mengivestigasi dan mendengar masalah-masalah yang berkaitan erat dengan pemenuhan artikulasi kepentingan masyarakat dan konstituen. Keseluruhan kegiatan ini merupakan perwujudan dalam rangka memenuhi target 35% perolehan suara dalam Pilkada bupati Rokan Hilir 2006.

Penggunaan marketing politik dalam hal ini dilandasi karena semakin berkembangnya zaman yang menuntut adanya pendekatan baru dalam mengeksekusi perubahan selera pemilih. Dengan adanya strategi political marketing yang dianggap mampu mengakomodir rancangan konstruktif yang hendak dilakukan para calon dalam merebut simpatik konstituennya, menjadi pertimbangan, H. Annas Maa’mun untuk mengantisipasi lawan-lawan (rival) politiknya di daerah pemilihan dan mendominasi perolehan suara ketimbang calon lainnya.

H. Annas Maa’mun merupakan figur politik yang telah lama berkecimpung di Partai Golkar dan memahami sejauh mana perkembangan peta politik lokal


(15)

Kabupaten Rokan Hilir. Keikutsertaan H. Annas Maa’mun sebagai calon Bupati dari Partai Golkar, murni dikarenakan dorongan untuk memberikan perubahan bagi kepentingan masyarakat Rokan Hilir. Berangkat dari optimisme H. Annas Maa’mun yang mengandalkan dan memanfaatkan dukungan dari Partai Golkar, PAN, PBB, PATRIOT, kualisi ini dinamakan kualisi Rakyat Rohil untuk memenanangkan calon yang mereka usulkan.

Dengan merujuk dari suatu metode political marketing, maka dalam hal ini H. Annas Maa’mun dan Partai Golkar dapat mengimplikasikan dan memasarkan inisiatif bauran antara produk politik, gagasan politik, isu politik, ideologi partai, dan program kerja kepada masyarakat secara sistematis dan terencana sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan para pemilih melalui kegiatan kampanye bersama Partai Golkar yang sesuai dengan Peraturan KPU No.07 tahun 2006, partai politik peserta Pilkada melakukan seleksi bakal calon Bupati dan Wakil Bupati secara terbuka dan demokratis sesuai dengan mekanisme internal Parpol.

Ketatnya persaingan antar peserta Pilkada dan berbagai argumen kekecewaan masyarakat Rokan Hilir atas kinerja legislatif produk pemilu 2004 yang dianggap mandul dalam mewakili kepentingan masyarakat dan berkembangnya prilaku pemilih skeptis masyarakat dalam mengkualifikasikan sikap politiknya merupakan hal yang mesti disikapi oleh calon Bupati dari partai Golkar yakni H. Annas Maa’mun sebagai figur politik yang menempati nomor urut 2 yang didukung oleh empat partai politik yakni Golkar, PAN, PBB dan Patriot dalam Pilkada Bupati Rokan Hilir 2006 untuk bersaing dengan 4 calon lainnya yaitu Pasangan Drs. H. Aznur Affandi – H.Wan Mukhtar SH yang didukung oleh PDI-P, PKB, PDS dan PBR, pasangan Drs. H.M.Johar Firdaus, M.Si – Drs.H.Subroto yang didukung PBSD, Partai Merdeka, PKP Indonesia, PNBK, PPNUI, PKPB, PKS, PSI, PPDI, Partai Pelopor, Partai


(16)

Demokrat dan PPD, pasangan H.Herman Sani SH, Msi – Saiman Amp yang didukung oleh PPP, dan terakhir pasangan H.Ahmad Syah Harrofie, SH,MH – H.Ilyas RB yang didukung oleh PPDK, PNI Marhaenisme dan PPIB, mereka inilah yang akan saling merebut 308.959 konstituen yang tersebar di 892 TPS di 13 Kecamatan seluruh daerah pemilihan di Kabupaten Rokan Hilir8

• Bagaimana mekanisme yang dilakukan internal Partai Golkar dan partai koalisi dalam menentukan calon bupati yang akan di usung dalam pilkada Rokan Hilir, serta bagaimana proses koalisi tersebut dapat terjadi?

yang diusung oleh Partai Golongan Karya beserta beberapa partai lain yang berkoalisi.

Untuk itu Partai Golkar sebagai pengusung calon Bupati H. Annas Maa’mun – H. Suyatno memegang peranan yang besar dalam upaya-upaya meloloskan pasangan calonnya untuk menjadi Bupati dan Wakil Bupati Rohil periode 2006-2011, dan perlu dicermati juga bagaimana proses koalisi yang terjadi antar partai-partai yang mendukung pasangan tersebut.

I.2. Perumusan masalah

Berangkat dari pemaparan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian skripsi ini adalah sebagai berilkut:

• Strategi dan Langkah-langkah apa sajakah yang dilakukan DPD Partai Golkar Kabupaten Rokan Hilir dalam proses pemenangan H. Annas Maa’mun sebagai Bupati pada Pilkada Rokan Hilir tahun 2006?

8


(17)

I.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian, dan adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan DPD Partai Golkar Kabupaten Rokan Hilir dalam proses pemenangan H. Annas Maa’mun sebagai Bupati dalam Pilkada Rokan Hilir 2006.

2. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya koalisi antar partai yang mendukung H. Annas Maa’mun sebagai Bupati dalam Pilkada Rokan Hilir 2006.

I.4. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat, baik itu untuk peneliti itu sendiri dan terlebioh lagi untuk masyarakat luas. Untuk itu menurut penulis manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis, tentunya penelitian ini dapat mengasah kemampuan penulis dalam membuat suatu karya ilmiah dan melatih penulis untuk membiasakan diri untuk membaca dan membuat karya tulis ilmiah. Melalui penelitian ini juga penulis dapat menambah pengetahuan penulis mengenai masalah yang di teliti.

2. Secara akademis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah khazanah penelitian di bidang Ilmu Politik, khususnya di bidang political marketing dan partai politik.


(18)

I.5. Kerangka Teori

Teori merupakan seperangkat proporsi yang menggambarkan suatu gejala terjadi seperti itu. Proporsi yang dikandung dan yang membentuk teori terdiri atas beberapa konsep dalam bentuk hubungan sebab akibat. Namun, karena di dalam teori juga megandung konsep teoritis, berfungsi menggambarkan realitas dunia sebagaimana yang dapat diobservasi.9

Organisasi yang mempunyai fungsi sebagai penyalur artikulasi dan agregasi kepentingan publik yang paling mapan adalah partai politik. Urgensi partai politik semakin menggeliat manakala kita hubungkan dengan kepentingan publik yang perlu didengar oleh pemerintah (bahkan terlebih lagi oleh parlemen).

Penggunaan teori penting kiranya dalam menelaah suatu masalah atau fenomena sehingga masalah atau fenimena tesebut dapat diterangkan secara eksplisit dan sistematis. Adapun teori-teori yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah :

I.5.1. Partai Politik

I.5.1.1. Pengertian Partai Politik

10

Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat. Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikut sertakan dalam proses politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan Partai politik menjadi terligitamasi adanya ketika demokrasi langsung mustahil untuk dilakukan di negara modern saat ini sehingga partai politik merupakan sarana untuk menyalurkan aspirasi publik yang agak sulit diagregasi dan diartikulasi ketika ruang geografi dan kuantitas penduduk semakin besar.

9

. M. Arif. Nasution, dkk, Metode Penelitian Sosial, Medan, Fisip USU Press, 2008, Hal.76-77.

10


(19)

berkembang menjadi penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak lain. Partai politik umumnya dianggap sebagai manifestasi dari suatu sistem politik yang sudah modern atau yang sedang dalam proses memodernisasikan diri. Maka dari itu dewasa ini di negara-negara baru pun partai politik sudah menjadi lembaga politik yang biasa dijumpai.11

Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik.

Dari sediikit gambaran diatas, dapat disimpulkan secara sederhana bahwa partai politik sejatinya memang merupakan “jembatan” antara rakyat dan pemerintah. Selain itu, partai politik juga merupakan salah satu pilar dan institusi demokrasi yang penting dalam membangun politik yang lebih berkualitas dan beradab.

12

Menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang partai politik, bab I pasal 1 ayat pertama13

Maka secara umum dapatlah dikatakan bahwa yang diartikan dengan partai politik adalah suatu kelompok manusia yang terorganisir secara teratur baik dalam hal

:

“Partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional yang dibentuk oleh sekelompok warga Negara secara sukarela dan membela kepentingan politik anggota, masyrakat, bangsa dan Negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”

11

. Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Poltik, Jakarta: Yayasan Obor, 1998, hal. 159.

12

. Ibid, hal. 161.

13


(20)

pandangan, tujuan maupun tata cara rekruitmen keanggotaan, dengan tujuan pokok yakni menguasai, merebut ataupun mempertahankan kekuasaannya dalam pemerintahan secara konstitusional.

I.5.1.2. Tujuan Partai Politik

Setiap organisasi yang dibentuk oleh manusia tentunya memiliki tujuan-tujuan tertentu. Demikian pula organisasi yang disebut Partai Politik. Tujuan pembentukan suatu Partai politik, disamping yang utama adalah merebut, mempertahankan ataupun menguasai kekuasaan dalam pemerintahan suatu negara juga dapat diperlihatkan dari aktivitas yang dilakukan.

a. Berpartisipasi dalam sektor pemerintahan, dalam arti mendudukkan orang orangnya menjadi pejabat pemerintah sehingga dapat turut serta mengambil atau menentukan keputusan politik atau output pada umumnya;

b. Berusaha melakukan pengawasan, bahkan oposisi bila perlu terhadap kelakuan, tindakan, kebijaksanaan para pemegang otoritas (terutama dalam keadaan mayoritas pemerintahan tidak berada dalam tangan Partai Politik yang bersangkutan).

c. Berperan untuk dapat memadu (streamlining) tuntutan-tuntutan yang masih mentah (raw opinion), Sehingga Partai Politik bertindak sebagai penafsir kepentingan dengan mencanangkan isu-isu politik (political issue) yang dapat dicerna dan diterima oleh masyarakat secara luas.

I.5.1.3. Fungsi Partai Politik

Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program yang disusun berdasar ideologi yang mereka anut.


(21)

Sedangkan pengertian fugsi partai lainnya, ialah14

Keempat, partai politik membuka ruang bagi lahirnya partisipasi politik. Partisipasi dalam konteks ini menjurus kegiatan warga negara dalam mempengaruhi pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik dan juga dalam ikut menentukan

: pertama, partai politik sebagai sarana sosialisasi politik. Partai politik sebagai instrumen penting dalam negara demokrasi berfungsi untuk melakukan penyaluran nilai, norma, aturan, atau kebiasaan politik yang benar pada konstituennya, lebih umum lagi pada warga masyarakat. Adapun beberapa cara dalam melakukan sosialisasi politik yang dilakukan oleh partai politik, ialah: (1) sosialisasi politik formal; (2) sosialisasi politik non-formal; dan (3) sosialisasi politik informal.

Kedua, partai politik sebagai sarana komunikasi politik. Salah satu tugas partai politik adalah menyalurkan aneka ragam pendapat dan inspirasi warga masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang. Dalam masyarakat modern, pendapat dan inspirasi masyarakat akan hilang tak berbekas apabila ditampung dan digabung dengan pendapat dan inspirasi orang lain yang senada.

Fungsi ketiga partai politik adalah sebagai sarana rekrutmen politik. Oleh karena tujuan utama dari partai politik adalah turut terlibat dalam politik praktis kepemerintahan, maka sudah barang tentu salah satu fungsi partai adalah melakukan rekrutmen guna mengisi posisi yang dubutuhkan dalam lembaga negara. Rekrutmen politik minimal melaksanakan seleksi dan pemilihan serta mengangkat seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam partai politik dan pemerintahan. Dengan demikian partai turut memperluas partisipasi politik.

14


(22)

kepemimpinan pemerintah. Karena partai politik dibayangkan oleh warga negara atau konstituennya dapat menyalurkan masukan-masukan tersebut, sehingga aspirasi dan partisipasi publik dapat didengar oleh pemerintah yang berkuasa.dan, dalam titik tertentu harapannya adalah, pemerintah mau melakukan revisi atau formulasi kebijakan atas masukan-masukan yang telah diberikan oleh warga masyarakat.

Kelima, partai politik sebagai sarana pengelola konflik. Dalam suasana demokrasi; persaingan dan perbedaan pendapat dalammasyarakat merupakan hal yang wajar. Jika sampai terjadi konflik, partai politik harus mampu untuk mengakomodasi dan memandu pelbagai perbedaan di dalam masyarakat untuk mencapai titik temunya dalam dialog, sehingga menguntungkan kedua belah pihak yang bertikai. Strategi yang dapat digunakan untuk melerai perbedaan atau konflik yang tengah terjadi adalah dengan cara pencarian solusi melalui kompromi atau pun dialog. Kompromi politik baru dapat dilakukan oleh partai politik bila kedua belah pihak (atau lebih) yang bertikai mau membuka diri dan bersedia duduk bersama dan berniat untuk menyelsaikan konflik.

Keenam, fungsi dari partai politik adalah melakukan kontrol politik. Kontrol politik sangat dibutuhkan dalam negara demokratis. Ia tidak saja sebagai sarana untuk menyediakan nuansa checks and balances yang aktual, tetapi juga, kontrol politik, berupa kegiatan dalam menunjukkan kesalahan, kelemahan, dan penyimpngan yang dilakukan oleh pemerintah berkuasa.

Adanya partai politik, dianggap sebagai suatu yang wajar-wajar saja terutama dalam konteks nilai-nilai esensial sebuah demokrasi. Terlbih lagi, jika kita menghubungkannya dengan perspektif teori demokrasi, pada dasarnya mengatakan bahwa, kedudukan partai politik dalam hubungan ini lebih condong mengarah kepada


(23)

wacana ilmu sistem politik. Dan di sisi lain, mengatakan bahwa kehadiran partai politik dilihat sebagai sarana untuk berpartisipasi.

I.5.1.4 Kampanye

Kampanye merupakan proses penyampaian program dari masing-masing partai politik maupun pasangan calon melalui pesan-pesan politik yang bertujuan untuk mengubah persepsi, sikap, dan prilaku pemilih. Perubahan yang dimaksud tentu diupayakan dari tidak memilihnya menjadi memilihnya. Pada kesempatan kampanye para kandidat menyampaikan visi dan misinya yang diarahkan menyentuh kepentingan daerah yang bersangkutan. Pemilih yang masih menaruh harapan besar terhadap visi misi para kandidat tentu akan menjadi pertimbangan utama bagi pemilih.15

Selain itu, kampanye juga merupakan sebuah tindakan politik bertujuan mendapatkan pencapaian dukungan, usaha kampanye bisa dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang yang terorganisir untuk melakukan pencapaian suatu proses pengambilan keputusan di dalam suatu kelompok, kampanye biasa juga dilakukan guna mempengaruhi, penghambatan, pembelokan pecapaian, Dalam sistem politik

demokrasi, kampanye politis berdaya mengacu pada kampanye elektoral pencapaian

dukungan, dimana wakil terpilih atau referenda diputuskan. Kampanye politis tindakan politik berupaya meliputi usaha terorganisir untuk mengubah kebijakan di dalam suatu institusi.

Isu politik atau program kandidat pada dasarnya bukanlah suatu yang terpisah dari masyarakat. Artinya, untuk memahami program kandidat tidak cukup hanya mengamati persoalan-persoalan politik yang sedang berkembang, melainkan harus

15


(24)

dilihat dari bagaimana pandangan masyarakat masyarakat terhadap program yang ditawarkan. Apakah pemilih mempunyai perhatian besar atau sebaliknya, apakah bersikap positif atau justru bersikap negatif. Dengan demikian, kesadaran politik pemlih dalam menyikapi berbagai jualan politik para kandidat menjadi sangat penting dalam menentukan pilihannya.

I.5.2.1. Bentuk dan Jenis Kampanye

Kampanye umumnya dilakukan dengan slogan, pembicaraan, barang cetakan, penyiaran barang rekaman berbentuk gambar atau suara, simbol-simbol, pada sistem politik otoliter kampanye sering bisa dilakukan kedalam bentuk tindakan intimidasi,

propaganda atau dakwah.

I.5.2.2. Tujuan Kampanye

Kampanye pada awalnya dijalankan untuk sebuah rekayasa Pencitraan

kemudian berkembang menjadi upaya persamaan pengenalan sebuah gagasan atau isu.Gagasan atau isu yang disampaikan bertujuan untuk mempengaruhi individu ataupun kelompok masyarakat agar ikut dalam partisipasi politik atau dengan kata lain memilih partai ataupun perseorangan yang melakukan kampanye itu. Melalui kampanye ini partai-partai atau orang yang terlibat dalam partai tersebut memperkenalakan apa yang menjadi visi dan misi mereka dan apa yang menjadi tujuan mereka. Selain itu kampanye bertujuan untuk merngajak individu ataupun kelompok masyarakat untuk mendukung dalam tercapainya tujuan partai ataupun perseorangan yang melakukan kampanye.


(25)

I.5.2.3. Isu Kampanye

Dalam setiap pelaksanaan kampanye selalu didukung dengan adanya isu-isu kampanye. Isu kampanye dipahami sebagai segala sesuatu yang berupa janji politik para kandidat termasuk sebelum masa kampanye. Isu kampanye pada dasarnya selalu bernada ingin melakukan perubahan, namun perubahan yang dinginkan oleh masyarakat belum juga dirasakan.16

Tim sukses berfungsi menjembatani kandidat dengan pemilih, tim sukses juga memiliki pengaruh yang signifikan dalam mempengaruhi pemilih atas dasar ikatan

Masyarakat pemilih masih melihat isu kampanye hanya sekedar janji ataupun sekedar promosi politik belaka. Dengan demikian, jika isu kampanye yang disampaikan tidak terealisasi dengan baik, maka sudah pasti masyarakat akan pesimis dengan janji-janji politik atau isu kampanye pada momen-momen pemilihan berikutnya.

I.5.2.4. Juru Kampanye

Juru Kampanye merupakan tim kampanye yang terdaftar di KPUD yang dibentuk oleh pasangan calon bersama-sama partai politik atau gabungan partai politik. Juru kampanye juga dimaksudkan kepada siapa saja yang aktif dalam menyampaikan program-program pasangan calon, baik pada saat masa kampanye maupun diluar masa kampanye yang telah ditentukan. Juru kampanye baik yang resmi maupun tidak resmi, berjenjang dari tingkat provinsi sampai pada pelosok-pelosok desa. Distribusi tim sukses tersebut memiliki hubungan atau ikatan emosional dengan konstituen dimana mereka berada.

16


(26)

emosional antara tim sukses dengan para pemilih.17

Teori koalisi partai politik telah lama berkembang di negara-negara Eropa khususnya dan negara-negara dengan sistem parlementer pada umumnya. Dalam sistem pemerintahan presidensil yang multipartai, kaolisi adalah suatu keniscayaan untuk membentuk pemerintahan yang kuat. Hakikat koalisi sendiri adalah membentuk pemerintahan yang kuat (strong government), mandiri (autonomous), dan tahan lama (durable).

Ikatan emosional tersebut merupakan faktor penting dalam proses kampanye.

I.5.3. Teori Koalisi Partai Politik

18

Hingga detik ini, koalisi antara partai politik tidak ada yang ideal, tidak ada satu pun koalisi yan digalang para elit yang menghasilkan paduan yang kuat, mandiri, dan tahan lama. Namun seringkali koalisi yang dibangun membingungkan. Kompleksnya kekuatan politik, aktor dan ideologi menjadi faktor yang menyulitkan. Secara teoritis, koalisi partai hanya akan berjalin bila dibangun di atas landasan pemikiran yang realistis dan layak.19

Menurut studi Huang Wang, seorang peneliti dari New York University, yang menyatakan bahwa di dalam setiap masyarakat kerap terdapat berbagai kerjasama dalam suatu pengelompokan yang tepat (proper subset) dari aktor-aktor – baik berupa kelompok-kelompok sosial (melalui organisasi) atau individu-individu untuk bertarung menghadapi aktor-aktor lainnya jika terdapat tiga aktor atau lebih. Pengelompokan aktor-aktor itu bisa disebut dengan koalisi.

20

17

. Ibid, hal 224.

18

Bambang Cipto, Partai, Kekuasaan dan Militerisme, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000, hal. 22

19

Ibid.,hal. 22

Melihat dari hasil penelitian Huang Wang, besar kemungkinan rencana munculnya wacana koalisi antar

20


(27)

organisasi dimulai dari ide-ide dari individu yang ada (elit-elit kedua organisasi yang ada).

Varian koalisi di Indonesia memang tidak terbangun berdasarkan landasan yang kuat. Dalam teori, koalisi partai politik hanya akan berjalan jika dibangun dengan pemikiran yang realistis dan rasional yang dapat dilakukan kedua pihak. Koalisi tidak sekadar dimaknai sebagai pertemanan akan tetapi harus dibangun dengan sasaran yang jelas. Teori koalisi tidak terlepas dari adanya kepentingan elit dibelakangnya. Kepentingan elit yang bermain dalam menemukan arah koalisi ini menyebabkan terkadang tidak dapat dijabarkan di tingkatan bawah (konstituen).

Menurut William Riker dalam bukunya The Theory of Political Coalition, koalisi partai politik dimaknai sebagai, “....three-or-more-person game, the main activity of the players is to select not only strategies, but patners. Patners once they become such, then select a strategy”.21

Jadi suatu koalisi harus menyusun strategi yang sesuai dengan aktivitas para aktor dan partner koalisi. Di sini suatu platform bersama menjadi pijakan suatu koalisi dalam menghadapi aktor-aktor yang menjadi lawan mereka. Jadi koalisi memerlukan adanya rekan (partner), lawan (adversaries) dan strategi. Koalisi partai politik tidak Pada saat rekanan (partner) ini bergabung, dan bekerjasama hanya dengan sejumlah aktor lain, dan bertarung mengadapi aktor-aktor lainnya di luar mereka, setiap koalisi pada dasarnya mencari pengaruh langsung di antara aktor-aktor tanpa adanya mediasi yang berbentuk material oleh karenanya bersifat politis.

21


(28)

didasarkan pada tujuan-tujuan yang bersifat material (misalnya uang) melainkan tujuan-tujuan yang bersifat politis.

Tokoh politik pada membicarakan koalisi pada umumnya adalah dalam rangka merebut kekuasaan, baik pada tingkatan legislatif maupun eksekutif. Pembentukan koalisi partai politik akan lebih banyak memberikan manfaat bagi perkembangan demokrasi dan terhadap efektivitas kebijakan. Substansi politik adalah sarana bagi pencapaian tujuan bersama, yang berarti semakin kita dapat mengagregasikan dukungan, antara lain dalam bentuk koalisi “permanen” yang tidak oportunitis akan semakin besar kemungkinan untuk mencapai tujuan bersama itu, khususnya dalam memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Koalisi yang banyak terbangun di Indonesia merupakan koalisi yang cair dan rapuh. Koalisi yang seharusnya terbangun adalah koalisi yang permanen, dimana koalisi permanen. merupakan koalisi yang terbentuk dari adanya nilai-nilai bersama, tujuan politik yang sama dengan adanya konsensus dan kontral politik untuk mempertahankan koalisi. Bukanlah koalisi pragmatis yang hanya berdasarkan kepentingan sesaat untuk merebut kekuasaan.

Koalisi permanen ini memang tidak bisa dibentuk dengan sembarangan. Mengacu pada teori Arend Lijphart, setidaknya terdapat empat teori koalisi yang bisa diterapkan di Indonesia, Pertama, minimal winning coalition dimana prinsip dasarnya adalah maksimalisasi kekuasaan. Dengan cara sebanyak mungkin memperoleh kursi di kabinet dan mengabaikan partai yang tidak perlu untuk diajak berkoalisi. Kedua, minimum size coalition, dimana partai dengan suara terbanyak akan mencari partai yang lebih kecil untuk sekadar mencapai suara mayoritas. Ketiga, bargaining proposition, yakni koalisi dengan jumlah partai paling sedikit untuk memudahkan


(29)

proses negosiasi. Dasar dari teori ini adalah memudahkan proses tawar-menawar dan negosiasi karena anggota atau rekanan koalisi hanya sedikit. Keempat, minimal range coalition, dimana dasar dari koalisi ini adalah kedekatan pada kecenderungan ideologis untuk memudahkan partai-partai dalam berkoalisi dan membentuk kabinet. Dasar dari teori ini adalah kedekatan pada kecenderungan ideologis. Kelima, minimal connected winning coalition, dimana dasar berpijak teori ini adalah bahwa partai-partai berkoalisi karena masing-masing memiliki kedekatan dalam orientasi kebijakannya.22

KIRI KANAN

Untuk memahami pola-pola koalisi yang mungkin terbentuk maka partai-partai disusun dalam spektrum ideologi sebagai berikut :

A ( 21 ) B ( 12 ) C ( 33 ) D ( 26 ) E ( 8 ) TOTAL = 100

Huruf A sampai E menunjukkan partai politik yang disusun berdasarkan kecenderungan ideologi. Sedangkan angka-angka yang dalam tanda kurung adalah persentasi perolehan kursi di parlemen. Partai A berada pada spektrum ideologi kiri, sedangkan E berada pada spektrum ideologi kanan, sementara partai C adalah partai dengan ideologi tengah. Sebagaimana pada spektrum ideologi Eropa, maka disebelah kiri C adalah partai-partai Nasionalis-Sekuler, sedangkan pada sebelah kanan C terletak partai-partai Nasionalis-Religius, demikian juga semakin ke kiri akan semakin sekuler dan radikal.

22


(30)

Dalam teori politik, koalisi adalah peranti paling efektif meraih kekuasaan. Koalisi diperlukan untuk menggalang dukungan dalam membentuk pemerintahan oleh partai pemenang pemilu, di sisi lain dibutuhkan dalam rangka membangun dan memperkuat oposisi bagi partai-partai politik yang duduk di parlemen namun tidak ikut memerintah. Dalam sistem presidensial sebagai pesan dari UUD 1945, eksekutif dan legislatif adalah dua lembaga terpisah yang tidak bisa saling menjatuhkan satu sama lain.

Koalisi tidak terelakkan karena sistem politik politik multipartai melahirkan aroma sistem parlementer. Koalisi antarparpol dengan demikian menjadi semacam motor penggerak bagi terpilihnya kandidat pemimpin, koalisi hanya dimaknai sebatas intrumen merebut kekuasaan. Cairnya koalisi yang diperagakan oleh parpol saat ini menunjukkan hilangnya demarkasi ideologis dan visi yang ditukarkan dengan mata uang kepentingan. Padahal, secara ideal, koalisi dapat berjalan efektif manakala terjadi titik temu di level paradigmatik, yaitu, ideologi, visi-misi, kultur dan corak kebangsaannya. Teori ini digunakan dalam penelitian untuk menganalisis kebijakan koalisi dan pelaksanaan serta implikasinya.

Hubungan teori di atas dengan perumusan masalah adalah bahwa koalisi yang terjadi dalam sebuah pertarungan politik adalah election (pemilihan) sangat menentukan arah pengambilan keputusan dalam proses rekrutmen politik (mulai dari penjaringan sampai penetapannya) yang dilakukan. Ini dikarenakan dalam koalisi terdapat lebih dari satu elemen kepentingan yang bermain. Oleh karena itu diperlukan kesepatakan bersama dalam menentukan langkah-langkah untuk mencapai tujuan bersama.


(31)

I.6. Metode Penelitian

Metode penelitian didefenisikan sebagai ajaran mengenai cara-cara yang digunakan dalam memproses penelitian. Metode berguna untuk memberikan ketepatan, kebenaran dan pengetahuan yang mempunyai nilai ilmiah yang tinggi.23

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan penekanan pada deskriptif dan analitis. Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu dibalik fenomena yang sedikitpun belum diketahui. Metode ini juga dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu yang baru sedikit diketahui, metode kualitatif juga dapat memberikan rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit di ungkap oleh metode kuantitatif.

Untuk itu, penelitian ini akan memaparkan beberapa cara sebagai batasan untuk mencapai kebenaran ilmiah, yakni : jenis penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

I.6.1. Jenis Penelitian

24

Dengan metode dan pendekatan penelitian ini penulis dimaksudkan agar dapat melihat dan memahami mengenai peran partai Golkar dalam proses pemenangan H. Annas Maa’mun pada Pilkada Rokan Hilir Tahun 2006.

I.6.2. Lokasi Penelitian

Untuk mendapatkan informasi yang menyangkut masalah penelitian ini maka penulis melakukan penelitian di DPC partai Golkar Rokan Hilir.

23

. Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung: CV. Mandar Majuy, 1996, hal. 17.

24

. Ansem Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Tata Langkah dan


(32)

I.6.3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini untuk memperoleh informasi atau data yang akurat sehingga dapat dipertanggung jawabkan sebagai suatu penelitian sosial yang ilmiah. Adapun data yang akan dikumpulkan dalam upaya pengumpulan data di bagi menjadi dua yaitu :

1. Data Primer

Data primer diperoleh dari wawancara langsung yang dilakukan penulis dengan pengurus partai Golkar yang terlibat dalam proses pemenangan H. Annas Maa’mun agar memperoleh data yang benar dan akurat.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan yang antara lain mengumpulkan buku-buku, koran, majalah, dan bahan-bahan lainnya yang dianggap berkaitan dengan masalah yang diteliti oleh penulis sebagai bahan tambahan untuk melengkapi keakuratan dari data primer.

I.6.4. Teknik Analisis Data

Penelitian ini bersifat deskripsi dengan tujuan memberi gambaran mengenai situasi atau kejadian yang terjadi. Data yang terkumpul melalui wawancara dan dokumentasi akan dianalisis secara mendalam yang selanjutnya akan menghasilkan suatu kesimpulan yang menjelaskan masalah yang diteliti. Permasalahan yang akan diteliti akan menjawab tujuan penelitian ini.


(33)

I.7. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini akan terdiri dari beberapa bab. Adapun tiap bab terdiri dari :

BAB I : Pendahuluan

Bab I ini berisi tentang latar balakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metode peneltian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Deskripsi Lokasi Penelitian

Bab ini berisikan tentang Profil Partai Golkar Kabupaten Rokan Hilir dan calon Bupati yang di usung Partai Golkar dan Koalisinya.

BAB III : Panyajian dan Analisis Data

Bab ini berisi data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan mengenai peran Partai Golkar dan Partai Koalisi dalam proses pemenangan H. Annas Maa’mun pada Pilkada 2006, yang kemudian akan dianalisis oleh penulis mengenai peran partai Golkar tersebut.

BAB IV : Penutup

Bab IV ini adalah bagian terakhir dari penulisan skripsi ini yang berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya dan saran-saran yang berguna bagi penulis secara khusus dan berguna bagi organisasi secara umum.


(34)

BAB II

DESKRIPSI LOKASI II.1 Sejarah dan Kelahiran Golkar

Golongan Karya telah tumbuh bersamaan dengan Proklamasi 17 Agustus 1945 serta turut berjuang untuk menegakkan dan mempertahankan Proklamasi itu, pada awal kemerdekaan, kedudukannya secara formal belum diatur secara disebabkan penyelewengan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan keluarnya Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 oktober 1945, yang disusul kemudian dengan Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945, maka lahirlah sistem multi partai dan sistem demokrasi liberal. Dengan adanya pengakuan tentang kehadiran dan legalitas Golongan Karya di Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), maka atas dorongan ABRI, dibentuklah Sekretariat Bersama (SEKBER) GOLKAR, pada tanggal 20 Oktober 1964. Tanggal inilah hari lahirnya Golongan Karya. Setelah meletusnya gerakan pengkhianatan G.30/S/PKI, maka ABRI, SEKBER GOLKAR, Pemuda, Mahasiswa dan Rakyat yang Pancasilais bangkit dengan serentak menumpas gerakan penghianatan G.30/S/PKI.

Pada awal pembentukannya, SEKBER GOLKAR beranggotakan 61 organisasi. kemudian berkembang menjadi 291 organisasi karena golongan-golongan fungsional lainnya sudah menyadari bahwa Sekretariat Bersama GOLKAR berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta tujuan haluannya adalah pelaksanaan Demokrasi Pancasila menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta sesuai dengan Haluan Negara Republik Indonesia.

Sementara itu proses kristalisasi dalam tubuh Sekretariat Bersama GOLKAR berjalan terus. Dengan didirikannya PARMUSI pada tahun 1968, maka sejumlah


(35)

organisasi melepaskan diri dari Sekretariat Bersama GOLKAR, sementara itu dibentuklah KINO-KINO (Kelompok Induk Organisasi) sebagai pengelompokkan dari organisasi-organisasi yang tergabung dalam SEKBER GOLKAR. Proses kristalisasi ini berlanjut lagi dengan keluarnya Peraturan M e nt er i Dalam Negeri Nomor 12 tahun 1969 yang pada waktu itu terkenal dengan sebutan PERMEN 12. Setelah GOLKAR meraih kemenangan dalam Pemilu 1971, sesuai dengan ketentuan dalam Ketetapan MPRS mengenai perlunya kembali kehidupan politik Indonesia, pada tanggal 17 Juli 1971 SEKBER GOLKAR mengubah dirinya menjadi GOLKAR.

I I . 2 . L a h i r n v a Sekb e r Go lka r di Ro ka n Hili r

Dalam buku 30 Tahun Perjuangan Golkar yang merupakan perjalanan Partai Golkar di Rokan Hilir terlihat bahwa Partai latar belakang dan per ja la na n panjang Partai Golkar juga terdapat peran ABRI sebagai barisan t erdepa n dalam pembentukkan Sekber Golkar. Dengan terbentuknya Sekber GOLKAR di Pusat, ormas-ormas Golkar yang telah lahir menyambutnya dengan rasa optimis. Keadaan dan kondisi daerah Rokan Hilir pada waktu itu memang telah dirasakan sangat mencemaskan dimana kekuatan organisasi Non Pancasialis yang dikoordinir oleh PKI telah dapat berhasil menyusun kekuatan disegala sektor dan bidang, ditengah-tengah golongan dan lapisan masyarakat.

Tet ap i u nt uk me nga daka n su at u wada h ya ng merup aka n Fro nt Kekuat a n Pa ncas ila be lu mla h da pat d ila hir ka n. Ju st ru it u ke la hira n Sek ber Go lkar a nggo t a Fro nt Na s io na l t e la h d is a mbut de nga n ba ik da n me ma ng be nar t e la h sa ngat d ibut uhk a n o le h ma s yar akat Ro ka n H ilir. Pro ses pe mbe nt uka n Go lkar d i Ro ka n H ilir ada la h s e bag a i ber ikut :

Me ng hadap i s it ua s i ma s yar akat ya ng t idak me ne nt u d a n me mba ha yak a n kea ma na n. maka ABRI s e baga i k ekuat a n So spo l da n


(36)

Ha nka m, per lu t uru n t a nga n, kare na p ada wakt u it u s ega la o rga nis as i-o rganis as i ya ng t id ak bera filia s i d e ng a n part a i pi-o lit ik d a n ya ng bero rie nt as i pada kar ya- kekar ya a n juga harus ber ada da la m Fro nt Nas io na l. P ada t angg a l 2 6 Ju li 1965, d ibe nt uk P a nit ia Pers iapa n pe mbe nt uka n Sekr et ar iat Ber sa ma Go lo nga n Kar ya, de nga n me ngu nd a ng Pe nguru s Da era h Fro nt Nas io na l Ro ka n H ilir.

Da la m wa kt u t idak t er la lu la ma mak a terbe nt uk la h pe nguru s Sekret ar iat Ber sa ma Go lo nga n Kar ya Ro kan H ilir. De mik ia n pu la se la n jut nya, me nge lu arka n p er nyat aa n k e bu lat a n t ekad la h ir nya su at u o rganis as i ke kar ya a n ya ng ber na ma Se kret ar iat Bersa ma Go lo nga n Kar ya ya ng d iduk u ng o le h ma s yara kat da n AB RI. O ie h k are na it u, ABRI t idak d apat t ingga l d ia m set iap g e raka n da la m ma s yar akat . Ha l in i ju ga d it a nda i d e nga n pe mbe nt uk a n Se kber Go lkar d i set iap w ila ya h Ka bupat e n d a n Ko t a d ilak sa naka n se su a i de nga n sur at kawat Pa ng lima Daera h M ilit er II kepada D AN REM 21 s a mp a i d e nga n 23 da n D ANDI M 0212. Da la m k e nyat aa n me ma ng Sek ber Go lkar it u me nd apat duku nga n ma s yar akat ba nyak me la lu i o rga nis as i-o rganis as i ya ng bera filia s i de nga n part a i po lit ik d a n ya ng bero r ie nt as i p ada k ar ya d a n ke kar ya a n sepert i M KG R, SO KSI, KOSG OR O da n o rga nis as i fu ng s io na l la inn ya.

Perkembangan pengelompokkan atau konsolidasi selanjutnya diadakan di daerah-daerah Tingkat II dan langsung dilantik oleh Ketua Umum DPH Sekber Golkar Rokan Hilir, dimana sebagian besar para Ketua-ketua DPH Sekber Golkar Rokan Hilir. Kedudukan Ormas-ormas anggota Sekber Golkar sebelum lahirnya Peraturan Menteri No. 12/1999, pada umumnya telah merasakan disiplin induk organisasinya masing-masing dari pada Sekber Golkar sendiri terlebih-lebih di


(37)

Lembaga Legislatif Daerah karena Sekber belum mempunyai wewenang dan prosedur yang cukup kuat untuk mendisiplinkan anggotanya. Setelah lahirnya Permen No. 12/1969 situasinya berubah dari sebelumnya. Hal tersebut didasarkan carena pengisian tunggal akibat terkena Permen No. 12 adalah Sekber. Pengaruhnya meliputi wibawa dan prosedur tersebut menambah kekuatan Sekber Golkar dalam pengembangan, pengarahan, dan pengendalian. Pelaksanaan Permen No. 12 di daerah Rokan Hilir dapat berjalan dengan baik, walaupun terdapat beberapa hambatan yang tidak berarti.

II.3. Posisi dan Peran GOLKAR Di Masa Orde Baru

Dalam buku Materi Perkaderan Partai Golkar Tingkat Kabupaten dan Kota :Pengetahuan Tentang Ke-Golkar-An, selama perjalanannya GOLKAR telah memposisikan diri sebagai kekuatan sosial dan politik pendukung Orde Baru. Hal ini tercermin dari setiap pelaksanaan Musyawarah Nasional (MUNAS) Golongan Karya senantiasa menghasilkan keputusan yang memberikan dukungan terhadap program-program pemerintah. Dengan kata lain, program organisasi selalu dipadukan dengan program pemerintah dan mendapat dukungan serta legitimasi dari lembaga legislatif yang dikuasai Golongan Karya.

Kedudukan Ketua Dewan Pembina yang juga adalah Presiden sangat dominan mewarnai keputusan-keputusan Golongan Karya, bahkan dapat membatalkan keputusan-keputusan yang telah dihasilkan oleh masyawarah organisasi dan membekukan dewan pengurus. Hal ini telah menyebabkan berkurangnya kemandirian Golongan Karya,

Ada empat hal utama yang menjadi ciri GOLKAR di masa Orde Baru,

1. Dikenalnya istilah Si ste m Tiga Jalu r ABG, yaitu ABRI, Birokrasi, dan Golongan Karya.


(38)

2. Dominannya peranan lembaga Dewan Pembina. 3. Pengambilan keputusan selalu dari atas (t op d o wn).

4. Sangat menghindari pemungutan suara (vo ting) untuk menentukan pimpinan organisasi di semua tingkatan atau dari Ketua Umum DPP sampai pada tingkat kepengurusan terbawah.

II.4. Perkembangan Partai Golkar Era Reformasi

Dalam buku Materi Perkaderan Partai Golkar Tingkat Kabupaten dan Kota: Pengetahuan Tentang Ke-Golkar-An, sejak pelaksanaan Musnalub Partai Golkar pada bulan Juli 1998, Partai Golkar semakin menegaskan untuk memperbaharui dirinya sesuai dengan semangat dan tuntutan reformasi. Beberapa hal yang dapat dilihat sebagai perbedaan yang signifikan dengan Golkar masa lampau adalah struktur kepemimpinan Partai Golkar era reformasi ini tidak lagi mempunyai institusi Dewan Pembina. Dahulu Dewan Pembina dipimpin oleh Presiden, sekarang dihapus. Partai Golkar menghapus institusi Dewan Pimpinan Penimbangan Propinsi yaitu Gubernur. Partai Golkar tidak punya lagi Ketua Dewan Penasehat di Kabupaten atau Kota, yang semula dijabat oleh Bupati.

Di era reformasi, Partai Golkar mempunyai institusi Penasehat. Namun, posisi Penasehat tidak secara struktural membawahi kepengurusan Partai Golkar di tingkat masing-masing baik pusat maupun daerah. Para penasehat diangkat berdasarkan pertimbangan senioritas dalam kekaderan Partai Golkar, dan nasehat itu tidak mengikat Partai Golkar. Setelah Deklarasi Partai Golkar Baru tidak ada lagi campur tangan struktur lain di atas Dewan Pimpinan. Partai Golkar benar-benar berada di tangan Dewan Pimpinan dari Partai Golkar sendiri yang secara mandiri menetapkan keputusan bagi kepentingan


(39)

organisasi partai. Demikian pula dalam kaitan dengan rekrutmen, kaderisasi, dan sistem musyawarah yang diberlakukan mengalami perubahan.

II.5. Doktrin Karya dan Kekaryaan serta Ikrar Partai Golkar

Dalam buku Materi Perkaderan Partai Golkar Tingkat Kabupaten dan Kota Pengetahuan Tentang Ke-Golkar-An, Partai Golkar telah memiliki Doktrin d a n Ikrar, oleh sebab itu adalah menjadi kewajiban bagi setiap anggota Partai Golkar,terutama kader-kader Partai Golkar untuk selalu mendalami Doktrin dan Ikrar Partai Golkar, serta menghayati dan mengamalkannya dalam melaksanakan kegiatan organisasi.

a. Doktrin Partai Golkar

Doktrin adalah ajaran, asas, kesatuan pemikiran, pedoman, pegangan dan bimbingan dalam melaksanakan tugas. Doktrin Partai Golkar tetap kelanjutan dari SEKBER GOLKAR yang lahir pada tanggal 20 Oktober 1964. Partai Golkar tetap berpegang pada doktrin karya kekaryaan, yaitu Karya Siaga Gatra dan Praja yang dipahami secara kreatif dan dinamis sesuai dengan dinamika perkembangan zaman.

1) Menunjukkan surya sangkakala lahirnya Golkar sebagai kekuatan sosial politik pelopor pembaharuan dan pembangunan.

2) Menurut arti katanya, menyatakan derap langkah serta tekad Partai Golkar. Karya berarti pekerjaan atau tugas, SIAGA berarti siap, GATRA berarti bentuk bangun atau wujud, dan PRAJA berarti kerajaan atau negara. Pengertian ini disimpulkan menjadi Siap Bekerja Membangun Bangsa.

Doktrin karya kekaryaan Partai Golkar berorientasi pada program (program oriented) dan atau pemecahan masalah (problem solving), bukan


(40)

berorientasi pada aliran atau ideologi. Dengan perspektif ini ingin ditegaskan bahwa Partai Golkar tidak setuju dilakukakannya pengelompokkan politik berdasarkan primordialisme dan sekulerisme. Bagi Partai Golkar karya yang baik bermanfaat bagi masyarakat adalah lebih penting daripada ide atau gagasan semata.

b. Ikrar Pa rtai Golk ar

Ikrar adalah pernyataan sikap, janji yang sungguh-sungguh yang dilandasi kesadaran akan keyakinan, kebenaran, dan kesanggupan untuk melaksanakan dan mengambil tanggung-jawab. Ikrar Partai Golkar "Panca Bakti" adalah sebagai berikut:

a) Kami, warga Partai Golongan Karya adalah insan yang percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

b) Kami, warga Partai Golongan Karya adalah pejuang dan pelaksana untuk mewujudkan cita-cita Proklamasi 1945, pembela serta Pengamal Pancasila.

c) Kami, warga Partai Golongan Karya adalah pembina persatuan dan kesatuan bangsa yang berwatak setia kawan.

d) Kami,warga Partai Golongan Karya bertekad bulat melaksanakan amanat penderitaan rakyat untuk membangun masyarakat adil, makmur, tertib, dan senantiasa.

e) Kami, warga Partai Golongan Karya setia pada Undang-Undang Dasar 1945 mengutamakan kerja keras, jujur, dan bertanggung jawab, dalam melaksanakan pembinaan dan pembangunan.


(41)

II.6. Paradigma Baru Partai Golkar

Paradigma Baru Partai Golkar ini berisi pokok-pokok doktrin, visi, misi, dan platform politik. Di dalam perumusan Paradigma Baru ini ada terkandung aspek pembaruan sekaligus kesinambungan. Aspek pembaruan ditunjukkan melalui perubahan struktur atau kelembagaan, dan aspek kesinambungan tampak pada kekukuhan Partai Golkar untuk tetap berideologi Pancasila dan doktrin karya dan kekaryaan.

Pembaharuan ini disamping dimaksudkan untuk meluruskan sejumlah kekeliman lama, juga diarahkan untuk mewujudkan Partai Golkar yang mandiri,demokratis, kuat soild, berakar, dan responsif. Dengan Paradigma Baru maka Partai Golkar diharapkan menjadi partai politik yang modern dalam pengertiannya yang sebenarnya. Yakni, tidak lagi sebagai "Partainya Penguasa" (the rul er' s pa rty) yang hanya menjadi mesin pemilu atau alat politik untuk melegitimasi kekuasaan. Pembaruan paradigma itu sendiri didorong oleh faktor utama yang berasal dari diri Partai Golkar sendiri, yakni jatidiri dan watak Partai Golkar sebagai kekuatan pembaru. Sebagaimana disebutkan pada point keempat dari IKRAR PANCA BHAKTI GOLONGAN KARYA, etos atau semangat pembaruan pada sejatinya merupakan fitrah atau sikap dasar Partai Golkar sejak kelahirannya.Fitrah inilah yang mendorong dilakukannya pembaruan ini. Dengan demikian, pembaruan paradigma ini merupakan pengejawantahan belaka dari fitrah tersebut. Paradigma Baru Partai GOLKAR ini talah mulai diwujudkan melalui pembaruan iternal, terutama terhadap struktur atau kelembagaan organisasi yang selama ini mempunyai akses yang terlalu besar terhadap organisasi yang membatasi kemandirian Partai GOLKAR.


(42)

Langkah-langkah pembaruan kelembagaan tersebut juga diikuti dengan diwujudkannya prinsip kedaulatan di tangan anggota. Yaitu mekanisme pengambilan setiap keputusan organisasi dilakukan secara lebih terbuka, demokratis, dari bawah (bottom-up), dan dengan pemungutan suara secara langsung. Melalui mekanisme yang demokratis ini maka terbukalah peluang bagi kader-kader untuk memimpin Partai karena memang dalam prespektif demokrasi kesempatan dan peluang perlu disediakan untuk semua, sehingga tidak terjadi pemusatan pandangan pada pesona figur tunggal yang mengarah pada kultus individu.

Implikasi lain dari serangkaian pembaharuan tersebut adalah sangat berarti, yakni Partai Golkar menjadi benar-benar mandiri dan mampu mewujudkan tegaknya asas kedaulatan di tangan anggota sebagai salah satu prinsip utama dari Partai yang modern, demokratis, dan mengakar. Partai GOLKAR bertumpu hanya pada kekuatannya sendiri, tidak mengandalkan kekuatan di luar dirinya, dan selanjutnya dapat mengambil keputusan-keputusan organisasional secara independen tanpa campur tangan dari pihak luar atau golongan manapun.

a.Doktrin Perjuangan

Dengan Paradigma Baru ini, doktrin Partai Golkar tetap sebagai kelanjutan dari Sekretariat Bersama (SEKBER) GOLONGAN KARYA yang lahir pada tanggal 20 Oktober 1964. Partai Golkar tetap berpegang pada doktrin karya kekaryaan, yaitu Karya Siaga Gatra Praja, tetapi dipahami secara kreatif dan dinamis sesuai dengan dinamika perkembangan jaman.

Dengan doktrin karya kekaryaan maka Partai Golkar selalu melihat masyarakat dalam perspektif fungsi, bukan dalam perspektif ideologi, apalagi


(43)

aliran. Pengelompokan masyarakat yang terbaik dalam perspektif Partai Golkar adalah pengelompokan berdasarkan peran dan fungsinya.

Dengan doktrin karya kekaryaan Partai Golkar berorientasi pada program (p rog ram ori ente d) dan atau pemecahan masalah (p roble m solvi ng), bukan berorientasi pada aliran atau ideologi (id eolo gy o rient ed) de nga n perspektif ini ingin ditegaskan bahwa Partai Golkar tidak sependapat dilakukannya pengelompokan politik berdasarkan primordialisme dan sektarianisme. Pembelahan masyarakat berdasarkan ideologi atau aliran-aliran dikhawatirkan akan melahirkan konflik-konflik ideologi yang bermuara pada pertentangan, perpecahan, dan malah disintegrasi bangsa.

b. Visi

Se ja la n de ng a n c it a-c it a Para Bap ak Pe nd ir i Neg ara (the founding fathers) k it a ba hwa t u jua n k it a ber negar a a da la h me lindu ng i se ge na p t u mpa h dara h Indo ne s ia, me nc erda ska n k e hidup a n ba ngs a, mew u judk a n kead ila n so s ia l bag i se lur u h rak yat Indo ne s ia, da n ikut me nc ipt aka n perda ma ia n dun ia, mak a Part a i Go lkar se baga i p e nge mba n c it a-c it a pro k la ma s i me nega sk a n vis i per ju a nga nn ya u nt uk m. e nye rt a i p er ja la na n ba ngs a me ncap a i c it a- c it a nya.

Part a i Go lkar ber ju a ng de mi t erwu jud n ya Indo nes ia baru ya ng ma ju, mo d e m, bers at u, da ma i, ad il d a n mak mur de nga n ma s yar akat ya ng ber ima n da n bert aqwa, bera hla k ba ik, me nju nju ng t ingg i ha k as as i ma nus ia, c int a t ana h a ir, d e mo krat is, da n ad il d a la m t at ana n ma s yarak at ma da ni ya n g ma nd ir i, t erbuk a, eg a lit er, berk es adara n huku m da n lingk u nga n, me ngu as a i ilmu pe ng et ahu a n d a n t ek no lo g i, me milik i et o s ker ja da n s e ma ng at kekar ya a n, sert a d is ip lin ya ng t ingg i.


(44)

De nga n vis i in i ma ka Part a i Go lkar he nd ak me wu judk a n ke hid upa n po lit ik na s io na l ya ng de mo kr at is me la lu i pe lak sa naa n ag e nda-a ge nd a re fo r ma s i po lit ik ya ng d iara hk a n u nt uk me la kuka n sera ng ka ia n ko reks i t erenca na, me le mba ga da n berk es ina mb ung a n t erhad ap se luru h bida ng ke hidup a n. R e fo r mas i pad a se jat in ya ada la h up a ya u nt uk me nat a ke mba l i s ist e m k e neg araa n k it a d is e mu a b ida ng agar k it a d apat ba ngk it ke mba l i da la m sua sa na ya ng le b ih t erbuka d a n de mo krat is, Bag i P art a i Go lkar upa ya me wu ju dka n ke hid upa n po lit ik ya n g de mo krat is ya ng bert u mpu pad a kedau lat a n rak yat ada la h c it a- c it a s e jak k e la hirar mya.

Ket erbuk aa n ad a la h nila i ke ma nus ia a n ha k ik i ya ng merup aka n na fa s dar i s eraka n re fo r ma s i. At as d as ar pa nd a nga n ket erbukaa n t erse but , k it a harus me nc ipt aka n s ist e m so s ia l po lit ik ya ng t erbuk a at au t ransp ara n de nga n st rukt ur dan proses politik yang dapat secara efektif benar-benar mencerminkan kedaulatan rakyat. Untuk itu maka peluang bagi rakyat untuk ikut berpartisipasi aktif dalam proses-proses politik mutlak dibuka seluas-luasnya. Kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan menyampaikan pendapat semakin terjamin dan dilindungi oleh Undang-Undang.

Sendi utama. masyarakat madani adalah supremasi hukum. Oleh karena negara kita adalah hukum maka supremasi hukum harus ditempatkan sebagai pilar utama dalam rangka mewujudkan sistem politik yang demokratis dan berdasarkan hukum. Partai Golkar memandang bahwa reformasi hukum tidak terbatas hanya pada penyempurnaan sarana dan prasarana, materi dan aparatur hukum, tetapi juga budaya hukum.

Di bidang ekonomilah visi Partai Golkar adalah ekonomi rakyat atau kerakyatan atas dasar keyakinan bahwa hanya sistem perekonomian inilah yang menjamin rakyat makin sejahtera. Pembangunan ekonomi dalam paradigma lama yang terlampau


(45)

menekankan pertumbuhan dengan tulang punggung konglomerasi ternyata justru membawa negara dan bangsa Indonesia terjerembab ke dalam krisis ekonomi yang sangat parah. Konglomerasi semu dan sangat rapuh terhadap goncangan ekonomi global. Dalam konteks ini, maka paradigma ekonomi kerakyatan justru memiliki potensi yang sangat kuat bagi penguatan fundamental ekonomi kita.

Dengan visi ekonomi kerakyatan ini, maka usaha kecil, menengah, dan koperasi akan dikembangkan dan diperkuat sebagai pilar utama perekonomian nasional. Partai Golkar menginginkan di masa depan usaha menengah, kecil dan koperasi menjadi ujung tombak pemberdayaan masyarakat dalam pengertian yang sebenarnya. Tanpa upaya-upaya pemberdayaan rakyat, maka tujuan menciptakan masyarakat madani akan semakin jauh dari gapaian kita. Untuk itu sejalan dan searah dengan visi menciptakan kesejahteraan rakyat, perhatian terhadap upaya penguatan usaha menengah, kecil, dan koperasi menjadi prioritas yang paling diutamakan.

Di bidang sosial buda ya, Partai Golkar mencita-citakan penguatan budaya bangsa yang mampu melahirkan bangsa yang kuat, yakni bangsa yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi atau keterampilan, memiliki etos kerja yang tinggi, memiliki disiplin sosial yang tangguh dan memiliki etika yang kuat. Untuk menuju terciptanya bangsa yang kuat semacam itu, maka perlu dikembangkan suasana dan iklim yang mendukung bagi berkembangnya budaya ilmu (etos intektualisme), budaya kerja (etos kerja), budaya disiplin, dan budaya hidup etis dan religius di kalangan masyarakat.

Partai Golkar memandang kerukunan sebagai basis bagi integrasi bangsa. Untuk itu, maka kehidupan sosial budaya yang berkeadilan dan terjembataninya kesenjangan sosial ekonomi antar individu, antar kelompok, antara kota-desa» antara Jawa-luar Jawa, dan antara pusat-daerah, menjadi agenda penting yang harus dipentingkan. Demikian juga


(46)

halnya pengembangan kehidupan beragama dan kerukunan antarumat beragama menjadi kepedulian Partai Golkar.

Dengan visi ini pula Partai Golkar hendak mengembangkan pola hubungan sosial yang lebih harmonis dan dilandasi oleh semangat persamaan manusia. Pandangan yang diskriminatif dan tidak adil terhadap suatu kelompok tertentu harus dihapuskan dari segenap masyarakat kita, dan diganti denganp a nda nga n ya ng d iliput i o le h se ma ngat keke luarg aa n, ke ber sa ma a n da n persau dara a n se jat i a nt ara warga negara.

c. Misi

Da la m ra ngka me ng akt ua lis a s ik a n do ktr in d a n me wu judk a n vis i t ersebut Part a i Go lkar de ng a n in i me neg a ska n mis i p er jua ng a nnya, yak n i: me nega kka n, me nga ma lk a n, da n me mpert a ha nk a n Pa nca s ila se ba ga i da sa r negara d a n ideo lo g i ba ng sa de mi u nt uk me mp erko ko h Neg ara Kes at ua n Repu blik I ndo ne s ia ; da n me wu judk a n c it a-c it a Pro k la ma s i me la lu i pe lak sa naa n pe mba ngu na n na s io na l d i se ga la bida ng u nt uk mew a ijudka n ma s yar akat ya ng de mo kr at is, me negakk a n supre ma s i huku m, mewo ijudka n kese jat eraa n rak yat , da n hak- hak a sa s i ma nu s ia.

Da la m ra ng ka me mba wa mis i mu lia t ersebut Part a i Go lk ar me la k sa na ka n fu ng s i- fu ng s i se baga i se bu a h part a i po lit ik mo der e n, ya it u :

Pert a ma ; me mpert ega s ko mit me n u nt uk me nyer ap, me ma duka n, me ngart iku la s ik a n, d a n me mper ju a ngka n asp ira s i sert a k epe nt inga n rak yat se hing ga me nja d i ke bija ka n po lit ik ya ng bers ifat publik.

Kedua, me la kuk a n rekru it me n ka der-kad e r ya ng berku a lit a s me la lu i s ist e m pre st as i (merit system) u nt uk dapat d ip ilih o le h r ak yat me nd uduk i po s is i- po s is i po lit ik at au ja bat an- ja bat a n pu blik. D e nga n po s is i at au


(47)

ja bat an po lit ik in i mak a p ara k ader dapat me ngo nt ro l at au me mpe ngaru h i ja la nn ya pe mer int a ha n u nt uk d ia bd ik a n s epe nu hn ya bag i ke pe nt ing a n d a n kese ja ht eraa n rak yat .

Ket iga, me n ingkat ka n pro se s p e nd id ik a n d a n ko mu nika s i po lit ik ya ng d ia lo g is da n p art is ip at if, ya it u me mbuka d ir i t erha dap ber baga i p ik ir a n, asp ira s i da n kr it ik d ar i ma s ya raka t .

d.Platform

Platform yang dimaksudkan di sini adalah landasan tempat berpijak, yaitu wawasan-wawasan yang menjadi acuan dan arah dari mana dan ke mana perjuangan Partai Golkar hendak menuju. Platform merupakan sikap dasar yang merupakan kristalisasi dari pemahaman, pengalaman dan kesadaran historis Partai Golkar dalam menyertai bangsa membangun masa depan.

Partai Golkar berpijak pada landasan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai konsekuensi dari pijakan ini maka Partai Golkar berwawasan kebangsaan, yaitu suatu wawasan bahwa bangsa Indonesia adalah satu dan menyatu.

Wawasan kebangsaan adalah cara pandang yang mengatasi golongan dan kelompok baik golongan atau kelompok atas dasar agama, suku, etnis, maupun budaya. Kemajemukan atau pluralisme tidak dipandang sebagai kelemahan atau beban, melainkan justru sebagai potensi atau kekuatan yang harus dihimpun secara sinergis dan dikembangkan sehingga menjadi kekuatan nasional yang kuat dan besar. Kemajemukan bagi Partai Golkar adalah anugerah Tuhan yang karena itu bersifat given. Kemajemukan inilah yang selama ini justru telah membentuk


(48)

mozaik keindonesiaan yang sangat indah dan mempesona sebagaimana tercermin dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Dengan platform ini maka Partai Golkar terbuka bagi semua golongan dan lapisan masyarakat tanpa membedakan latar belakang etnis, suku, budaya, bahasa, agama, dan status sosial ekonomi. Keterbukaan Partai Golkar diwujudkan secara sejati, baik dalam penerimaan anggota maupun dalam rekruitmen kader untuk kepengurusan dan penempatan pada posisi-posisi politik.

Part a i Go lk ar me ng e mba ngka n waw as a n k e ma je mu ka n ya ng ink lus i f ya ng me ndo ro ng d ina mika da n pers a ing a n ya ng se hat sert a bero r ie nt as i pada ke ma ju a n sert a se na nt ia sa s ia p berko mp et ens i se cara s e hat . Perwu juda n dar i waw as a n k e ba ngs aa n P art a i Go lkar ya ng par ipur na in i ada la h s ikap k et erbuk aa n da n k e ma je mu ka n. Part a i Go lkar berp ija k pad a wawa sa n ket erbukaa n (inklusif} ya ng me na mpu ng ke ma je muka n (pluralis) kare na had ir nya k es adara n ba hwa ba ng s a I ndo nes ia ad a la h ba ngsa ya ng ma je muk.

Berda sark a n waw as a n in i p u la Part a i Go lkar ber s ifat no nd iskr iminat if d a n no ns ekt ar ia n ba ik at as da sar per be daa n s uku at au et nis, aga ma, ba has a, buda ya, ma upu n a lira n. Part a i Go lkar me no la k sega la be nt uk ek sk lu s iv is me ba ik at as das ar pr imo rd ia lis me mau pu n kepe nt inga n ya ng s e mp it la inn ya. S ikap- s ikap t erse but t erakhir in i t ida k se ja la n de ng a n wa wa sa n ke ma je muk a n da n ket er buka a n.

Had ir nya ke sa dara n ba wa ke ma je muk a n merupak a n c ir i ke indo nes ia a n t e la h me ngo ko hka n d a n me nguku hk a n t ekad Part a i Go lk ar unt uk t et ap me n jad i "Part a i po lit ik ya ng pa ling I ndo ne s ia " ya ng me n jad i " min iat ur Indo ne s ia ", d ima na s e mua go lo nga n a ka n mer as a ker as a n (at


(49)

home) berad a d i da la mn ya. D a la m r a ngka it u la h, mak a Part a i Go lkar me ma nt a pka n p lat fo r m- n ya s e bag a i Part a i ya ng no na lira n at au no nse kt ar ia n. De ng a n pr ins ip in i po lit ik Part a i Go lkar buk a nla h po lit ik a lir a n at au sekt ar ia n.

Part a i Go lkar me n ju nju ng t ingg i a jara n aga ma ya ng da la m g erak la ngka hn ya se na nt ia sa me nd as arka n pad a nila i- nila i et ika d a n mo ra lit a s berdas arka n a jara n a ga ma. Et ika da n mo ra lit as ada la h s ar ipat i dar i a ja ra n aga ma d a n bua h dar i ke berag a ma n it u se nd ir i. B ag i Part a i Go lkar a ga ma me nduduk i posisi yang sangat penting dan harus diutamakan. Dengan demikain seluruh angkah perjuangan senantiasa dilandasi nilai-nilai etika dan moralitas berdasarkan agama.

Perpaduan antara kedua wawasan yang terakhir -wawasan kebangsaan dan keagamaan- menjadikan Partai Golkar sebagai partai kebangsaan yang menjunjung tinggi ajaran agama-agama. Dengan menjunjung tinggi ajaran agama. Partai Golkar tidak berarti sependapat dengan kecenderungan formalisasi dan apalagi politisasi agama. Partai Golkar menghindarkan kecenderungan memanipulasi simbol-simbol agama sebagai alat politik untuk mencapai tujuan-mjuan politik yang berdimensi jangka pendek.

Partai Golkar adalah partai yang demokratis yang memiliki komitmen pada demokrasi. Dalam masyarakat yang demokratis dan terbuka maka hanya Partai Golkar yang demokratis dan terbuka pula yang akan mendapatkan dukungan rakyat. Dengan kata lain. Partai Golkar hanya akan bertahan dan berjaya, jika dalam tubuh organisasinya sendiri tegak kehidupan yang demokratis, dan berjuang untuk demokrasi.

Dalam rangka demokratisasi inilah, Partai Golkar mereformasi dirinya sehingga melahirkan Partai Golkar yang demokratis yang menjunjung tinggi prinsip kedaulatan di tangan anggota. Ini semua tercermin dalam proses pengambilan keputusan di semua


(1)

untuk dikembangkan dan dijual ke pasar selain itu partai politik harus turun kebawah untuk mengetahui selera pasar agar dapat bersaing dengan pengusaha lainnya.

Hal dari “turun kebawah itu” adalah program-program konkrit yang langsung dapat dirasakan oleh rakyat. Siapa yang lebih konrit, peluang memenangkan pemilihan semakin terbuka. Perumpamaan pasar bebas ini sangat cocok dalam situasi politik local. Kepala daerah adalah sosok yang lebih nyata bagi rakyat dari pada pemimpin nasional (Presiden, wapres, anggota parlemen nasional). Calon kepala daerah dalam berkampanye tidak menjadi nilai-nilai atau ideologi partai politik sebagai menu utama melainkan menjual program kerja yang lebih mengutamakan kenyamanan rakyat di daerah yang bersangkutan.

Sebagaimana halnya daerah lain Indonesia, Kabupaten Rokan Hilir juga turut melaksanakan pesta demokrasi dalam momen pemilihan Kepala Daerah secara langsung. Dalam pelaksanaan Pilkada langsung di Kabupaten Rohil ini terdapat lima pasangan calon bupati dan wakil bupati yaitu: pertama, H.Aznur Affandi dan H. Wan Mukhtar (PDI P, PKB, PDS, PBR), kedua, H. Annas Maa’mun dan H.Suyatno (Golkar, PAN, Patriot Pancasila, PBB), ketiga, H.M.Johar Firdaus dan H. Subroto (PBSD, P.Merdeka, PKP Indonesia, PNBK, PPNUI, PKPB, PKS, PSI, PPDI, Pelopor, P.Demokrat, PPD), keempat, H. Herman Sani dan Saiman (PPP) dan terakhir pasangan H. Ahmad Syah Harrofie dan H. Ilyas RB (PPDK, PNI Marhaenisme, PPIB)

Dalam memenangkan pasangan H. Annas Maamun dan H. Suyatno, koalisi Partai Golkar, PAN, PBB dan Partai Patriot menggunakan empat strategi pokok dalam kampanye, yakni kampanye dari pintu ke pintu (door to door campaign), kampanye diskusi kelompok (Group Discussion Campaign), kampanye massa tidak langsung (indirect mass campaign), dan kampanye massa langsung (direct mass campaign). Selain strategi kampanye, upaya ini diperkuat lagi dengan menggunakan teknik-teknik kampanye


(2)

yaitu melakukan kampanye dengan model informasi secara langsung dan tidak langsung, menawarkan program-program pokok yang dilakukan ntuk menarik simpati masyarakat dan juga menawarkan produk-produk politik yang nantinya akan menjadikan masyarakat khususnya masyarakat Rokan Hilir untuk hidup dengan lebih baik dalam segala bidang kehidupan.

Bila diperhatikan strategi dan teknik kampanye yang dilakukan oleh Partai Golkar dan partai koalisi lainnya memang dapat memenangkan pasangan H. Annas Maamun dan H. Suyatno dalam perhelatan Pilkada Kabupaten Rokan Hilir tahun 2006, namun sebenarnya cara yang dilakukan ini juga dilakukan oleh partai politik yang lain yang ikut berkompetisi di Pilkada. Dalam hal ini penulis melihat, strategi dan teknik kampanye memang perlu dilakukan namun hal menjadi sangat signifikan adalah kedekatan para calon atau modal sosial yang dimiliki oleh para calon yang mencalonkan diri menjadi bupati dan wakil bupati. Modal sosial yang telah dibangun sejak lama menjadi faktor penting seseorang untuk menang dalam Pilkada seperti yang dilakukan oleh pasangan H. Annas Maamun dan H. Suyatno.

2. Saran

1. Perlu bagi partai politik untuk mengubah sikapnya untuk lebih baik memberi perhatian kepada masyarakat yang akan memilihnya pada Pilkada. Disini diharapkan kepada partai politik agar tidak hanya hadir ditengah masyarakat ketika menjelang Pilkada saja, tetapi jauh sebelum Pilkada serta Pasca Pilkada kehadiran para kader serta kandidat yang telah dipilh oleh rakyat berbaur dengan masyarakat luas. Sehingga hal ini dapat menumbuh kepercayaan kepada masyarakat dan simpatisan.

2. Diharapkan agar Partai Golkar akan terus meningkatkan dan memantapkan mekanisme kerja dan kepemimpinan partai disetiap tingkatan dan prinsip


(3)

kepemimpinan kolektif, keterbukaan dan kekeluargaan. Sehingga kelembagaan dan keorganisasian, Partai Golkar lebih terstruktur dan tersistematis.

3. Diharapkan kepada pengurus dan kader Partai Golkar khususnya yang berada di Kabupaten Rokan Hilir agar lebih membuka diri terhadap masyarakat luas. Ini dapat dilakukan dengan meningkatkan mutu kaderisasi, mengoptimalkan sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat.

4. Kepada para partai politik yang akan mengikuti Pilkada, peran yang digunakan oleh Partai Golkar ini bisa menjadi masukan kepada partai politik lainnya. Yang paling utama adalah kedekatan para pengurus, para kader dan kandidat partai dengan masyarakat. Ini dapat dilakukan dengan memaksimalkan mobilitas para tokoh ataupun calon bupati dimata masyarakat.

5. Terakhir dan menjadi hal yang paling penting adalah menumbuhkan sosok calon pemimpin yang memang benar-benar merakyat. Hal ini tentunya hanya bisa diciptakan melalui proses yang lama dan bukan sekejap waktu, artinya setiap calon yang ingin bermain memang sudah sejak jauh-jauh hari menunjukkan dirinya sebagai orang yang pro rakyat, dengan begitu rakyat dapat lebih bisa mengenalnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Agustino, Leo, Perihal Ilmu Politik, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007. Buku

Budiardjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Umum, 1995.

, Partisipasi dan Partai Politik, Jakarta : Yayasan Obor, 1998.

Cipto, Bambang, Partai, Kekuasaan dan Militer, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000

Karim, Rusli, Perjalanan Partai Politik di Indonesia: Sebuah Potret Pasang Surut,, Jakarta : CV Rajawali, 1983.

Kartono, Kartini, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung : CV. Mandar Maju, 1996.

Koirudin, Partai Politik Dan Agenda Transisi Demokrasi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004.

Mariana, Dede, Caroline Paskarina, Demokrasi & Politik Desentralisasi, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2008.

Nader, Ahmad, Pilkada Langsung dan Masa Depan Demokrasi, Malang : PT. Averous Press, 2006.

Nasution, M. Arif, dkk, Metode Penelitian Sosial, Medan : FISIP USU Press, 2008.


(5)

KOMPIP, 2006.

Rachman, Aulia, Citra Khalayak Tentang Golkar:Peta Permasalahan Menjelang Kemenangan Pemilu 2004, Jakarta : PSAP, 2006.

Sitepu, P. Antonius, Sistem Politik Indonesia, Medan : Pustaka Bangsa Press, 2006.

Strauss, Anselm dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Tata langkah dan Teknik-teknik Teorisasi Data, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003.

Suryadinata, Leo, Golkar dan Militer: Studi Tentang Budaya Politik, Jakarta : LP3ES, 1992.

Tandjung, Akbar, The Golkar Way: Survival Partai Golkar di Tengah Turbulensi Politik Era Transiai, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007. Upe, Ambo, Sosiologi Politik Kontemprer , Jakarta : Prestasi Pustakarya, 2008.

Internet

pukul 01.30 WIB

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentan Peraturan dan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik


(6)

Peraturan KPU No.7 tahun 2006 tentang Cara pengajuan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah

Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 8.Tahun 2007 tentang Pedoman tata cara kampanye Pemilihan Umum Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah

Database Komisi Pemilihan Umum Daerah Rokan Hilir Sumber Lain


Dokumen yang terkait

KOALISI PARTAI POLITIK DALAM PEMENANGAN PILKADA (Study Kasus Koalisi DPD Partai Golkar Kabupaten Malang Tahun 2010)

2 21 35

PERAN PARTAI GOLKAR DALAM PENDIDIKAN POLITIK KADER (Studi Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Kabupaten Paser Kalimantan Timur)

0 9 37

STRATEGI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA DALAM PEMENANGAN PILKADA (Studi Pada Pilkada di Kabupaten Bangkalan 2008-2013)

0 8 2

Analisis Manajemen Isu Partai Politik (Studi Deskriptif Kualitatif Manajemen Isu Tim Pemenangan Yuro dalam Pilkada Karanganyar Periode 2013-2018)

0 6 7

Analisis Manajemen Isu Partai Politik Analisis Manajemen Isu Partai Politik (Studi Deskriptif Kualitatif Manajemen Isu Tim Pemenangan YURO dalam Pilkada Karanganyar Periode 2013-2018).

0 1 13

Analisis Manajemen Isu Partai Politik Analisis Manajemen Isu Partai Politik (Studi Deskriptif Kualitatif Manajemen Isu Tim Pemenangan YURO dalam Pilkada Karanganyar Periode 2013-2018).

0 0 18

PERAN PARTAI POLITIK GOLKAR DALAM PENDIDIKAN POLITIK (Studi Kasus di DPD Partai GOLKAR Kabupaten Sragen) Peran Partai Politik Golkar Dalam Pendidikan Politik (Studi Kasus di DPD Partai GOLKAR Kabupaten Sragen).

0 1 17

PENDAHULUAN Peran Partai Politik Golkar Dalam Pendidikan Politik (Studi Kasus di DPD Partai GOLKAR Kabupaten Sragen).

2 11 6

PERAN PARTAI POLITIK GOLKAR DALAM PENDIDIKAN POLITIK (Studi Kasus di DPD Partai GOLKAR Kabupaten Sragen) Peran Partai Politik Golkar Dalam Pendidikan Politik (Studi Kasus di DPD Partai GOLKAR Kabupaten Sragen).

0 1 12

PILKADA SERENTAK EKSKLUSI PARTAI POLITIK

0 0 11