20
lemak terkandung gliserol dan tiga molekul asam lemak. Pada umumnya, lemak mengandung kurang lebih 11 gliserol di dalamnya. Ada dua prosedur dalam
memproduksi gliserol dari lemak yaitu melalui metode saponifikasi dan transesterifikasi Tovbin et al., 1976.
Proses saponifikasi dan proses transesterifikasi tersebut akan menghasilkan senyawa gliserol mentah yang masih banyak mengandung bahan pengotor seperti
sisa katalis dan asam lemak bebas. Penggunaan gliserol mentah secara langsung dapat menimbulkan terjadinya proses dekomposisi, polimerisasi, dan masalah
lainnya, sehingga penggunaan gliserol secara langsung tanpa melakukan pretreatment terlebih dahulu pada proses karbonasi akan menghasilkan komposisi
produk yang tidak stabil dan daya konversi yang rendah Noureddidini et al., 1998. Penggunaan pemlastis seperti gliserol lebih unggul karena tidak ada gliserol
yang menguap dalam proses dibandingkan dengan dietilena glikol monometil eter DEGMENT, etilena glikol ET, dietilena glikol DEG, trietilena glikol TEG,
dan tetraetilena glikol. Hal ini disebabkan karena titik didih gliserol cukup tinggi 290
o
C jika dibandingkan dengan bahan pemlastis lainnya, lalu didukung dengan tidak adanya interaksi gliserol dan molekul protein di dalam bahan baku plastik
Noureddidini et al., 1998.
I. KARAKTERISTIK BIODEGRADABLE PLASTIC
Pengujian yang penting dari suatu bahan polimer antara lain densitas, titik leleh T
m
, glass transition temperature T
g
, rheologi, konduktifitas, kekuatan tarik, permeabilitas gas, ketahanan terhadap reaksi kimia, dan sebagainya Knapczyk dan
Simon, 1992. Untuk mengetahui karakterisasi plastik komposit diperlukan beberapa pengujian. Analisis yang dilakukan adalah uji kuat tarik dan perpanjang putus, uji
sifat termal, uji morfologi dan uji biodegradabilitas. I.1. Karakterisasi sifat mekanik
Sifat mekanik sangat diperlukan peranannya dalam melindungi produk dari faktor-faktor mekanis seperti tekanan fisik jatuh dan gesekan, adanya getaran, serta
benturan antar bahan dengan alat atau wadah selama penyimpanandistribusinya. Sifat mekanik ini tergantung pada jenis bahan pembentuknya, terutama sifat
kohesinya. Sifat ini merupakan hasil kemampuan polimer untuk membentuk ikatan- ikatan molekul yang kuat dan kokoh Gontard dan Guilbert, 1992.
21
Kekuatan tarik timbul sebagai reaksi dari ikatan polimer antara atom-atom atau ikatan sekunder antara rantai polimer terhadapa gaya luar yang diberikan Van,
1991. Untuk melakukan pengujian sifat mekanik diperlukan tipe spesimen yang tepat agar didapatkan nilai sifat mekanis yang terbaik. Tipe-tipe spesimen
dikategorikan menjadi lima dan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel
8. Tipe spesimen untuk pengujian sifat mekanik
Spesimen “Rigidity Case”
Keterangan Ketebalan
Tipe I Rigid
Spesimen yang telah ditentukan. 7 mm 0,28 in
Tipe II Rigid
Digunakan apabila spesimen dengan tipe I tidak didapatkan nilanya.
7 mm 0,28 in
Tipe III RigidNonrigid
- 7 mm 0,28 in
14 mm 0,55 in
Tipe IV RigidNonrigid
Digunakan untuk membandingkan antara material dengan perbedaan
kekakuan. Secara umum sama dengan spesimen untuk uji pada ASTM D412.
4 mm 0,16 in
Tipe V Rigid
Digunakan ketika jumlah material yang terbatas untuk uji yang
berhubungan dengan lingkungan. 4 mm 0,16 in
Sumber: Anonim, 2001 Kekuatan tarik merupakan salah satu sifat mekanik dari bahan. Kekuatan tarik
menggambarkan ketegangan maksimum spesimen untuk menahan gaya yang diberikan Billmeyer, 1984. Hal tersebut didukung dengan pernyataan dari Stevens
2007, kuat tarik sebagai ukuran besarnya beban atau gaya yang dapat ditahan sebelum suatu contoh rusak atau putus. Kekuatan tarik diukur dengan menarik
polimer pada dimensi yang seragam. Tegangan tarik σ adalah gaya yang diaplikasikan F dibagi dengan luas penampang A, sedangkan perpanjangan tarik
ε, elongation adalah perubahan panjang contoh yang dihasilkan oleh ukuran tertentu panjang spesimen akibat gaya yang diberikan Billmeyer, 1984.
Karakterisasi sifat mekanik ini mengacu kepada ASTM D-638 mengenai kekuatan tarik dari suatu bahan contoh. Uji tarik ini dipengaruhi oleh perpanjangan
22
dari spesimen dan pengukuran dari spesimen yang diuji. Dengan adanya dimensi spesimen, berat, dan defleksi makan didapatkan kurva stress-strain dimana sifat
mekanik dari spesimen akan diketahui pula Anonim, 2001.
a b
Gambar 4. a Kurva tegangan-regangan plastik dan b kurva tegangan- regangan untuk bahan plastik yang getas Anonim, 2001
Berdasarkan Gambar 4 yang memperlihatkan kurva tegangan regangan pada suatu bahan polimer. Pada kurva tegangan-regangan Gambar 4a, elastisitas akan
terus meningkat dari titik nol hingga mencapai suatu titik hingga plastik mengalami deformasi. Sebelum mencapai titik deformasi tersebut, plastik masih mempunyai
kemampuan untuk kembali kebentuk asalnya, akan tetapi apabila telah mencapai titik deformasi, maka plastik tersebut telah mencapai kondisi yield maksimum
perpanjangan hingga pada akhirnya plastik akan patah pada titik break. Titik awal dimulainya grafik elastisitas hingga mencapai titik break dinamakan sebagai
perpanjangan pada patah. Gambar 4b menunjukkan grafik tegangan-regangan untuk bahan plastik yang bersifat getas. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa pada saat
elastisitas terjadi hingga pada titik deformasi, pada saat itu juga plastik tersebut mencapai titik break. Hal tersebut membuktikan bahwa plastik tersebut mempunyai
nilai perpanjangan yang kecil.
deformasi Titik break
23
I.2. Uji morfologi dengan menggunakan SEM scanning electrone microscope Teknik SEM pada hakekatnya merupakan analisis dan pemeriksaan
permukaan bahan. SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesime secara makroskopik Sutiani, 1997.
Data yang dihasilkan adalah data dari permukaan atau lapisan bahan yang memiliki ketebalan sekitar 20µm dari permukaan. Gambar yang dihasilkan
merupakan gambar topografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar topografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang
dipancarkan oleh spesimenbahan. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor kemudian diteruskan ke monitor. Selanjutnya monitor akan
menghasilkan gambar khas yang menggambarkan permukaan bahan Sutiani, 1997. I.3. Uji biodegradabilitas
Biodegradasi adalah
penurunan sifat-sifat
dikarenakan oleh
aksi mikroorganisme alam seperti bakteri dan fungi. Biasanya disebabkan adanya
serangan kimia oleh enzim yang dihasilkan oleh organisme sehingga dapat menyebabkan pemutusan rantai polimer Alger, 1990.
Di dalam tanah terdapat berbaai macam komponen organik maupun komponen anorganik dan juga terdapat mikroorgaisme. Mikroorganisme mempunyai
peranan penting dalam penguraian semua material organik termasuk biopolimer. Mikroorganisme yang mempunyai peranan dalam perombakan bahan-bahan organik
kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana antara lain bakteri, fungi, dan aktinomisetes Schnabel, 1981.
Pengujian bidegradasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan metode penguburan tanah dan degradasi mikrobial dengan mikroorganisme. Biodegradasi
dalam lingkungan dapat dideskripsikan dengan persamaan kimia seperti berikut Mark, 1985:
Polimer + O
2
CO
2
+ H
2
O + biomassa + residu
I.4. Sifat termal
Analisis termal mengacu kepada metode kerja ASTM D-3418 dimana menyediakan metode untuk mengukur transisi dari morfologi atau perubahan kimia
dalam suatu polimer pada saat dipanaskan atau didinginkan melalui perubahan suhu
24
yang spesifik. Perubahan dalam kapasitas panas, aliran panas, dan suhu menentukan transisi tersebut. Differential Scanning Calorimetry DSC digunakan untuk
membantu mengidentifikasikan polimer tertentu yang spesifik, polimer alloys, dan polimer yang telah diberi aditif tertentu yang ketiganya mempunyai transisi termal.
Reaksi kimia yang disebabkan oleh transisi tertentu telah diukur dengan teknik utama ini, seperti reaksi oksidasi, resin thermosetting yang dibaharukan, dan termal
dekomposisi. Metode ini dapat diaplikasikan pada polimer dalam bentuk granula atau bentuk lainnya dimana dapat dilakukan preparasi pemotongan pada spesimen
tersebut.
25
III. METODOLOGI PENELITIAN