Dasar Hukum Pengalihan Hak Atas Bangunan Under Sea World

a. Pasal 19 ayat 1 “Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”. b. Pasal 23 ayat 1 dan 2 1 Hak milik demikian pula setiap pengalihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19 UUPA. 2 Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya pengalihan dan pembebanan hak tertentu 3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. a. Pasal 1 ayat 1 “Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.” b. Pasal 37 ayat 1 dan 2 1 Pengalihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya,kecuali pemindahan hak lainnya melalui lelang, hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. 2 Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri, Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah hak milik, yang dilakukan diantara perorangan Warga Negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan. c. Pasal 40 ayat 1 dan 2 1 Selambat-lambatnya 7 tujuh hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya akta yang bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akta yang dibuatnya berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan untuk didaftar. 2 PPAT wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai telah disampaikannya akta sebagaimana dimaksud pada ayat 1 kepada para pihak yang bersangkutan. d. Pasal 46 ayat 1, 2 dan 3 1 Kepala Kantor Pertanahan menolak untuk melakukan pendaftaran pengalihan atau pembebanan hak, jika salah satu syarat di bawah ini tidak dipenuhi: a. Sertifikat atau surat keterangan tentang keadaan hak atas tanah tidak sesuai lagi dengan daftar-daftar yang ada pada Kantor Pertanahan; b. Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat 1 tidak dibuktikan dengan akta PPAT atau kutipan risalah lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, kecuali dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat 2; c. Dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran pengalihan atau pembebanan hak yang bersangkutan tidak lengkap; d. Tidak dipenuhi syarat lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan; e. Tanah yang bersangkutan merupakan objek sengketa di pengadilan; f. Perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta PPAT batal atau dibatalkan oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; atau g. Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat 1 dibatalkan oleh para pihak sebelum didaftar oleh Kantor Pertanahan. 2 Penolakan Kepala Kantor Pertanahan dilakukan secara tertulis, dengan menyebut alasan-alasan penolakan itu. 3 Surat penolakan disampaikan kepada yang berkepentingan, disertai pengembalian berkas permohonannya, dengan salinan kepada PPAT atau Kepala Kantor lelang yang bersangkutan. 4. Peraturan Menteri AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pendaftaran Tanah. Dasar hukum ketentuan Hak-hak atas Tanah diatur dalam Pasal 4 ayat 1 UUPA, yaitu: “Atas dasar hak menguasai dari Negara atas tanah yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum”. Hak atas tanah bersumber dari hak menguasai dari Negara atas tanah dapat diberikan kepada: Perseorangan, baik warga Negara Indonesia maupun warga Negara Asing, sekelompok orang secara bersama-sama; dan Badan Hukum baik badan hukum privat maupun badan hukum public

C. Akibat Hukum yang Timbul dalam Pengalihan Hak Atas Bangunan

Under Sea World Indonesia Peralihan hak milik atas tanah diatur dalam Pasal 20 ayat 2 UUPA yaitu hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Pengertian tentang kata “beralih” adalah suatu peralihan hak yang dikarenakan pemilik hak telah meninggal dunia maka haknya dengan sendiri menjadi beralih kepada ahli warisnya. Pasal 20 ayat 2 UUPA menyatakan bahwa hak milik atas tanah dapat beralih dan dapat dialihkan kepada pihak lain. Ada dua bentuk peralihan hak atas tanah atau hak milik yang dapat dijelaskan sebagai berikut : 20 1. Beralih adalah berpindahnya hak atas tanah atau hak milik dari pemegang haknya kepada pihak lain karena pemegang haknya meninggal dunia atau melalui pewarisan. Peralihan hak atas tanah atau hak milik ini terjadi karena hukum, artinya dengan meninggalnya pemegang hak subyek, maka ahli warisnya memperoleh hak atas tanah atau hak milik tersebut. Dimana subyek dalam beralihnya hak atas tanah atau hak milik harus memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah atau hak milik.

2. Dialihkanpemindahan hak adalah berpindahnya hak atas tanah atau hak

milik dari pemegang subyek haknya kepada pihak lain karena suatu perbuatan hukum yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar pihak lain tersebut memperoleh hak tersebut. Dalam dialihkanpemindahan hak disini, pihak yang mengalihkanmemindahkan hak harus berhak dan 20 Urip Santoso, Pendaftaran Dan Peralihan Hak Atas Tanah Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010, hlm.301. berwenang memindahkan hak, sedangkan bagi pihak yang memperoleh hak harus memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah atau hak milik. Bentuk-bentuk perbuatan hukum yang melahirkan hak atas tanah yaitu dengan cara beralih dan dialihkan sebagaimana diuraikan diatas antara lain dapat berupa jual beli, hibah, tukar menukar, pemasukan dalam perusahaan dan lelang. A.P. Parlindungan mengatakan bahwa peralihan hak-hak tanah seluruhnya, dapat terjadi karena penyerahan, pewarisan, pewarisan-legaat, penggabungan budel, pencabutan hak, lelang. Penyerahan ini dapat berwujud jual beli, hibah ataupun tukar menukar dan pewakafan. Pewarisan suatu hak terjadi jika yang mempunyai hak meninggal dunia. Peralihan karena wasiat legaat, suatu lembaga yang berlaku di kalangan masyarakat yang tunduk kepada Hukum Perdata. Penggabungan Budel dapat terjadi jikalau hak atas suami isteri dan salah satu meninggal dunia maka jika salah satu daripadanya adalah ahli waris dapat mengajukan permohonan pencatatan hak atas namanya dengan melampirkan Surat Keterangan Kewarisan. Pencabutan hak dapat terjadi karena pembebasan. 21 Pewarisan hak milik atas tanah tetap harus berlandaskan pada ketentuan UUPA penerima peralihan hak milik atas tanah atau pemegang hak milik atas tanah yang baru haruslah berkewarganegaraan Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 9 dan Pasal 21 ayat 1 UUPA bahwa warga Negara Indonesia tunggal saja yang dapat mempunyai hak milik, dengan tidak membedakan kesempatan antara laki – laki dan wanita yang mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh 21 A.P. Parlindungan, Pedoman Pelaksanaan UUPA Dan Tata Cara Pejabat Pembuat Akta Tanah, Bandung: Alumni, 1990 hlm.23-24