Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pinsip Kerja Multibeam Sonar

4

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Perairan Selat Sunda terletak di antara Pulau Sumatera dan Pulau Jawa serta berhubungan dengan Laut Jawa dan Samudera Hindia. Pada perairan ini terdapat pulau–pulau kecil dan gunung berapi yang masih aktif yaitu Gunung Krakatau. Di perairan selat bagian utara yang berhubungan dengan Laut Jawa, kedalaman lautnya dangkal kurang dari 50 m, tetapi di perairan selat bagian selatan yang berhubungan dengan Samudera Hindia mempunyai kedalaman laut lebih dari 1000 m. Wyrtki 1961 menyatakan bahwa massa air di Selat Sunda bergerak ke arah Samudera Hindia sepanjang tahun dan sangat kuat hubungannya dengan gradien permukaan muka laut sea level. Sebagai perairan yang menghubungkan Laut Jawa dan Samudera Hindia, Selat Sunda merupakan salah satu selat yang menarik karena hampir setiap saat kondisinya dipengaruhi oleh karakteristik oseanik Samudra Hindia dan sifat perairan dangkal Laut Jawa. Menurut Kurnio dan Hadjawidjaksana 1995, keberadaan Gunung Krakatau yang terdiri atas beberapa gugusan pulau yaitu Sertung, Rakata dan Anak Krakatau yang aktif selalu memuntahkan material piroklastik antara selang waktu satu hingga empat menit dan cenderung menghasilkan tsunami dengan gelombang sedang dan kecil. Topografi perairan Selat Sunda sangat beragam, ada yang berbentuk paparan, slope deep sea basin dan gunung bawah laut. Kedalaman perairan Selat Sunda dapat dibagi menjadi tiga kategori umum yaitu 1 perairan oseanik, 2 wilayah tengah selat dan 3 perairan dengan karakteristik laut dangkal. Kondisi tersebut memberikan peluang terhadap berbagai jenis usaha perikanan yang dapat dilakukan. Arus pantai yang terjadi di kedalaman laut kurang dari 200 m adalah lebih merupakan akibat angin dan arus pasang surut yang rata-rata memiliki pola relatif lemah Bishop, 1984. Dijelaskan lebih lanjut bahwa arus pantai dapat diketahui dengan Model Ekman yang dikembangkan dimana di dalamnya meliputi topografi dasar laut dan gradasi tekanan.

2.2. Pinsip Kerja Multibeam Sonar

Multibeam sonar merupakan instrumen hidroakustik yang memiliki resolusi lebih tinggi dibandingkan dengan echo sounder pada umumnya dan mampu memetakan berbagai lokasi dasar perairan. Pada dasarnya prinsip kerja dari mutibeam sonar sama dengan prinsip kerja single beam, namun pada multibeam sonar terdapat banyak beam yang memancarkan pulsa suara secara bersamaan dan memiliki penerimanya masing-masing. Multibeam sonar menghasilkan pancaran yang melebar dan melintang terhadap badan kapal. Hanya dengan satu ping instrumen ini mampu mencakup area yang luas dengan berbagai kedalaman yang berbeda L-3 Communications Sea Beam Instruments, 2000. Oleh karena itu instrumen ini dapat menghasilkan peta batimetri yang akurat. Berikut ini merupakan gambar yang memperlihatkan daerah hasil sapuan instrumen multibeam sonar. Sumber: Diaz 2000 Gambar 1. Visualisasi sapuan multibeam sonar Transduser yang terdapat di dalam multibeam sonar terdiri atas serangkaian elemen yang memancarkan pulsa suara meliputi area yang luas di bawah kapal survei, dengan multibeam sonar memungkinkan untuk mendapatkan 100 cakupan wilayah survei tanpa harus interpolasi antara garis survei Kagesten, 2008. Multibeam sonar MBS memiliki ketelitian yang sangat baik dalam pengukuran kedalaman. Parkinson 1996 menjelaskan bahwa kedalaman laut dapat diukur melalui cepat rambat gelombang akustik yang dipancarkan sampai diterima kembali dibagi dengan dua kali waktu yang dibutuhkan dalam perambatan Gambar 2. Gambar 2. Geometri waktu transduser Sehingga pengukuran kedalaman oleh MBS dapat dirumuskan sebagai berikut: ……………………………………………………………..….1 Keterangan: h = Kedalaman m v = Cepat rambat gelombang akustik t = Waktu gelombang suara yang ditransmisikan dan diterima kembali Menurut Waddington 2011 instrumen multibeam merupakan alat yang tepat digunakan untuk survei batimetri sebagai perencanaan ataupun untuk memantau kondisi jembatan. The Maine Department of Transportation merupakan suatu lembaga yang bergerak di bidang infrastruktur telah mengganti 12 penyelam handal yang biasa digunakan untuk inspeksi jembatan dengan menggunakan instrumen multibeam. Hal ini dilakukan karena penyelam hanya mampu melakukan inspeksi pada saat tertentu saja, bergantung pada kondisi lingkungan. Meskipun survei dengan multibeam belum digunakan secara luas pada teknik umum jembatan, mutltibeam mulai berperan dalam beberapa h jembatan dan aplikasi yang terkait. Beberapa tahun terakhir survei multibeam telah digunakan sebagai alat penilaian untuk inspeksi secara berkala baik sebelum maupun setelah pembangunan jembatan. Kedalaman hasil pengukuran yang didapatkan tetap harus dikoreksi dari berbagai kesalahan yang mungkin terjadi. Kesalahan tersebut dapat berasal dari kecepatan gelombang suara, pasang surut, kecepatan kapal, sistem pengukuran, offset dan posisi kapal PPDKK BAKOSURTANAL, 2004. Berdasarkan S-44 International Hydrographyc Organisation IHO batas toleransi kesalahan ketelitian kedalaman σ dihitung dengan menggunakan persamaan 2. …………………...………………..………….………..2 Keterangan: σ = ketelitian kedalaman a = konstanta kesalahan kedalaman, yaitu jumlah dari semua konstanta kesalahan b = faktor pengganti kesalahan kedalaman lain d = kedalaman m bxd = kesalahan kedalaman lain, jumlah semua kesalahan

2.3. SEA BEAM 1050 D Multibeam Sonar