IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Perumusan Standar dan Peraturan oleh BSN, BPOM, dan CAC
Setiap lembaga mempunyai cara yang berbeda dalam perumusan suatu peraturan dan standar. Paling tidak di Indonesia lembaga pemerintah yang
berwenang dalam perumusan dan pemberlakuan suatu standar keamanan pangan ada 2 yaitu, Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM RI dan Badan
Standardisasi Nasional BSN. Selain dilihat prosedur perumusan dan
pemberlakuan suatu standar pangan pada lembaga di tingkat nasional tersebut, di dalam pembahasan ini juga akan dilihat perumusan standar di tingkat
internasional oleh Codex Alimentarius Commission CAC.
4.1.1. Perumusan Standar oleh BSN
Perumusan standar di BSN dimulai dengan penyusunan konsep oleh konseptor dari perorangan atau gugus kerja yang ditunjuk oleh panitia teknis PT
atau subpanitia teknis SPT. Konseptor dapat berasal dari dalam maupun luar anggota PTSPT. Panitia teknis terdiri atas beberapa orang yang merupakan
perwakilan dari lembaga pemerintah, industri produsen, konsumen, dan akademisi pakar. Panitia teknis pada umumnya diketuai oleh seorang dari
perwakilan lembaga pemerintah yang terkait dengan standar yang akan dibahas. Misalnya untuk standar yang terkait dengan bahan tambahan pangan dan
kontaminan, panitia teknis diketuai oleh pejabat atau staf dari direktorat standardisasi produk pangan BPOM RI dengan sekretariat bertempat di kantor
BPOM RI. Hasil dari penyusunan konsep adalah Rancangan Standar Nasional
Indonesia RSNI 1. RSNI 1 kemudian dibahas di dalam rapat teknis yang harus dihadiri oleh semua anggota panitia teknis atau dengan jumlah yang memenuhi
kuorum dan adanya keterwakilan dari masing-masing lembaga pemerintah, industri, konsumen, dan akademisi. Rapat teknis dihadiri oleh tenaga ahli
standardisasi TAS sebagai pengendali mutu yang ditugaskan oleh BSN untuk memantau pelaksanaannya. TAS harus memastikan bahwa pelaksanaan rapat
teknis dihadiri oleh seluruh perwakilan lembaga dan pengambilan keputusan di dalam rapat tersebut telah memenuhi prinsip konsensus.
Hasil dari rapat teknis adalah RSNI 2. Jika di dalam rapat teknis telah terjadi konsensus dari semua perwakilan lembaga yang hadir, maka akan langsung
diperoleh RSNI 3. RSNI 3 kemudian diajukan kepada BSN untuk dilakukan jajak pendapat. Jajak pendapat dilakukan kepada anggota PTSPT dan anggota
Masyarakat Standardisasi Indonesia MASTAN kelompok minat yang relevan. Hasil dari jajak pendapat adalah RSNI 4 atau Rancangan Akhir SNI RASNI.
Jika saat jajak pendapat tidak diperoleh suara yang seluruhnya menyetujui, maka dihasilkan RSNI 4 yang perlu diperbaiki dan dilakukan jajak pendapat kembali
hingga diperoleh keputusan yang merupakan kesepakatan bersama dengan minimal 23 suara setuju dan maksimal ΒΌ suara tidak setuju dengan alasan yang
jelas. RASNI kemudian diberikan kepada BSN untuk ditetapkan sebagai SNI. Mekanisme perumusan suatu standar yang saat ini berlaku di Badan
Standardisasi Nasional BSN, 2007a dapat dilihat pada Gambar 5.
4.1.2. Perumusan Peraturan dan Pemberlakuan Wajib Standar oleh BPOM
Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM RI yang merupakan salah satu instansi teknis menurut PP No. 1022000 tentang Standardisasi Nasional,
berwenang dalam memberlakukan wajib suatu SNI yang dituangkan dalam suatu peraturan melalui surat keputusan SK kepala BPOM RI. Saat ini, BPOM RI
juga menetapkan suatu peraturan berupa ketentuan, pedoman, dan kode praktis yang terkait dengan keamanan pangan tanpa melalui prosedur yang ditetapkan
oleh BSN. Penyusunan suatu peraturan, pedoman, dan kode praktis di BPOM RI
dimulai dengan melakukan pengumpulan materi dan kajian pustaka. Kemudian dilakukan pemetaan dan kaji banding dengan peraturan yang berlaku baik di
dalam maupun luar negeri. BPOM RI kemudian mengundang narasumber dan stakeholder untuk memberikan masukan dan dimintai pendapatnya. Pembahasan
draf peraturan, pedoman, dan kode praktis dilakukan sebanyak 3 kali untuk meng-