Pembuatan Pati Termoplastis HASIL DAN PEMBAHASAN

36 membuat pati menjadi hidrofobik sehingga kadar air yang diinginkan sulit untuk tercapai. Hasil analisis dari kadar protein maupun kadar lemak membuktikan bahwa tapioka dan pati sagu mempunyai jumlah komponen minor yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan pustaka yang ada yaitu masing-masing 0,23 dan 0,045 untuk tapioka serta 0,31 dan 0,0088 untuk pati sagu. Hal tersebut didukung dengan adanya hasil penelitian Wang dan Liu 2002 yang menyatakan bahwa adanya penghilangan protein pada pati beras menyebabkan dispersi pati lebih meningkat. Adanya protein dalam pati beras meningkatkan interaksi antara granula pati sehingga menghalangi penyebaran pati yang dicampurkan ke dalam matriks polietilen.

B. Pembuatan Pati Termoplastis

Pembuatan pati termoplastis dilakukan dengan perlakuan panas tinggi yang disertai dengan gesekan yang tinggi pula pada waktu tertentu. Menurut Corradini et al. 2007, pati yang mengalami perlakuan panas disertai gesekan pada kisaran suhu 90-180 o C dengan tambahan plasticizer seperti gliserol akan bertransformasi membentuk molten plastic atau thermoplastic starch. Kalambur dan Rizvi 2006 menambahkan selama proses termoplastisasi, air akan masuk dalam pati dan bahan pemlastis akan berperan sangat penting yaitu membentuk ikatan hidrogen dengan pati sehingga terjadi reaksi antara gugus hidroksil dan molekul pati dimana pati tersebut akan menjadi lebih plastis. Bahan pemlastis yaitu air dan gliserol masuk ke dalam molekul pati lalu akan membentuk suatu bantalan di dalam molekul pati tersebut sehingga membuat pati menjadi plastis. Pemlastis juga akan melindungi molekul pati tersebut dimana membuat pati menjadi lebih tahan panas dan tahan gesekan pada saat pemrosesan dengan suhu dan gesekan yang tinggi. Kadar air yang digunakan termasuk ke dalam kadar air rendah. Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa untuk membuat pati termoplastis diperlukan kadar air rendah dengan tingkat destrukturisasi yang tinggi. Pada keadaan tersebut pati akan menjadi plastis, meleleh, dan mengalami depolimerisasi. Akibat yang ditimbulkan karena pati yang terganggu ini akan menyebabkan granula pati tidak lagi bersifat semikristalin tapi berubah menjadi amorf karena rusaknya ikatan hidrogen yang terdapat antar molekul pati tersebut. 37 Gambar 6. Pengaruh kadar air dan tingkat destrukturisasi pada pati Ulfa, 2009 Pada Gambar 7 dapat dilihat gambaran molekul pati setelah menjadi pati termoplastis. Dari hasil pengujian tampak bahwa dengan kondisi proses 90 o C, 100 rpm, dengan lama pencampuran 8 menit memperlihatkan bentuk granula yang tetap utuh dan tidak kehilangan sifat birefringent pati tersebut. Pudarnya cahaya pada saat diberikan cahaya polar menunjukkan bahwa terjadi pengembangan ukuran molekul dari ukuran granula awal. Pengembangan pati terjadi karena adanya difusi bahan pemlastis ke dalam granula. Rendahnya kadar lemak dan protein dalam pati memberikan efek yang positif karena tidak ada yang menghalangi absorbsi air dan gliserol oleh granula pati. Semakin rendah kadar protein suatu pati akan memberikan efek positif terhadap sifat mekanik plastik komposit. Gambar 7 a dan b menunjukkan molekul tapioka termoplastis, sedangkan Gambar 7 c dan d pada molekul pati sagu termoplastis. Roti dan Makanan Reinforced Plastic Pati Mengembang Pati Terdestruk- turisasi Pati Tergelatinisasi Pati Termoplastis Tingkat Destrukturisasi Kadar Air 38 a b c d Keterangan: a. Pati sagu termoplastis menggunakan mikroskop cahaya b. Pati sagu termoplastis menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi c. Tapioka termoplastis menggunakan mikroskop cahaya d. Tapioka termoplastis menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi Gambar 7. Bentuk granula pati pada pati termoplastis dengan perbesaran 200x Menurut Wurzburg 1989, dalam bentuk alami, granula pati memiliki sifat birefriengent, yaitu sifat adanya merefleksikan cahaya terpolarisasi di bawah mikroskop yang memperlihatkan adanya garis silang polarisasi yang berwarna hitam. Pomeranz 1985 menyatakan bahwa garis silang polarisasi tersebut menunjukkan bahwa granula pati memiliki daerah kristalin, yang di dalamnya terdapat polimer- polimer yang tersusun secara teratur. Kristalinitas pati disebabkan oleh adanya komponen amilopektin. Tingkat kristalinitas meningkat dengan semakin tingginya rasio amilopektin dalam pati Eliasson dan Gudmundsson, 1996. Berdasarkan Gambar 8, dapat juga dilihat bahwa pati tetap memiliki sifat kristalin walaupun telah mengalami penurunan sifat kristalinnya. Menurut Ulfa 2009, kristalinitas yang semakin rendah menyebabkan pati termoplastis lebih mudah untuk dicetak dan dibentuk. Tampak juga adanya molekul pati yang pecah. Hal tersebut disebabkan oleh kekuatan molekul pati yang kurang untuk bertahan dalam kondisi untuk pemrosesan pati temoplastis. Pecahnya molekul pati akan berpengaruh terhadap pencampurannya pati termoplastis dengan 39 polimer sintetis yang telah dimoodifikasi karena akan meyebabkan karakter plastik yang rapuh. Proses gelatinisasi tidak terjadi pada tahap ini walaupun suhu yang digunakan melebihi suhu gelatinisasi tapioka dan pati sagu. Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya kadar air yang ada di dalam pati dan air yang ada pada proses termoplastisasi berfungsi bukan sebagai penjenuh molekul pati atau moisture content untuk terjadinya gelatinisasi, tetapi sebagai pemlastis dan lubrikan. Ukuran granula pada kedua macam pati mempengarui ketahanan molekul pati terhadap panas yang diberikan. Semakin besar ukuran pati tersebut maka semakin kuat pula ketahanannya.

C. Pembuatan Compt.- Polietilen