Pengalihan Hak Atas Bangunan Under Sea World Indonesia (Study Putusan Bani Nomor 305/Pdt.G/Bani/2014/Pn-Jkt. Utara

(1)

1

PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN UNDER

SEA WORLD INDONESIA

(Study Putusan BANI Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN-Jkt. Utara)

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

FESTIRI HASTIYA DEWI 110200032

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN UNDER

SEA WORLD INDONESIA

(Study Putusan BANI Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN-Jkt. Utara)

Oleh

FESTIRI HASTIYA DEWI 110200032

Disetujui Oleh

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Windha, SH. M.Hum

NIP. 19750112 200501 2 002

Pembimbing I Pembimbing II

(Dr. T. Keizerina Devi Azwar, CN, SH. M.Hum) (Ramli Siregar, SH, M.Hum) NIP. 197002012002122001 NIP. 195303121983031002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

(4)

ABSTRAK

PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN UNDER SEA WORLD INDONESIA

(Study Putusan BANI Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN-Jkt. Utara) * Festiri Hastiya Dewi

** T. Keizerina Devi Azwar *** Ramli Siregar

PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) pada 13 Februari 2015 lalu dan PT. Sea World Indonesia (Laras Tropika Nusantara), telah menandatangani akta pengalihan dan penyerahan Nomor 36. Gatot Setyowaluyo, Direktur Utama Perseroan dalam keterangan yang dilansir Rabu, menyebutkan akta itu berisi tentang penegasan perjanjian serta pengalihan dan penyerahan tanah, bangunan, faslitas penunjang beserta hak pengelolaan atas Sea World.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah kedudukan para pihak dalam Pengalihan Hak Atas Bangunan. Akibat hukum dalam pengalihan hak atas bangunan Under Sea World Indonesia. Dan Analisis yuridis mengenai pengalihan hak atas bangunan Under Sea World Indonesia. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif tersebut mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat.

Kedudukan para pihak dalam Pengalihan Hak Atas Bangunan,Pasal 1875 KUHPerdata keterangan notaris dengan kuasa menjual yang dipandang sebagai akta di bawah tangan tersebut dapat mengikat dan mempunyai kekuatan sebagaimana akta otentik apabila bahwa keberadaannya maupun tanda tangannya tidak disangkal olah masing-masing pihak.Akibat hukum dalam pengalihan hak atas bangunan Under Sea World Indonesia. Beralih adalah berpindahnya hak atas tanah atau hak milik dari pemegang haknya kepada pihak lain karena pemegang haknya meninggal dunia atau melalui pewarisan. Peralihan hak atas tanah atau hak milik ini terjadi karena hukum, artinya dengan meninggalnya pemegang hak (subyek), maka ahli warisnya memperoleh hak atas tanah atau hak milik tersebut. Dimana subyek dalam beralihnya hak atas tanah atau hak milik harus memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah atau hak milik Dialihkan/pemindahan hak adalah berpindahnya hak atas tanah atau hak milik dari pemegang (subyek) haknya kepada pihak lain karena suatu perbuatan hukum yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar pihak lain tersebut memperoleh hak tersebut. Analisis yuridis mengenai pengalihan hak atas bangunan Under Sea World Indonesia Majelis Hakim berpendapat klausul berakhirnya perjanjian dimaksud hanya dapat diterapkan dalam keadaan normal tanpa adanya suatu permasalahan diantara para pihak. Untuk itu walaupun perjanjian Nomor 81 tertanggal 21 September 1992 telah berakhir pada tanggal 16 Juni 2014

Kata Kunci : Pengalihan Hak Atas Bangunan Under Sea World Indonesia * Mahasiswa Fakultas Hukum

** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul dari skripsi ini adalah

Pengalihan Hak Atas Bangunan Under Sea World Indonesia (Study Putusan BANI Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN-Jkt. Utara).

Untuk penulisan skripsi ini penulis berusaha agar hasil penulisan skripsi ini mendekati kesempurnaan yang diharapkan, tetapi walaupun demikian penulisan ini belumlah dapat dicapai dengan maksimal, karena ilmu pengetahuan penulis masih terbatas. Oleh karena itu, segala saran dan kritik akan penulis terima dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kapada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MHum selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. OK. Saidin, SH, MHum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(6)

5. Ibu Windha, SH., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan. 6. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, CN, SH. M.Hum selaku Dosen Pembimbing

I, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak Ramli Siregar, SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh staf dan pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini.

9. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis Ayahanda Ferry Syaflansein dan Ibunda Evi Hariyanti yang telah banyak memberikan dukungan moril, materil, dan kasih sayang mereka yang tidak pernah putus sampai sekarang dan selamanya.

10.Buat teman-teman stambuk 011, yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu terima kasih atas dukung dan motivasinya sehingga terselesaikan skripsi ini.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang telah kita lakukan mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis memohon maaf kepada Bapak atau Ibu dosen pembimbing, dan dosen penguji atas sikap dan kata yang tidak berkenan selama penulisan skripsi ini.

Medan, Maret 2015 Penulis,

Festiri Hastiya Dewi 110200032


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 8

F. Metode Penelitian ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN ... 15

A. Pengalihan Hak Atas Tanah ... 15

B. Para pihak dalam Pengalihan Hak atas Bangunan ... 24

C. Kedudukan Para Pihak dalam Pengalihan Hak Atas Bangunan .. 27

BAB III AKIBAT HUKUM DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN UNDER SEA WORLD INDONESIA ... 30

A. Sejarah Under Sea World Indonesia ... 30

B. Dasar Hukum Pengalihan Hak Atas Bangunan Under Sea World Indonesia ... 33

C. Akibat Hukum yang Timbul dalam Pengalihan Hak atas Bangunan Under Sea World Indonesia ... 38


(8)

BAB IV ANALISIS YURIDIS MENGENAI PENGALIHAN HAK ATAS

BANGUNAN UNDER SEA WORLD INDONESIA... 43

A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Under Sea World Indonesia ... 43

B. Posisi kasus ... 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 95

A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 96 DAFTAR PUSTAKA


(9)

ABSTRAK

PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN UNDER SEA WORLD INDONESIA

(Study Putusan BANI Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN-Jkt. Utara) * Festiri Hastiya Dewi

** T. Keizerina Devi Azwar *** Ramli Siregar

PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) pada 13 Februari 2015 lalu dan PT. Sea World Indonesia (Laras Tropika Nusantara), telah menandatangani akta pengalihan dan penyerahan Nomor 36. Gatot Setyowaluyo, Direktur Utama Perseroan dalam keterangan yang dilansir Rabu, menyebutkan akta itu berisi tentang penegasan perjanjian serta pengalihan dan penyerahan tanah, bangunan, faslitas penunjang beserta hak pengelolaan atas Sea World.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah kedudukan para pihak dalam Pengalihan Hak Atas Bangunan. Akibat hukum dalam pengalihan hak atas bangunan Under Sea World Indonesia. Dan Analisis yuridis mengenai pengalihan hak atas bangunan Under Sea World Indonesia. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif tersebut mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat.

Kedudukan para pihak dalam Pengalihan Hak Atas Bangunan,Pasal 1875 KUHPerdata keterangan notaris dengan kuasa menjual yang dipandang sebagai akta di bawah tangan tersebut dapat mengikat dan mempunyai kekuatan sebagaimana akta otentik apabila bahwa keberadaannya maupun tanda tangannya tidak disangkal olah masing-masing pihak.Akibat hukum dalam pengalihan hak atas bangunan Under Sea World Indonesia. Beralih adalah berpindahnya hak atas tanah atau hak milik dari pemegang haknya kepada pihak lain karena pemegang haknya meninggal dunia atau melalui pewarisan. Peralihan hak atas tanah atau hak milik ini terjadi karena hukum, artinya dengan meninggalnya pemegang hak (subyek), maka ahli warisnya memperoleh hak atas tanah atau hak milik tersebut. Dimana subyek dalam beralihnya hak atas tanah atau hak milik harus memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah atau hak milik Dialihkan/pemindahan hak adalah berpindahnya hak atas tanah atau hak milik dari pemegang (subyek) haknya kepada pihak lain karena suatu perbuatan hukum yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar pihak lain tersebut memperoleh hak tersebut. Analisis yuridis mengenai pengalihan hak atas bangunan Under Sea World Indonesia Majelis Hakim berpendapat klausul berakhirnya perjanjian dimaksud hanya dapat diterapkan dalam keadaan normal tanpa adanya suatu permasalahan diantara para pihak. Untuk itu walaupun perjanjian Nomor 81 tertanggal 21 September 1992 telah berakhir pada tanggal 16 Juni 2014

Kata Kunci : Pengalihan Hak Atas Bangunan Under Sea World Indonesia * Mahasiswa Fakultas Hukum

** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang penduduknya sebagian besar bermata pencaharian di bidang pertanian baik sebagai petani pemilik tanah, petani penggarap tanah maupun sebagai buruh tani. Dengan demi kian setiap orang sebagai bagian dari bangsa Indonesia membutuhkan tanah karena tidak ada aktivitas atau kegiatan orang yang tidak membutuhkan tanah.1

Tanah bagi kehidupan manusia memiliki arti yang sangat penting, karena sebagian besar dari kehidupannya tergantung pada tanah. Tanah adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada umat manusia dimuka bumi. Sejak lahir sampai meninggal dunia, manusia membutuhkan tanah untuk tempat tinggal dan sumber kehidupan. Dalam hal ini, tanah mempunyai dimensi ekonomi, sosial, kultural, politik dan ekologis.

Mengingat besarnya peranan hak-hak atas tanah dengan makin meningkatnya harga tanah, maka dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya, peralihan hak atas tanah itu dipandang perlu ditingkatkan lebih tinggi dan diatur tersendiri.Dalam pembangunan nasional peranan tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat baik untuk keperluan pemukiman maupun kegiatan usaha. Sebagai capital asset, tanah telah tumbuh sebagai benda ekonomi yang sangat penting,

1


(11)

tidak saja sebagai bahan perniagaan tapi juga sebagai obyek spekulasi. Disatu sisi tanah harus dipergunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dan disisi lain harus dijaga kelestariannya.2

Dari sisi dimensi ekonomi telah terjadi perkembangan nilai ekonomi tanah sejak lahirnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang disahkan pada tanggal 24 September 1960 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043) yang disebut juga dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) sampai sekarang. Pada saat itu tanah hanya dibutuhkan untuk semata-mata pertanian, perkebunan, yang oleh warga. masyarakat petani dijadikan sumber mata pencahariannya yang utama. Sejalan dengan perkembangan kebutuhan hidup masyarakat, tanah kemudian mengalami kemajuan nilai yang saat ini sering dikenal dengan tanah sebagai komoditas ekonomi, yaitu tanah dijadikan objek transaksi, baik yang lahir karena dijadikan tempat hunian, sebagai lahan akomodasi pariwisata seperti tempat rekreasi, villa, hotel, serta digunakan untuk membangun fasilitas-fasilitas seperti swalayan dan yang lain, yang pada dasarnya menjadi status simbol kemajuan masyarakat. Dalam kondisi seperti itu, secara ekonomis tanah telah dijadikan komoditas ekonomi yang dinilai bukan hanya sebagai tanah pertanian akan tetapi telah berkembang menjadi tanah kawasan perumahan, tanah kawasan industri, tanah kawasan penunjang pariwisata, dan tanah kawasan pariwisata.

2

Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum,


(12)

PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) pada 13 Februari 2015 lalu dan PT. Sea World Indonesia (Laras Tropika Nusantara), telah menandatangani akta pengalihan dan penyerahan Nomor 36. Gatot Setyowaluyo, Direktur Utama Perseroan dalam keterangan yang dilansir Rabu, menyebutkan akta itu berisi tentang penegasan perjanjian serta pengalihan dan penyerahan tanah, bangunan, faslitas penunjang beserta hak pengelolaan atas Sea World. Seperti diketahui sebelumnya, PT Pembangunan Jaya Ancol pada Oktober tahun lalu menutup resmi semua aktivitas Sea World untuk umum. Hal itu karena sebelumnya PT Sea World Indonesia tidak mau menyerahkan aset wahana kepada Ancol sebelum melakukan perpanjangan kontrak.3

Perselisihan PT Pembangunan Jaya Ancol dan PT Sea World Indonesia bermula dari perbedaan pendapat tentang poin-poin di dalam kontrak perjanjian kedua pihak 20 tahun lalu. Sea World menafsirkan, hak opsi perpanjangan kontrak hingga 2034 ada di tangan mereka. Sementara itu, Ancol menolak kontrak bisa diperpanjang otomatis.

Berikut poin-poin dalam kontrak berjudul ‘Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan Hak Atas Undersea World Indonesia di Taman Impian Jaya Ancol’ tertanggal 21 September 1992 yang berakhir pada Juni 2014 lalu itu.

Pasal 8 tentang Jangka Waktu Pengelolaan ayat 1: Setelah pekerjaan pembangunan selesai, pengelolaan akan diserahkan kepada Sea World dengan berita acara serah terima. Dalam berita acara harus dilampirkan inventaris

3

Phillipsecuritiesindonesia.wordpress.com/2015/02/18/Jaya Ancol Sea World Teken Perjanjian Pengalihan-aset/ (diakses tanggal 1 Maret 2015)


(13)

perlengkapan. Apabila dalam pengelolaan terjadi perubahan perlengkapan, harus dibuat berita acara tambahan.

Ayat 2: Kedua pihak setuju masa pengelolaan berlaku untuk jangka waktu 20 tahun terhitung sejak Sea World beroperasi secara komersil. Ayat 3: Perjanjian akan berakhir dengan sendirinya setelah lewat jangka waktu berlakunya perjanjian, atau apabila kedua pihak sepakat mengakhiri kontrak, atau apabila salah satu pihak mengakhiri karena adanya kelalaian yang dilakukan. Ayat 4: Paling lambat enam bulan sebelum kontrak berakhir, kedua pihak bersama-sama mengopname bangunan dan seluruh perlengkapan yang akan diserahkan pada Jaya Ancol sesuai daftar inventaris yang diberikan di awal. Bila ada perlengkapan yang tidak sesuai inventaris atau rusak, Sea World akan melengkapi dan mengganti kerusakan itu dengan biaya sendiri. Ayat 5: Saat perjanjian berakhir, Sea World harus menyerahkan tanah dan bangunan proyek pada Jaya Ancol berikut sarana penunjang dan hak pengelolaannya.

Ayat 6: Sea World punya opsi memperpanjang masa pengelolaan selama 20 tahun lagi dengan mengajukan secara tertulis pada Jaya Ancol paling lambat setahun sebelum masa perjanjian selesai. Untuk perpanjangan pengelolaan, akan dibuatkan perjanjian baru sesuai ketentuan dalam perjanjian ini kecuali dalam hal penjualan tiket masuk.

Dalam perjanjian pembangunan dan pengelolaan Sea World antara PT PJA dengan PT. SeaWorld, PT PJA mengajukan permohonan kepada majelis arbitrase untuk menghilangkan hak opsi perpanjangan jangka waktu pengelolaan yang


(14)

dimiliki PT. Sea World Indonesia yang telah disepakati bersama dalam perjanjian pembangunan dan pengelolaan. Namun, imbuhnya, keputusan BANI melebihi permohonan PT. PJA yang cenderung bersifat comdemnatoir (menghukum) dengan menyatakan PT Sea World menyerahkan bangunan Under sea World Indonesia, termasuk peralatan serta fasilitas dan barang inventaris lainnya.4

"Pada perjanjian awal, memang kami mendapatkan hak pengelolaan selama 20 tahun, akan tetapi ada hak opsi yang diberikan PT PJA untuk memperpanjang jangka waktu pengelolaan selama 20 tahun lagi,". Perjanjian baru hanya terkait presentase pembagian imbalan keuntungan pengelolaan, mengenai hak fasilitas, dan pengelolaan itu adalah hak PT Sea World.

Atas dasar itu, pihak PT PJA menutup wahana Sea World, sehingga wahana edukatif itu menderita kerugian dan masyarakat tidak bisa menikmatinya. Terlebih, penututan itu tak mempunyai dasar hukum yang kuat, karena dilakukan saat Pengadilan Negeri Jakarta Utara masih menyidangkan perkara ini. "Tidak ada perintah eksekusi dari pengadilan manapun yang memerintahkan penutupan Sea

World,". Pengadilan Negeri Jakarta Utara telah membatalkan putusan BANI,

sehingga PT PJA tidak memiliki landasan hukum apapun untuk melakukan penutupan maupun pemagaran Sea World. Ini merupakan perbuatan melawan hukum yang merugikan PT. Sea World selaku investor.

Berdasarkan latar belakang di atas maka mengambil judul analisis yuridis mengenai pengalihan hak atas bangunan under sea world Indonesia (Study Putusan BANI No. 305/Pdt.G/BANI/2014/PN-Jkt Utara.

4


(15)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut

1. Bagaimanakah kedudukan para pihak dalam Pengalihan Hak Atas Bangunan? 2. Bagaimana akibat hukum dalam pengalihan hak atas bangunan Under Sea

World Indonesia.

3. Analisis yuridis mengenai pengalihan hak atas bangunan Under Sea World Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap hak–hak pekerja dalam kepailitan, yakni

a. Untuk mengetahui kedudukan para pihak dalam Pengalihan Hak Atas Bangunan.

b. Untuk mengetahui akibat hukum dalam pengalihan hak atas bangunan

Under Sea World Indonesia.

c. Untuk mengetahui analisis yuridis mengenai pengalihan hak atas bangunan Under Sea World Indonesia.

2. Manfaat penelitian


(16)

a. Secara teoritis

Hasil penelitian ini akan melahirkan beberapa konsep ilmiah yang pada gilirannya akan memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya yang berkaitan dengan analisis yuridis mengenai pengalihan hak atas bangunan under sea world Indonesia.

b. Secara praktis.

Sebagai bahan kajian bagi kalangan akademis untuk menambah wawasan dalam bidang ilmu hukum, khususnya yang berkaitan dengan analisis yuridis mengenai pengalihan hak atas bangunan Under Sea World Indonesia

D. Keaslian Penelitian

Penelusuran kepustakaan, khususnya di perpustakaan Fakultas Hukum dan pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara penelitian tentang Analisis yuridis mengenai pengalihan hak atas bangunan Under Sea World Indonesia (Studi Putusan BANI No. 305/Pdt.G/BANI/2014/PN-Jkt Utara, dengan demikian penelitian ini dapat disebut asli dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional dan objektif serta terbuka, keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas segala kritikan dan masukan yang sifatnya membangun guna penyempurnaan hasil penelitian.


(17)

E. Tinjauan Pustaka

1. Hukum Tanah Menurut UUPA

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 bangsa Indonesia telah mempunyai hukum agraria yang bersifat nasional. Undang-Undang tersebut lebih dikenal dengan sebutan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Dalam Pasal 5 UUPA disebutkan : Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan peraturan-peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar hukum agama.

Berdasarkan pasal tersebut di atas dengan tegas dinyatakan bahwa hukum agraria yang baru didasarkan atas hukum adat yang disesuaikan dengan asas-asas yang ada dalam UUPA, karena dalam UUPA menganut sistem dan asas hukum adat maka perbuatan jual beli tersebut adalah merupakan jual beli yang riil dan tunai. Akan tetapi pelaksanaan dari jual beli itu sendiri sudah tidak lagi dihadapan kepala desa karena setiap peralihan hak atas tanah harus dilakukan dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria seperti dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dibuatnya akta jual-beli tanah dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria tersebut, maka jual-beli itu selesai, dan selanjutnya peralihan hak atas tanah itu oleh pembeli didaftarkan ke kantor pertanahan. Pendaftaran peralihan hak atas-tanah tersebut untuk menjamin kepastian hukum.


(18)

2. Hukum Adat

Berlakunya Hukum Tanah Adat bagi golongan pribumi merupakan manifestasi dari aspirasi yang berkembang di dalam masyarakat, dimana dalam berlakunya tergantung dari lingkungan masyarakat yang mendukungnya, yaitu masyarakat itu sendiri, sehingga dalam kenyataannya berlakunya Hukum Tanah Adat dipengaruhi oleh kekuatan yang terdapat dalam masyarakat tersebut.

Hal itu terjadi sama halnya dengan Hukum Tanah Barat, Hukum Tanah Adat juga mengatur mengenai hukumnya, hak-hak atas tanah. Hak tanah-tanah adat antara lain Hak Ulayat, Hak Milik Adat, Hak Gogolan dan Hak Memungut Hasil/ Hak Menikmati.

Hukum Tanah Adat berkonsepsi komunalistik yang mewujudkan semangat gotong royong dan berkeluargaan yang diliputi suasana religius. Tanah merupakan tanah bersama kelompok teritorial atau geneologik. Hak-hak perserorangan atas tanah secara langsung atau tidak langsung Hukum Tanah Adat berkonsepsi komunalistik yang mewujudkan semangat gotong royong dan berkeluargaan yang diliputi suasana religius. Tanah merupakan tanah bersama kelompok teritorial atau geneologik. Hak-hak perserorangan atas tanah secara langsung atau tidak langsung bersumber pada hak bersama. Oleh karena itu, biarpun sifatnya pribadi, dalam arti penggunaannya untuk kepentingan pribadi dan keluarganya namun sekaligus terkandung unsur kebersamaan.5

5

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, edisi revisi (Jakarta: Djambatan, 2003) hlm. 206


(19)

F. Metode Penelitian

Metode penelitian berisikan uraian tentang metode atau cara yang peneliti gunakan untuk memperoleh data atau informasi. Metode penelitian ini berfungsi sebagai pedoman dan landasan tata cara dalam melakukan oprasional penelitian untuk menulis suatu karya ilmiah yang peneliti lakukan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang tidak membutuhkan populasi dan sampel.6 Adapun beberapa langkah yang digunakan dalam metode penelitian ini adalah

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif tersebut mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat.7 Penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder dan disebut juga penelitian kepustakaan.8

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian.9 Deskriptif analistis, merupakan metode yang dipakai untuk menggambarkan suatu kondisi atau keadaan yang sedang terjadi atau berlangsung yang tujuan agar dapat memberikan data seteliti mungkin mengenai objek

6

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm.105. 7

Ibid

8

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri (Jakarta: Ghlmia Indonesia, 1994), hlm. 9.

9


(20)

penelitian sehingga mampu menggali hal-hal yang bersifat ideal, kemudian dianalisis berdasarkan teori hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.10

2. Data penelitian

Sumber bahan hukum yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu:

1) Bahan hukum primer, yaitu: Undang-undang Dasar 1945, Undang-Undnag Nomor 5 Tahun 1960 tentang Agraria dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

2) Bahan hukum sekunder, yakni bahan-bahan yang meberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berupa buku-buku, karya ilmiah, atau hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.

3) Bahan hukum tertier, adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier yang digunakan seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus hukum dan ensiklopedia.11

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan

(Library Research) studi ini dilakukan dengan jalan meneliti dokumen-dokumen

yang ada, yaitu dengan mengumpulkan bahan hukum dan informasi baik yang berupa buku, karangan ilmiah, peraturan perundang-undangan dan bahan tertulis lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu dengan mencari, mempelajari,

10

Ibid., hlm 225.

11


(21)

dan mencatat serta menginterpretasikan hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian.12

4. Analisis data

Berdasarkan sifat penelitian yang menggunakan metode penelitian bersifat deskriptif analistis, maka analisis yang dipergunakan adalah analisis secara pendekatan kualitatif terhadap data sekunder yang didapat. Deskriptif tersebut, meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum.13

Bahan hukum yang dianalisi secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis bahan hukum, selanjutnya semua bahan hukum diseleksi dan diolah, kemudian dinyatakan secara deskriptif sehingga menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya, sehingga memberikan solusi terhadap permasalahan yang dimaksud.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini, menguraikan bab demi bab antara lain sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN

Pada bagian bab ini akan membahas tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, metode penelitian, sistematika penulisan

12

Ibid., hlm 225.

13


(22)

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

Pada bagian bab ini akan membahas tentang, pengalihan hak atas bangunan, para pihak dalam pengalihan hak atas bangunan dan kedudukan para pihak dalam pengalihan hak atas bangunan

BAB III AKIBAT HUKUM DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN UNDER SEA WORLD INDONESIA

Pada bagian bab ini akan membahas tentang sejarah under sea

world Indonesia, dasar hukum pengalihan hak atas bangunan under

sea world Indonesia dan akibat hukum yang timbul dalam

pengalihan hak atas bangunan under sea world Indonesia.

BAB IV ANALISIS YURIDIS MENGENAI PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN UNDER SEA WORLD INDONESIA

Pada bagian bab ini akan membahas tentang pengalihan hak atas bangunan under sea world Indonesia dan kasus posisi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab kesimpulan dan saran dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya. Dalam bab ini berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian penelitian, kemudian dilengkapi dengan saran yang mungkin bermanfaat di masa yang akan datang untuk penelitian lanjutan.


(23)

22

BAB II

KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

A. Pengalihan Hak Atas Bangunan

Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain, pemerintah guna pelaksanaan pembangunan termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus.

Ada 2 (dua) cara dalam mendapatkan ataupun memperoleh hak milik, yakni:

1. Dengan pengalihan, yang meliputi beralih dan dialihkan. Dalam hal ini berarti ada pihak yang kehilangan yaitu pemilik semula dan pihak lain yang mendapatkan suatu hak milik.

2. Terjadinya hak milik sesuai dengan UUPA pada Pasal 22, yaitu:

a. Terjadinya hak milik menurut hukum adat yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam hal ini berarti terjadinya hak milik tesebut, diawali dengan hak seorang warga untuk membuka hutan dalam lingkungan wilayah masyarakat hukum adat dengan persetujuan Kepala Desa. Dengan dibukanya tanah tesebut, belum berarti orang tersebut langsung memperoleh hak milik. Hak milik akan dapat tercipta jika orang tersebut memanfaatkan tanah yang telah dibukanya,


(24)

menanami dan memelihara tanah tersebut secara terus menerus dalam waktu yang sangat lama. Dari sinilah hak milik dapat tercipta, yang sekarang diakui sebagai hak milik menurut UUPA. Terjadinya hak milik dengan cara ini memerlukan waktu yang cukup lama dan tentunya memerlukan penegasan yang berupa pengakuan dari pemerintah

b. Terjadinya hak milik karena penetapan pemerintah, yaitu yang diberikan oleh pemerintah dengan suatu penetapan menurut cara dan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah. Dalam hal ini berarti pemerintah memberikan hak milik yang baru sama sekali. Pemerintah juga dapat memberikan hak milik berdasarkan perubahan dari suatu hak yang sudah ada. Misalnya dengan peningkatan dari Hak Guna Usaha menjadi Hak Milik, Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik, Hak Pakai menjadi Hak Milik

Pemindahan hak atas tanah adalah perbuatan hukum untuk memindahkan hak atas tanah kapada pihak lain. Pemindahan dilakukan apabila status hukum pihak yang akan menguasai tanah memenuhi persyaratan sebagai pemegang hak atas tanah yang tersedia, dan pemegang hak atas tanah tersebut bersedia untuk memindahkan hak.

Secara khusus Herman Soesangobeng mengatakan falsafah kepemilikan atas tanah dalam hukum adat, hakekat dasarnya adalah dari pertautan manusia dengan tanah dan alamnya dan bukan pada hak, melainkan pada hubungan kuatnya pertautan hubungan yang melahirkan kewenangan (hak). Oleh karena itu


(25)

hak lahir melalui proses intensitas hubungan antara manusia dengan tanah tidak dari keputusan pejabat.

Dalam filosofi adat, hak dipahamkan sebagai suatu yang relatif dan mudah berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat, sehingga hak sesuatu yang tidak mutlak.

Secara khusus Herman Soesangobeng mengatakan falsafah kepemilikan atas tanah dalam hukum adat, hakekat dasarnya adalah dari pertautan manusia dengan tanah dan alamnya dan bukan pada hak, melainkan pada hubungan kuatnya pertautan hubungan yang melahirkan kewenangan (hak). Oleh karena itu hak lahir melalui proses intensitas hubungan antara manusia dengan tanah tidak dari keputusan pejabat.14

Dalam filosofi adat, hak dipahamkan sebagai suatu yang relatif dan mudah berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat, sehingga hak sesuatu yang tidak mutlak. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain Pemerintah; Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak atau cara lain yang disepakati dengan Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus; Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak atau cara lain

14

Herman Soesangobeng, Filosofi Adat dalam UUPA, Makalah dipresentasikan dalam Sarasehan Nasional “Peningkatan Akses Rakyat Terhadap Sumberdaya Tanah”, Diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara Agraria/BPN bekerjasama dengan ASPPAT, (tanggal 12 Oktober 1998, di Jakarta, 1998), hlm. 4.


(26)

kepada Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.

Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam Hukum Agraria Nasional membagi hak-hak atas tanah dalam dua bentuk, yaitu:

1. Hak-hak atas tanah yang bersifat primer.

Hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai secara langsung oleh seorang atau badan hukum yang mempunyai waktu lama dan dapat dipindah- tangankan kepada orang lain atau ahliwarisnya. UUPA terdapat beberapa hak atas tanah yang bersifat primer, yaitu:

a. Hak Milik atas tanah. b. Hak Guna Usaha. c. Hak Guna Bangunan. d. Hak Pakai.15

2. Hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder.

Hak-hak atas tanah yang bersifat sementara. Dikatakan bersifat sementara, karena hak-hak tersebut dinikmati dalam waktu terbatas, dan hak-hak itu dimiliki oleh orang lain. Hak atas tanah yang bersifat sementara dapat dialihkan kapan saja si pemilik berkehendak. Terhadap beberapa hak, hak atas tanah yang bersifat sementara memiliki jangka waktu yang terbatas, seperti Hak Gadai dan Hak Usaha bagi hasil. Kepemilikan terhadap hak atas tanah hanya bersifat sementara saja.

15


(27)

Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 53 UUPA yang mengatur mengenai hak-hak atas tanah yang bersifat sementara, yaitu:

1) Hak Gadai.

2) Hak Usaha Bagi Hasil. 3) Hak Menumpang.

4) Hak Menyewa atas Tanah Pertanian.16

Tata cara memperoleh hak atas tanah menurut Hukum Tanah Nasional adalah sebagai berikut:

1. Permohonan dan pemberian hak atas tanah, jika tanah yang diperlukan berstatus Tanah Negara.

2. Pemindahan Hak, jika:

a. Tanah yang diperlukan berstatus tanah hak ;

b. Pihak yang memerlukan tanah boleh memiliki hak yang sudah ada ; c. Pemilik bersedia menyerahkan tanah.

3. Pelepasan hak yang dilanjutkan dengan permohonan dan pemberian hak atas tanah, jika:

a. Tanah yang diperlukan berstatus tanah hak atau tanah hak ulayat suatu masyarakat hukum adat ;

b. Pihak yang memerlukan tanah tidak boleh memiliki hak yang sudah ada;

c. Pemilik bersedia menyerahkan tanah

16


(28)

4. Pencabutan hak yang dilanjutkan dengan permohonan dan pemberian hak atas tanah, jika:

a. Tanah yang diperlukan berstatus tanah hak; b. Pemilik tanah tidak bersedia melepaskan haknya;

c. Tanah tersebut diperuntukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum

Dalam sistem KUHPerdata maupun dalam sistem UUPA dikenal adanya pengalihan sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak milik. Pengalihan ini adalah salah satu kewajiban para pihak dalam suatu peristiwa hukum yang bertujuan untuk mengalihkan hak milik atas suatu barang yang dilakukan diantara mereka. Di dalam KUHPerdata yaitu pada Pasal 584 KUHPerdata dinyatakan bahwa ada lima cara untuk memperoleh hak milik atas suatu kebendaan. Kelima cara tersebut antara lain adalah:

1. Pendakuan (toeegening).

Pendakuan ini dilakukan terhadap barang-barang yang bergerak yang belum ada pemiliknya (res nullius). Contoh dari pendakuan ini yaitu yang terdapat di dalam Pasal 585 KUHPerdata yaitu pendakuan dari ikan-ikan di sungai, binatang-binatang liar di hutan dan lain-lain

2. Ikutan (natrekking).

Hal ini diatur dalam Pasal 588 – Pasal 605 KUHPerdata. Yaitu cara memperoleh benda karena benda itu mengikuti benda yang yang lain. Contoh dari

natrekking ini adalah: hak-hak atas tanaman, hak itu mengikuti tanah yang sudah


(29)

3. Lampaunya waktu(Verjaring).

Cara memperoleh hak milik atas suatu kebendaan karena lampaunya waktu. Artinya pemilik yang lama dari benda tersebut tidak berhak lagi atas benda tersebut karena jangka waktu kepemilikannya telah lewat waktu oleh hukum. Hal ini diatur dalam Pasal 610 KUHPerdata dan diatur lebih lanjut dalam buku keempat KUHPerdata.

4. Pewarisan (erfopvolging)

Cara memperoleh hak milik atas suatu benda tidak bergerak karena terluangnya atau jatuhnya warisan terhadap seseorang sehingga ia berhak atas benda tersebut.

5. Pengalihan dan Penyerahan (levering).

Ini adalah cara untuk memperoleh hak milik yang paling penting dan paling sering terjadi di masyarakat. Yaitu cara memperoleh hak milik atas suatu kebendaan dengan cara mengalihkan hak milik atas suatu kebendaan dari pemilik yang lama kepemilik yang baru.

Pasal 20 ayat (2) UUPA menyebutkan bahwa hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Dengan kata lain, sifat milik pribadi ini walau dibatasi oleh ketentuan Pasal 6 UUPA dapat dioperkan hanya kepada orang lain dengan hak yang sama.

Umpamanya jika menjual, menghibah, tukar menukar, mewariskan, ataupun memperoleh hak karena perkawinan/kesatuan harta benda, maka hak atas tanah yang semula hak milik tetap akan menjadi hak milik. Hak milik adalah: “Hak turun temurun, artinya hak itu dapat diwariskan berturut-turut tanpa perlu


(30)

diturunkan derajatnya ataupun hak itu menjadi tiada atau memohon haknya kembali ketika terjadi perpindahan tangan.17

Hak milik merupakan hak yang terkuat dan terpenuh, namun hal ini berbeda dengan hak eeigendom vide Pasal 571 KUHPerdata, di mana dikatakan bahwa hak milik tersebut mutlak tidak dapat diganggu gugat. Hak milik menurut UUPA mengandung arti bahwa hak ini merupakan hak yang terkuat, jika dibandingkan dengan hak-hak atas tanah lainnya, seperti hak guna usaha, hak guna bangunan dan lain-lain.

Luasnya hak milik juga meliputi tubuh bumi, air dan ruang angkasa yang adadi atasnya, sebagai suatu penjelmaan dari ciri-ciri khas hukum adat yang menjadi dasar hukum Agraria Nasional. Mengenai pertambangan diatur sendiri, yang artinya bahwa untuk melakukan pertambangan di bumi memerlukan suatu izin khusus yangdinamakan kuasa pertambangan. Dengan demikian hak milik ini masih ada pembatasannya, meskipun dikatakan meliputi seluruh bumi dengan isinya.

Dalam pengalihan hak milik yang merupakan pelaksanaan dari perikatan yang dimaksud, timbul persoalan apakah antara perbuatan hukum lanjutan tersebut dan hubungan hukum yang menjadi dasarnya atau dengan kata lain apakah pengalihan itu tergantung pada alas haknya ataukah merupakan hal yang terpisah satu sama lainnya. Hubungan antara pengalihan dengan alas haknya ada dua ajaran yaitu ajaran abstrak dan ajaran kausal (sebab akibat). Baik ajaran abstrak maupun ajaran kausal sama-sama, menekankan bahwa sahnya suatu

17


(31)

pengalihan bertujuan untuk mengalihkan hak milik tersebut tergantung pada alas haknya harus tegas dinyatakan, sedangkan menurut ajaran abstrak, maka penyerahan itu tidak perlu adanya titel yang nyata, cukup ada alas hak atau titel anggapan saja.

Dari uraian di atas, terlihat hubungan jelas antara perjanjian obligatoir dari perbuatan hukum yang bertujuan untuk mengalihkan hak milik atau benda tidak bergerak dengan balik nama yang merupakan pengalihan hak milik itu sendiri. Ditegaskan oleh R. Subekti, bahwa: menurut pendapat yang lazim dianut oleh para ahli hukum dan hakim, dalam KUHPerdata berlaku apa yang dinamakan “kausal stelsel” di mana memang sah tidaknya suatu pemindahan hak milik tergantung sah tidaknya perjanjian obligatoir”.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa sahnya atau tidaknya suatu balik nama tergantung pada sah atau tidaknya perjanjian obligatoir yang menimbulkan hak dan kewajiban untuk menurut dan melaksanakan isi perjanjian yang berupa pengalihan hak milik atas benda tidak bergerak tersebut. Di atas telah disebutkan bahwa sah tidaknya suatu balik nama adalah tergantung pada sah tidaknya perjanjian obligatoir, dengan demikian sah atau tidaknya perjanjian obligatoir yang menyebabkan timbulnya suatu kewajiban untuk mengalihkan suatu kepemilikan benda tidak bergerak, adalah merupakan syarat sahnya balik nama. Selanjutnya untuk mengetahui sahnya perjanjian obligatoir, maka harus diketahui pula tentang sah atau tidaknya perbuatan-perbuatan hukum yang menyebabkan timbulnya kewajiban untuk mengalihkan benda tidak bergerak yang merupakan objek dari perbuatan hukum tersebut. Jual beli, tukar menukar


(32)

maupun penghibahan, adalah merupakan suatu perbuatan hukum yang disebut perjanjian atau dengan istilah lain “perikatan” dan oleh karena itu untuk sahnya suatu perbuatan hukum tersebut harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian.

B. Para pihak dalam Pengalihan Hak Atas Bangunan

Peralihan hak atau pemindahan hak adalah perbuatan hukum yang tujuannya untuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain (penerima hak). Peralihan hak atas tanah dapat terjadi karena pewarisan tanpa wasiat dan perbuatan hukum yaitu pemindahan hak.18 Yang dimaksud dengan Peralihan Hak karena pewarisan tanpa wasiat adalah peralihan hak atas tanah yang terjadi dikarenakan seseorang yang mempunyai salah satu hak meninggal dunia maka haknya itu dengan sendirinya menjadi hak ahli warisnya. Berbeda dengan perbuatan hukum pemindahan hak dimana peralihan hak dilakukan dengan sengaja supaya hak tersebut terlepas dari pemegangnya yang semula dan menjadi hak pihak lain

Pengalihan hak atas tanah, yang dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang. Dengan demi berarti setiap pengalihan hak milik atas tanah, yang dilakukan dalam bentuk jual beli, tukar menukar atau hibah harus dibuat di hadapan PPAT. Jual beli, tukar menukar atau hibah ini dalam konsepsi hukum adat adalah suatu perbuatan hukum

18


(33)

yang bersifat terang dan tunai. Dengan terang dimaksudkan bahwa perbuatan hukum tersebut harus dibuat di hadapan pejabat yang berwenang yang menyaksikan dilaksanakan atau dibuatnya perbuatan hukum tersebut. Sedangkan dengan tunai diartikan bahwa dengan selesainya perbuatan hukum dihadapan PPAT berarti pula selesainya tindakan hukum yang dilakukan dengan segala akibat hukumnya. Ini berarti perbuatan hukum tersebut tidak dapat dibatalkan kembali, kecuali terdapat cacat cela secara substansi mengenai hak atas tanah (hak milik) yang dialihkan tersebut, atau cacat mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak atas bidang tanah tersebut.

Adapun yang menjadi syarat-syarat terjadinya pengalihan terhadap kebendaan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pengalihan tersebut haruslah dilakukan oleh orang yang berhak untuk mengalihkan kebendaan tersebut.

Tidak selamanya pemilik suatu kebendaan dapat diberikan hak untuk mengalihkan benda tersebut, hal ini dikarenakan suatu hal misalnya saja pemilik suatu kebendaan di dalam keadaan pailit. Disini ia merupakan pemilik suatu kebendaan tetapi dikarenakan keputusan pengadilan yang mengatakan ia pailit maka ia tidak berhak untuk mengalihkan benda tersebut.

Ada pun sebaliknya orang tersebut tidak merupakan pemilik suatu kebendaan tetapi ia berhak untuk melakukan pengalihan. Misalnya pandamer, di mana pihak ini menerima barang gadaian dari pemilik benda tersebut sebagai jaminan pelunansan hutangnya. Dalam hal ini ia tidak


(34)

merupakan pemilik yang sah dari suatu kebendaan, tetapi bila pihak yang berhutang dalam hal ini pemilik yang sah dari benda itu ingkar janji atau wanprestasi maka pihak penerima gadai dapat mengalihkan benda tersebut 2. Pengalihan itu dilakukan secara nyata.

Artinya pengalihan itu harus benar-benar terjadi dan dilakukan secara nyata dari tangan ke tangan. Melihat persyaratan tersebut di atas pengalihan terhadap benda-benda bergerak cukup hanya melakukan penyerahannya begitu saja, tetapi terhadap benda tidak bergerak, pencatatan benda tersebut ke dalam suatu akte sangat penting untuk menetapkan keabsahan benda tersebut. Terhadap benda tidak bergerak, di samping dengan pengalihan nyata, maka untuk mengalihkan hak milik atas barang tidak bergerak tersebut harus dilakukan dengan pengalihan secara yuridis.

Bahwa Pasal 1682 KUHPerdata menyatakan bahwa hibah terhadap barang tidak bergerak harus dinyatakan dengan akta otentik. Bahwa hibah yang dilakukan Tergugat I kepada Tergugat II tidak dilekatkan dalam suatu akta otentik sebagaimana yang disyaratkan oleh Pasal 1682 KUHPerdata. Oleh karena tanah objek gugatan secara hukum bukanlah milik pemerintah kota Pangkalpinang sebagai pihak pemberi hibah dan pernyataan hibah tidak dinyatakan/dilekatkan dalam akta otentik, maka perbuatan hukum hibah atas objek gugatan kepada Tergugat II adalah batal demi hukum penguasaan yuridisnya, berhak untuk menuntut diserahkannya kembali tanah yang bersangkutan secara fisik kepadanya.

Hak menguasai tanah oleh negara adalah hak yang memberi wewenang kepada negara untuk mengatur 3 hak seperti termuat dalam Pasal 2 ayat (2)


(35)

UUPA, Hak ulayat dari unsur/aspek hukum publik juga memberi wewenang kepada masyarakat hukum adat untuk mengelola, mengatur dan memimpin penguasaan, pemeliharaan, peruntukan dan penggunaan tanah ulayat. Jika kedua hal tersebut dihubungkan satu dengan yang lain, maka hak menguasai tanah oleh negara semacam hak ulayat yang diangkat pada tingkatan yang tertinggi yaitu, meliputi seluruh wilayah Republik Indonesia.

Dasar hukum ketentuan Hak-hak atas Tanah diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, yaitu: “Atas dasar hak menguasai dari Negara atas tanah yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum”. Hak atas tanah bersumber dari hak menguasai dari Negara atas tanah dapat diberikan kepada: Perseorangan, baik warga Negara Indonesia maupun warga Negara Asing, sekelompok orang secara bersama-sama; dan Badan Hukum baik badan hukum privat maupun badan hukum publik.

C. Kedudukan Para Pihak Dalam Pengalihan Hak Atas Bangunan

Perkembangan masyarakat yang dinamis memunculkan berbagai kebutuhan terutama yang berkaitan dengan kebutuhan atas tanah seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di wilayah pemukiman, pusat bisnis, pemerintahan dan industri, menjadikan tanah sebagai komoditas yang sangat berharga dan memiliki nilai investasi tinggi. Hal ini berdampak makin tingginya kebutuhan masyarakat akan tersedianya lahan atau tanah, sehingga


(36)

transaksi tanah merupakan suatu perbuatan hukum yang sering dilakukan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Untuk kelompok-kelompok masyarakat yang belum tersentuh administrasi dan hukum pertanahan yang lebih modern dan hanya mengenal ketentuan hukum adat mereka, alat bukti yang dapat digunakan meliputi pernyataan tentang penguasaan secara fisik atas tanah oleh yang bersangkutan dengan syarat bahwa penguasaan itu sudah berlangsung secara turun-temurun dan atas dasar itikad baik selama 20 tahun atau lebih, diperkuat dengan kesaksian orang-orang yang dapat dipercaya.

Berdasarkan doktrin dan yurisprudensi yang ada, surat di bawah tangan tidak memiliki kekuatan hukum. Namun demikian, surat di bawah tangan tetap dapat dijadikan sebagai alat bukti, dan hal ini tentu saja terkait dengan masalah tanda tangan dan kesaksian dalam surat tersebut. Dalam kenyataan yang ada, tidak jarang alas hak berupa surat di bawah tangan ini menimbulkan masalah di kemudian hari. Salah satunya adalah munculnya dua pihak yang mengaku sebagai pemilik atas tanah yang telah didaftarkan tersebut.

Terwujudnya kepastian hukum dalam pendaftaran tanah tidak lepas dari factor kekurangan dalam substansi aturan pertanahan, dissinkronisasi peraturan yang ada. Secara normatif, kepastian hukum memerlukan tersedianya perangkat aturan perundang-undangan yang secara operasional mampu mendukung pelaksanaannya.Secara empiris, keberadan peraturan-peraturan itu dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen oleh sumber daya manusia pendukungnya.


(37)

Surat pernyataan penguasaan secara fisik yang dibuatkan oleh pemohon pendaftaran tanah antara lain berisi:

1. Bahwa fisik tanahnya secara nyata dikuasai dan digunakan sendiri oleh pihak yang mengaku atau secara nyata tidak dikuasai tetapi digunakan pihak lain secara sewa atau bagi hasil atau dengan bentuk hubungan perdata lainnya. Bahwa tanahnya sedang/tidak dalam keadaan sengketa. 2. Bahwa apabila penandatanganan memalsukan isi surat pernyataan,

bersedia dituntut di muka hakim secara pidana maupun perdata karena memberikan keterangan palsu.

3. Jadi, jika seluruh syarat bagi sebuah surat di bawah tangan telah dipenuhi untuk dapat dijadikan dasar dalam penerbitan sertifikat hak milik berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 adalah maka surat di bawah tangan tersebut dapat dijadikan sebagai dasar penerbitan sertifikat dan memiliki kekuatan pembuktian. Dalam kenyataan yang banyak terjadi, meskipun persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 telah dipenuhi, akan tetapi banyak persoalan yang tetap timbul sehubungan dengan penggunaan surat di bawah tangan sebagai dasar penerbitan Sertifikat Hak Milik.


(38)

37

BAB III

AKIBAT HUKUM DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN UNDER SEA WORLD INDONESIA

A. Sejarah Under Sea World Indonesia

Indonesia adalah negara kepulauan yang mempunyai wilayah kelautan mencapai hingga 81.000 km yang tersebar disepanjang garis katulistiwa. Wilayah kelautan Indonesia sendiri mempunyai beragam jenis ikan, karang dan terumbu laut19 Di perairan Indonesia diperkirakan ada sekitar 3500 jeniskan, yang mana hal ini merupakan 37% dari keselurahan jenis diseluruh dunia. Selain itu, laut telah lama menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat Indonesia. Dilatar belakangi betapa pentingnya laut bagi masyarakat Indonesia dan juga pentingnya menjaga kelestarian sumber dayalaut Indonesia, maka didirikanlah Sea World Indonesia. Peletakan batu pertama pembangunan Sea World Indonesia dilakukan pada tanggal 2 Oktober 1992 oleh Bpk. Wiyogo Atmodarmionto. Tidak sampai dua tahun, pada tanggal hektare dengan luas bangunan utama 4.500 m2 berisi berbagai macam lorong Antasena (lorong bawah air), perpustakaan, museum, terapi ikan dokter, glow theatre, komputer edukatif layar sentuh berisi informasi berbagai spesies di Seaworld dan bermacam fasilitas pelengkap untuk pengunjung seperti tempat makan, toko suvenir, dan ruang serba guna.

Sea World memang merupakan pilihan yang tepat untuk mengisi waktu

akhir pekan Anda bersama keluarga. Disini Anda bisa menikmati wisata bahari

19


(39)

sekaligus mendapatkan edukasi yang berguna bagi Anda dan anak-anak Anda. Tidak hanya bisa melihat hiu martil dan beragam jenis ikan lainnya saja, bahkan Anda juga dapat melihat atraksi-atraksinya yang menarik. Atraksi – atraksi tersebut diantaranya:

1. Akuarium Utama

Tiap hari, hewan-hewan dalam akuarium utama diberi makan dengan cara disuapi. Saksikan bagaimana para penyelam menyuapi ikan pari raksasa, kerapu, penyu, dan ikan-ikan lainnya dalam acara pemberian makan ikan di depan jendela besar.

2. Akuarium Hiu

Acara pemberian makan hiu selalu menarik untuk disaksikan. Darah dari pakan segar sangat menarik ikan hiu. Saat pemberian makan, ikan-ikan hiu akan berubah menjadi sangat aktif. Mereka segera menjejak bau makanan dan secepat kilat menyambarnya. Makanan yang ada dalam mulut akan langsung ditelan untuk menghindari gigitan dari hiu lainnya yang dapat berakibat fatal. 3. Kolam Sentuh

Disini Anda bisa bergabung bersama staff Sea World dalam aktifitas memberi makan hewan secara langsung. Dengan menggunakan tongkat Anda bisa mencoba memberi makan hiu atau penyu laut. Pengalaman ini tidak bisa Anda dapatkan di tempat lain.

4. Duyung

Sekitar 80% dari waktu duyung dihabiskan untuk mencari makan. Rumput laut sebagai menu makanannya mengandung sedikit nutrisi sehingga untuk


(40)

mencukupi kebutuhan gizinya, duyung harus banyak makan. Di Sea World, menyaksikan penyelam menyuapi duyung dengan lembut dan penuh kasih sayang. Sesekali, si duyung akan naik ke permukaan untuk bernafas kemudian menyelam kembali.

5. Piranha

Bayangkan sekelompok piranha yang lapar berada dihadapan Ketika makanan dilemparkan, dalam hitungan detik makanan tersebut akan habis tak bersisa. Itulah pemandangan saat ikan piranha diberi makan oleh staff Sea World Indonesia. Perhatikan dari dekat saat ikan piranha menyantap makanannya maka akan terlihat deretan gigi runcing yang mampu memotong dan menyobek daging. Benar-benar ikan yang mengagumkan.

6. Karang Hidup

Karang Hidup merupakan ekosistem yang terbaik yang kaya akan biodiversitas. Menjadi tempat hidup berbagai jenis hewan laut, tempat berlindung hewan-hewan kecil, tempat mencari makan hewan-hewan besar, dimana terumbu karang bersimbiosis dengan zooxanthela menjadi pembentuk utama kehidupan di ekosistem ini.

7. AquArapaima

Salah satu ikan air tawar yang terbesar di dunia yang hidup di sungai Amazon. Memiliki ketahanan diri yang tinggi seperti pada saat kondisi lingkungannya kekurangan air maka tubuhnya akan menggulung membentuk bola dan membenamkan diri di dalam lubang sampai air datang kembali. Mereka juga


(41)

memiliki kemampuan untuk mengambil oksigen langsung dari udara (obligate air breather) dengan muncul ke atas permukaan setiap 5 sampai 20 menit sekali.

Pada akhir

Sea world Indonesia. Sea world Indonesia

menyatakan bahwa perpanjangan kontrak yang berakhir pad berlangsung otomatis sampai ta menyatakan bahwa kontrak harus diperpanjang & tidak berlangsung otomatis. Pertikaian ini pun berakhir dengan penutupan Sea world Indonesia pada tanggal

B. Dasar Hukum Pengalihan Hak Atas Bangunan Under Sea World Indonesia

Untuk dapat memberikan jaminan kepastian hukum, dalam pendaftaran pengalihan hak atas tanah dengan status hak milik karena hibah, diterbitkan peraturan perundang-undangan yang berlaku masa pembangunan jangka panjang. Adapun Dasar Hukum dari Kegiatan Pendaftaran Pengalihan Hak Atas Tanah dengan Status Hak Milik Karena hibah, adalah:

1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3), menyebutkan bahwa: “Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

2. Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria.


(42)

a. Pasal 19 ayat (1) “Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”.

b. Pasal 23 ayat (1) dan (2)

1) Hak milik demikian pula setiap pengalihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19 UUPA.

2) Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya pengalihan dan pembebanan hak tertentu

3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. a. Pasal 1 ayat (1)

“Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.”


(43)

b. Pasal 37 ayat (1) dan (2)

(1) Pengalihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya,kecuali pemindahan hak lainnya melalui lelang, hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

(2) Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri, Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah hak milik, yang dilakukan diantara perorangan Warga Negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan.

c. Pasal 40 ayat 1 dan (2)

(1) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya akta yang bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akta yang dibuatnya berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan untuk didaftar.


(44)

(2) PPAT wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai telah disampaikannya akta sebagaimana dimaksud pada ayat 1 kepada para pihak yang bersangkutan.

d. Pasal 46 ayat (1), (2) dan (3)

(1) Kepala Kantor Pertanahan menolak untuk melakukan pendaftaran pengalihan atau pembebanan hak, jika salah satu syarat di bawah ini tidak dipenuhi:

a. Sertifikat atau surat keterangan tentang keadaan hak atas tanah tidak sesuai lagi dengan daftar-daftar yang ada pada Kantor Pertanahan;

b. Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) tidak dibuktikan dengan akta PPAT atau kutipan risalah lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, kecuali dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2);

c. Dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran pengalihan atau pembebanan hak yang bersangkutan tidak lengkap; d. Tidak dipenuhi syarat lain yang ditentukan dalam peraturan

perundang-undangan yang bersangkutan;

e. Tanah yang bersangkutan merupakan objek sengketa di pengadilan;


(45)

f. Perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta PPAT batal atau dibatalkan oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; atau

g. Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dibatalkan oleh para pihak sebelum didaftar oleh Kantor Pertanahan.

(2) Penolakan Kepala Kantor Pertanahan dilakukan secara tertulis, dengan menyebut alasan-alasan penolakan itu.

(3) Surat penolakan disampaikan kepada yang berkepentingan, disertai pengembalian berkas permohonannya, dengan salinan kepada PPAT atau Kepala Kantor lelang yang bersangkutan. 4. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3

Tahun 1997 tentang ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 (Pendaftaran Tanah).

Dasar hukum ketentuan Hak-hak atas Tanah diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, yaitu: “Atas dasar hak menguasai dari Negara atas tanah yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum”. Hak atas tanah bersumber dari hak menguasai dari Negara atas tanah dapat diberikan kepada: Perseorangan, baik warga Negara Indonesia maupun warga Negara Asing, sekelompok orang secara bersama-sama; dan Badan Hukum baik badan hukum privat maupun badan hukum public


(46)

C. Akibat Hukum yang Timbul dalam Pengalihan Hak Atas Bangunan Under Sea World Indonesia

Peralihan hak milik atas tanah diatur dalam Pasal 20 ayat (2) UUPA yaitu hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Pengertian tentang kata “beralih” adalah suatu peralihan hak yang dikarenakan pemilik hak telah meninggal dunia maka haknya dengan sendiri menjadi beralih kepada ahli warisnya. Pasal 20 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa hak milik atas tanah dapat beralih dan dapat dialihkan kepada pihak lain.

Ada dua bentuk peralihan hak atas tanah atau hak milik yang dapat dijelaskan sebagai berikut : 20

1. Beralih adalah berpindahnya hak atas tanah atau hak milik dari pemegang haknya kepada pihak lain karena pemegang haknya meninggal dunia atau melalui pewarisan. Peralihan hak atas tanah atau hak milik ini terjadi karena hukum, artinya dengan meninggalnya pemegang hak (subyek), maka ahli warisnya memperoleh hak atas tanah atau hak milik tersebut. Dimana subyek dalam beralihnya hak atas tanah atau hak milik harus memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah atau hak milik.

2. Dialihkan/pemindahan hak adalah berpindahnya hak atas tanah atau hak milik dari pemegang (subyek) haknya kepada pihak lain karena suatu perbuatan hukum yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar pihak lain tersebut memperoleh hak tersebut. Dalam dialihkan/pemindahan hak disini, pihak yang mengalihkan/memindahkan hak harus berhak dan

20

Urip Santoso, Pendaftaran Dan Peralihan Hak Atas Tanah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm.301.


(47)

berwenang memindahkan hak, sedangkan bagi pihak yang memperoleh hak harus memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah atau hak milik.

Bentuk-bentuk perbuatan hukum yang melahirkan hak atas tanah yaitu dengan cara beralih dan dialihkan sebagaimana diuraikan diatas antara lain dapat berupa jual beli, hibah, tukar menukar, pemasukan dalam perusahaan dan lelang.

A.P. Parlindungan mengatakan bahwa peralihan hak-hak tanah seluruhnya, dapat terjadi karena penyerahan, pewarisan, pewarisan-legaat, penggabungan budel, pencabutan hak, lelang. Penyerahan ini dapat berwujud jual beli, hibah ataupun tukar menukar dan pewakafan. Pewarisan suatu hak terjadi jika yang mempunyai hak meninggal dunia. Peralihan karena wasiat legaat, suatu lembaga yang berlaku di kalangan masyarakat yang tunduk kepada Hukum Perdata. Penggabungan Budel dapat terjadi jikalau hak atas suami isteri dan salah satu meninggal dunia maka jika salah satu daripadanya adalah ahli waris dapat mengajukan permohonan pencatatan hak atas namanya dengan melampirkan Surat Keterangan Kewarisan. Pencabutan hak dapat terjadi karena pembebasan.21

Pewarisan hak milik atas tanah tetap harus berlandaskan pada ketentuan UUPA penerima peralihan hak milik atas tanah atau pemegang hak milik atas tanah yang baru haruslah berkewarganegaraan Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 9 dan Pasal 21 ayat (1) UUPA bahwa warga Negara Indonesia tunggal saja yang dapat mempunyai hak milik, dengan tidak membedakan kesempatan antara laki – laki dan wanita yang mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh

21

A.P. Parlindungan, Pedoman Pelaksanaan UUPA Dan Tata Cara Pejabat Pembuat


(48)

suatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.

Simbol untuk hukum modern adalah kepastian hukum setiap orang akan melihat fungsi hukum modern sebagai yang menghasilkan kepastian hukum. Dalam masyarakat yang awam dan masyarakat modern sangat membutuhkan adanya kepastian dalam berbagai interaksi antara para anggotanya. Kepastian hukum atau Rechtssicherkeit Security, Rechtssicherkeit adalah sesuatu yang baru, yaitu sejak hukum itu dituliskan, dipositifkan dan menjadi publik. Kepastian hukum itu adalah Sircherkeit des Rechts Selbst (kepastian tentang hukum itu sendiri), ada empat hal yang berhubungan dengan makna kepastian hukum :

a. Bahwa hukum itu positif artinya bahwa ia adalah peraturan perundang b. Bahwa hukum ini didasarkan pada fakta (Tatsachen), bukan suatu

rumusan tentang penilaian yang nanti akan dilakukan oleh hakim, seperti “kemauan baik”, “kesopanan”

c. Bahwa fakta itu harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari kekeliruan dalam pemaknaan, disamping itu juga mudah dijalankan.

d. Hukum positif itu boleh sering berubah-ubah.

Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara normatif, bukan pada real action atau das sein nya. Kepastian hukum secara normatif merupakan suatu peraturan yang dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur jelas dan logis.


(49)

Jelas dalam artian tidak menimbulkan keraguan-raguan (multitafsir) dan logis dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak menimbulkan kekaburan norma.

Dalam realitas kehidupan kita ditengah-tengah masyarakat terdapat fakta bahwa masih banyak persoalan /sengketa tanah yang berawal dari belum terciptanya kepastian hukum atas sebidang tanah seperti masih adanya sengketa/perkara dibidang pertanahan sebagai akibat baik karena belum terdaftarnya hak atas tanah maupun setelah terdaftarnya hak atas tanah, dalam artian setelah tanah itu bersertifikat.

Persoalan kepastian hukum masih menjadi hambatan dalam kegiatan penyelenggaraan negara dan pembangunan. Hal tersebut dikarenakan peraturan yang tumpang tindih, tidak konsisten, tidak jelas sehingga terjadi multitafsir. Terkait peralihan hak atas tanah karena pewarisan yang tidak didaftarkan pada kantor pertanahan diatas maka akibat hukum yang timbul adalah secara materiil hak dan kewajiban pewaris langsung beralih pada para ahli waris tersebut, tetapi para ahli waris tersebut tidak dapat melakukan perbuatan hukum. Dapat dikatakan bahwa para ahli waris tersebut tidak mendapatkan kepastian hukum apabila peralihan hak atas tanah karena pewarisan tersebut tidak didaftarkan pada kantor pertanahan.

Dengan kata lain bahwa dengan terdaftarnya hak kepemilikan atas tanah seseorang warga masyarakat maupun badan hukum oleh negara dan dengan diterbitkan tanda bukti kepemilikan berupa sertifikat hak atas tanah, negara akan memberikan jaminan keamanan terhadap pemilikan tanah serta agar dapat


(50)

dimanfaatkan secara optimal. Sebaliknya terhadap tanah-tanah yang tidak didaftarkan maka negara tidak menjamin kepastian hukum dan haknya bagi pemilik atau yang menguasainya.


(51)

50

BAB IV

ANALISIS YURIDIS MENGENAI PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN UNDER SEA WORLD INDONESIA

A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Under Sea World Indonesia

Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan Hak Atas Under

Sea World Indonesia di Taman Impian Jaya Ancol" tertanggal 21 September 1992

disebutkan bahwa Sea World mempunyai hak opsi untuk perpanjangan pengelolaan. Hal itu dijabarkan pada pasal 8 ayat (6).

PT. Pembangunan Jaya Ancol dan PT Sea World Indonesia bermula dari perbedaan pendapat tentang poin-poin di dalam kontrak perjanjian kedua pihak 20 tahun lalu. Sea World menafsirkan, hak opsi perpanjangan kontrak hingga 2034 ada di tangan mereka. Sementara itu, Ancol menolak kontrak bisa diperpanjang otomatis.

Sea World ditutup paksa karena pemilik lahan PJAA meminta pihak

pengelola PT Sea World Indonesia untuk menyerahkan aset dan fasilitas sesuai dengan putusan Majelis Badan Arbitrase Nasional Indonesia. Sea World mengugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Kemudian pada 30 September 2014, pengadilan mengabulkan gugatan Sea World. Pemegang saham PJAA saat ini mayoritas dipegang oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta sebesar 72 persen atau setara 1,1 miliar lembar, PT Pembangunan Jaya sebesar 18 persen atau setara 288 juta lembar, dan publik sebesar 10 persen atau setara 159,9 juta lembar


(52)

Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan Hak Atas Under

Sea World Indonesia di Taman Impian Jaya Ancol tertanggal 21 September 1992

yang berakhir pada Juni 2014.

B. Kasus Posisi 1. Fakta

Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara permohonan pembatalan Putusan BANI dalam tingkat pertama telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara antara: PT. Sea World Indonesia (d/h PT. Laras Tropika Nusantara), berkedudukan di Taman Impian Jaya Ancol, Jalan Lodan Timur Nomor 7 Jakarta Utara 14430, yang diwakili oleh EFRIJANTO SALIM selaku Presiden Direktur dan H. SONNY WIBISONO WIDJANARKO selaku Direktur, selanjutnya disebut sebagai PEMOHON; Dalam hal ini memberikan kuasa kepada:

1. Peter Kurniawan, S.H.; 2. Emi Rosminingsih, S.H.; 3. Rudianto, S.H.;

4. Agustinus Dhimas Makuprathowo, S.H.;

Masing-masing Advokat pada Kantor Hukum “Cakra & Co”, beralamat di Gedung World Trade Center II Buliding, 18th floor Jalan Jenderal Sudirman Kav. 29-31 Jakarta 12920 berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 22 Juli 2014;


(53)

Lawan

1. PT. Pembangunan Jaya Ancol (Persero), Tbk, berkedudukan di Gedung Ecovention Jalan Lodan Timur Nomor 7 Taman Impian Jaya Ancol Jakarta Utara, yang diwakili oleh Gatot Setyowaluyo selaku Direktur Utama, selanjutnya disebut sebagai Termohon I;

Dalam hal ini memberikan kuasa kepada: 1. Iim Zovito Simanungkalit, S.H., M.H.; 2. Arief Nugroho S, S.H.;

3. Hendra K Sembiring, S.H.;

Masing-masing Advokat pada Kantor Hukum “Iim Zovito, S.H., M.H. & Rekan”, beralamat di Gedung Jaya lantai 4, Jalan MH. Thamrin Nomor 12 Jakarta 10340, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 18 Agustus 2014;

2. Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), beralamat di Gedung Wahana Graha lantai 1 & 2, Jalan Mampang Prapatan Raya Nomor 2 Jakarta Selatan 12760, yang diwakili oleh M. HUSSEYN UMAR, S.H., FCBArb. selaku Wakil Ketua, selanjutnya disebut sebagai TERMOHON II;

Dalam hal ini memberikan kuasa kepada:RAHAYU INDRASTUTI, S.H., M.H.; ANITHA DJ PUSPOKUSUMO, S.H., M.H.; SALEH BALFAST, S.H.; ARIADIPURA, S.H.;

Masing-masing Advokat pada Kantor Hukum “YULWANSYAH, BALFAST & Partners”, beralamat di Jalan Iskandarsyah I Nomor 4 Kebayoran Baru Jakarta Selatan, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 14.161/VIII/SKBANI/ HU tanggal 25 Agustus 2014; Pengadilan Negeri tersebut;


(54)

Setelah membaca berkas perkara beserta surat-surat yang bersangkutan; Setelah mendengar kedua belah pihak yang berperkara;

Pemohon dengan surat permohonannya tanggal 23 Juli 2014 yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada tanggal 24 Juli 2014, terdaftar dalam register Nomor 305/Pdt.G/BANI/2014/PN Jkt.Utr, telah mengemukakan hal-hal sebagai berikut

1. Majelis Arbiter pada Termohon II telah memutus Putusan BANI No. 513 pada tanggal 5 Juni 2014 dengan amar putusan sebagai berikut: Dalam Eksepsi Menolak Eksepsi Termohon Konvensi untuk seluruhnya. Dalam Pokok Perkara

1. Mengabulkan permohonan dari Pemohon Konvensi untuk sebagian. 2. Menyatakan Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan

Hak Atas Under Sea World Indonesia di Taman Impian Jaya Ancol sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan No. 81 tanggal 21 September 1992 yang dibuat di hadapan SUTJIPTO, S.H., Notaris di Jakarta, berakhir pada tanggal 06 Juni 2014.

3. Menyatakan opsi perpanjangan masa Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan Hak Atas Under Sea World Indonesia di Taman Impian Jaya Ancol sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan No. 81 tanggal 21 September 1993 yang dibuat di hadapan SUTJIPTO, S.H., Notaris di Jakarta, adalah tidak berlaku secara serta merta atau otomatis,


(55)

melainkan bersyarat dapat diperpanjang dengan perjanjian baru yang disepakati Pemohon Konvensi dan Termohon Konvensi.

4. Menghukum Termohon Konvensi untuk menyerahkan bangunan

Under Sea World Indonesia termasuk peralatan serta fasilitas dan

barang inventaris lainnya sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan Setempat tanggal 20 Februari 2014 yang dilakukan oleh Majelis dan Para Pihak kepada Pemohon Konvensi dalam keadaan baik dan berfungsi sebagaimana mestinya pada saat pengelolaan berakhir, yaitu tanggal 06 Juni 2014.

5. Menolak permohonan Pemohon Konvensi untuk selebihnya. Dalam Rekonvensi

Menolak Permohonan Rekonvensi dari Pemohon Rekonvensi/Termohon Konvensi seluruhnya.

Dalam Konvensi dan Rekonvensi

1. Menghukum Pemohon Konvensi/Termohon Rekonvensi dan Termohon Konvensi/Pemohon Rekonvensi membayar biaya administrasi, biaya pemeriksaan, dan biaya arbiter dalam Konvensi masing-masing seperdua bagian.

2. Memerintahkan Termohon Konvensi/Pemohon Rekonvensi untuk mengembalikan ½ (seperdua) biaya administrasi, biaya pemeriksaan, dan biaya arbiter dalam Konvensi, yaitu sebesar Rp 261.900.000,- (dua ratus enam puluh satu juta sembilan ratus ribu rupiah) kepada Pemohon Konvensi/Termohon Rekonvensi.


(56)

3. Menghukum Termohon Konvensi/Pemohon Rekonvensi untuk membayar biaya administrasi, biaya pemeriksaan, dan biaya arbiter dalam Rekonvensi sebesar Rp 523.800.000,- (lima ratus dua puluh tiga juta delapan ratus ribu rupiah) untuk seluruhnya.

4. Menghukum Pemohon dan Termohon untuk melaksanakan putusan ini selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak putusan diucapkan.

5. Menyatakan putusan ini putusan dalam tingkat pertama dan terakhir serta mengikat kedua belah pihak.

6. Memerintahkan Sekretaris Majelis dalam perkara ini mendaftarkan Putusan Arbitrase tersebut pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada waktu sesuai yang ditetapkan dalam Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. 2. Bahwa Putusan BANI No. 513 telah didaftarkan pada Pengadilan Negeri

Jakarta Utara tanggal 1 Juli 2014 di bawah register No. 02/WASIT/2014/ PN.JKT.UT sebagaimana dalam surat Termohon II No. 14.1148/VII/ BANI/ED tertanggal 2 Juli 2014.

3. Bahwa atas Putusan BANI No. 513, Pemohon mengajukan Permohonan Pembatalan pada tanggal 24 Juli 2014. Dengan demikian, maka Permohonan Pembatalan Putusan BANI No. 513 ini masih dalam jangka waktu yang ditentukan dan oleh karenanya patut dan berdasar hukum untuk diterima, sesuai ketentuan Pasal 71 Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disebut “UU Arbitrase”) yang berbunyi: “Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus


(57)

diajukan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak hari penyerahan dan pendaftaran putusan arbitrase kepada panitera pengadilan negeri.”

4. Bahwa sebelumnya kami sampaikan adapun alasan-alasan kami mengajukan Permohonan Pembatalan terhadap Putusan BANI No. 513 adalah sebagai berikut:

a. Pemohon menemukan dokumen maupun fakta yang disembunyikan baik oleh Termohon I sebagai pihak maupun salah satu arbiter Termohon II yang ditunjuk oleh Termohon I yang sifatnya menentukan setelah Putusan BANI No. 513 diputus. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 70 huruf b UU Arbitrase yang menyebutkan:

b. Terhadap putusan para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut: 1) Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat

menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau”

2) Bahwa Putusan BANI No. 513 terindikasi kuat putus berdasarkan tipu muslihat yang menunjukkan keberpihakan Termohon II kepada salah satu pihak sehingga adalah berdasar hukum Putusan BANI No. 513 untuk dibatalkan. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 70 huruf c UU Arbitrase yang menyebutkan: “Terhadap putusan para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut:


(58)

3) Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.”

c. Bahwa Majelis Termohon II telah melakukan kekeliruan nyata dalam memutus perkara terkait penggunaan dasar hukum pengambilan keputusan, yaitu ketentuan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik/Daerah (selanjutnya disebut “PP No. 38/2008”).

d. Bahwa Putusan BANI No. 513 telah melanggar azas kebebasan berkontrak dan hukum perjanjian yang diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata.

e. Bahwa Termohon II selaku Majelis Pemutus telah memberikan putusan yang melebihi tuntutan dalam permohonan arbitrase (ultra vires) sehingga adalah patut dan berdasar hukum untuk dibatalkan berdasar ketentuan Pasal 643 RV angka 4 yang menyatakan: “Bila diputuskan tentang sesuatu yang tidak dituntut, atau dengan itu diberikan lebih dari yang dituntut.” Dengan demikian maka Permohonan Pembatalan Putusan BANI No. 513 ini adalah layak dan berdasar hukum untuk diterima dan dikabulkan. Adapun alasan-alasan maupun dasar hukum Permohonan Pembatalan Putusan BANI No. 513 adalah sebagai berikut:

Pemohon Menemukan Dokumen yang Sifatnya Menentukan di mana Dokumen Ini Menunjukkan Adanya Afiliasi antara Saksi Ahli yang Diajukan Pemohon Arbitrase dengan Salah Satu Arbiter yang Mempengaruhi Putusan


(59)

BANI No. 513 Sebagaimana dimaksud dalam Ketentuan Pasal 70 Huruf b UU Arbitrase.

1. Dalam pemeriksaan Perkara No. 513/IV/ARB-BANI/2013, pihak Termohon I mengajukan salah satu arbiter yang ada di Termohon II, yaitu HUMPREY R. DJEMAT, S. H., LL. M., FCBArb. sebagai arbiter.

2. Dalam persidangan pada tangal 30 Januari 2014, Termohon I mengajukan Ahli M. E. ELIJANA TANSAH, S. H untuk didengar keterangannya di hadapan Majelis Arbiter Perkara No. 513/IV/ARBBANI/ 2013. Dalam pemeriksaan tersebut, Majelis Arbiter telah memeriksa dan meminta keterangan dari Ahli M. E. ELIJANA TANSAH, S. H.

3. Setelah Putusan BANI No. 513 dibacakan pada tanggal 5 Juni 2014, Pemohon menemukan fakta dan bukti berupa berita dalam situs hukumonline.com tertanggal 6 Maret 2009 yang menyebutkan: “... ELIJANA TANSAH dari Kantor Advokat GANI DJEMAT & PARTNERS berpendapat lain ... dst.” Berita dalam hukumonline.com ini menunjukkan bahwa Ahli M. E. ELIJANA TANSAH, S. H terafiliasi dengan salah satu Majelis Arbiter, yaitu HUMPREY R. DJEMAT, S. H., LL. M., FCBArb. yang notabene adalah arbiter yang ditunjuk oleh PT. Pembangunan Jaya Ancol (Persero), Tbk. i.c. Termohon I/dahulu Pemohon Arbitrase.

4. Ahli M. E. ELIJANA TANSAH, S.H pada saat dimintai keterangannya pada persidangan tanggal 6 Februari 2014 wajib menolak untuk memberikan keterangan dengan alasan terdapat benturan kepentingan HUMPREY R. DJEMAT, S. H., LL. M., FCBArb. yang merupakan Majelis Arbiter Perkara


(60)

No. 513/ IV/ARB-BANI/2013 yang ditetapkan oleh Termohon II sebagai Majelis Perkara.

5. HUMPREY R. DJEMAT, S. H., LL. M., FCBArb. sebagai salah satu Arbiter Perkara No. 513/IV/ARB-BANI/2013, wajib menolak untuk memeriksa dan/atau meminta keterangan dari Ahli M. E. ELIJANA TANSAH, S.H. dengan alasan terdapat benturan kepentingan yang dapat mempengaruhi independensi keterangan-keterangan Ahli M. E. ELIJANA TANSAH, S.H. dalam pemeriksaan, termasuk objektifitas HUMPREY R. DJEMAT, S. H., LL. M., FCBArb sebagai slaah satu anggota Majelis Arbiter yang ditetapkan oleh Termohon II.

6. Jika keadaan ataupun fakta ini oleh Pemohon pada saat persidangan, maka tentunya Pemohon akan mengajukan keberatan dan menolak Ahli M. E. ELIJANA TANSAH, S.H. untuk diperiksa dan didengar keterangannya.

7. Adanya konspirasi ini semakin ditunjukkan dalam pertimbangan hukum Putusan BANI No. 513, halaman 55, paragraf 1 menyebutkan: terhadap dua pendapat tersebut, Majelis menganggap bahwa pendapat Ahli M. E. ELIJANA TANSAH, S. H yang tepat, karena sebagaimana peraturan-peraturan dan doktrin-doktrin yang telah kita pertimbangkan di atas, perjanjian BOT hanya dapat dilangsungkan selama maksimal 30 tahun. Di samping itu, karena tidak tercapai kesepakatan sebagai syarat adanya perjanjian baru sebagaimana ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, maka perjanjian tersebut serta merta otomatis bias diperpanjang.”


(61)

Pertimbangan hukum dimaksud benar-benar mengesampingkan keterangan Prof. NINDYO PRAMONO, S.H., M.H. sebagai Ahli Hukum Perjanjian dan Hukum Bisnis yang diajukan Pemohon dan justru langsung menyatakan bahwa keterangan Ahli M. E. ELIJANA TANSAH, S.H. adalah benar. Patut Diduga Putusan Bani No. 513 Diambil dari Hasil Tipu Muslihat dari Pihak Pemohon Arbitrase Sebagaimana Dimaksud dalam Ketentuan Pasal 70 Huruf c Arbitrase

Fakta adanya hubungan antara Majelis Arbiter Termohon II (HUMPREY R. DJEMAT, S. H., LL. M., FCBArb) dengan Ahli M. E. ELIJANA TANSAH, S.H, yang diajukan oleh Termohon I sebagai salah satu pihak dalam Perkara Arbitrase No. 513/IV/ARB-BANI/2013, patut diduga telah terjadi konspirasi sejak awal didaftarkannya Permohonan Arbitrase yang bertujuan untuk menghilangkan hak-hak dan kepentingan hukum Pemohon.

Dalam hal ini dapat dilihat dari fakta-fakta bahwa:

a. PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL (Persero), Tbk. i.c Termohon I/dahulu Pemohon Arbitrase menunjuk Termohon II sebagai arbiter dari PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL (Persero), Tbk.

b. PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL (Persero), Tbk. i.c Termohon I/dahulu Pemohon Arbitrase mengajukan Ahli M. E. ELIJANA TANSAH, S.H. untuk diperiksa dan didengar keterangannya dalam persidangan.

c. Ahli M. E. ELIJANA TANSAH, S.H. yang diajukan oleh PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL (Persero), Tbk. i.c Termohon I/dahulu Pemohon Arbitrase memiliki hubungan/afiliasi dengan Termohon II.


(1)

Nomor 513/IV/ARBBANI/2013 tanggal 5 Juni 2014 yang amarnya berbunyi sebagai berikut: Dalam Konvensi Dalam Eksepsi Menolak Eksepsi Termohon Konvensi untuk seluruhnya. Dalam Pokok Perkara

1. Mengabulkan permohonan dari Pemohon Konvensi untuk sebagian.

2. Menyatakan Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan Hak Atas Under Sea World Indonesia di Taman Impian Jaya Ancol sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan No. 81 tanggal 21 September 1992 yang dibuat di hadapan SUTJIPTO, S. H., Notaris di Jakarta, berakhir pada tanggal 06 Juni 2014. 3. Menyatakan opsi perpanjangan masa Perjanjian Pembangunan,

Pengelolaan, dan Pengalihan Hak Atas Under Sea World Indonesia di Taman Impian Jaya Ancol sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan No. 81 tanggal 21 September 1993 yang dibuat di hadapan SUTJIPTO, S. H., Notaris di Jakarta, adalah tidak berlaku secara serta merta atau otomatis, melainkan bersyarat dapat diperpanjang dengan perjanjian baru yang disepakati Pemohon Konvensi dan Termohon Konvensi.

4. Menghukum Termohon Konvensi untuk menyerahkan bangunan Under Sea World Indonesia termasuk peralatan serta fasilitas dan barang inventaris lainnya sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan Setempat tanggal 20 Februari 2014 yang dilakukan oleh Majelis dan Para Phak kepada Pemohon Konvensi dalam keadaan baik dan berfungsi


(2)

102

sebagaimana mestinya pada saat pengelolaan berakhir, yaitu tanggal 06 Juni 2014.

5. Menolak permohonan Pemohon Konvensi untuk selebihnya. Dalam Rekonvensi Menolak Permohonan Rekonvensi dari Pemohon Rekonvensi/Termohon Konvensi seluruhnya.


(3)

103 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya yang dikaitkan dengan permasalahan maka dapat disimpulkan sebagai berikut

1. Kedudukan para pihak dalam Pengalihan Hak Atas Bangunan, Kedudukan surat keterangan Notaris dengan kuasa menjual sebagai dasar dibuatnya akta jual beli balik nama yang dibuat oleh dan/atau dihadapan PPAT berfungsi sebagai perjanjian bantuan dan akta di bawah tangan dengan tujuan untuk melindungi posisi pembeli dan juga memperlancarpekerjaan Notaris /PPAT dalam membuat akta jual beli beserta pendaftaran peralihan hak atas tanah yang menjadi obyek jual beli. Berdasarkan Pasal 1875 KUHPerdata keterangan notaris dengan kuasa menjual yang dipandang sebagai akta di bawah tangan tersebut dapat mengikat dan mempunyai kekuatan sebagaimana akta otentik apabila bahwa keberadaannya maupun tanda tangannya tidak disangkal olah masing-masing pihak

2. Akibat hukum dalam pengalihan hak atas bangunan Under Sea World Indonesia. Beralih adalah berpindahnya hak atas tanah atau hak milik dari pemegang haknya kepada pihak lain karena pemegang haknya meninggal dunia atau melalui pewarisan. Peralihan hak atas tanah atau hak milik ini terjadi karena hukum, artinya dengan meninggalnya pemegang hak (subyek), maka ahli warisnya memperoleh hak atas tanah atau hak milik tersebut.


(4)

104

Dimana subyek dalam beralihnya hak atas tanah atau hak milik harus memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah atau hak milik Dialihkan/pemindahan hak adalah berpindahnya hak atas tanah atau hak milik dari pemegang (subyek) haknya kepada pihak lain karena suatu perbuatan hukum yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar pihak lain tersebut memperoleh hak tersebut. Dalam dialihkan/pemindahan hak disini, pihak yang mengalihkan/memindahkan hak harus berhak dan berwenang memindahkan hak, sedangkan bagi pihak yang memperoleh hak harus memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah atau hak milik

3. Analisis yuridis mengenai pengalihan hak atas bangunan Under Sea World Indonesia Majelis Hakim berpendapat klausul berakhirnya perjanjian dimaksud hanya dapat diterapkan dalam keadaan normal tanpa adanya suatu permasalahan diantara para pihak. Untuk itu walaupun perjanjian Nomor 81 tertanggal 21 September 1992 telah berakhir pada tanggal 16 Juni 2014, namun demikian menurut pendapat Majelis Hakim tidaklah menjadikan Pemohon tidak memiliki kapasitas hukum atau kedudukan hukum (legal standing), sebab yang utama di dalam perkara a quo adalah legal standing Pemohon dalam kedudukannya sebagai pihak yang mengajukan pembatalan putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI);

B. Saran

Pada kegiatan akhir pembahasan skripsi ini penulis merasa perlu untuk menuliskan saran sebagai tindak lanjut dari kesimpulan-kesimpulan diatas, yaitu


(5)

1. Agar para pihak dalam pengalihan hak atas bangunan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2. Sebaiknya pihak Under Sea Indonesia melakukan kasasi terhadap putusan BANI


(6)

106

DAFTAR PUSTAKA Buku

Anshari Siregar, Mempertahankan Hak Atas Tanah, Medan: Multi Grafik, 2005 Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum,

Malang:Bayumedia, 2007

A.P. Parlindungan, Pedoman Pelaksanaan UUPA Dan Tata Cara Pejabat Pembuat Akta Tanah, (Bandung: Alumni, 1990) hlm.23-24

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, edisi revisi. Jakarta: Djambatan, 2003.

Herman Soesangobeng, Filosofi Adat dalam UUPA, Makalah dipresentasikan dalam Sarasehan Nasional “Peningkatan Akses Rakyat Terhadap Sumberdaya Tanah”, Diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara Agraria/BPN bekerjasama dengan ASPPAT, tanggal 12 Oktober 1998, di Jakarta, 1998. Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri Jakarta:

Ghlmia Indonesia, 1994.

Supriadi,Hukum Agraria, Jakarta: Sinar Grafika, 2008

Urip Santoso, Pendaftaran Dan Peralihan Hak Atas Tanah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm.301.

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2009

Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Agraria

Internet

Phillipsecuritiesindonesia.wordpress.com/2015/02/18/Jaya Ancol Sea World Teken Perjanjian Pengalihan-aset/ (diakses tanggal 1 Maret 2015)