No Nomor Regulasi
Tentang
Permentan OT.140 102008
segar asal tumbuhan 18
Peraturan Menteri No. 27 Permentan PP.34052009
Pengawasan keamanan pangan terhadap pemasukan dan pengeluaran pangan segar
asal tumbuhan
19 Peraturan Menteri No.
38Permentan PP.34082009
Perubahan peraturan menteri pertanian nomor: 27 PermentanPP.34052009
tentang pengawasan keamanan pangan terhadap pemasukan dan pengeluaran
pangan segar asal tumbuhan
20 Peraturan Menteri No.
20Permentan OT.14042009
Pemasukan dan pengawasan peredaran karkas, daging, danatau jeroan dari luar
negeri
21 Peraturan Menteri No.
09Permentan OT.14022009
Persyaratan dan tatacara tindakan karantina tumbuhan terhadap pemasukan media
pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina ke dalam wilayah negara RI
4.1.3. Perumusan Standar oleh CAC
Peran Codex Alimentarius Commission CAC penting terutama setelah penandatanganan tentang perdagangan dan pengukuran sanitary pada General
Agreement on Tariffs and Trade GATT Rees Watson, 2000. Pada tahun 1994 Indonesia telah meratifikasi persetujuan pembentukan World Trade
Organization WTO dan menjadi salah satu negara anggotanya. Untuk itu,
produk Indonesia yang akan diekspor ke luar negeri, terutama ke negara anggota WTO, harus memenuhi standar Internasional. Standar internasional yang menjadi
acuan adalah standar Codex dari CAC. Jika terjadi perselisihan perdagangan antar negara anggota WTO, maka standar yang menjadi acuan adalah standar
Codex. Untuk itu, pengetahuan dan keterlibatan Indonesia di dalam perumusan standar Codex juga sangat diperlukan.
Di dalam penelitian ini akan dibahas mengenai mekanisme penyusunan standar internasional yang ditetapkan oleh Codex Alimentarius Commission
CAC. Prinsip-prinsip perumusan standar oleh CAC tersebut akan menjadi acuan dalam membandingkan dengan perumusan dan pemberlakuan wajib standar
oleh otoritas di Indonesia BSN dan BPOM. Mekanisme perumusan standar di Codex Alimentarius Commission CAC adalah sebagai berikut CAC, 2010:
1. CAC memutuskan untuk menyusun suatu standar dan memberikan tugas kepada suatu komite untuk membahas. Keputusan untuk menyusun suatu
standar dapat berasal dari “codex committee” 2. Sekretariat melakukan persiapan untuk menyusun suatu usulan rancangan
standar menggunakan bahan dari “codex committee” 3. Usulan rancangan standar dikirim ke pemerintah negara serta organisasi
internasional untuk mendapatkan komentar seperlunya 4. Sekretariat menyampaikan usul-usul yang diterima kepada “codex committee”
5. Usulan rancangan standar disampaikan ke CAC, melalui sekretariat untuk disetujui sebagai rancangan standar yang resmi
6. Rancangan standar disampaikan ke berbagai pemerintah dan organisasi internasional
7. Sekretariat menyampaikan kembali ke “codex committee” 8. Rancangan standar disampaikan kembali ke CAC untuk diterima dan disahkan
menjadi CODEX STANDARD Berdasarkan prosedur yang berlaku di CAC, beberapa bagian berperan
dalam perumusan standar. Diagram perumusan standar di CAC dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Proses Perumusan Standar Codex CAC, 2006
Tabel 8. Analisis Gap Perumusan Standar BSN, BPOM, dan CAC Berdasarkan Teori dan Naskah Peraturan
No Kategori
Perumusan Standar Secara Teoritis yang Diterapkan CAC
Perumusan, Penetapan, dan Pemberlakuan Wajib Standar Berdasarkan Naskah Peraturan
Rekomendasi BSN
BPOM 1
Transparan
Prosedur perumusan standar dapat diakses di website: http:www.codexalimentarius.net
Prosedur perumusan standar dapat diakses di
website: http:bsn.or.id
dan telah ditetapkan oleh kepala BSN
Prosedur perumusan peraturan
pemberlakuan standar belum diketahui secara
luas oleh pihak yang berkepentingan
Perumusan standar atau peraturan di BPOM perlu
diketahui oleh semua pihak misalnya melalui publikasi di
website
2 Terbuka
Adanya keterlibatan negara anggota, NGO internasional, pakar dari JECFAJEMRAJMPR
Setiap delegasi negara anggota dapat mengirim delegasi yang merupakan perwakilan dari industri,
organisasi konsumen, dan lembaga akademisi. Mengakomodir
kepentingan produsen, konsumen, pakar, dan
regulator; serta MASTAN Masyarakat
Standardisasi Nasional Adanya keterlibatan
dari BPOM, perwakilan industri, konsumen, dan
akademisi dalam penyusunan peraturan
standar -
3 Konsensus
dan Tidak Memihak
Persetujuan standar melalui konsensus Setiap tahapan draf standar harus dipastikan telah
mencapai konsensus sebelum diajukan ke tahap selanjutnya
Rapat konsensus hanya dapat dilakukan apabila
rapat mencapai kuorum Belum secara eksplisit
dijelaskan BPOM perlu merumuskan
prosedur konsensus dalam penetapan standarperaturan
dan prosedur tersebut didokumentasikan dengan
baik dan disahkan melalui keputusan kepala BPOM
4 Efektif dan
Relevan o
Dukungan Ilmiah
Didukung oleh lembaga bersama FAOWHO di bidang penelitian, yaitu JMPR Joint FAOWHO
Meetings on Pesticide Residues , JECFA Joint
FAOWHO Expert Committee on Food Additives ,
dan JEMRA Joint FAOWHO Expert Meetings on Microbiological Risk Assessment
Lembaga penelitian internasional lain dapat berperan memberikan masukan dan saran dalam
penyusunan standar Dukungan ilmiah berasal
dari individupakar perorangan, tanpa ada
lembaga khusus yang diminta memberikan
saran dan dukungan ilmiah dalam
penyusunan standar. Dukungan ilmiah
berasal dari individupakar
perorangan dan tim mitra bestari
Perlu dilakukan optimalisasi peran tim atau lembaga yang
khusus mengkaji kriteria dalam standar secara ilmiah,
terutama sebagai pengkaji risiko
Tabel 8. Analisis Gap Perumusan Standar BSN, BPOM, dan CAC Berdasarkan Teori dan Naskah Peraturan
Keterangan: Berdasarkan CAC 2006 dan CAC 2007 Berdasarkan BSN 2007a
Berdasarkan BPOM 2010
No Kategori
Perumusan Standar Secara Teoritis yang Diterapkan CAC
Perumusan, Penetapan, dan Pemberlakuan Wajib Standar Berdasarkan Naskah Peraturan
Rekomendasi BSN
BPOM
o Penggunaan
ilmu pengetahuan
dan faktor- faktor yang sah
lainnya dalam penyusunan
standar Standar pangan, pedoman, dan rekomendasi
lain dari CAC harus didasarkan pada prinsip analisis ilmiah yang kuat
Perlu dilakukan pernyataan resmi dalam dokumen BSN dan
BPOM bahwa standar yang ditetapkan berdasarkan data
ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan
5 Koheren
Mempertimbangkan peraturan yang berlaku secara regional, seperti UE Uni Eropa
Sedapat mungkin harmonis dengan standar
internasional yang telah ada mengadopsi satu
standar internasional yang relevan
Melalui Pemetaan dan Kaji Banding
Nasional, Regional, Internasional
-
6 Berdimensi
Pengembangan Mengoptimalkan peran negara berkembang
dalam perumusan standar Mempertimbangkan
kepentingan UMKM dan daerah dengan
memberikan peluang untuk dapat
berpartisipasi dalam proses perumusan SNI.
Secara eksplisit belum dicantumkan mengenai
faktor tertentu yang dijadikan sebagai
dimensi pengembangan dalam pemberlakuan
standar BPOM perlu menetapkan
faktor yang menjadi dimensi pengembangan
Perumusan standarperaturan di Indonesia perlu
memperhatikan kepentingan dan usulan daerah
Perwakilan industri berasal dari asosiasi yang juga
merepresentasikan kepentingan UMKM
4.1.4. Analisis Gap Perumusan Standar Secara Teoritis dan Berdasarkan Dokumen yang Berlaku