Pelaksanaan Prinsip Koheren Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Perumusan dan Pengembangan Standar dan Peraturan Keamanan Pangan
peningkatan daya saing produk Indonesia adalah faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam perumusan dan pengembangan standar keamanan pangan di
Indonesia. Selain itu, pihak-pihak yang memiliki keterbatasan akses dan kemampuan untuk terlibat dalam perumusan dan pengembangan standar perlu
mendapatkan perhatian yang lebih. Kelompok yang perlu mendapatkan perhatian tersebut adalah kelompok industri UMKM dan kelompok instansi yang berada di
daerah. Dengan peningkatan partisipasi, peran serta, dan keterlibatan kelompok ini dalam usulan, perumusan dan pengembangan standar diharapkan proses
pembahasan standar menjadi efektif dan standar yang dihasilkan relevan untuk diaplikasikan oleh semua pihak yang berkepentingan.
Untuk meningkatkan partisipasi UMKM dalam penerapan standar keamanan pangan, sedapat mungkin saat perumusan standar disediakan data yang
valid mengenai kondisi penggunaan suatu bahan pangan yang akan dibuatkan standarnya, terutama penggunaannya oleh UMKM. Jika jumlah penggunaan
suatu bahan pangan tertentu masih besar oleh UMKM yang juga jumlahnya banyak, maka perlu dipertimbangkan kesiapan UMKM dalam menyesuaikan
standar yang akan diterapkan dan kesiapan lembaga pengawas yang akan menegakan peraturan pemberlaku wajib standar.
Sebagai contoh, saat ini kondisi peternak kecil masih banyak yang menghasilkan susu sapi segar dengan nilai TPC di atas 1 x 10
6
cfug, sehingga peternak tersebut kesulitan dalam menerapkan standar yang ada. Agar penerapan
standar oleh pelaku usaha peternak tersebut efektif dan fungsi pengawasan juga mudah dilakukan, seharusnya standar dibuat dengan cara bertahap. Standar
seharusnya ditetapkan secara gradual dengan tujuan membina dan meningkatkan kualitas produk para pelaku usaha agar sesuai dengan standar. Jika, kualitas
produk para pelaku usaha sudah meningkat, kemudian standar dapat digeser lagi sampai batas yang diinginkan. Ilustrasi penetapan secara bertahap gradual
sebagai salah satu penerapan prinsip berdimensi pengembangan dapat dilihat pada Gambar 34.
Gambar 34. Dimensi Pengembangan Standar Hariyadi, 2011b Setiap
lima tahun
sekali suatu
standar seharusnya
dievaluasi pelaksanaannya. Jika ada hambatan di dalam penerapannya, standar tersebut
perlu direvisi. Evaluasi yang menghasilkan revisi harus berdasarkan pada pertimbangan tertentu yang memperhatikan dimensi pengembangan agar
penerapan standar tersebut menjadi lebih efektif. Standar seharusnya mampu mendorong pelaku usaha untuk memperbaiki kualitas produknya.
Jika dilihat dari data BSN 2011c masih banyak SNI pangan yang berumur lama lebih dari 5 tahun dan belum dilakukan kaji ulang revisi, amandemen, atau
abolisi. Untuk itu, otoritas pembuat standar BSN perlu melakukan kaji ulang terhadap SNI yang telah ditetapkan terutama untuk SNI yang telah berumur paling
lama. Kaji ulang tersebut juga berfungsi untuk mengevaluasi tingkat penerapan SNI oleh pelaku usaha. Kaji ulang akan semakin mendesak diperlukan sebagai
upaya persiapan menghadapi perdagangan bebas misal CAFTA dan APEC dimana standar SNI berfungsi untuk menjamin produk pangan yang dihasilkan
produsen Indonesia memiliki kualitas dan daya saing dalam menghadapi era perdagangan bebas tersebut. Kondisi banyaknya umur SNI bidang Pangan yang
sudah lama dapat dilihat pada Gambar 35.