Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Intellectual Capital Perusahaan Manufaktur di Indonesia

(1)

SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA INTELLECTUAL CAPITAL PERUSAHAAN

MANUFAKTUR DI INDONESIA

OLEH

MOHD. RIZKY PERDANA DAMANIK 110521141

PROGRAM STUDI STRATA 1 MANAJEMEN EKSTENSI DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA

INTELLECTUAL CAPITAL PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI INDONESIA

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kinerja keuangan perusahaan, umur perusahaan, ukuran perusahaan terhadap kinerja intellectual capital pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Penelitian ini menggunakan 36 sampel perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan perusahaan manufaktur pada website www.idx.co.id periode tahun 2010-2013 sehingga jumlah observasi adalah 144 yang diperoleh dari (perkalian jumlah perusahaan manufaktur dengan periode tahun pengamatan). Metode pengumpulan data adalah metode dokumentasi (documentary method) dengan teknik analisis data yaitu: teknik analisis regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Secara simultan, , Return on Assets (ROA), Earning per Share (EPS) Employee Productivity, Umur Perusahaan dan Ukuran Perusahaan berpengaruh signifikan terhadap Kinerja

Intellectual Capital pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. 2) Secara parsial, Return on Assets (ROA) dan Earning per Share berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Kinerja Intellectual Capital pada perusahaan manufaktur di Indonesia, sedangkan Umur dan Ukuran Perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Intellectual Capital pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.

Kata Kunci: Return on Assets (ROA), Earning per Share (EPS) Employee Productivity, Umur Perusahaan Ukuran Perusahaan dan Kinerja


(3)

ABSTRACT

FACTORS THAT INFLUENCE THE PERFORMANCE OF INTELLECTUAL CAPITAL IN MANUFACTURING

COMPANIES IN INDONESIA

The purpose of this study was to determine and analyze the effect of the firm financial performance, firm Age and firm Size on the performace of Intellectual Capital in Indonesia.

This study used a sample of 36 manufacturing companies in Indonesia Stock Exchange. This study used secondary data from the financial statements of manufacturing companieson the website www.idx.co.id year period 2010-2013 so that the number of observations is 144 obtained from (multiplying the number of manufacturing companies with the period of observation). Methods of data collection are documentary data (documentary method) with data analysis techniques, namely: multiple linear regression analysis techniques.

The results showed that: 1) Simultaneously, Return on Assets (ROA), Earning per Share (EPS) Employee Productivity, Firm Size and Firm Age significantly effect on Intellectual Capital in Manufacturing Companies in Indonesia 2) Partially, Return on Assets (ROA) and Earning per Share positive and not significant effect on Intellectual Capital in manufacturing companies in Indonesia, while Firm Size and Firm Age impact positive and significant on performance of Intellectual Capital in manufacturing companies in Indonesia. Keywords: Return on Assets (ROA), Earning per Share (EPS) Employee

Productivity, Firm Size and Firm Age Intellectual Capital performance


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas ridho dan berkah-Nya, penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Intellectual Capital Perusahaan Manufaktur di Indonesia”.

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Strata-1 pada Universitas Sumatera Utara dan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi jurusan Manajemen.

Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi, dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua tersayang, Ayahanda Doni Alfian Damanik dan Ibunda Rahmadalena atas doa, kasih sayang, dan semangat yang diberikan kepada penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac, Ak, C., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, S.E, ME., selaku Ketua Departemen S1 Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Marhayanie, M.Si., selaku Sekretaris Departemen S1 Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si., selaku Ketua Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dra. Friska Sipayung, M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Dr. Isfenti Sadalia, S.E, ME., selaku Dosen Pembimbing atas ketulusan hati dan kesabarannya dalam membimbing, mendukung dan mengarahkan penulis.


(5)

memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini. 8. Seluruh Dosen M a n a j e m e n , s t a f , d a n p e g a w a i F a k u l t a s

E k o n o m i Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik, memberikan bimbingan, saran, dan informasi selama perkuliahan dan dalam penulisan skripsi ini.

9. Teman-teman seperjuangan di jurusan Manajemen Ekstensi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, atas bantuan saran dan kerja sama, motivasi, penghiburan, dan perhatian selama ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun dari berbagai pihak agar penulisan skripsi ini dapat lebih baik lagi. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi karya tulis yang memberikan dampak positif kepada semua pihak.

Medan, Januari 2015


(6)

ABSTRACT

FACTORS THAT INFLUENCE THE PERFORMANCE OF INTELLECTUAL CAPITAL IN MANUFACTURING

COMPANIES IN INDONESIA

The purpose of this study was to determine and analyze the effect of the firm financial performance, firm Age and firm Size on the performace of Intellectual Capital in Indonesia.

This study used a sample of 36 manufacturing companies in Indonesia Stock Exchange. This study used secondary data from the financial statements of manufacturing companieson the website www.idx.co.id year period 2010-2013 so that the number of observations is 144 obtained from (multiplying the number of manufacturing companies with the period of observation). Methods of data collection are documentary data (documentary method) with data analysis techniques, namely: multiple linear regression analysis techniques.

The results showed that: 1) Simultaneously, Return on Assets (ROA), Earning per Share (EPS) Employee Productivity, Firm Size and Firm Age significantly effect on Intellectual Capital in Manufacturing Companies in Indonesia 2) Partially, Return on Assets (ROA) and Earning per Share positive and not significant effect on Intellectual Capital in manufacturing companies in Indonesia, while Firm Size and Firm Age impact positive and significant on performance of Intellectual Capital in manufacturing companies in Indonesia. Keywords: Return on Assets (ROA), Earning per Share (EPS) Employee

Productivity, Firm Size and Firm Age Intellectual Capital performance


(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persaingan yang ketat, globalisasi dan inovasi yang secara terus menerus mengalami perkembangan pada saat ini memaksa perusahaan-perusahaan untuk mengubah cara dan strategi mereka dalam menjalankan bisnisnya yang didasarkan pada tenaga kerja (labor-based business) menuju bisnis yang berdasarkan pengetahuan (knowledge-based business) dengan karakteristik utama ilmu pengetahuan. Seiring dengan perubahan ekonomi yang memiliki karakteristik ekonomi yang berbasis ilmu pengetahuan, maka kemakmuran suatu perusahaan akan bergantung kepada suatu penciptaan transformasi dan kapitalisasi dari pengetahuan itu sendiri. Fenomena globalisasi yang terjadi saat ini menghasilkan sebuah perubahan paradigma yang sangat signifikan dari yang semula physical capital menjadi sebuah paradigma baru yaitu intellectual capital (Suhendah, 2012).

Dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka akan dapat diperoleh suatu cara dalam menggunakan sumber daya lainnya secara efisien dan ekonomis yang nantinya akan memberikan keunggulan bersaing. Salah satu area yang menarik perhatian baik akademisi maupun praktisi adalah pengungkapan

intellectual capital sebagai salah satu instrument untuk menentukan nilai perusahaan.


(8)

Selama beberapa dekade ini, telah terjadi sebuah realisasi pertumbuhan secara cepat yang menyadari arti penting dari intangible assets (asset tak berwujud) dan intellectual capital (modal intelektual) sebagai bagian dari operasi perusahaan (Pike, Rylander, dan Roos, 2001). Intellectual Capital sekarang ini dianggap sebagai faktor kesuksesan bagi suatu organisasi dan karenanya akan semakin menjadi perhatian dalam kajian strategi organisasi dan strategi pembangunan. Pengungkapan intellectual capital merupakan suatu cara yang penting untuk menunjukkan sifat alami dari nilai tak berwujud yang dimiliki oleh perusahaan. Selain itu Intellectual Capital sering kali menjadi faktor penentu utama perolehan laba suatu perusahaan dan dianggap sebagai suatu kekuatan dalam mencapai kesuksesan dalam dunia bisnis. Oleh karena itu, penting untuk menilai kinerja Intellectual Capital dari suatu perusahaan dan juga meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja intellectual capital karena dalam jangka panjang hal ini akan memberikan kontribusi pada keunggulan kompetitif perusahaan (Saleh et al., 2008).

Salah satu faktor yang mempengaruhi variasi kinerja intellectual capital

yang digunakandalam penelitian ini adalah kinerja keuangan perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan merupakan salah satu faktor penting yang harus diukur untuk menilai kinerja intellectual capital perusahaan. Hal ini telah dibuktikan oleh Firer dan Williams (2003) yang menyatakan bahwa kinerja intellectual capital

berhubungan dengan kinerja perusahaan, semakin baik kinerja perusahaan maka semakin baik pula kinerja intellectual capitalnya. Dalam penelitian ini digunakan metode pengukuran dengan mengukur rasio earnings per share (EPS), return on


(9)

assets (ROA) dan employee productivity (EP). Rasio-rasio tersebut digunakan dalam penelitian ini karena dianggap telah mampu menilai kinerja keuangan perusahaan dalam memanfaatkan aspek kinerja intellectual capital dalam perusahaan yaitu sumber daya manusia dan organisasi.

Disamping faktor kinerja keuangan perusahaan, dalam penelitian ini faktor lain yang mempengaruhi variasi kinerja intellectual capital adalah faktor umur perusahaan dan ukuran perusahaan yang merujuk pada penelitian Sonnier dan Carson (2009) tentang pengaruh ukuran dan umur perusahaan dalam pengungkapan intellectual capital yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Purnomosidhi (2006) menyatakan ukuran perusahaan digunakan sebagai variabel independen dengan asumsi bahwa perusahaan yang lebih besar melakukan aktivitas yang lebih banyak dan biasanya memiliki banyak unit usaha dan memiliki potensi penciptaan nilai jangka panjang.

Faktor umur perusahaan digunakan dalam penelitian ini karena dengan mengetahui umur perusahaan, maka akan diketahui pula sejauh mana perusahaan dapat survive dan mengetahui keinginan perusahaan untuk selalu tetap menjaga reputasi perusahaan di mata publik. Semakin panjang umur perusahaan akan memberikan kinerja intellectual capital yang lebih banyak pula.

Alasan penelitian ini dilakukan di Indonesia antara lain pertama: Pemerintah Indonesia sedang gencar mengembangkan ekonomi kreatif dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa. Kedua: posisi daya saing Indonesia tergolong rendah, karena rendahnya kualitas SDM (modal manusia), berbeda dengan Negara Inggris memiliki SDM berkualitas tinggi.


(10)

Ketiga: rmodal intelektual merupakan pengetahuan dan pengalaman yang digunakan oleh karyawan terlatih untuk memperolehdaya saing bagi perusahaan, maka faktor-faktor penentu kinerja modal intelektual merupakanfaktor yang penting untuk diteliti di Indonesia. Karena itu perlu dilakukan pengujian kembali faktor-faktor penentu kinerja modal intelektual di Indonesia apakah hasil penelitian tersebutkonsisten khususnya pada semua perusahaan industri perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Perusahaan manufaktur di Indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia terbagi menjadi 3 kategori, yaitu : sektor industri dasar dan kimia, sektor aneka industri dan sektor barang konsumsi. Pada perusahaan manufaktur yang tergolong dalam ukuran perusahaan besar, upaya mencari, mendapatkan, mengembangkan, memanfaatkan, mempertahankan, serta mengungkapkan sumber daya – sumber daya strategis akan semakin maksimal. Hal tersebut dikarenakan adanya ketersediaan modal yang dimiliki oleh perusahaan besar dalam memberikan insentif atau bonus untuk meningkatkan kinerja sumber daya perusahaan (Abdolmohammadi,2005). Sedangkan pada perusahaan manufaktur yang tergolong dalam ukuran perusahaan kecil, pemanfaatan sumber daya – sumber daya strategis masih minim. Hal tersebut dikarenakan adanya keterbatasan modal dalam upaya memperoleh, mengembangkan, memanfaatkan serta mengungkapkan intellectual capital. Untuk mengetahui fenomena kinerja intellectual capital dapat ditinjau dari perkembangan dari total asset, total revenues dan net income perusahaan. Maka dari itu bentuk fenomena tentang kinerja intellectual capital dari sisi total asset tampak pada tabel berikut ini :


(11)

Tabel 1.1

Rata-Rata Total Assets pada Beberapa Perusahaan Manufaktur periode 2010-2013

Sektor

Manufaktur No.

Kode Emiten

Total Assets (Jutaan Rupiah)

Rata-rata

2010 2011 2012 2013

Dasar dan Kimia

1 TKIM 20,916,531 23,294,758 26,296,212 30,746,486 25,313,497 2 KRAS 17,584,059 21,511,562 24,774,027 29,196,514 23,266,541 3 INTP 15,346,146 18,151,331 22,755,160 26,607,241 20,714,970 Aneka

Industri

1 ASII 112,857,000 153,521,000 182,274,000 213,994,000 165,661,500 2 IMAS 7,985,020 12,913,942 17,577,664 20,672,764 14,787,348 3 GJTL 10,371,561 11,554,143 12,869,793 14,541,587 12,334,271 Industri

Barang Konsumsi

1 INDF 47,275,955 53,585,933 59,324,207 78,092,789 59,569,721 2 GGRM 30,741,679 39,088,705 41,509,325 50,770,251 40,527,490 3 HMSP 20,525,123 19,376,343 26,247,527 26,533,336 23,170,582 Sumber : Data diolah (2014)

Pada data Tabel 1.1 menunjukkan bahwa di beberapa perusahaan manufaktur memiliki perbedaan rata-rata total assets pada setiap sektor manufaktur. Rata-rata total assets perusahaan senantiasa mengalami peningkatan yang menandakan intellectual capital perusahaan dapat mempengaruhi daya tahan dan keunggulan bersaing pada nilai pasar perusahaan. setiap periodenya mulai dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013. Rata-rata total assets tertinggi yaitu terdapat pada sektor aneka industri dengan rata-rata total assets sebesar Rp. 165,661,500,000,000 dimiliki oleh PT Astra International Tbk. Dan rata-rata total assets terendah juga terdapat pada sektor aneka industri dengan rata-rata total assets sebesar Rp. 12,334,271,000,000 dimiliki oleh PT Gajah Tunggal Tbk. Dari sisi total revenues fenomena kinerja intellectual capital tampak pada tabel berikut ini :


(12)

Tabel 1.2

Rata-Rata Total Revenues pada Beberapa Perusahaan Manufaktur Terbesar periode 2010-2013

Sektor

Manufaktur No.

Kode Emiten

Total Revenues (Jutaan Rupiah)

Rata-rata

2010 2011 2012 2013

Dasar dan Kimia

1 TKIM 12,019,441 12,502,414 12,780,268 10,898,313 12,050,109 2 KRAS 14,856,156 17,915,382 22,119,593 25,576,177 20,116,827 3 INTP 11,137,805 13,887,892 17,290,337 18,691,286 15,251,830 Aneka

Industri

1 ASII 129,991,000 162,564,000 188,053,000 193,880,000 168,622,000 2 IMAS 10,935,335 15,776,580 19,780,838 15,652,148 15,536,225 3 GJTL 9,853,904 11,841,396 12,578,596 9,108,891 10,845,697 Industri

Barang Konsumsi

1 INDF 38,403,360 45,332,256 50,059,427 57,731,998 47,881,760 2 GGRM 37,691,997 41,884,352 49,028,696 55,436,954 46,010,500 3 HMSP 43,381,658 52,856,708 66,626,123 36,199,035 49,765,881 Sumber : Data diolah (2014)

Tabel 1.2 rata-rata total revenues perusahaan cenderung mengalami peningkatan sehingga dianggap memberikan nilai tambah bagi perusahaan manufaktur. Hal ini akan mendorong semakin baiknya kinerja intellectual capital. Rata-rata total revenues terbesar dihasilkan oleh perusahaan PT Astra International Tbk. yaitu sebesar Rp. 168,622,000,000,000 dan rata-rata total

revenues terendah dihasilkan oleh perusahaan PT Gajah Tunggal Tbk. yaitu sebesar Rp. 10,845,697,000,000.

Dari sisi total revenues fenomena kinerja intellectual capital tampak pada tabel berikut ini :

Tabel 1.3

Rata-Rata Net Income pada Beberapa Perusahaan Manufaktur Terbesar periode 2010-2013

Sektor

Manufaktur No

Kode Emiten

Net Income (Jutaan Rupiah)

Rata-rata

2010 2011 2012 2013

Dasar dan

1 TKIM 418,123 460,901 336,680 197,967 353,418 2 KRAS 1,060,867 260,547 -189,145 -166,872 241,349


(13)

Sektor

Manufaktur No

Kode

Emiten 2010 2011 2012 2013 Rata-rata

Aneka Industri

1 ASII 17,004,000 21,077,000 22,742,000 22,297,000 20,780,000 2 IMAS 546,638 970,891 899,091 656,179 768,200 3 GJTL 830,624 683,629 1,132,247 205,640 713,035 Industri

Barang Konsumsi

1 INDF 3,934,808 4,891,673 4,779,446 3,416,635 4,255,641 2 GGRM 4,214,789 4,958,102 4,068,711 4,383,932 4,406,384 3 HMSP 6,422,748 8,064,426 9,945,296 5,008,682 7,360,288 Sumber : Data diolah (2014)

Tabel 1.3 menunjukkan bahwa rata-rata net income yang dihasilkan oleh beberapa perusahaan manufaktur terbesar memiliki nilai yang berbeda. Hal ini menandakan adanya keberagaman pengaruh kinerja intellectual capital pada setiap perusahaan manufaktur. Pada periode 2012 dan 2013 PT Krakatau Steel Tbk. menderita kerugian sebesar Rp. 189,145,000,000 dan Rp. 166,872,000,000. Rata-rata net income terbesar terdapat pada sektor aneka industri yaitu pada PT Astra International Tbk. dengan rata-rata net income sebesar Rp. 20,780,000,000,000. Sedangkan rata-rata net income terendah terdapat pada sektor dasar dan kimia yaitu pada PT Krakatau Steel Tbk. dengan rata-rata net income

sebesar Rp. 241,349,000,000.

Berdasarkan ketiga tabel dapat diperoleh adanya kemungkinan pengaruh

total asset, total revenue dan net income terhadap kinerja intellectual capital . Sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul

“FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA

INTELLECTUAL CAPITAL PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI

INDONESIA”.


(14)

Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

“Apakah kinerja keuangan perusahaan yang diproksikan dengan Return on Asset, Earning per Share, Employee Productivity , Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap kinerja Intellectual Capital pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kinerja keuangan perusahaan, umur perusahaan, ukuran perusahaan terhadap kinerja intellectual capital pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan konstribusi sebagai berikut :

1. Bagi Perusahaan

Memberikan informasi sebagai dasar pengambilan keputusan dalam menetapkan strategi perusahaan ke depan dalam hubungannya dengan meningkatkan kinerja intellectual capital.


(15)

Untuk memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja intellectual capital perusahaan. Selain itu juga untuk mengetahui kinerja intellectual capital perusahaan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam keputusan melakukan investasi dan keputusan dalam pemberian kredit, serta nantinya dapat digunakan sebagai sarana untuk memonitor kinerja perusahaan.

3. Bagi Peneliti

Sebagai bahan pembelajaran untuk menambah pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja intellectual capital perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai referensi untuk memberikan perbandingan dalam kegiatan penelitian selanjutnya yang sejenis di masa akan datang.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resources-Based Theory

Resources-Based Theory dipelopori oleh Penrose (1959) yang mengemukakan bahwa sumber daya perusahaan bersifat heterogen, tidak homogen, dan jasa produkstif yang berasal dari sumber daya perusahaan yang memberikan karakter unik bagi tiap-tiap perusahaan. Dalam Resources-Based Theory, sumber daya dapat secara umum didefinisikan untuk memasukkan aset, proses organisasi, atribut perusahaan, informasi, atau pengetahuan yang dikendalikan oleh perusahaan yang dapat digunakan untuk memahami dan menerapkan strategi mereka (Daft , 1983).

Sumber daya harus memenuhi kriteria-kriteria tersebut di bawah ini agar dapat memberikan keunggulan kompetitif dan kinerja yang berkelanjutan, yaitu :

1. Sumber daya yang unik secara fisik.

2. Sumber daya yang memerlukan waktu lama dan biaya yang besar untuk memperolehnya.

3. Sumber daya unik yang sulit dimiliki dan dimanfaatkan oleh pesaing. 4. Sumber daya yang memerlukan investasi modal yang besar untuk

mendapatkannya serta membangun kapasitas produksi dalam skala ekonomis

Melalui penjelasan tersebut menurut resources-based theory, intellectual capital memenuhi kriteria-kriteria sebagai sumber daya unik yang mampu


(17)

menciptakan keunggulan kompetitif perusahaan sehingga dapat menciptakan

value added bagi perusahaan. Perusahaan menyadari bahwa penting untuk mengelola intellectual capital yang dimiliki. Apabila perusahaan dapat memaksimalkan sumber daya yang dimiliki, maka perusahaan tersebut akan memiliki suatu value added yang dapat memberikan suatu karateristik tersendiri. Oleh karena itu dengan adanya karateristik yang dimiliki, perusahaan mampu mencapai keunggulan kompetitif yang nantinya hanya dimiliki oleh perusahaan itu sendiri. Dan perusahaan pastinya akan mendapatkan nilai tambah yang berupa peningkatan kinerja perusahaan.

2.2 Kinerja Keuangan Perusahaan

Kinerja perusahaan dapat diukur dengan menggunakan dua dasar elemen, yaitu elemen keuangan maupun elemen non-keuangan. Pengukuran kinerja keuangan dapat menggunakan banyak metode pengukuran, di antaranya adalah

market to book value (MtBV), return on assets (ROA), return on equity (ROE),

employee productivity (EP), earnings per share (EPS), annual stock return (ASR) (Jogiyanto, 2008). Pada penelitian ini kinerja keuangan perusahaan diukur menggunakan return on assets (ROA), earnings per share (EPS) dan employee productivity (EP). Penggunaan rasio tersebut dalam penelitian ini dianggap telah mampu menilai kinerja keuangan perusahaan dalam memanfaatkan aspek kinerja


(18)

2.2.1 Return on Asset (ROA)

Return on assets (ROA) yaitu indikator kemampuan sebuah unit usaha untuk memperoleh laba atas sejumlah aset yang dimiliki oleh unit usaha tersebut. ROA dapat diperoleh dengan cara menghitung rasio antara laba setelah pajak dengan total aktiva (Net Income dibagi Total Assets). (Munawir, 2002). Rasio ROA ini sering dipakai manajemen untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan dan menilai kinerja operasional dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki perusahaan, disamping perlu mempertimbangkan masalah pembiayaan terhadap aktiva tersebut. Nilai ROA yang semakin mendekati 1, berarti semakin baik profitabilitas perusahaan karena setiap aktiva yang ada dapat menghasilkan laba. Dengan kata lain semakin tinggi nilai ROA maka semakin baik kinerja keuangan perusahaan tersebut (Munawir, 2002).

2.2.2 Earning Per Share (EPS)

Menurut Tandelilin (2001: 241), “komponen penting pertama yang harus diperhatikan dalam analisis perusahaan adalah laba per lembar saham atau yang lebih dikenal sebagai Earning Per Share (EPS)”. Bagi para investor, informasi

earning per share merupakan informasi yang dianggap paling mendasar dan berguna, karena dapat menggambarkan prospek earning perusahaan di masa depan (Tandelilin, 2001: 233). Oleh karena itu, informasi earning per share suatu perusahaan menunjukkan besarnya rupiah dari keuntungan perusahaan yang siap dibagikan bagi semua pemegang saham perusahaan.


(19)

EPS = Laba Bersih

Jumlah Saham yang Beredar

Semakin besar nilai EPS menunjukkan perusahaan mampu memberikan laba yang lebih tinggi bagi investor.

2.2.3 Employee Productivity (EP)

Bambang Kusriyanto (1993) memberikan pendapatnya bahwa produktivitas merupakan nisbah atau rasio antara hasil kegiatan (output) dan segala pengorbanan (biaya) untuk mewujudkan hasil tersebut (input). Employee productivity (EP) merupakan pengukuran untuk nilai tambah bersih per karyawan, yang merefleksikan produktivitas karyawan. EP merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai oleh perusahaan dengan jumlah tenaga kerja perusahaan.

2.3 Umur Perusahaan

Umur perusahaan digunakan untuk mengukur pengaruh lamanya perusahaan beroperasi terhadap kinerja perusahaan. Umur perusahaan menunjukkan perusahaan tetap eksis, mampu bersaing dan memanfaatkan peluang bisnis dalam suatu perekonomian. Dengan mengetahui umur perusahaan, maka akan diketahui pula sejauh mana perusahaan tersebut dapat survive.

Selama ini penelitian tentang intellectual capital yang menggunakan umur perusahaan hanya yang berhubungan dengan pengungkapan informasi intellectual capital dalam laporan tahunan perusahaan. Ulum (2009) menunjukkan bahwa umur perusahaan memiliki hubungan yang positif dengan pengungkapan


(20)

Alasan yang mendasari memasukkan umur perusahaan ini adalah bahwa semakin tua umur perusahaan, maka memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam pengelolaan dan pemeliharaan intellectual capital akan menjadi lebih optimal dan dengan sendirinya dapat meningkatkan kinerja intellectual capital

tersebut. Sehingga selain kinerja yang meningkat nilai reputasi perusahaan pun akan semakin tinggi pula.

2.4 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan mencerminkan besar kecilnya perusahaan yang tampak dalam nilai total aset perusahaan pada neraca akhir tahun (Sujoko dan Soebiantoro, 2007). Semakin besar total aset maka semakin besar pula ukuran suatu perusahaan. Perusahaan besar dengan jumlah aset yang besar memiliki dana lebih banyak untuk diinvestasikan dalam intellectual capital. Ketersediaan dana dalam jumlah yang besar akan membuat pengelolaan dan pemeliharaan

intellectual capital menjadi semakin optimal dan akan menghasilkan kinerja

intellectual capital yang lebih tinggi. Aset menunjukkan aktiva yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan (Sujoko dan Soebiantoro, 2007).

2.5 Intellectual Capital

Intellectual capital pada umumnya didefinisikan sebagai perbedaan antara nilai pasar perusahaan dan nilai buku dari aset perusahaan tersebut atau dari

financial capitalnya. Hal ini berdasarkan observasi bahwa sejak akhir 1980-an, nilai pasar dari bisnis kebanyakan dan secara khusus adalah bisnis yang berdasarkan pengetahuan keuangan telah menjadi lebih besar dari nilai yang


(21)

dilaporkan dalam laporan keuangan berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh akuntan (Roslender dan Fincham, 2004).

Stewart (1994) mendefinisikan intellectual capital sebagai berikut:

“The sum of everything everybody in your company knows that gives you a competitive edge in the market place. It is intellectual material – knowledge, information, intellectual property, experience – that can be put to use to create wealth”.

Pulic (2001) mendefinisikan intellectual capital sebagai seluruh karyawan, perusahaan dan kemampuan mereka untuk menciptakan nilai tambah bagi perusahaan. Sedangkan menurut Heng (2006) mengartikan intellectual capital

sebagai suatu aset pengetahuan di dalam perusahaan yang menjadi basis kompetisi inti perusahaan yang dapat mempengaruhi daya tahan dan keunggulan bersaing.

Walaupun sampai sekarang belum ada definisi umum mengenai pengertian

intellectual capital, kebanyakan definisi menangkap arti yang sama bahwa

intellectual capital dianggap sebagai jumlah dari apa yang dihasilkan oleh tiga elemen utama organisasi (human capital, structural capital, customer capital) yang berkaitan dengan pengetahuan dan teknologi yang dapat memberikan nilai lebih (tambah) bagi perusahaan berupa keunggulan bersaing organisasi (Sawarjuwono dan Kadir, 2003).

2.6 Pengukuran Intellectual Capital

Ada banyak konsep pengukuran intellectual capital yang dikembangkan oleh para peneliti saat ini, jika ditelaah lebih jauh maka metode yang dikembangkan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam 2 kelompok, yaitu : pengukuran non monetary (non financial) dan pengukuran monetary (financial). Saat ini cukup banyak perusahaan yang menggunakan ukuran financial dalam


(22)

menilai kinerja perusahaan (Knight 1999). Sementara itu Thornburg (1994) mengutip pendapat Edvinsson menyatakan bahwa:

“Non financial measures that help a company determine direction and predict success might include the number of costumers the company has, the number of ideas customer bring to the company and how they are developed, the number of software packages compared to the number of employees, how many people are tied into the internet system, how much networking is done between customers and employees, and similar measures that show the relationship between human, customer and structural capital.

Banyak peneliti luar negeri yang telah melakukan penelitian dalam pengukuran intellectual capital, baik secara literatur maupun penerapan langsung pada perusahaan. Diawali tahun 1992, Arthur Andersen melaksanakan riset terhadap penilaian aset tidak berwujud. Survey dilakukan pada sejumlah perusahaan di Inggris. Dari hasil survey tersebut Andersen memberikan beberapa metode yang dapat digunakan untuk menilai aktiva tidak berwujud perusahaan (Partanen 1998), yaitu:

1. Market Based, yang meliputi nilai pasar yang dapat disamakan.

2. Economic Based, meliputi net cash flow/earnings, kontribusi brand, metode royalti.

3. Hybrid Based Model, meliputi pendekatan aset dan premium (PE). Menurut Luthy (2000) metode pengukuran intellectual capital dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok besar, yaitu: metode yang dilakukan dengan component by component evaluation dan metode pengukuran yang dilakukan dengan mengukur nilai intellectual assets dalam istilah keuangan pada


(23)

tingkatan organisasi tanpa mengacu pada komponen–komponen individual

intellectual capital.

2.7 Metode VAICTM

VAICTM merupakan metode yang dikembangkan oleh Pulic (1998), didesain untuk menyajikan informasi mengenai value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible asset) yang dimiliki perusahaan. Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added (VA). VA adalah indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value creation) (Pulic, 1998). VA dihitung sebagai selisih antara output dan input (Pulic, 1998). VA secara teknik merupakan penjumlahan

retained profit, interest expense, salaries and wages, depreciation, dividend, minority share, dan tax untuk pemerintah. Oleh karena itu, VA didefinisikan sebagai peningkatan pada nilai bersih perusahaan dikarenakan kegiatan operasi perusahaan.

Komponen utama dari VAICTM yang dikembangkan Pulic (1998) tersebut

dapat dilihat dari sumber daya perusahaan, yaitu physical capital (VACA – Value Added Capital Employed), human capital (VAHU – Value Added Human Capital), dan structural capital (STVA – Structural Capital Value Added). VAICTM juga dikenal sebagai Value Creation Efficiency Analysis, dimana

merupakan sebuah indikator yang dapat digunakan dalam menghitung efisiensi nilai yang dihasilkan dari perusahaan yang didapat dengan menggabungkan CEE


(24)

(Capital Employed Efficiency), HCE (Human Capital Efficiency), dan SCE (Structure Capital Efficiency) (Pulic, 1998).

2.7.1 Value Added Capital Employed (VACA)

VACA adalah indikator atau nilai tambah yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. VACA adalah perbandingan antara value added (VA) dengan model fisik yang bekerja (Capital Employed/CA). Capital employed ini menunjukkan hubungan harmonis yang dimiliki perusahaan dengan mitranya, baik yang berasal dari pemasok yang andal dan berkualitas, pelanggan yang loyal dan merasa puas dengan pelayanan perusahaan yang bersangkutan, serta hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun dengan masyarakat sekitar (Belkaoui, 2003). Dalam proses penciptaan nilai intelektual potensial yang direpresentasikan dalam biaya karyawan tidak dihitung sebagai biaya (input) (Tan

et al., 2007).

Pulic (1998) mengasumsikan bahwa jika satu unit CA menghasilkan

return yang lebih besar pada sebuah perusahaan, maka perusahaan tersebut mampu memanfaatkan CA dengan lebih baik. Jadi pemanfaatan lebih CA adalah bagian dari intellectual capital perusahaan. Ketika membandingkan lebih dari sebuah kelompok perusahaan. VACA menjadi sebuah indikator kemampuan intelektual perusahaan dalam memanfaatkan modal fisiknya (Tan et al,. 2007).


(25)

VAHU mengindikasikan seberapa besar value added (VA) yang diciptakan oleh setiap rupiah pengeluaran untuk pegawai (Tan et al., 2007). Stewart (1997) menjelaskan bahwa human capital adalah kemampuan karyawan untuk menciptakan produk yang dapat menjaring konsumen sehingga konsumen tidak akan berpaling pada pesaing. Human capital mempresentasikan kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya manusia dan menganggap manusia atau karyawan sebagai aset strategi perusahaan karena pengetahuan yang mereka miliki. VAHU dihitung dengan membagi value added yang diciptakan perusahaan dengan total salaries dan wages. Perhitungan ini mengasumsikan bahwa HC sebagai suatu investasi daripada sebagai expenses dan aakan diakui sebagai aset pada neraca (Pulic, 2000 dalam Saleh et al., 2008).

Hubungan antara VA dan human capital (HC) mengindikasikan bahwa kemampuan HC adalah menciptakan nilai pada sebuah perusahaan. Pulic (1998) berpendapat bahwa biaya gaji dan upah merupakan indikator bagi HC. Ketika VAHU dibandingkan antar perusahaan, VAHU menjadi sebuah indikator kualitas sumber daya perusahaan. VAHU juga sebagai kemampuan perusahaan menghasilkan nilai tambah untuk setiap rupiah yang dikeluarkan pada HC (Kuryanto dan Syafruddin, 2008).

2.7.3 Structural Capital Value Added (STVA)

STVA menunjukkan kontribusi modal struktural (SC) dalam pembentukan nilai tambah. Salah satu bagian dari structural capital adalah membangun sistem seperti data base yang memungkinkan orang-orang dihubungkan dan belajar satu


(26)

sama lain, sehingga menumbuhkan sinergi karena adanya kemudahan berbagi pengetahuan dan bekerja sama antar individu dalam organisasi. Penciptaan dari

structural capital ini berhubungan dengan pengetahuan atau nilai dari seseorang yang tidak akan begitu saja hilang kalau yang bersangkutan meninggalkan perusahaan karena pengetahuannya telah dirangkum dalam data base, sehingga perusahaan tidak akan kehilangan nilainya.

Dalam model yang dikembangkan Pulic ini, STVA dihitung dengan membagi structural capital (SC) dengan value added (VA). Dalam model Pulic SC diperoleh dari VA dikurangi dengan HC. STVA menunjukkan kontribusi modal struktural dalam penciptaan nilai semakin kecil kontribusi HC dalam penciptaan nilai maka akan semakin besar kontribusi SC (Tan et al., 2007). Pulic (1998) menyatakan terdapat hubungan proposi yang berkebalikan antara HC dan SC.

2.8 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Nama

Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian 1 Steven

Firer (2002) Firm ownership Structure and Intellectual capital disclosure Independen : Intellectual Capital Disclosure (ICD) Dependen : Ownership diffusion, kepemilikan manajemen, kepemilikan pemerintah.

Pelaporan intellectual capital cenderung lebih sedikit pada perusahaan yang kepemilikannya tidak

menyebar. Perusahaan dengan kepemilikan

manajemen yang tinggi lebih sedikit dalam melaporkan


(27)

No. Nama

Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian 2 Sonnier

dan Carson, 2009 An Examination of The Impact of Firm Size and Age on Managerial Disclosure of Intellectual Capital by High-Tech Companies Independen: Ukuran dan umur perusahaan. Dependen : Level pengungkapan intellectual capital

Faktor umur perusahaan memiliki hubungan timbal balik dengan

pengungkapan intellectual capital yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Klasifikasi umur lebih banyak mengungkapkan intellectual capital dibandingkan dengan perusahaan yang berdasarkan klasifikasi ukuran.

3 Ulum, Ghozali dan Chariri, 2008

Intellectual Capital dan Kinerja Keuangan Perusahaan ; Suatu Analisi dengan Pendekatan Partial Least Squares Independen : Intellectual Capital Dependen : Kinerja keuangan (ROE, EPS, dan ASR)

Secara statistik terbukti terdapat pengaruh

intellectual capitalterhadap kinerja keuangan. Secara statistik terdapat pengaruh

intellectual capital (VAIC) terhadap kinerja keuangan perusahaan di masa depan


(28)

No. Nama

Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian 4 Norman

Mohd. Saleh, Mara Ridhuan Che Abdul Rahman, dan Mohamat Sabri Hasan (2008) Pengaruh struktur kepemilikan keluarga, manajemen, pemerintah dan asing terhadap variasi kinerja intellectual capital pada perusahaan yang terdaftar di Bursa MESDAQ Malaysia Independen : Kepemilikan manajerial, keluarga, asing dan pemerintah. Dependen : VAICTM Kontrol : ROA, leverage, ukuran perusahaan. Kepemilikan keluarga memiliki pengaruh yang negatif yang signifikan pada kinerja intellectual capital. Sedangkan kepemilikan manajerial, pemerintah dan asing tidak memiliki pengaruh signifikan pada kinerja

intellectual capital.

5 Sri Layla Wahyu Istanti (2009) Faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan sukarela modal intelektual Independen : Konsentrasi kepemilikan, leverage, komisaris independen, umur perusahaan, dan ukuran perusahaan. Dependen : Pengungkapan Modal Intelektual Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan modal intelektual, sedangkan konsentrasi kepemilikan , leverage, komisaris independen, dan umur perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan modal intelektual


(29)

No. Nama

Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian 6 Gelisha

Dian Kharisma Putri (2011) Pengaruh struktur kepemilikan, umur perusahaan dan ukuran perusahaan terhadap kinerja intellectual capital pada perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI Independen : Struktur kepemilikan, umur perusahaan dan ukuran perusahaan. Dependen: Kinerja Intellectual Capital

Kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap kinerja intellectual capital, sedangkan kepemilikan asing dan ukuran

perusahaan berpengaruh positif yang signifikan

Sumber : Data diolah (2014) 2.9 Kerangka Konseptual

Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah dampak kinerja keuangan perusahaan, ukuran perusahaan dan umur perusahaan terhadap kinerja intellectual capital. Intellectual capital saat ini semakin menjadi aspek penting di dalam keberlangsungan hidup perusahaan. Abidin (2000) menyatakan bahwa jika perusahaan-perusahaan mengacu pada perkembangan yang ada, yaitu manajemen yang berbasis pengetahuan, maka perusahaan-perusahaan di Indonesia akan dapat bersaing dengan menggunakan keuanggulan kompetitif yang diperoleh melalui inovasi-inovasi kreatif yang dihasilkan oleh intellectual capital yang dimiliki oleh perusahaan. Hal ini akan mendorong terciptanya produk-produk yang semakin favourable di mata konsumen. Stewart (1997) mengklasifikasikan


(30)

intellectual capital menjadi tiga bentuk dasar, yaitu modal manusia (human capital), modal struktural (structural capital) dan modal pelanggan (customer capital).

Variabel penelitian yang digunakan adalah ukuran, umur dan kinerja keuangan perusahaan. Variabel independennya yaitu kinerja keuangan perusahaan, ukuran perusahaan dan umur perusahaan. Sedangkan variabel dependennya adalah intellectual capital secara agregat (value added intellectual capital) atau VAIC. Kinerja keuangan perusahaan diukur dengan menggunakan proksi return on assets (ROA), yaitu ukuran profitabilitas perusahaan, earning per shares (EPS) yaitu ukuran pendapatan per lembar saham employee productivity

(EP), yaitu ukuran produktivitas karyawan dalam perusahaan. Intellectual capital diukur dengan model value added intellectual capital secara agregat (VAIC). Adapun komponen VAIC meliputi value added capital employee (VACA), yaitu kalkulasi dari kemampuan mengelola modal perusahaan, value added human capital (VAHU), yaitu kalkulasi dari kemampuan SDM perusahaan, dan

structural capital value added (STVA), yaitu kalkulasi untuk kemampuan organisasi dalam perusahaan.

2.9.1 Pengaruh Return on Assets (ROA) terhadap Kinerja Intellectual Capital

Return on Asset (ROA) merupakan rasio yang biasa digunakan untuk mengukur dan membandingkan kinerja profitabilitas menilai kinerja perusahaan. ROA menunjukan kemampuan manajemen perusahaan dalam mengelola aset yang tersedia untuk mendapatkan net income.


(31)

Rasio ROA ini sering dipakai manajemen untuk mengukur kinerja

keuangan perusahaan dan menilai kinerja operasional dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki perusahaan, disamping perlu mempertimbangkan masalah pembiayaan terhadap aktiva tersebut. Nilai ROA yang semakin mendekati 1, berarti semakin baik profitabilitas perusahaan karena setiap aktiva yang ada dapat menghasilkan laba. Dengan kata lain semakin tinggi nilai ROA maka semakin baik kinerja keuangan perusahaan tersebut.

2.9.2 Pengaruh Earning Per Shares (EPS) terhadap Kinerja Intellectual Capital

Earning per shares menunjukkan besarnya laba yang diperoleh investor dalam penanaman modalnya di suatu perusahaan go public di Bursa Efek Indonesia. Semakin tinggi intellectual capital yang dimanfaatkan oleh perusahaan, maka semakin tinggi pula nilai EPS. Jika EPS suatu perusahaan semakin tinggi, investor akan bersedia menanamkan investasi pada perusahaan tersebut. (Pramestiningrum, 2013)

2.9.3 Pengaruh Employee Productivity (EP) terhadap Kinerja Intellectual Capital

Employee productivity (EP), yaitu ukuran produktivitas karyawan dalam perusahaan. Peningkatan profitabilitas perusahaan juga dapat disebabkan oleh efektifitas kinerja para karyawan perusahaan. Semakin tinggi tingkat produktifitas para karyawan, akan semakin tinggi pula tingkat profit yang diperoleh perusahaan. Penggunaan rasio tersebut dalam penelitian ini dianggap telah mampu


(32)

menilai kinerja keuangan perusahaan dalam memanfaatkan aspek kinerja

intellectual capital dalam perusahaan yaitu sumber daya manusia dan organisasi.

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.8.2 Hipotesis

Berdasarkan kerangka konseptual maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini yaitu Return on Assets (ROA), Earning per Shares (EPS), Employee Productivity (EP), umur perusahaan, ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja Intellectual Capital pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Return on Assets (X1)

Earning per Shares (X2)

Employee Productivity (X3)

Umur Perusahaan (X4)

Ukuran Perusahaan (X5)

Kinerja Intellectual Capital (Y)


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resources-Based Theory

Resources-Based Theory dipelopori oleh Penrose (1959) yang mengemukakan bahwa sumber daya perusahaan bersifat heterogen, tidak homogen, dan jasa produkstif yang berasal dari sumber daya perusahaan yang memberikan karakter unik bagi tiap-tiap perusahaan. Dalam Resources-Based Theory, sumber daya dapat secara umum didefinisikan untuk memasukkan aset, proses organisasi, atribut perusahaan, informasi, atau pengetahuan yang dikendalikan oleh perusahaan yang dapat digunakan untuk memahami dan menerapkan strategi mereka (Daft , 1983).

Sumber daya harus memenuhi kriteria-kriteria tersebut di bawah ini agar dapat memberikan keunggulan kompetitif dan kinerja yang berkelanjutan, yaitu :

1. Sumber daya yang unik secara fisik.

2. Sumber daya yang memerlukan waktu lama dan biaya yang besar untuk memperolehnya.

3. Sumber daya unik yang sulit dimiliki dan dimanfaatkan oleh pesaing. 4. Sumber daya yang memerlukan investasi modal yang besar untuk

mendapatkannya serta membangun kapasitas produksi dalam skala ekonomis

Melalui penjelasan tersebut menurut resources-based theory, intellectual capital memenuhi kriteria-kriteria sebagai sumber daya unik yang mampu


(34)

menciptakan keunggulan kompetitif perusahaan sehingga dapat menciptakan

value added bagi perusahaan. Perusahaan menyadari bahwa penting untuk mengelola intellectual capital yang dimiliki. Apabila perusahaan dapat memaksimalkan sumber daya yang dimiliki, maka perusahaan tersebut akan memiliki suatu value added yang dapat memberikan suatu karateristik tersendiri. Oleh karena itu dengan adanya karateristik yang dimiliki, perusahaan mampu mencapai keunggulan kompetitif yang nantinya hanya dimiliki oleh perusahaan itu sendiri. Dan perusahaan pastinya akan mendapatkan nilai tambah yang berupa peningkatan kinerja perusahaan.

2.2 Kinerja Keuangan Perusahaan

Kinerja perusahaan dapat diukur dengan menggunakan dua dasar elemen, yaitu elemen keuangan maupun elemen non-keuangan. Pengukuran kinerja keuangan dapat menggunakan banyak metode pengukuran, di antaranya adalah

market to book value (MtBV), return on assets (ROA), return on equity (ROE),

employee productivity (EP), earnings per share (EPS), annual stock return (ASR) (Jogiyanto, 2008). Pada penelitian ini kinerja keuangan perusahaan diukur menggunakan return on assets (ROA), earnings per share (EPS) dan employee productivity (EP). Penggunaan rasio tersebut dalam penelitian ini dianggap telah mampu menilai kinerja keuangan perusahaan dalam memanfaatkan aspek kinerja


(35)

2.2.1 Return on Asset (ROA)

Return on assets (ROA) yaitu indikator kemampuan sebuah unit usaha untuk memperoleh laba atas sejumlah aset yang dimiliki oleh unit usaha tersebut. ROA dapat diperoleh dengan cara menghitung rasio antara laba setelah pajak dengan total aktiva (Net Income dibagi Total Assets). (Munawir, 2002). Rasio ROA ini sering dipakai manajemen untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan dan menilai kinerja operasional dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki perusahaan, disamping perlu mempertimbangkan masalah pembiayaan terhadap aktiva tersebut. Nilai ROA yang semakin mendekati 1, berarti semakin baik profitabilitas perusahaan karena setiap aktiva yang ada dapat menghasilkan laba. Dengan kata lain semakin tinggi nilai ROA maka semakin baik kinerja keuangan perusahaan tersebut (Munawir, 2002).

2.2.2 Earning Per Share (EPS)

Menurut Tandelilin (2001: 241), “komponen penting pertama yang harus diperhatikan dalam analisis perusahaan adalah laba per lembar saham atau yang lebih dikenal sebagai Earning Per Share (EPS)”. Bagi para investor, informasi

earning per share merupakan informasi yang dianggap paling mendasar dan berguna, karena dapat menggambarkan prospek earning perusahaan di masa depan (Tandelilin, 2001: 233). Oleh karena itu, informasi earning per share suatu perusahaan menunjukkan besarnya rupiah dari keuntungan perusahaan yang siap dibagikan bagi semua pemegang saham perusahaan.


(36)

EPS = Laba Bersih

Jumlah Saham yang Beredar

Semakin besar nilai EPS menunjukkan perusahaan mampu memberikan laba yang lebih tinggi bagi investor.

2.2.3 Employee Productivity (EP)

Bambang Kusriyanto (1993) memberikan pendapatnya bahwa produktivitas merupakan nisbah atau rasio antara hasil kegiatan (output) dan segala pengorbanan (biaya) untuk mewujudkan hasil tersebut (input). Employee productivity (EP) merupakan pengukuran untuk nilai tambah bersih per karyawan, yang merefleksikan produktivitas karyawan. EP merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai oleh perusahaan dengan jumlah tenaga kerja perusahaan.

2.3 Umur Perusahaan

Umur perusahaan digunakan untuk mengukur pengaruh lamanya perusahaan beroperasi terhadap kinerja perusahaan. Umur perusahaan menunjukkan perusahaan tetap eksis, mampu bersaing dan memanfaatkan peluang bisnis dalam suatu perekonomian. Dengan mengetahui umur perusahaan, maka akan diketahui pula sejauh mana perusahaan tersebut dapat survive.

Selama ini penelitian tentang intellectual capital yang menggunakan umur perusahaan hanya yang berhubungan dengan pengungkapan informasi intellectual capital dalam laporan tahunan perusahaan. Ulum (2009) menunjukkan bahwa umur perusahaan memiliki hubungan yang positif dengan pengungkapan


(37)

Alasan yang mendasari memasukkan umur perusahaan ini adalah bahwa semakin tua umur perusahaan, maka memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam pengelolaan dan pemeliharaan intellectual capital akan menjadi lebih optimal dan dengan sendirinya dapat meningkatkan kinerja intellectual capital

tersebut. Sehingga selain kinerja yang meningkat nilai reputasi perusahaan pun akan semakin tinggi pula.

2.4 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan mencerminkan besar kecilnya perusahaan yang tampak dalam nilai total aset perusahaan pada neraca akhir tahun (Sujoko dan Soebiantoro, 2007). Semakin besar total aset maka semakin besar pula ukuran suatu perusahaan. Perusahaan besar dengan jumlah aset yang besar memiliki dana lebih banyak untuk diinvestasikan dalam intellectual capital. Ketersediaan dana dalam jumlah yang besar akan membuat pengelolaan dan pemeliharaan

intellectual capital menjadi semakin optimal dan akan menghasilkan kinerja

intellectual capital yang lebih tinggi. Aset menunjukkan aktiva yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan (Sujoko dan Soebiantoro, 2007).

2.5 Intellectual Capital

Intellectual capital pada umumnya didefinisikan sebagai perbedaan antara nilai pasar perusahaan dan nilai buku dari aset perusahaan tersebut atau dari

financial capitalnya. Hal ini berdasarkan observasi bahwa sejak akhir 1980-an, nilai pasar dari bisnis kebanyakan dan secara khusus adalah bisnis yang berdasarkan pengetahuan keuangan telah menjadi lebih besar dari nilai yang


(38)

dilaporkan dalam laporan keuangan berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh akuntan (Roslender dan Fincham, 2004).

Stewart (1994) mendefinisikan intellectual capital sebagai berikut:

“The sum of everything everybody in your company knows that gives you a competitive edge in the market place. It is intellectual material – knowledge, information, intellectual property, experience – that can be put to use to create wealth”.

Pulic (2001) mendefinisikan intellectual capital sebagai seluruh karyawan, perusahaan dan kemampuan mereka untuk menciptakan nilai tambah bagi perusahaan. Sedangkan menurut Heng (2006) mengartikan intellectual capital

sebagai suatu aset pengetahuan di dalam perusahaan yang menjadi basis kompetisi inti perusahaan yang dapat mempengaruhi daya tahan dan keunggulan bersaing.

Walaupun sampai sekarang belum ada definisi umum mengenai pengertian

intellectual capital, kebanyakan definisi menangkap arti yang sama bahwa

intellectual capital dianggap sebagai jumlah dari apa yang dihasilkan oleh tiga elemen utama organisasi (human capital, structural capital, customer capital) yang berkaitan dengan pengetahuan dan teknologi yang dapat memberikan nilai lebih (tambah) bagi perusahaan berupa keunggulan bersaing organisasi (Sawarjuwono dan Kadir, 2003).

2.6 Pengukuran Intellectual Capital

Ada banyak konsep pengukuran intellectual capital yang dikembangkan oleh para peneliti saat ini, jika ditelaah lebih jauh maka metode yang dikembangkan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam 2 kelompok, yaitu : pengukuran non monetary (non financial) dan pengukuran monetary (financial). Saat ini cukup banyak perusahaan yang menggunakan ukuran financial dalam


(39)

menilai kinerja perusahaan (Knight 1999). Sementara itu Thornburg (1994) mengutip pendapat Edvinsson menyatakan bahwa:

“Non financial measures that help a company determine direction and predict success might include the number of costumers the company has, the number of ideas customer bring to the company and how they are developed, the number of software packages compared to the number of employees, how many people are tied into the internet system, how much networking is done between customers and employees, and similar measures that show the relationship between human, customer and structural capital.

Banyak peneliti luar negeri yang telah melakukan penelitian dalam pengukuran intellectual capital, baik secara literatur maupun penerapan langsung pada perusahaan. Diawali tahun 1992, Arthur Andersen melaksanakan riset terhadap penilaian aset tidak berwujud. Survey dilakukan pada sejumlah perusahaan di Inggris. Dari hasil survey tersebut Andersen memberikan beberapa metode yang dapat digunakan untuk menilai aktiva tidak berwujud perusahaan (Partanen 1998), yaitu:

1. Market Based, yang meliputi nilai pasar yang dapat disamakan.

2. Economic Based, meliputi net cash flow/earnings, kontribusi brand, metode royalti.

3. Hybrid Based Model, meliputi pendekatan aset dan premium (PE). Menurut Luthy (2000) metode pengukuran intellectual capital dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok besar, yaitu: metode yang dilakukan dengan component by component evaluation dan metode pengukuran yang dilakukan dengan mengukur nilai intellectual assets dalam istilah keuangan pada


(40)

tingkatan organisasi tanpa mengacu pada komponen–komponen individual

intellectual capital.

2.7 Metode VAICTM

VAICTM merupakan metode yang dikembangkan oleh Pulic (1998), didesain untuk menyajikan informasi mengenai value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible asset) yang dimiliki perusahaan. Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added (VA). VA adalah indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value creation) (Pulic, 1998). VA dihitung sebagai selisih antara output dan input (Pulic, 1998). VA secara teknik merupakan penjumlahan

retained profit, interest expense, salaries and wages, depreciation, dividend, minority share, dan tax untuk pemerintah. Oleh karena itu, VA didefinisikan sebagai peningkatan pada nilai bersih perusahaan dikarenakan kegiatan operasi perusahaan.

Komponen utama dari VAICTM yang dikembangkan Pulic (1998) tersebut

dapat dilihat dari sumber daya perusahaan, yaitu physical capital (VACA – Value Added Capital Employed), human capital (VAHU – Value Added Human Capital), dan structural capital (STVA – Structural Capital Value Added). VAICTM juga dikenal sebagai Value Creation Efficiency Analysis, dimana

merupakan sebuah indikator yang dapat digunakan dalam menghitung efisiensi nilai yang dihasilkan dari perusahaan yang didapat dengan menggabungkan CEE


(41)

(Capital Employed Efficiency), HCE (Human Capital Efficiency), dan SCE (Structure Capital Efficiency) (Pulic, 1998).

2.7.1 Value Added Capital Employed (VACA)

VACA adalah indikator atau nilai tambah yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. VACA adalah perbandingan antara value added (VA) dengan model fisik yang bekerja (Capital Employed/CA). Capital employed ini menunjukkan hubungan harmonis yang dimiliki perusahaan dengan mitranya, baik yang berasal dari pemasok yang andal dan berkualitas, pelanggan yang loyal dan merasa puas dengan pelayanan perusahaan yang bersangkutan, serta hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun dengan masyarakat sekitar (Belkaoui, 2003). Dalam proses penciptaan nilai intelektual potensial yang direpresentasikan dalam biaya karyawan tidak dihitung sebagai biaya (input) (Tan

et al., 2007).

Pulic (1998) mengasumsikan bahwa jika satu unit CA menghasilkan

return yang lebih besar pada sebuah perusahaan, maka perusahaan tersebut mampu memanfaatkan CA dengan lebih baik. Jadi pemanfaatan lebih CA adalah bagian dari intellectual capital perusahaan. Ketika membandingkan lebih dari sebuah kelompok perusahaan. VACA menjadi sebuah indikator kemampuan intelektual perusahaan dalam memanfaatkan modal fisiknya (Tan et al,. 2007).


(42)

VAHU mengindikasikan seberapa besar value added (VA) yang diciptakan oleh setiap rupiah pengeluaran untuk pegawai (Tan et al., 2007). Stewart (1997) menjelaskan bahwa human capital adalah kemampuan karyawan untuk menciptakan produk yang dapat menjaring konsumen sehingga konsumen tidak akan berpaling pada pesaing. Human capital mempresentasikan kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya manusia dan menganggap manusia atau karyawan sebagai aset strategi perusahaan karena pengetahuan yang mereka miliki. VAHU dihitung dengan membagi value added yang diciptakan perusahaan dengan total salaries dan wages. Perhitungan ini mengasumsikan bahwa HC sebagai suatu investasi daripada sebagai expenses dan aakan diakui sebagai aset pada neraca (Pulic, 2000 dalam Saleh et al., 2008).

Hubungan antara VA dan human capital (HC) mengindikasikan bahwa kemampuan HC adalah menciptakan nilai pada sebuah perusahaan. Pulic (1998) berpendapat bahwa biaya gaji dan upah merupakan indikator bagi HC. Ketika VAHU dibandingkan antar perusahaan, VAHU menjadi sebuah indikator kualitas sumber daya perusahaan. VAHU juga sebagai kemampuan perusahaan menghasilkan nilai tambah untuk setiap rupiah yang dikeluarkan pada HC (Kuryanto dan Syafruddin, 2008).

2.7.3 Structural Capital Value Added (STVA)

STVA menunjukkan kontribusi modal struktural (SC) dalam pembentukan nilai tambah. Salah satu bagian dari structural capital adalah membangun sistem seperti data base yang memungkinkan orang-orang dihubungkan dan belajar satu


(43)

sama lain, sehingga menumbuhkan sinergi karena adanya kemudahan berbagi pengetahuan dan bekerja sama antar individu dalam organisasi. Penciptaan dari

structural capital ini berhubungan dengan pengetahuan atau nilai dari seseorang yang tidak akan begitu saja hilang kalau yang bersangkutan meninggalkan perusahaan karena pengetahuannya telah dirangkum dalam data base, sehingga perusahaan tidak akan kehilangan nilainya.

Dalam model yang dikembangkan Pulic ini, STVA dihitung dengan membagi structural capital (SC) dengan value added (VA). Dalam model Pulic SC diperoleh dari VA dikurangi dengan HC. STVA menunjukkan kontribusi modal struktural dalam penciptaan nilai semakin kecil kontribusi HC dalam penciptaan nilai maka akan semakin besar kontribusi SC (Tan et al., 2007). Pulic (1998) menyatakan terdapat hubungan proposi yang berkebalikan antara HC dan SC.

2.8 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Nama

Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian 1 Steven

Firer (2002) Firm ownership Structure and Intellectual capital disclosure Independen : Intellectual Capital Disclosure (ICD) Dependen : Ownership diffusion, kepemilikan manajemen, kepemilikan pemerintah.

Pelaporan intellectual capital cenderung lebih sedikit pada perusahaan yang kepemilikannya tidak

menyebar. Perusahaan dengan kepemilikan

manajemen yang tinggi lebih sedikit dalam melaporkan


(44)

No. Nama

Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian 2 Sonnier

dan Carson, 2009 An Examination of The Impact of Firm Size and Age on Managerial Disclosure of Intellectual Capital by High-Tech Companies Independen: Ukuran dan umur perusahaan. Dependen : Level pengungkapan intellectual capital

Faktor umur perusahaan memiliki hubungan timbal balik dengan

pengungkapan intellectual capital yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Klasifikasi umur lebih banyak mengungkapkan intellectual capital dibandingkan dengan perusahaan yang berdasarkan klasifikasi ukuran.

3 Ulum, Ghozali dan Chariri, 2008

Intellectual Capital dan Kinerja Keuangan Perusahaan ; Suatu Analisi dengan Pendekatan Partial Least Squares Independen : Intellectual Capital Dependen : Kinerja keuangan (ROE, EPS, dan ASR)

Secara statistik terbukti terdapat pengaruh

intellectual capitalterhadap kinerja keuangan. Secara statistik terdapat pengaruh

intellectual capital (VAIC) terhadap kinerja keuangan perusahaan di masa depan


(45)

No. Nama

Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian 4 Norman

Mohd. Saleh, Mara Ridhuan Che Abdul Rahman, dan Mohamat Sabri Hasan (2008) Pengaruh struktur kepemilikan keluarga, manajemen, pemerintah dan asing terhadap variasi kinerja intellectual capital pada perusahaan yang terdaftar di Bursa MESDAQ Malaysia Independen : Kepemilikan manajerial, keluarga, asing dan pemerintah. Dependen : VAICTM Kontrol : ROA, leverage, ukuran perusahaan. Kepemilikan keluarga memiliki pengaruh yang negatif yang signifikan pada kinerja intellectual capital. Sedangkan kepemilikan manajerial, pemerintah dan asing tidak memiliki pengaruh signifikan pada kinerja

intellectual capital.

5 Sri Layla Wahyu Istanti (2009) Faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan sukarela modal intelektual Independen : Konsentrasi kepemilikan, leverage, komisaris independen, umur perusahaan, dan ukuran perusahaan. Dependen : Pengungkapan Modal Intelektual Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan modal intelektual, sedangkan konsentrasi kepemilikan , leverage, komisaris independen, dan umur perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan modal intelektual


(46)

No. Nama

Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian 6 Gelisha

Dian Kharisma Putri (2011) Pengaruh struktur kepemilikan, umur perusahaan dan ukuran perusahaan terhadap kinerja intellectual capital pada perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI Independen : Struktur kepemilikan, umur perusahaan dan ukuran perusahaan. Dependen: Kinerja Intellectual Capital

Kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap kinerja intellectual capital, sedangkan kepemilikan asing dan ukuran

perusahaan berpengaruh positif yang signifikan

Sumber : Data diolah (2014) 2.9 Kerangka Konseptual

Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah dampak kinerja keuangan perusahaan, ukuran perusahaan dan umur perusahaan terhadap kinerja intellectual capital. Intellectual capital saat ini semakin menjadi aspek penting di dalam keberlangsungan hidup perusahaan. Abidin (2000) menyatakan bahwa jika perusahaan-perusahaan mengacu pada perkembangan yang ada, yaitu manajemen yang berbasis pengetahuan, maka perusahaan-perusahaan di Indonesia akan dapat bersaing dengan menggunakan keuanggulan kompetitif yang diperoleh melalui inovasi-inovasi kreatif yang dihasilkan oleh intellectual capital yang dimiliki oleh perusahaan. Hal ini akan mendorong terciptanya produk-produk yang semakin favourable di mata konsumen. Stewart (1997) mengklasifikasikan


(47)

intellectual capital menjadi tiga bentuk dasar, yaitu modal manusia (human capital), modal struktural (structural capital) dan modal pelanggan (customer capital).

Variabel penelitian yang digunakan adalah ukuran, umur dan kinerja keuangan perusahaan. Variabel independennya yaitu kinerja keuangan perusahaan, ukuran perusahaan dan umur perusahaan. Sedangkan variabel dependennya adalah intellectual capital secara agregat (value added intellectual capital) atau VAIC. Kinerja keuangan perusahaan diukur dengan menggunakan proksi return on assets (ROA), yaitu ukuran profitabilitas perusahaan, earning per shares (EPS) yaitu ukuran pendapatan per lembar saham employee productivity

(EP), yaitu ukuran produktivitas karyawan dalam perusahaan. Intellectual capital diukur dengan model value added intellectual capital secara agregat (VAIC). Adapun komponen VAIC meliputi value added capital employee (VACA), yaitu kalkulasi dari kemampuan mengelola modal perusahaan, value added human capital (VAHU), yaitu kalkulasi dari kemampuan SDM perusahaan, dan

structural capital value added (STVA), yaitu kalkulasi untuk kemampuan organisasi dalam perusahaan.

2.9.1 Pengaruh Return on Assets (ROA) terhadap Kinerja Intellectual Capital

Return on Asset (ROA) merupakan rasio yang biasa digunakan untuk mengukur dan membandingkan kinerja profitabilitas menilai kinerja perusahaan. ROA menunjukan kemampuan manajemen perusahaan dalam mengelola aset yang tersedia untuk mendapatkan net income.


(48)

Rasio ROA ini sering dipakai manajemen untuk mengukur kinerja

keuangan perusahaan dan menilai kinerja operasional dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki perusahaan, disamping perlu mempertimbangkan masalah pembiayaan terhadap aktiva tersebut. Nilai ROA yang semakin mendekati 1, berarti semakin baik profitabilitas perusahaan karena setiap aktiva yang ada dapat menghasilkan laba. Dengan kata lain semakin tinggi nilai ROA maka semakin baik kinerja keuangan perusahaan tersebut.

2.9.2 Pengaruh Earning Per Shares (EPS) terhadap Kinerja Intellectual Capital

Earning per shares menunjukkan besarnya laba yang diperoleh investor dalam penanaman modalnya di suatu perusahaan go public di Bursa Efek Indonesia. Semakin tinggi intellectual capital yang dimanfaatkan oleh perusahaan, maka semakin tinggi pula nilai EPS. Jika EPS suatu perusahaan semakin tinggi, investor akan bersedia menanamkan investasi pada perusahaan tersebut. (Pramestiningrum, 2013)

2.9.3 Pengaruh Employee Productivity (EP) terhadap Kinerja Intellectual Capital

Employee productivity (EP), yaitu ukuran produktivitas karyawan dalam perusahaan. Peningkatan profitabilitas perusahaan juga dapat disebabkan oleh efektifitas kinerja para karyawan perusahaan. Semakin tinggi tingkat produktifitas para karyawan, akan semakin tinggi pula tingkat profit yang diperoleh perusahaan. Penggunaan rasio tersebut dalam penelitian ini dianggap telah mampu


(49)

menilai kinerja keuangan perusahaan dalam memanfaatkan aspek kinerja

intellectual capital dalam perusahaan yaitu sumber daya manusia dan organisasi.

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.8.2 Hipotesis

Berdasarkan kerangka konseptual maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini yaitu Return on Assets (ROA), Earning per Shares (EPS), Employee Productivity (EP), umur perusahaan, ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja Intellectual Capital pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Return on Assets (X1)

Earning per Shares (X2)

Employee Productivity (X3)

Umur Perusahaan (X4)

Ukuran Perusahaan (X5)

Kinerja Intellectual Capital (Y)


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian sebab akibat (casual research), yaitu untuk menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya (Sekaran 2007:164).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2013 melalui media internet dengan menggunakan situs www.idx.co.id .

3.3 Batasan Operasional Penelitian

Adapun yang menjadi batasan operasional pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini, yaitu perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian dari tahun 2010-2013.

2. Variabel independen dalam penelitian ini adalah return on assets (ROA),

earning per shares (EPS), employee productivity (EP). Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah intellectual capital.


(51)

3. Data yang digunakan mencakup laporan keuangan perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Penelitan yang baik adalah penelitian yang dilakukan secara terfokus dan mendalam. Agar penelitian data dilakukan secara terfokus, maka tidak semua masalah diteliti. Penelitian ini hanya melibatkan enam variabel yang terdiri atas satu variabel terikat (dependen) dan enam variabel bebas (independen).

3.4 Definisi Operasional Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang diteliti, yaitu : 3.4.1 Variabel Dependen

Variabel dependen yaitu variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel independen. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kinerja intellectual capital yang merupakan penciptaan nilai yang diperoleh atas pengelolaan intellectual capital. Variabel dependen biasa dilambangkan dengan Y. Kinerja intellectual capital diukur dengan menggunakan metode Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM) yang dikembangkan oleh Pulic (1998, 2000). Formulasi dan tahapan penghitungan nilai VAICTM adalah sebagai berikut :

3.4.1.1 Value Added (VA)

Tahap pertama dengan menghitung Value Added (VA). VA dihitung dengan menggunakan cara yaitu sebagai berikut :


(52)

Keterangan :

OUT = Output = Total penjualan dan pendapatan lain

IN = Input = Beban dan biaya-biaya (Selain beban karyawan)

3.4.1.2 Value Added Capital Coefficient (VACA)

Tahap kedua dengan menghitung Value Added Capital Coefficient (VACA). VACA adalah indikator untuk VA yang diciptakan oleh satu unit dari human capital. Rasio ini menunjukkan kontibusi yang dibuat oleh setiap unit dari CE terhadap value added perusahaan.

VACAi =

����������

���������������

Keterangan :

CAi = Capital Employed perusahaan tahun i = Total AssetIntangible Asset

VAi = Value Added perusahaan tahun i

3.4.1.3 Value Added Human Capital (VAHU)

Tahap ketiga dengan menghitung Value Added Human Capital (VAHU). VAHU menunjukkan berapa banyak VA dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Rasio ini menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam HC terhadap value added

perusahaan.

VAHUi =

����������

ℎ�����������


(53)

VAi = Value Added perusahaan tahun i HCi = Human Capital perusahaan tahun i = Total salaries dan wages untuk pegawai

3.4.1.4 Structural Capital Value Added (STVA)

Tahap keempat dengan menghitung Structural Capital Value Added

(STVA). Rasio ini mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai.

STVAi =structural capital value added

Keterangan :

VAi = Value Added perusahaan tahun i SCi = Structural capital perusahaan tahun i

= VAi - HCi

3.4.1.5 Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM)

Tahap kelima dengan menghitung Value Added Intellectual Coefficient

(VAICTM). VAICTM mengindasikan kemampuan intelektual perusahaan yang dapat juga dianggap sebagai BPI (Business Performance Indicator).

Dari ketiga proksi tersebut, maka dapat diperoleh value added intellectual coefficient (VAICTM).

VAICTM = VACAi + VAHUi + STVAi


(54)

Variabel independen, yaitu variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel yang lainnya (variabel dependen). Variabel independen dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan perusahaaan yang menggunakan rasio return on assets (ROA), earning per shares (EPS),

employee productivity (EP), ukuran perusahaan, dan umur perusahaan.

3.4.2.1 Kinerja Keuangan Perusahaan

Kinerja keuangan perusahaan diukur dengan menggunakan rasio Return on assets (ROA) yaitu ukuran profitabilitas perusahaan, earning per shares (EPS) yaitu ukuran laba per lembar saham perusahaan , employee productivity (EP) yaitu ukuran produktifitas karyawan dalam perusahaan. Penggunaan rasio tersebut dalam penelitian ini dianggap telah mampu mewakili tingkat kinerja keuangan perusahaan dalam memanfaatkan aspek kinerja intellectual capital dalam perusahaan yaitu sumber daya manusia dan organisasi.

3.4.2.2 Return on assets (ROA)

Rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan adalah Return on Asset (ROA). ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen perusahaan dalam memperoleh keuntungan atau laba secara keseluruhan. ROA memfokuskan kemampuan perusahaan untuk memperoleh earning dalam operasi perusahaan.

Rasio ROA dirumuskan sebagai berikut:

ROA =Laba bersih


(55)

Laba bersih adalah laba yang dihasilkan oleh perusahaan dimana tercantum di dalam laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan. total aktiva meliputi komponen yang terdiri dari kas, piutang, persediaan, aktiva lancar, aktiva tetap, dan aktiva lainnya dimana komponen tersebut tercantum di dalam laporan keuangan perusahaan. Perusahaan dengan total aktiva relatif besar akan mempunyai kinerja yang lebih baik karena mempunyai total pendapatan yang relatif besar sebagai akibat meningkatnya penjualan produk. Dengan meningkatnya total pendapatan akan meningkatkan laba perusahaan sehingga kinerja keuangan juga akan lebih baik (Dendawijaya, 2003: 122).

3.4.2.3 Earning per Shares (EPS)

Earning Per Share (EPS) merupakan salah satu rasio pasar yang mengukur keberhasilan perusahaan, sehingga EPS yang tinggi akan menarik minat investor. Menurut Kasmir (2012: 207), “Rasio laba per lembar saham atau disebut juga rasio nilai buku merupakan rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham”. Dengan demikian, EPS memberikan gambaran mengenai jumlah atau besarnya keuntungan yang diperoleh untuk setiap lembar sahamnya yang siap dibagikan kepada semua pemegang saham perusahaan.

Semakin tinggi nilai EPS, maka semakin besar keuntungan yang akan diperoleh oleh pemegang saham sehingga berpengaruh terhadap harga saham. EPS dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan bagi para investor untuk mengambil keputusan investasi.


(56)

EPS diukur dengan satuan rupiah dan secara matematis EPS dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Kasmir, 2012: 207):

EPS = Laba Saham Biasa Saham Biasa yang Beredar

3.4.2.4 Employee Productivity (EP)

Employee productivity merupakan pengukuran untuk nilai tambah bersih per karyawan yang merefleksikan produktivitas karyawan. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung EP adalah sebagai berikut :

EP = ����������

����������������

3.4.2.5 Umur Perusahaan

Variabel umur perusahaan dapat diartikan seberapa lama perusahaan tersebut ada. Alasan yang mendasari memasukan umur perusahaan ini adalah bahwa semakin tua umur perusahaan, maka memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam pengelolaan dan pemeliharaan intellectual capital akan menjadi lebih optimal dan dengan sendirinya dapat meningkatkan kinerja intellectual capital tersebut. Sehingga selain kinerja yang meningkat nilai reputasi perusahaan pun akan semakin tinggi pula. Dalam penelitian ini umur perusahaan dihitung dari lamanya perusahaan tersebut go public. Pengukuran firm age mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Satoto (2007) menggunakan rumus sebagai berikut:


(57)

Firm age = Tahun laporan keuangan terakhir (penelitian) – Tahun perusahaan pertama kali go public

3.4.2.6 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan merupakan gambaran dari besar atau kecilnya perusahaan dengan melihat nilai total asset yang disajikan dalam neraca pada akhir tahun (Sujoko dan Soebiantoro, 2007). Semakin besar total aset maka semakin besar pula ukuran suatu perusahaan.

Dalam penelitian ini, ukuran perusahaan dihitung berdasarkan nilai natural log (ln) dari total asset perusahaan pada akhir tahun.

Firm size = Ln Total asset

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel Penelitian

Variabel Definisi Indikator Skala

Ukur

Return on Assets

(X1)

rasio yang menunjukkan kemampuan sebuah unit usaha untuk

memperoleh laba atas sejumlah aset yang dimiliki oleh unit usaha tersebut.

ROA =Laba Bersih

Total Aktiva x 100%

Rasio

Earning Per Share

(X2)

rasio yang menunjukkan besarnya rupiah dari keuntungan perusahaan yang siap dibagikan bagi semua pemegang saham perusahaan.

EPS = Laba Bersih

Jumlah Saham yang Beredar


(1)

Kolmogorov-Smirnov Z 1.035

Asymp. Sig. (2-tailed) .234

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Uji Heteroskedastisitas

Pendekatan Grafik

Pendekatan Statistik

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -1.130 .559 -2.020 .045

LN_ROA -.024 .027 -.121 -.895 .372

LN_EPS -.019 .009 -.192 -2.028 .545

LN_EP -.014 .031 -.068 -.459 .647

LN_UMUR .074 .067 .096 1.107 .270


(2)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -1.130 .559 -2.020 .045

LN_ROA -.024 .027 -.121 -.895 .372

LN_EPS -.019 .009 -.192 -2.028 .545

LN_EP -.014 .031 -.068 -.459 .647

LN_UMUR .074 .067 .096 1.107 .270

LN_UKURAN .724 .285 .224 2.538 .112

a. Dependent Variable: absut

Uji Autokorelasi

Hasil Uji Autokorelasi (

Durbin-Watson

)

odel

R

R

Square

Adjusted

R Square

Std. Error of

the Estimate

Durbin-Watson

1

.397

.157

.127

.45592

2.308

a. Predictors: (Constant), LN_UKURAN, LN_UMUR, LN_ROA, LN_EPS, LN_EP b. Dependent Variable: LN_VAIC

Uji Multikolinieritas

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -.996 .924 -1.077 .283


(3)

LN_EPS .010 .015 .062 .677 .500 .733 1.364

LN_EP -.010 .050 -.027 -.191 .848 .301 3.322

LN_UMUR .241 .111 .183 2.181 .031 .869 1.150

LN_UKURAN 1.107 .471 .200 2.349 .020 .843 1.186

a. Dependent Variable: LN_VAIC

Analisis Regresi Berganda

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -.996 .924 -1.077 .283

LN_ROA .062 .045 .181 1.391 .167

LN_EPS .010 .015 .062 .677 .500

LN_EP -.010 .050 -.027 -.191 .848

LN_UMUR .241 .111 .183 2.181 .031

LN_UKURAN 1.107 .471 .200 2.349 .020

a. Dependent Variable: LN_VAIC

Uji F (Secara Simultan)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 5.352 5 1.070 5.149 .000a

Residual 28.685 138 .208

Total 34.037 143

a. Predictors: (Constant), LN_UKURAN, LN_UMUR, LN_ROA, LN_EPS, LN_EP b. Dependent Variable: LN_VAIC

Uji t (Secara Parsial)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.


(4)

1 (Constant) -.996 .924 -1.077 .283

LN_ROA .062 .045 .181 1.391 .167

LN_EPS .010 .015 .062 .677 .500

LN_EP -.010 .050 -.027 -.191 .848

LN_UMUR .241 .111 .183 2.181 .031

LN_UKURAN 1.107 .471 .200 2.349 .020

a. Dependent Variable: LN_VAIC

Uji Koefisien Determinasi

(

)

Mo d e l S u m m a ry

Model

R

R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1

.397

.157

.127

.45592

a. Predictors: (Constant), LN_UKURAN, LN_UMUR, LN_ROA, LN_EPS, LN_EP


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Tandelilin, Eduardus, 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio,

Yogyakarta : BPFE

Erlina, 2008. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen,

Edisi Kedua.. Medan: USU Press.

Kasmir, 2012. Analisa Laporan Keuangan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Munawir, 2002. Analisa Laporan Keuangan, Edisi Keempat, Cetakan Kelima,

Yogyakarta: Liberty.

Situmorang, Syafrizal Helmi dan Muslich Lufti, 2012. Analisis Data untuk Riset

Manajemen dan Bisnis. Edisi Kedua, Medan: USU Press.

Brigham, Eugene dan Joel F, Houston 2001. Manajemen Keuangan, Edisi

Kedelapan Buku II, Jakarta: Salemba Empat.

Kuncoro, Mudrajad. 2004. “Metode Kuantitatif: Teori dan Aplikasi untuk Bisnis

dan Ekonomi.” Yogyakarta: AMP YKPN

Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Bisnis, Cetakan Kesembilan, CV Alfabeta,

Bandung

Ghozali, Imam 2011. “Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS”,

Badan Penerbit UNDIP, Semarang

Jurnal, Skripsi, dan Tesis:

Firer, S dan S. M Williams. 2003. “Intellectual Capital and Traditional Measures

of Corporate Performance,” Journal of Intellectual Capital. Vol.4, No.3.

hlm 348-360.

Chen, M.C, Cheng S.J, dan Hwang Y. 2005. “An Empirical Investigation of The

Relationship Between Intellectual Capital and Firm’s Value and Financial

Performance,” Journal of Intellectual Capital. Vol.6, No.2 hlm 159-176.

Purnomosidhi, Bambang. 2006. “Praktik Pengungkapan Modal Intelektual pada

Perusahaan Publik di BEI,” Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.9

No.1.hlm 1-20

Listyani, T. T. 2003. “Kepemilikan Manajerial Hutang dan Pengaruhnya

Terhadap Kepemilikan Saham Institusional (Studi pada perusahaan

manufaktur di BEJ,” Jurnal Maksi, Vol.3. hlm 98-113

Kuryanto, B., dan M. Syafrudin. 2008. “Pengaruh Intellectual Capital Terhadap

Kinerja Perusahaan “. Proceeding SNA XI. Pontianak

Putri, Gelisha Dian Kharisma. 2011.”Pengaruh Struktur Kepemilikan, Umur

Perusahaan dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kinerja Intellectual

Capital”, Skripsi UNDIP.Semarang.


(6)

Istanti, Sri Layla Wahyu. 2009. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Pengungkapan Sukarela Modal Intelektual”, Tesis UNDIP. Semarang.

Internet: