Profil Tinggi Paras Laut dari Citra Jason-2 Pola Pergerakan Angin

36 dari pada laut lepas. Di laut lepas salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konsentrasi TSS di antaranya adalah jasad fitoplankton yang mati sehingga pada daerah upwelling kandungan konsentrasi TSS-nya akan relatif lebih tinggi dari pada daerah sekitarnya.

4.8 Profil Tinggi Paras Laut dari Citra Jason-2

Profil TPL di perairan bersifat dinamis selalu berubah-ubah tergantung dari kekuatan angin yang bertiup diatasnya serta sangat dipengaruhi oleh mencairnya es di kutub. Adanya fenomena upwelling dan downwelling pun sangat mempengaruhi profil TPL di laut. Pada daerah upwelling dimana terjadi divergensi arus yang kuat menyebabkan daerah tersebut mengalami kekosongan massa air sehingga menyebabkan nilai TPL-nya menjadi bernilai rendah bahkan mencapai minus, sedangkan pada daerah downwelling menunjukkan hal yang sebaliknya. Pada Gambar 16 terlihat daerah dugaan upwelling tersebar di perairan Indonesia dan posisinya berubah dari periode 4–19 Juli 2010 ke 25 Juli–10 Agustus 2010 sehingga dapat dikatakan posisi daerah dugaan upwelling relatif bersifat dinamis. Perairan-perairan yang dilewati oleh cruise track Indomix yang diduga mengalami upwelling berdasarkan citra Jason-2 periode 4–19 Juli 2010 adalah Laut Halmahera, Laut Banda, Laut Sawu, dan perairan selatan Lombok. Hal ini menguatkan hasil dugaan daerah upwelling berdasarkan pembahasan sebelumnya yang menyatakan upwelling diduga terjadi di koordinat 126 o 59’52,8” BT dan 6 o 17’7,8” LS Laut Banda; 119 o 2’31,6” BT dan 9 o 3’42,5” LS Laut Sawu; serta 116 o 24’22,0” BT dan 9 o 1’49,1” LS perairan selatan Lombok. Pada perairan-perairan yang dilewati cruise track Sail Banda periode 25 Juli–10 37 Agustus 2010 berdasarkan citra Jason-2 diduga upwelling terjadi di selatan Selat Makasar dan Laut Banda, namun berdasarkan pembahasan sebelumnya berdasarkan data in situ dan data citra Aqua-MODIS daerah dugaan upwelling hanya terjadi di Laut Banda pada koordinat 124 o 15’7,0” BT dan 5 o 57’47,4” LS serta 123 o 13’19,5” BT dan 4 o 4’32,4” LS. Gambar 16. Profil 2 dimensi TPL pada Musim Timur 2010 periode 4–19 Juli 2010 atas dan 25 Juli–10 Agustus 2010 bawah

4.6 Pola Pergerakan Angin

Pada Gambar 17 terlihat bahwa pada dua periode Musim Timur tahun 2010 pola pergerakan angin dominan berasal dari arah tenggara Benua Australia menuju Benua Asia. Namun, di perairan Laut Seram, Laut Halmahera, Laut Maluku, dan Selat Makasar angin berbelok arah menuju utara Samudra Pasifik. Angin Musim Timur ini tidak banyak menurunkan hujan, karena hanya melewati 38 laut kecil dan jalur sempit seperti Laut Timor, Laut Arafura, dan bagian selatan Papua, serta Kepulauan Nusa Tenggara. Oleh karena itu, di Indonesia sering menyebutnya sebagai musim kemarau Wyrtki, 1961. Gambar 17. Pola pergerakan angin pada Musim Timur 2010 periode 4–19 Juli 2010 atas dan 25 Juli–10 Agustus 2010 bawah Sebaran asal arah angin bertiup pada dua periode Musim Timur 2010 ditunjukan oleh wind rose pada Gambar 18. Gambar 18. Windrose sebaran asal angin bertiup pada Musim Timur 2010 periode 4–19 Juli 2010 kiri dan 25 Juli–10 Agustus 2010 kanan 39 Pada Gambar 18 terlihat bahwa windrose pada periode Indomix Cruise menunjukkan angin bertiup dominan berasal dari arah tenggara kemudian disusul dari arah timur, dan sebagian kecil dari arah selatan. Pada windrose periode Sail Banda Cruise menunjukkan bahwa arah asal angin bertiup sudah mengalami perubahan yaitu mulai terlihat beberapa angin yang bertiup dari arah barat daya walaupun masih sangat kecil serta terlihat angin yang bertiup dari arah selatan mulai bertambah banyak. Sebaran frekuensi kecepatan angin pada dua periode Musim Timur 2010 ditunjukan oleh histogram pada Gambar 19. Gambar 19. Histogram sebaran kecepatan angin pada Musim Timur 2010. Periode 4–19 Juli 2010 kiri dan 25 Juli–10 Agustus 2010 kanan Pada Gambar 19 terlihat bahwa histogram pada periode Indomix Cruise menunjukkan kecepatan angin dominan berada pada kelas dengan selang kelas 3,6–5,7 mdet sebesar 27,7 kemudian disusul oleh kecepatan angin pada kelas dengan selang kelas 0,5–2,1 mdet sebesar 26,9. Kecepatan angin yang paling rendah berada pada selang kelas 8,8–11,1 mdet sebesar 5,9. Pada periode Sail Banda Cruise menunjukkan kecepatan angin dominan masih berada pada selang 40 kelas 3,6–5,7 mdet namun frekuensinya meningkat menjadi 31,1 disusul kecepatan angin pada kelas dengan selang kelas 0,5–2,1 mdet sebesar 25,2. Kecepatan angin yang paling rendah masih berada pada selang kelas 8,8– 11,1 mdet namun frekuensinya menurun menjadi 0,8.

4.7 Pola Pergerakan Transpor Ekman