44
telah selesai dilakukan, produk yang keluar dari rheomix berbentuk bongkahan. Pengecilan ukuran dilakukan untuk keperluan uji yang akan dilakukan. Pengecilan
ukuran juga berpengaruh tehadap slab yang dibuat untuk spesimen uji sifat mekanik. Pengaruh yang ditimbulkan apabila hasil pengecilan ukuran yang tidak seragam dan
relatif besar akan menghasilkan gelembung udara akibat udara yang terperangkap pada saat molding untuk membuat spesimen slab.
E. Karakteristik Plastik Komposit
Produk hasil campuran antara polietilen dengan pati disajikan pada Gambar 11. Secara visual tidak terlihat dengan signifikan perbedaan warnanya akan tetapi
tekstur dari produk tersebut berbeda-beda. Pada campuran compt.-LLDPE dengan pati termoplastis pati sagu ataupun tapioka mempunyai tekstur yang lebih lunak
dibandingkan dengan campuran compt.-HDPE dengan pati termoplastispati sagu ataupun tapioka. Hal ini terjadi karena sifat dari polimer sintetis yang dipakai, dalam
hal ini HDPE, lebih keras dan kaku dibandingkan LLDPE sehingga hasil akhir pencampuran akan menjadi lebih keras pula. Warna kecoklatan pada semua produk
plastik komposit tersebut disebabkan karena molekul-molekul kecil gula-gula sederhana mengalamai reaksi browning atau pencoklatan akibat pemanasan yang
dilakukan dua kali yaitu pada proses pembuatan pati termoplastis dan yang kedua yaitu pada saat proses pencampuran antara pati termoplastis dengan compt.-PE pada
suhu tinggi seperti ditunjukkan pada Gambar 11. Produk plastik yang telah jadi tersebut kemudian harus dikecilkan ukurannya
dengan cara pemotongan. Hal ini dilakukan agar pada saat pembuatan spesimen untuk uji, yaitu pada saat pembuatan slab, dengan seragamnya ukuran maka tidak
akan ada udara yang terjebak di dalam slab tersebut sehingga akan didapatkan spesimen untuk uji yang mempunyai kualitas yang baik. Untuk pengujian diperlukan
tiga macam bentuk contoh yaitu slab dengan ketebalan 4 mm sesuai dengan metode ASTM D-638 tipe IV, slab tipis untuk pengujian biodegradabilitas, dan resin untuk
pengujian sifat termal. Pembuatan slab tersebut menggunakan alat heat compression molding dengan suhu 140
o
C.
45
a b
c d
Keterangan: a. Campuran compt.-LLDPE + pati sagu termoplastis
b. Campuran compt.-LLDPE + tapioka termoplastis c. Campuran compt.-HDPE + pati sagu termoplastis
d. Campuran compt.-HDPE + tapioka termoplastis
Gambar 11. Produk plastik komposit pencampuran compt.-PE dengan pati termoplastis
Pengujian yang dilakukan terhadap produk plastik komposit tersebut antara lain adalah pengujian sifat mekanik, pengujian sifat termal, pengujian sifat
biodegradabilitas, dan pengujian morfologi permukaan.
E.1. Sifat mekanik plastik komposit
Sifat mekanik yang baik sangat diperlukan pada aplikasi praktis. Sifat mekanik antara lain meliputi kekuatan tarik dan perpanjangan putus. Karakterisasi
sifat mekanik yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh pencampuran terhadap bahan yang berbeda-beda antara polimer sintetis
LLDPE dan atau HDPE dan polimer alam pati sagu dan atau tapioka. Prosedur pengujian ini mengacu kepada metode kerja ASTM D-638 yang berisi tentang
pengujian sifat mekanik dari sampel. Tipe spesimen yang dipakai yaitu tipe IV dimana digunakan untuk membandingkan antara material dengan perbedaan
kekakuan yang tidak diketahui sifat dasarnya dengan ketebalan 4 mm 0,16 inch seperti ditunjukkan pada Gambar 12. Hasil analisis sifat mekanik dapat dilihat pada
Tabel 11 dan data lengkap yang menunjukkan hasil analisis keseluruhan sifat mekanik dapat dilihat pada Lampiran 5.
46
Gambar 12. Dumbell untuk pengujian sifat mekanik tipe IV Kekuatan tarik adalah tegangan yang dibutuhkan untuk menahan tegangan
yang diberikan, sedangkan elongasi adalah salah satu jenis deformasi perubahan ukuran yang terjadi pada saat material diberi gaya. Perbedaan yang mendasar pada
polietilen yaitu sifat hidrofobiknya dan polaritas yang rendah, sedangkan pada pati yang mempunyai sifat hidrofilik dan polaritas yang tinggi. Kedua hal yang
bertentangan tersebut yang menyebabkan permasalahan bahwa dengan adanya pati yang bercampur dengan plastik akan mempengaruhi kekuatan mekanik dari plastik
komposit tersebut karena molekul-molekul pati termoplastis tersebut masuk ke dalam struktur rantai polietilen yang teratur sehingga interaksi tarik menarik antar molekul
yang besar, lalu menghadirkan molekul amorf yang dapat menyebabkan susunan molekul polietilen terganggu dan menjadi tidak teratur.
Tabel 11. Hasil analisis sifat mekanik plastik komposit
Jenis Plastik Tensile Stress at Yield
kgcm
2
Elongation at Yield
Compt.- LLDPE
Sagu 125,35
11,14 Tapioka
144,61 11,11
Compt.- HDPE
Sagu 275,94
4,84 Tapioka
286,35 5,38
HDPE Murni 297,19
6,10 LLDPE Murni
1
200 500
Data rata-rata tiga kali pengukuran
1
Beck 1980
Analisis kekuatan tarik merupakan salah satu uji yang mengidentifikasi kekuatan yang paling penting pada suatu bahan. Kekuatan tarik mempunyai definisi
tegangan regangan maksimum sampel sebelum putus. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa nilai
kekuatan tarik yang didapatkan berbeda-beda antara satu jenis plastik komposit dengan jenis plastik komposit yang lain. Hal tersebut terjadi karena adanya
perbedaan karakteristik bahan baku yang digunakan. Kekuatan tarik polimer berhubungan dengan kristalinitas molekul polimer. Dalam plastik komposit,
polietilen merupakan komponen mayor atau komponen continuous sehingga sifat fisik campuran didominasi oleh sifat fisik polietilen. Pada Tabel 11 dapat dilihat hasil
47
analisis kekuatan tarik dimana nilai kuat tarik pada tapioka, baik itu merupakan compt.-LLDPE tapioka maupun compt.-HDPE tapioka, mempunyai nilai yang lebih
besar dibandingkan nilai pada pati sagu compt.-LLDPE sagu dan compt.-HDPE sagu. Hal tersebut seharusnya tidak terjadi karena kandungan amilosa pada pati sagu
lebih tinggi bila dibandingkan dengan kandungan amilosa yang dimiliki tapioka. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Thomas dan Atwell 1999 bahwa kandungan
amilosa yang tinggi memiliki kecenderungan untuk membentuk film yang kuat dibandingkan amilopektin. Tetapi apabila dilihat dari segi ukuran granula pati sagu
yaitu 9,40 –91,5 µm, tentunya nilainya jauh lebih besar dibandingkan ukuran granula
pada tapioka yaitu 5-25 µm. Ukuran granula pati berpengaruh besar terhadap sifat mekanis dari suatu plastik komposit. Hal ini didukung dengan adanya pernyataan
dari Nikazar et al. 2005 bahwa penggunaan pati yang memiliki diameter granula yang lebih kecil berpengaruh positif terhadap kuat tarik plastik. Nilai karakteristik
kadar lemak dan kadar protein juga mendukung dimana semakin rendah kandungan komponen minor tersebut maka akan meningkatkan nilai kekuatan tarik pada plastik
komposit tersebut. Tabel 11 juga menunjukkan bahwa nilai kuat tarik pada compt.- HDPE tapioka 286,35 kgcm
2
yang paling mendekati nilai kuat tarik polimer sintetis murninya yaitu HDPE 297,19 kgcm
2
dimana memperlihatkan pengaruh yang positif.
Pengukuran kekuatan tarik disertai dengan pengukuran perpanjangan putus dimana didefinisikan sebagai perubahan panjang maksimum yang dialami plastik
pada saat ditarik sampai putus. Perpanjangan putus menentukan keelastisitasan suatu plastik. Semakin tinggi nilai perpanjangan putus, maka plastik tersebut semakin
elastis sehingga bahan tersebut dapat ditarik lebih mulur. Plastik yang mempunyai perpanjangan putus rendah akan bersifat rapuh Billmeyer, 1984.
48
a b
Gambar 13. Perbedaan jenis plastik komposit terhadap a kuat mekanik dan b elongasi plastik
Pada Gambar 13 dapat dilihat hasil analisis sifat mekanik menunjukkan bahwa semua macam plastik komposit LLDPE mempunyai persentase elongasi yang
rendah dibandingkan polimer sintetisnya. Rendahnya nilai elongasi dipengaruhi oleh besarnya ukuran granula pati yang menyebabkan kurang baiknya ikatan dengan
struktur molekul compt.-LLDPE. Belum maksimalnya ikatan interfacial antara LLDPE dengan pati merupakan hal lain yang mempengaruhi. Polimer sintetis dan
pati berbeda dalam tingkat kepolaran dan hidrofilitas yang menyebabkan reaksi antara gugus hidroksil pati dan ikatan hidrogen atau kovalen polimer sintetis masih
belum terbentuk sempurna Ong dan Charoenkongthum, 2002. Penyebab lain yaitu karena peran compatibilizer yang masih kurang dan belum optimal baik dari segi
formulanya ataupun perlu adanya bahan compatibilizer yang lebih cocok dengan karakterisasi kedua bahan baku polimer tersebut.
Berbeda halnya dengan plastik komposit HDPE dimana hasilnya menunjukkan nilai elongasi yang tidak berbeda nyata dengan nilai elongasi HDPE
murni sehingga dapat dipastikan bahwa sifat mekanik plastik komposit HDPE mempunyai nilai yang baik pada kuat tarik dan elongasinya walaupun nilai
elongasinya menurun sedikit karena adanya pencampuran pati termoplastis yang mempunyai nilai elongasi yang rendah sekali. Nikazar et al. 2005 menambahkan
bahwa penambahan pati ke dalam polimer plastik akan menurunkan nilai kuat tarik dan elongasinya.
Plastik komposit dalam penentuan sifat mekanik ini telah membuktikan pendistribusian pencampuran yang baik antara polimer sintetis dengan polimer alam
dengan penggunaan maleat anhidrida sebagai compatibilizer walaupun belum membentuk ikatan interfacial yang kokoh dan baik antara polimer sintetis dengan
50 100
150 200
250 300
350
Kg c
m
2
2 4
6 8
10 12
49
polimer alam. Jenis plastik komposit LLDPE dapat dikategorikan sebagai plastik yang bersifat lebih elastis dan rapuh, sedangkan plastik komposit HDPE mempunyai
karakteristik mekanik yang kuat dan mudah patah. Kedua macam sifat plastik ini akan menentukan kepada aplikasi produk plastik yang diinginkan sebagai bahan
kemasan atau keperluan lainnya sebagai plastik sekali pakai.
E.2. Sifat termal plastik komposit
Pengukuran sifat termal dilakukan dengan menggunakan Differential Scanning Calorimetry DSC dengan tujuan untuk mengetahui suhu transisi gelas
glass transition temperature, T
g
dan titik leleh melting point temperature, T
m
. Suhu transisi gelas merupakan suhu dimana plastik berubah keadaan dan perilakunya
dari kaku, getas, padat seperti gelas, menjadi fleksibel, lunak, dan elastis. Titik leleh mengindikasikan suhu dimana terjadi perubahan wujud padat menjadi cair. Titik
leleh disebut juga transisi orde pertama, sedangkan suhu transisi gelas sebagai transisi orde kedua Geoffroy, 2004. Hasil analisis sifat termal ditunjukkan pada
Tabel 12, sedangkan data lengkap yang menunjukkan hasil analisis keseluruhan sifat termal dapat dilihat pada Lampiran 6.
Tabel 12. Hasil analisis sifat termal
Jenis Plastik Hasil Penelitian
T
g o
C T
m o
C
Compt.- LLDPE
Sagu 38,45
119,10 Tapioka
38,00 120,10
Compt.- HDPE
Sagu 36,90
131,50 Tapioka
36,35 131,95
HDPE Murni 37,40
130,80 LLDPE Murni
37,90 124,50
Data rata-rata dua kali pengulangan
Berdasarkan hasil analisis DSC yang dilakukan, nilai T
m
plastik compt.- LLDPE sagu dan compt.-LLDPE tapioka lebih rendah dibandingkan dengan LLDPE
murni, akan tetapi masih dalam rentang batas plastik LLDPE yaitu antara 119,10
o
C sampai dengan 120,10
o
C, sedangkan pada plastik compt.-HDPE sagu dan compt.- HDPE tapioka mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan HDPE murni yaitu
131,50-131,95
o
C, akan tetapi rentang tersebut tidak berbeda secara signifikan. Nilai T
m
pada polimer campuran sangat dipengaruhi oleh campurannya dan merupakan perpaduan dari material penyusunnya, khususnya material yang paling dominan
50
dalam campuran tersebut. Semakin banyak polimer sintetis dalam campuran maka perbedaan titik lelehnya tidak akan berbeda jauh dengan polimer sintetis murninya.
Pada Lampiran 6 disajikan data analisis uji T
g
dan T
m
. Nilai T
g
yang diperoleh dari hasil analisis DSC mempunyai rentang antara 36
–38,5
o
C baik pada plastik compt.-LLDPE pati sagu dan tapioka maupun compt.- HDPE pati sagu dan tapioka. Nilai T
g
akan bervariasi bergantung pada struktur molekul spesifik dari polimer dasarnya, berat molekul, distribusi berat molekul
tersebut, aditif yang ditambahkan ke dalam formula, serta beberapa faktor lainnya Umam et al., 2007.
Pada Gambar 14 menunjukkan kecenderungan nilai T
m
dan T
g
pada masing- masing plastik komposit yang dianalisis. Grafik b dan c menunjukkan
kecenderungan terhadap compt.-LLDPE sagu dan compt.-LLDPE tapioka dimana nilai tiap ulangan mempunyai rentang yang cukup berbeda sehingga apabila grafik
tersebut dirata-ratakan akan terletak ditengahnya. Lain halnya dengan pada grafik a dimana plastik komposit compt.-HDPE sagu maupun tapioka mempunyai nilai
rentang yang berdekatan. Hal ini disebabkan karena baik bahan aditif, polimer sintetis, dan polimer alamnya bercampur lebih homogen dibandingkan dengan
plastik compt.-LLDPE pati tersebut. Kehomogenan campuran terjadi apabila pada saat proses produksi apakah kondisi proses sesuai dengan karakterisasi bahan baku
yang sedang diproses. Pada analisis ini membuktikan bahwa penambahan konsentrasi 20 pati termoplastis sagu dan tapioka ke dalam matriks polietilen
LLDPE dan HDPE tidak mempengaruhi nilai T
m
dan T
g
secara nyata.
51
a
b
c Gambar 14. Kromatogram DSC a HDPE + Pati Termoplastis sagu dan
tapioka; b LLDPE + sagu; c LLDPE + tapioka
-8 -7
-6 -5
-4 -3
-2 -1
HDPE murni
Suhu
o
C
D SC
M w
-3.5 -3
-2.5 -2
-1.5 -1
-0.5
compt.-LLDP E SAGU I
Suhu
o
C
D SC
M w
-3.5 -3
-2.5 -2
-1.5 -1
-0.5
compt.-LLDPE TAPIOKA I
Suhu
o
C
D SC
M w
52
E.3. Pengujian sifat biodegradablitas
Analisis pengujian sifat biodegradabilitas pada plastik komposit dilakukan degan dua cara yaitu dengan reaksi enzimatis penambahan α-amilase dan
penanaman pada media agar untuk diinokulasikan dengan mikroba Penicillium sp. dan Aspergillus niger.
Pada pengujian sifat biodegradabilitas dengan menggunakan reaksi enzimatis bertujuan agar terjadi hidrolisis pati, yaitu pemecahan kimiawi molekul pati karena
pengikatan air sehingga menghasilkan molekul-molekul yang lebih kecil. Reaksi hidrolisis dapat dipercepat dengan penambahan asam ataupun enzim sebagai katalis.
α-amilase akan menghidrolisis ikatan lurus 1,4 dalam rantai pati secara acak. Enzim ini mereduksi ukuran molekul pati dengan cepat dan meningkatkan viskositas
larutan pati. Hidrolisis amilosa akan menghasilkan maltosa dan maltotriosa sedangkan ikatan cab
ang 1,6 dalam rantai pati tidak dapat dihidrolisis oleh α- amilase tetapi sejumlah molekul α-limit dekstrin akan terbentuk saat amilopektin
terhidrolisis. Setiap α-limit dekstrin mengandung sedikitnya satu ikatan cabang 1,6.
Pengujian sifat biodegradabilitas dengan reaksi enzimatis ini dilanjutkan dengan pengukuran total gula yang bertujuan agar didapatkan jumlah persentase pati
yang terdegradasi dengan metode ini. Glukosa merupakan gula pereduksi, sifat pereduksi ini karena glukosa memiliki gugus hidroksil OH bebas yang reaktif.
Gugus hidroksil reaktif pada glukosa aldosa biasanya terletak pada karbon nomor satu anomerik. Menurut Winarno 1988, total gula menunjukkan jumlah gula total
yang terdapat dalam suatu bahan, baik itu gula pereduksi maupun yang lainnya. Gula pereduksi menunjukkan banyaknya jumlah fruktosa dan glukosa yang berasal dari
penguraian sukrosa. Kadar gula pereduksi yang rendah menunjukkan jumlah sukrosa masih mendominasi.
Hasil analisis uji enzimatis dapat dilihat pada Tabel 16 dimana menunjukkan bahwa pati yang terhidrolisis reaksi dengan enzim
α-amilase bernilai 0,811- 3,750. Dengan jumlah pati yang terhidrolisis telah membuktikan bahwa plastik
komposit tersebut dapat terdegradasi dengan baik. Rendahnya pati yang terhidrolisis disebabkan adanya pengaruh dari ukuran granula pati. Wulansari 2004 menyatakan
bahwa semakin besar ukuran molekul pati maka semakin lambat laju hidrolisis patinya dan semakin tinggi kadar amilopektin maka semakin kurang sempurna
konversinya. Penurunan gula pereduksi diduga karena adanya reaksi balik, yaitu
53
pembentukan isomaltosa sebagai akumulasi repolimerisasi glukosa. Data lengkap yang menunjukkan hasil analisis keseluruhan uji biodegradabilitas secara enzimatis
dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 13. Hasil analisis uji enzimatis untuk mengetahui pengurangan bobot plastik
Data rata-rata dua kali pengulangan
Alasan lain rendahnya pati yang terhidrolisis yaitu adanya pati yang telah rusak karena pemanasan berulang kali dalam pemrosesan untuk membuat
produkplastik komposit. Rusaknya pati atau pati yang telah tergegradasi tersebut membuat enzim
α-amilase untuk menghidrolisisnya, akan tetapi diharapkan apabila plastik tersebut dikubur di dalam tanah ataupun dengan penanaman mikroorganisme
akan terlihat bahwa pati yang terdegardasi tersebut dijadikan media tumbuh mikroorganisme tersebut. Enzim
α-amilase tersebut tidak dapat bekerja dengan baik karena setiap enzim mempunyai spesifikasi tersendiri untuk melakukan reaksi
sehingga struktur pati yang rusak membuat enzim tidak dapat bekerja. Hal lain yang mempengaruhi yaitu adanya pati yang terperangkap di dalam matriks polietilen
sehingga enzim tidak dapat menembus matriks polietilen tersebut untuk dihidrolisis dan waktu pengujian yang hanya 17 jam sehingga terbatasnya
α-amilase dalam memotong rantai pada pati.
Analisis biodegradasi selanjutnya yaitu menggunakan mikroba. Tujuan yang ingin dicapai pada analisis ini yaitu plastik yang diinokulasikan pada media agar
ditumbuhi oleh kapang yang telah diremajakan terlebih dahulu untuk membuktikan bahwa plastik komposit dapat menjadi media tumbuh bagi mikroorganisme. Kapang
yang digunakan adalah Penicillium sp. dan Aspergillus niger dengan media agar yang berbeda untuk masing-masing mikroorganisme. Pemilihan kedua jenis kapang
tersebut karena Penicillium sp. dan Aspergillus niger merupakan kapang yang ada di dalam tanah sehingga dapat mewakili kondisi tanah. Pengujian tidak dilakukan
dengan cara penguburan karena akan memakan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan penginokulasian pada media agar yang dikondisikan agar dapat memicu
Jenis Plastik Persentase Pengurangan Bobot
Plastik
Compt.-LLDPE Sagu
3,745 Tapioka
2,488 Compt.-HDPE
Sagu 0,811
Tapioka 2,780
54
kedua jenis kapang tersebut dapat berkembang secara optimum dalam waktu yang singkat.
Pertumbuhan isolat-isolat galur Aspergillus sp. dan Penicillium sp. di dalam medium Agar Kentang Dekstrosa AKD memperlihatkan pertumbuhan yang baik
Gambar 15. Medium AKD mengandung karbohidrat kompleks yang kaya akan sumber karbon dan nitrogen yang dibutuhkan oleh fungi untuk melangsungkan metabolisme
primer dan sekunder. Selain itu medium ini mengandung berbagai senyawa anorganik, vitamin dan faktor pertumbuhan
Nikazar et al., 2005
.
1 2
3
4 5
6
Gambar 15. Beberapa koloni fungi kelompok Aspergillus niger 1, 2, 4 dan Penicillium sp. 3, 5,6 yang tumbuh dengan baik dalam medium PDA
Pengujian biodegradabilitas plastik komposit ini dilakukan berdasarkan ASTM G-2170. Pada metode ini, sampel ditanamkan pada media agar Potato
Dextrose Agar dan diinokulasikan dengan kapang. Sampel kemudian disimpan pada suhu 29
o
C selama 2 minggu. Pengujian ini termasuk ke dalam pengujian secara kualitatif. Sebagai kontrol juga ditanamkan HPDE murni dan LLDPE murni sebagai
kontrol negatif sampel, sedangkan kontrol positif sampel menggunakan tapioka termoplastis dan pati sagu termoplastis.
55
a b
c d
e f
g h
Keterangan: a. Compt.-LLDPE + pati sagu termoplastis dengan mikroba Penicillium sp.
b. Compt.-LLDPE + pati sagu termoplastis dengan mikroba Aspergillus niger c. Compt.-LLDPE + tapioka termoplastis dengan mikroba Penicillium sp.
d. Compt.-LLDPE + tapioka termoplastis dengan mikroba Aspergillus niger e. Compt.-HDPE + pati sagu termoplastis dengan mikroba Penicillium sp.
f. Compt.-HDPE + pati sagu termoplastis mikroba Aspergillus niger g. Compt.-HDPE + tapioka termoplastis dengan Mikroba Penicillium sp.
h. Compt.-HDPE + tapioka termoplastis dengan Mikroba Aspergillus niger
Gambar 16. Hasil analisis uji biodegradabilitas menggunakan mikroba Penicillium sp. dan Aspergillus niger pada plastik komposit
56
a b
c d
e f
Keterangan: a. Kontrol negatif; PE murni dengan mikroba Penicillium sp.
b. Kontrol negatif; PE murni dengan mikroba Aspergillus niger c. Kontrol positif; pati sagu termoplastis dengan mikroba Penicillium sp.
d. Kontrol positif; pati sagu termoplastis dengan mikroba Aspergillus niger e. Kontrol positif; tapioka termoplastis dengan mikroba Penicillium sp.
f. Kontrol positif; tapioka termoplastis dengan mikroba Aspergillus niger
Gambar 17. Hasil analisis uji biodegradabilitas menggunakan mikroba Penicillium sp. dan Aspergillus niger pada kontrol
Berdasarkan hasil analisis pada Gambar 17, menunjukkan bahwa semua kontrol positif pati sagu termoplastis dan tapioka termoplastis ditumbuhi oleh
kapang. Hal tersebut membuktikan bahwa pati termoplastis dapat menjadi media tumbuh bagi fungi dan mikroorganisme, sedangkan pada Gambar 16 membuktikan
bahwa pada semua sampel plastik komposit juga menunjukkan adanya pertumbuhan kapang. Sedikitnya koloni yang tumbuh pada kontrol positif diduga karena adanya
pengaruh bahan kimia pensteril yang digunakan pada awal uji kualitatif ini. Pada kontrol negatif tidak ditumbuhi sama sekali oleh kedua kapang tersebut. Hal tersebut
57
membuktikan bahwa pati sagu dan tapioka yang berada dalam matriks polietilen dapat digunakan sebagai sumber nutrien oleh mikroba untuk pertumbuhannya.
Dengan simulasi yang didapatkan dari pengujian di dalam laboratorium, diharapkan apabila plastik komposit antara polietilen dengan pati tersebut dikubur
dalam tanah menjadi dapat terdegradasi oleh mikroba tanah karena adanya pati dalam matriks polimer sintetis tersebut sehingga dapat menjadi pemicu terjadinya
proses degradasi di dalam tanah. Dengan pati yang terdegardasi oleh mikroba tanah, diharapkan pula bahwa polietilen tersebut akan menjadi lebih mudah untuk turut
terdegardasi di dalam tanah karena rantai polimernya juga ikut terputus. Pada saat kapang tumbuh pada sampel juga akan memunculkan peningkatan
pori-pori yang signifikan karena penetrasi dan proses metabolisme kapang dalam pati telah optimal Nikazar et al., 2005. Mikroorganisme, dalam hal ini adalah kapang,
akan memproduksi enzim yang mampu memecah pati dalam plastik menjadi segmen yang lebih kecil dengan berat molekul yang lebih rendah. Kondisi ini menyebabkan
material polimer dapat terdegardsi dalam lingkungan Nakamura et al., 2005. Glukosa yang dihasilkan dari hidrolisis pati oleh enzim akan digunakan oleh
mikroorganisme sebagai sumber karbon Vinhas, 2007. Dengan menggunakan mikroorganisme diduga pati yang telah terdegradasi dan tidak dapat dihilangkan oleh
amilase akan termakan semua oleh mikroba sehingga diharapkan 20 kandungan pati dalam plastik komposit akan habis termakan oleh mikroorganisme. Analisis ini
telah membuktikan bahwa plastik komposit yang telah dibuat dapat ditumbuhi oleh mikroorganisme sehingga secara garis besar dapat dikatakan bahwa plastik komposit
ini dapat termasuk ke dalam kategori plastik komposit.
E.4. Uji Morfologi
Uji morfologi ini berdasarkan atas dengan metode ASTM E-201. Morfologi campuran berpengaruh penting terhadap penentuan sifat produk akhir. Morfologi
campuran yang baik bergantung pada pendistribusian dan ikatan interfacial antara komponen mayor polimer sintetis sebagai fase continuous dengan komponen minor
polimer alam sebagai fase terdispersi. Pengujian morfologi dilakukan pada produk yang telah diberi perlakuan reaksi α-amilase dengan perbandingan produk yang tidak
diberikan perlakuan apapun dengan tujuan agar terlihat hasil pencampuran dan
58
homogenitasnya. Pengujian morfologi permukaan produk dilakukan dengan alat Scanning Electrone Microscope SEM pada perbesaran 5000x.
a d
b e
c f
Keterangan: a. Compt.-LLDPE + pati sagu termoplastis sebelum diberi perlakuan
b. Compt.-LLDPE + tapioka termoplastis sebelum diberi perlakuan c. LLDPE murni sebelum diberi perlakuan
d. Compt.-LLDPE + pati sagu termoplastis sesudah diberi perlakuan e. Compt.-LLDPE + tapioka termoplastis sesudah diberi perlakuan
f. LLDPE murni sesudah diberi perlakuan
Gambar 18. Morfologi permukaan dengan SEM pada plastik komposit LLDPE perbesaran 5000x
59
Berdasarkan hasil uji SEM, baik pada Gambar 18 a dan b dan Gambar 19 a dan b, dapat dilihat bahwa semua plastik komposit yang tidak diberikan perlakuan
apapun memiliki permukaan yang rata dan cenderung halus, sedangkan pada Gambar 18 c dan 19 c merupakan gambar morfologi dari polimer sintetis dimana sangat
halus dan tidak berpori karena struktur rantainya yang padat. Kehomogenan dari plastik komposit disebabkan oleh adanya pengaruh compatibilizer maleat anhidrida
yang memberikan efek antara terhadap polimer sintetis polietilen dengan polimer alam pati. Hal tersebut didukung oleh Nikazar et al. 2005 dimana maleat
anhidrida memberikan stabilitas mofologi terhadap pencampuran. Dalam hasil SEM tersebut tidak ditemukan adanya granula pati termoplastis yang membuktikan bahwa
pencampuran telah terjadi secara baik dan homogen. Pada Gambar 18 d dan e dan Gambar 19 d dan e, dapat dilihat bahwa
morfologi permukaan plastik yang telah diberikan perlakuan enzimatis pada pengujian sifat biodegradabilitas dimana hasil SEM menunjukkan permukaan yang
kasar dan berlubang karena pati yang tercampur telah terlarut sempurna dengan adanya α-amilase tersebut, sedangkan pada Gambar 18 f dan 19 f tidak
mengalami perubahan karena rantai kimia polimer sintetis tidak dapat terpotong oleh enzim
α-amilase. Kehomogenan pencampuran menjadi lebih terlihat karena pendistribusian lubang-lubang pada permukaan plastik terlihat merata. Penyebaran
yang merata ini terjadi karena adanya ikatan interfacial yang baik antara polietilen dengan pati dan compatibilizer berkerja dengan maksimal. Dalam hal ini, proses
kompatibilisasi telah bekerja dengan baik sehingga dapat dihasilkan plastik komposit yang mempunyai morfologi yang baik. Penggunaan plasticizer pada pati untuk
pembuatan thermoplastic starch TPS menunjukkan morfologi permukaan yang lebih homogen dibandingkan tanpa penambahan plasticizer.
60
a d
b e
c f
Keterangan: a. Compt.-HDPE + pati sagu termoplastis sebelum diberi perlakuan
b. Compt.-HDPE + tapioka termoplastis sebelum diberi perlakuan c. HDPE murni sebelum diberi perlakuan
d. Compt.-HDPE + pati sagu termoplastis sesudah diberi perlakuan e. Compt.-HDPE + tapioka termoplastis sesudah diberi perlakuan
f. HDPE murni sesudah diberi perlakuan
Gambar 19. Hasil morfologi permukaan dengan SEM pada plastik komposit HDPE perbesaran 5000x
61
IV. KESIMPULAN DAN SARAN