Konsentrasi Bahan Baku Ubi Kayu dan Asam Sulfat H
                                                                                penelitian ini, bahan baku yang digunakan adalah ubi kayu segar. Konsentrasi ubi kayu yang diujikan 15
– 30 dengan H
2
SO
4
0,4 M dan konsentrasi ubi kayu 17- 30 dengan H
2
SO
4
1 M. Data hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel  5.  Karakteristik  hidrolisat  asam  pada  konsentrasi  bahan  baku  dan  asam sulfat H
2
SO
4
yang berbeda Konsentrasi
Konsentrasi Brix
Bahan baku yang tidak Padatan
H
2
SO
4
M terhidrolisis kualitatif
15 0,4
16 -
18 0,4
19 20
0,4 21
25 0,4
29 30
0,4 32
17 1
24 -
18 1
25 -
20 1
25 -
25 1
29 30
1 32,5
Keterangan : -  :  bahan baku terhidrolisis sempurna
:  tingkat bahan baku yang tidak terhidrolisis sempurna semakin banyak tanda , semakin banyak bahan yang tidak terhidrolisis sempurna
Pada Tabel  5 dapat dilihat, hasil proses hidrolisis secara asam menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan baku yang digunakan akan meningkatkan
nilai  konsentrasi  total  gula    brix.  Hal  ini  disebabkan  karena  semakin  tinggi konsentrasi  bahan  baku  maka  semakin  banyak  pati  dan  serat  yang  ada  di
dalamnya.  Pada  proses  hidrolisis  asam,  pati  dan  serat  diubah  menjadi  gula sederhana  monosakarida  dan  oligosakarida  sehingga  semakin  banyak  pati  dan
serat akan meningkatkan nilai konsentrasi total gula  brix. Namun konsentrasi bahan  baku  yang  terlalu  tinggi  dapat  mengakibatkan  pati  dan  serat  tidak  dapat
terhidrolisis secara sempurna. Adanya bahan baku yang tidak terhidrolisis secara sempurna diduga karena kurangnya konsentrasi penghidrolisis asam.
Pada  Tabel  5  juga  dapat  dilihat,  semakin  tinggi  konsentrasi  H
2
SO
4
yang digunakan,  maka  pati  dan  serat  yang  terdapat  dalam  bahan  baku  yang  dapat
terhidrolisis  semakin  banyak,  sehingga  nilai  total  gula    brix  meningkat. Namun  konsentrasi  H
2
SO
4
dengan  1  M  juga  dianggap  kurang  bila  jumlah konsentrasi  bahan  baku  yang  ditambahkan  sangat  besar  yaitu  lebih  besar  dari
20.  Hal  ini  dikarenakan  larutan  H
2
SO
4
yang  ditambahkan  tidak  dapat mengkonversi  seluruh  pati  ubi  kayu  dalam  jumlah  besar  menjadi  gula-gula
sederhana,  hanya  terjadi  gelatinisasi  pati  sehingga  tidak  terhidrolisis  secara sempurna.  Bahan  baku  ubi  kayu  yang  terhidrolisis  secara  sempurna  dan  tidak
sempurna selama proses hidrolisis asam dapat dilihat pada Gambar 8.
a                                            b Gambar 8.  Bahan terhidrolisis a Ubi kayu tidak terhidrolisis sempurna b ubi
kayu terhidrolisis sempurna Pada  proses  fermentasi  untuk  menghasilkan  etanol,  konsentrasi  gula  yang
dibutuhkan  untuk  menghasilkan  etanol  adalah  10 –18  Frazier  dan  Weshoff
1978.  Hasil  penelitian  yang  dilakukan  Susmiati  2010  konsentrasi  total  gula hidrolisat yang baik untuk dilakukan proses fermentasi adalah 15-18. Amerine
et  al .  1987  menambahkan  bahwa  konsentrasi  gula  yang  tinggi    25,  dapat
menyebabkan  akitivitas  khamir  menjadi  terhambat  substrate  inhibitor,  waktu fermentasi menjadi lebih lama, serta tidak semua gula dapat terkonversi menjadi
etanol.  Penggunaan  konsentrasi  gula  yang  terlalu  rendah  akan  menghambat pertumbuhan khamir serta menjadikan proses fermentasi menjadi tidak ekonomis,
karena penggunaan fermentor yang tidak efisien. Berdasarkan uraian tersebut di atas, hidrolisat asam  yang digunakan untuk
proses  berikutnya  detoksifikasi  dan  fermentasi  adalah  hidrolisat  asam  yang memiliki nilai konsentrasi total gula  brix di atas 20 dan seluruh bahan baku
terhidrolisis  sempurna.  Penentuan  konsentrasi  total  gula    brix  di  atas  20 dikarenakan  dalam  proses  detoksifikasi  akan  terjadi  penurunan  konsentrasi  total
gula    brix  sehingga  diharapkan  hidrolisat  yang  dihasilkan  setelah  proses
detoksifikasi  sesuai  untuk  proses  fermentasi.  Berdasarkan  parameter  tersebut, hanya perlakuan dengan konsentrasi ubi kayu 17, 18 dan 20 dengan H
2
SO
4
1 M yang memenuhi syarat.
Hasil  uji  pada  Tabel  5  menunjukkan  konsentrasi  bahan  baku  17 menghasilkan total gula  brix sebesar 24, hasil ini menunjukkan bahan baku
terhirolisis  secara  sempurna  namun  konsentrasi  asam  yang  ada  diduga  masih dapat  menghidrolisis  bahan  baku  lebih  tinggi  lagi.  Hal  ini  dapat  dilihat  pada
konsentrasi bahan baku 18 menghasilkan total gula  brix sebesar 25 terjadi peningkatan  total  gula    brix.  Sedangkan  pada  konsentrasi  bahan  baku  20,
total gula  brix hidrolisat yang didapat sebesar 25. Hasil total gula  brix ini  sama  dengan  total  gula    brix  yang  dihasilkan  pada  konsentrasi  ubi  kayu
18,  hal  ini  diduga  pada  konsentrasi  bahan  baku  20,  larutan  H
2
SO
4
yang digunakan  tidak  cukup  untuk  menghidrolisis  seluruh  ubi  kayu  sehingga  masih
terdapat  pati  yang  tidak  terhidrolisis  secara  sempurna.  Dengan  demikian ditetapkan  bahwa  bahan  baku  yang  paling  baik  untuk  dilakukan  proses  lanjut
detoksifikasi  dan  fermentasi  adalah  ubi  kayu  dengan  konsentrasi  18  dengan H
2
SO
4
1 M. Proses hidrolisis asam menggunakan ubi kayu  dengan konsentrasi 18 dan
H
2
SO
4
1  M  menghasilkan  nilai  dextrose  equivalent  sebesar  77,03.  Nilai  DE  77 menandakan  proses  hidrolisis  mampu  mengkonversi  sekitar  77  karbohidrat
rantai  panjang  menjadi  gula  pereduksi.  Hasil  ini  lebih  baik  bila  dibandingkan dengan  penelitian  yang  telah  dilakukan  Rusdianto  2010,  nilai  dextrose
equivalent yang dihasilkan sebesar 65,28 dengan perlakuan konsentrasi ubi kayu
18  dan  H
2
SO
4
1  M.  Menurut  Arnata  2010,  hidrolisis  asam  menggunakan H
2
SO
4
0,4 M dengan bahan baku tepung ubi kayu 30 akan menghasilkan nilai dextrose equivalent
sebesar 66,63. Semakin  tinggi  DE  semakin  sempurna  proses  hidrolisis  yang  terjadi.  Nilai
DE tertinggi adalah 100, yang berarti 100 hasil hidrolisis berupa gula pereduksi. Nilai  DE  100  tidak  mungkin  terjadi  karena  adanya  bahan-bahan  berserat  yang
bukan merupakan polimer glukosa dan tidak terhidrolisis secara sempurna. Sirup glukosa  yang  cukup  murni  biasanya  mempunyai  DE  91  Judoamidjojo  et  al.
1989.
4.3  Pengaruh Detoksifikasi terhadap Karakteristik Hidrolisat 4.3.1  Proses Detoksifikasi
Hidrolisat  asam  yang  dihasilkan  dari  proses  hidrolisis  dengan  konsentrasi bahan baku ubi kayu 18 dan H
2
SO
4
1 M dilakukan proses detoksifikasi. Proses detoksifikasi  digunakan  untuk  meningkatkan  kemampuan  fermentasi  dengan
mengurangi  senyawa-senyawa  yang  bersifat  toksik  pada  hidrolisat.  Pada penelitian ini proses detoksifikasi yang digunakan meliputi overliming dan arang
aktif. Detoksifikasi  overliming  adalah  proses  penambahan  kapur  tohor  CaOH
2
ke dalam hidrolisat untuk mengurangi konsentrasi HMF, furfural dan total asam. Detoksifikasi  overliming  merupakan  adaptasi  dari  proses  liming  pada  produksi
gula  tebu.  Menurut  Purwadi  2006,  mekanisme  proses  overliming  adalah pembetukan  garam-garam  dari  reaksi  asam  basa  antara  H
2
SO
4
dengan  CaOH
2
dan  juga  melibatkan  pembentukan  senyawa  baru  dari  reaktan  gula-gula,  HMF dan furfural dan ion Ca
2+
. Hidrolisat yang dihasilkan setelah proses overliming diuji konsentrasi total
gula, gula pereduksi, HMF, furfural dan total asam. Hasil karakteristik hidrolisat sebelum dan sesudah proses overliming disajikan pada Tabel 6.
Tabel  6.    Karakteristik  hidrolisat  sebelum  dan  sesudah  proses  detoksifikasi overliming
Karakteristik Sebelum
Sesudah Penurunan
Total gula gl 265,48
251,49 5,56
Gula Pereduksi gl 218,09
204,50 6,23
HMF gl 3,78
2,48 34,38
Furfural gl 0,029
0,011 60,81
Total Asam ml NaOH 0,1 N  g bahan 152
2,2 98,55
Pada Tabel 6 dapat dilihat, hasil analisa hidrolisat setelah proses overliming menunjukkan  terjadi  penurunan  konsentrasi  total  gula.  Penurunan  konsentrasi
total gula setelah detoksifikasi overliming sebesar 5,56. Penurunan konsentrasi total gula menunjukkan bahwa gula-gula oligosakarida dan monosakarida yang
terbentuk  dari  proses  hidrolisis  bereaksi  dengan  ion  Ca
2+
membentuk  senyawa baru sehingga menurunkan konsentrasi total gula di dalam hidrolisat.
Proses  overliming  juga  mempengaruhi  penurunan  konsentrasi  gula pereduksi  di  dalam  hidrolisat.  Penurunan  konsentrasi  gula  pereduksi  sebesar
6,23, kecilnya penurunan konsentrasi gula pereduksi menunjukan bahwa proses overliming
tidak menyebabkan penurunan yang cukup besar terhadap konsentrasi gula pereduksi di dalam hidrolisat.
Hasil  karakteristik  hidrolisat,  konsentrasi  HMF  di  dalam  hidrolisat  hasil hidrolisis  sebesar  3,78  gl.  Besarnya  konsentrasi  HMF  yang  dihasilkan  karena
terjadi  degradasi  dari  gula-gula  sederhana.  Menurut  Purwadi  2006  HMF dihasilkan  dari  degradasi  berbagai  jenis  gula  seperti  manosa,  galaktosa  dan
glukosa. Reaksi pembentukan HMF dijelaskan oleh Fennema 1985 yaitu terjadi pembentukan  produk  antara  pada  reaksi  dehidrasi  intramolekular  yaitu  3-
deoksioson,  bentukan  dari  D- glukosa.  Reaksi  β-eliminasi  diteruskan  dengan
bentuk  enol  pada  3-deoksiglukoson.  Cis-3,4-ene  gula  selanjutnya  mengalami perputaran  cincin  dan  dehidrasi  untuk  menghasilkan  HMF.  Setelah  dilakukan
proses  overliming  konsentrasi  HMF  di  dalam  hidrolisat  sebesar  2,48  gl,  terjadi penurunan  konsentrasi  HMF  di  dalam  hidrolisat  sebesar  34,38.  Konsentrasi
HMF  yang ada di dalam hidrolisat setelah detoksifikasi  overliming masih cukup besar hal tersebut dapat menghambat dalam proses fermentasi.
Konsentrasi  furfural  yang  ada  di  dalam  hidrolisat  dari  proses  hidrolisis sebesar  0,029  gl.  Setelah  dilakukan  proses  overliming  terjadi  penurunan
konsentrasi  furfural  sebesar  60,81.  Konsentrasi  furfural  di  dalam  hidrolisat sebelum dan sesudah proses overliming yang cukup kecil tidak mempengaruhi di
dalam proses fermentasi. Menurut Nigam 2001, konsentrasi furfural kurang dari 0,25 gl di dalam media fermentasi tidak mempengaruhi konsentrasi etanol yang
dihasilkan,  tetapi  konsentrasi  melebihi  1,5  gl  akan  mengurangi  produktivitas etanol  yang dihasilkan dalam proses fementasi. Menurut Purwadi 2006, proses
overliming dapat  menurunkan  konsentrasi  furfural  hingga  58.  Penurunan
konsentrasi  furfural  secara  signifikan  diduga  karena  rendahnya  konsentrasi senyawa tersebut di dalam hidrolisat. Pada saat furfural bereaksi dengan ion Ca
2+
membentuk senyawa baru menyebabkan terjadinya penurunan konsentrasi furfural secara  signifikan.  Kromatogram  hasil  analisa  konsentrasi  HMF  dan  furfural  di
                                            
                