30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggunaan produk plastik berbahan baku polietilen telah memberikan banyak sekali keuntungan terhadap kehidupan manusia, akan tetapi penggunaan
plastik juga telah mengancam kelestarian lingkungan hidup. Kualitas lingkungan semakin memburuk, meningkatkan pencemaran, dan menjadi salah satu penyebab
meningkatnya pemanasan global. Sulitnya molekul plastik untuk terurai secara alami sehingga menjadi salah satu penyebab diperlukan adanya plastik yang ramah
lingkungan dengan harga yang terjangkau. Teknologi proses yang tengah diteliti adalah pembuatan plastik komposit berbasiskan pati dengan pencampuran polietilen.
Walaupun tidak dapat terurai secara sempurna, akan tetapi plastik komposit tersebut setidaknya menjadi jauh lebih cepat terurai bila dibandingkan dengan plastik sintetis
saja. Oleh karena kedua bahan mempunyai sifat yang sangat berlawanan, maka dibutuhkan suatu zat dan proses modifikasi yang dapat menjembataninya. Plastik
komposit yang terbentuk dilakukan beberapa uji untuk diketahui karakteristiknya, sehingga diharapkan plastik yang dihasilkan memiliki kekuatan mekanis, sifat
termal, sifat biodegradabilitas, dan uji morfologi permukaan yang baik.
A. Persiapan dan Karakterisasi Pati
Pati merupakan salah satu jenis polisakarida terpenting dan tersebar luas di alam. Pati disimpan sebagai cadangan makanan bagi tumbuh-tumbuhan, antara lain
di dalam biji buah padi, jagung, gandum, di dalam umbi ubi kayu, ubi jalar, talas, ganyong, kentang dan pada batang aren dan sagu. Dengan beragamnya sumber
pati serta ketersediaannya di alam, maka pemanfaatan sumber-sumber pati tersebut harus dilakukan. Sumber pati yang dipilih untuk penelitian ini adalah pati yang
berasal dari ubi kayu Manihot utilissima dan sagu Metroxylon sp.. Sagu dan ubi kayu merupakan komoditas tanaman pangan yang dapat
dipergunakan sebagai sumber karbohidrat yang potensial di Indonesia. Potensi pengembangan kedua tanaman ini cukup besar, mengingat kedua tanaman ini dapat
tumbuh di tempat dimana tanaman lain tidak dapat tumbuh baik, tidak diperlukan pemupukan dan perawatan yang intensif. Pemanfaatan kedua tanaman ini baru
sebatas untuk produksi pangan ataupun pembuatan bahan kimia pendukung, akan tetapi dengan adanya pengembangan lebih lanjut pada kedua jenis tanaman ini
tentunya akan meningkatkan nilai tambahnya. Pengembangan lebih lanjut yang
31
sedang dilakukan yaitu pemanfaatannya sebagai bahan baku pembuatan plastik komposit walaupun perlu dilakukan modifikasi terlebih dahulu agar dapat bercampur
dengan baik pada polietilen. Persiapan pati ini diawali dengan melakukan penjemuran. Penjemuran
bertujuan agar didapatkan kadar air yang seragam. Tahap berikutnya dilakukan pengecilan ukuran hingga berukuran 200 mesh. Pengecilan ukuran ini akan
memberikan efek positif terhadap dispersi dari pati di dalam matriks plastik komposit yang dihasilkan. Selanjutnya, pati yang telah siap ini dilakukan karakterisasi baik
dari segi kualitas ataupun mutu dan komposisi penyusun pati. Karakterisasi ini akan menentukan aplikasi pencampurannya dalam penelitian ini. Standar yang dipakai
dalam pengujian karakteristik pati ini merupakan standar yang ditetapkan apabila pati digunakan sebagai bahan pangan, hal ini disebabkan tidak adanya standar baku
pati untuk pembuatan plastik komposit. Dengan adanya karakteristik pati ini menunjukkan bahwa pati yang digunakan merupakan pati yang berkualitas tinggi.
A.1. Mutu pati
Kedua macam pati ini selain berfungsi sebagai bahan pangan tradisional untuk sumber karbohidrat utama, dapat juga dijadikan sebagai bahan baku industri
lainnya, maka dari itu standar mutu kedua pati tersebut harus dijaga dan memenuhi standar yang telah ditentukan. Analisis mutu pati sagu yang dilakukan pada
penelitian ini meliputi kadar air, kadar abu, kadar serat kasar, lolos saringan 80 mesh, dan derajat asam. Hasil analisis mutu tersebut dapat dilihat pada Tabel 9, sedangkan
hasil analisis keseluruhannya dapat dilihat pada Lampiran 4. Persyaratan utama yang digunakan sebagai acuan pada tapioka adalah SNI 01-3451-1994 dan SNI 01-3729-
1995 untuk pati sagu.
32
Tabel 9. Karakterisasi mutu tapioka dan pati sagu hasil penelitian
Standar Mutu Persyaratan
Hasil Penelitian Tapioka
1
Pati Sagu
2
Tapioka Pati Sagu
Kadar air Maks. 15,0
Maks. 13,0 8,57
10,47 Kadar abu bb
Maks. 0,6 Maks. 0,5
0,09 0,08
Kadar serat kasar bb Maks. 0,6
Maks. 0,1 0,085
0,28
Derajat asam ml NaOH 0,1 N100 g bahan
Maks. 3,0 Maks. 4,0
2,3 0,61
Kehalusan lolos saringan 80 mesh
-
Min. 95 100
100
Data rata-rata dari tiga kali ulangan
1
SNI 01-3451-1994
2
SNI 01-3729-1995
Kadar air yang terdapat di dalam pati ditentukan oleh proses pengolahan dalam pengekstrakan pati hingga pengeringan dan penyimpanannya. Proses
pengeringan di bawah sinar matahari merupakan salah satu tahapan proses pengolahan pati yang sangat menentukan mutu akhirnya. Apabila pengeringan tidak
dilakukan hingga kering atau dapat dikatakan memiliki kadar air yang tinggi akan memicu tumbuhnya jamur dan bau asam sehingga kerusakan produk menjadi cepat.
Menurut Azudin dan Noor 1992, kadar air pati sangat penting berkenaan dengan stabilitasnya selama penyimpanan.
Kadar air yang berlebihan akan menyebabkan pati teraglomerasi dan memberikan efek negatif terhadap interaksi interfacial antara pati dengan polimer.
Demikian pula kadar air yang rendah akan mengurangi aglomerasi granula pati selama proses pencampuran plastik Favis et al., 2005. Air yang berlebih pada
pembuatan pati termoplastis akan menimbulkan gelembung pada produk sehingga akan mengurangi sifat mekanisnya.
Hasil analisis kadar air menunjukkan bahwa tepung tapioka dan pati sagu mempunyai nilai yang sesuai dengan SNI maksimum 15,0 untuk tapioka dan
13,0 untuk sagu yaitu 8,57 untuk tapioka dan 10,47 untuk pati sagu. Adanya air di dalam pati juga dapat menyebabkan hidrolisis pati baik secara enzimatis dan
kimiawi menjadi molekul-molekul glukosa. Kelembaban RH pada tempat penyimpanan produk pati harus sesuai karena apabila kelembaban yang rendah dapat
mengakibatkan produk pati mengeluarkan uap air, begitu pula sebaliknya kelembaban yang tinggi akan membuat produk pati menjadi menyerap air. Oleh
karena itu, dalam kondisi atmosfer normal, kebanyakan pati komersial mengandung 10-20 bb air Swinkels, 1985. Selain dengan kadar air yang rendah pada pati
33
akan memperpanjang umur simpannya, pengujian kadar air ini berfungsi untuk mengetahui jumlah air yang terkandung di dalam pati dimana akan mempengaruhi
penambahan air dalam komposisi pembuatan pati termoplastis. Nilai derajat asam pada pati menunjukkan tingkat kerusakannya. Semakin
kecil nilai derajat asamnya, maka semakin baik pula kualitas dari pati tersebut. Begitu juga sebaliknya semakin besar nilai derajat asam menunjukkan bahwa pati
tersebut semakin rendah kualitasnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa kedua pati tersebut mempunyai nilai yang masih sesuai dengan SNI ml NaOH 0,1 N100 g
bahan yaitu 2,30 untuk tapioka dan 0,61 untuk pati sagu. Walaupun masih berada di bawah nilai SNI, tetapi dapat dilihat bahwa kadar derajat asam pada sagu lebih kecil
daripada tapioka sehingga terlihat bahwa kualitas pati sagu masih lebih baik daripada tapioka. Hal ini disebabkan karena tapioka sering ditambahkan sulfit dalam proses
ekstraksinya. Kadar abu berfungsi untuk mengetahui bahan organik yang terkandung dalam
pati yang dipengaruhi oleh lingkungan tumbuhnya. Abu yang terdapat dalam pati dapat berasal dari mineral yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan hasil analisis,
kedua pati tersebut mempunyai kadar abu yang rendah sekali yaitu 0,09 pada tapioka dan 0,08 pada pati sagu; yang menandakan bahwa tapioka maupun pati
sagu mempunyai kualitas yang baik. Pengujian kadar abu dan nilai derajat asam tidak akan memberikan pengaruh
terhadap kondisi pembuatan pati termoplastis. Kedua pengujian ini berfungsi sebagai standar yang telah ditetapkan apabila pati akan digunakan sebagai bahan pangan.
Dengan adanya kedua pengujian ini membuktikan bahwa pati sagu maupun tapioka mempunyai kualitas yang baik walaupun akan digunakan sebagai campuran plastik
komposit nantinya. Setiap pati pasti berbentuk bubuk yang memiliki ukuran tertentu. Dalam
penelitian ini dilakukan pengecilan ukuran hingga 200 mesh dengan tujuan agar pencampuran dengan polimer sintetis menjadi homogen. Adanya pengecilan ukuran
kembali juga bertujuan untuk menyeragamkan ukuran pati karena pati yang merupakan produk olahan tradisional. Hasil analisis menunjukkan bahwa ukuran
bubuk tapioka maupun pati sagu yang lolos saringan 80 mesh adalah 100. Semakin kecil ukuran partikel pati tersebut akan memberikan pengaruh yang baik bagi sifat
mekaniknya dan penyebaran partikel pada saat pencampuran.
34
Kadar serat kasar yang melebihi standar menandakan proses ekstraksi yang tidak baik dan tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh SNI. Hasil analisis
menunjukan bahwa kadar serat kasar pada tapioka telah memenuhi syarat yaitu 0,085, akan tetapi untuk pati sagu ternyata melebihi nilai SNI yaitu 0,28. Pada
penelitian ini, kadar serat yang tinggi memberi keuntungan tersendiri bagi plastik yang akan dihasilkan. Adanya serat dalam pati yang akan dicampurkan memberikan
pengaruh yang positif karena mampu meningkatkan sifat mekanik pada plastik komposit Corradini et al. 2007.
A.2. Komponen penyusun pati
Komposisi kimia dan ukuran granula secara sinergi akan sangat menentukan sifat fungsionalnya Zhou et al., 1998. Hasil analisis dari sifat fisiko-kimia dan
fungsional pati secara rinci disajikan pada Tabel 10, sedangkan hasil analisis keseluruhannya dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil komponen penyusun pati yang
didapatkan secara sinergi akan mempengaruhi hasil pencampuran dengan polimer sintetis. Secara spesifik, sifat fisik dan komponen penyusun pati ini akan
berpengaruh terhadap kualitas sifat mekanik, kehomogenan pencampuran, dan sifat termal dari plastik komposit yang telah dihasilkan.
Tabel 10. Sifat fisiko-kimia dan fungsional pati hasil penelitian
Standar Mutu Pustaka
Hasil Penelitian Tapioka
Pati Sagu Tapioka
Pati Sagu
Bentuk granula Oval
1
Oval
2
Oval Oval
Ukuran granula µm 9-35
1
41,7-75,2
2
5-25 9,40-91,5
Kadar protein bk 0,83
1
0,63
3
0,23 0,31
Kadar lemak bk 0,30
1
0,33
3
0,045 0,0088
Kadar amilosa bk 15,3
4
26,19
2
27,98 30,95
Kadar pati bk 84
4
96,12
2
85,74 88,80
Data rata-rata dari tiga kali ulangan
1
Grace 1977
2
Yuliasih 2008
3
Arbakariya et al.1990
4
Theresia 2003
Sifat fisik pati juga dapat dijelaskan melalui bentuk dan ukuran granula pati. Bentuk granula tapioka adalah oval dengan ukuran yang lebih kecil yaitu 5-25 µm
dibandingkan dengan pati sagu yang berbentuk oval dengan ukuran granula yang relatif besar yaitu 9,40-91,5 µm. Ukuran granula yang besar akan mempengaruhi
pengembangan granula pati, mempunyai pengaruh pada sifat mekanik produk plastik dan tingkat biodegradabilitas plastik yang telah dicampur dengan pati. Ukuran
35
granula yang kecil akan meningkatkan kemampuan biodegradasi plastik komposit Nikazar et al. 2005.
Kadar pati menunjukkan tingkat kemurnian hasil ekstraksi. Pati terdiri atas dua komponen utama yaitu komponen mayor amilosa dan amilopektin dan
komponen minor lemak dan protein. Hasil analisis kadar pati menunjukkan bahwa tapioka mempunyai kadar pati yang lebih tinggi yaitu 85,74 dibandingkan data
penelitian yang telah dilakukan oleh Theresia 2003 yaitu 84. Hal ini didukung dengan proses ekstraksi yang baik sehingga didapatkan kadar pati yang tinggi,
sedangkan kadar pati pada pati sagu 88,80 mempunyai nilai yang berada di bawah nilai kadar pati pada penelitian yang dilakukan oleh Yuliasih 2008 yaitu
96,12. Hasil analisis kadar amilosa yang didapatkan dalam penelitian ini cukup
tinggi hingga mencapai 27,98 bk untuk tapioka dan 30,95 bk untuk pati sagu. Kandungan amilosa yang tinggi memiliki kecenderungan untuk membentuk film
yang kuat dibandingkan amilopektin Thomas dan Atwell, 1999. Menurut Thomas dan Atwell 1999, untuk membentuk film dan gel yang kuat harus digunakan pati
dengan kandungan amilosa yang tinggi. Film amilosa tahan terhadap beberapa pelarut, minyak pelumas, dan mempunyai sifat yang tidak tembus oksigen. Sifat fisik
campuran pati dengan polietilen sebagian besar akan dipengaruhi oleh jumlah rasio dari amilosa dan amilopektin yang terkandung di dalamnya. Aplikasi yang
membutuhkan viskositas, stabilitas dan kekuatan mengental yang baik, digunakan pati dengan amilopektin yang tinggi, sedangkan untuk membentuk film dan gel yang
kuat digunakan pati dengan kandungan amilosa tinggi. Ciri film amilosa yaitu isotrop, tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, tidak berbahaya, buram, dan
absorbable Thomas dan Atwell, 1999. Komponen minor yang terdapat di dalam pati adalah protein dan lemak
dengan jumlah antara 5-10 dari bobot total, tetapi dengan jumlah yang kecil tersebut mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat fungsional dari pati tersebut.
Semakin kecil kadar lemak dan kadar protein di dalam pati menunjukkan bahwa semakin baik pula kualitas dari pati tersebut karena dengan adanya kadar protein dan
lemak yang tinggi akan memberikan sifat yang hidrofobik di sekeliling granula sehingga menyebabkan terhambatnya pengikatan air oleh granula pati. Hal ini
tentunya berpengaruh negatif terhadap proses pencampuran dengan polietilen karena
36
membuat pati menjadi hidrofobik sehingga kadar air yang diinginkan sulit untuk tercapai. Hasil analisis dari kadar protein maupun kadar lemak membuktikan bahwa
tapioka dan pati sagu mempunyai jumlah komponen minor yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan pustaka yang ada yaitu masing-masing 0,23 dan 0,045
untuk tapioka serta 0,31 dan 0,0088 untuk pati sagu. Hal tersebut didukung dengan adanya hasil penelitian Wang dan Liu 2002 yang menyatakan bahwa
adanya penghilangan protein pada pati beras menyebabkan dispersi pati lebih meningkat. Adanya protein dalam pati beras meningkatkan interaksi antara granula
pati sehingga menghalangi penyebaran pati yang dicampurkan ke dalam matriks polietilen.
B. Pembuatan Pati Termoplastis