Profil Batimetri HASIL DAN PEMBAHASAN

pemeruman. Nilai MSL diartikan sebagai tinggi muka air rata-rata antara muka air tinggi rata-rata dan muka air rendah rata-rata, elevasi ini sering digunakan sebagai referensi elevasi di daratan. Siswanto 2010 menyatakan bahwa tipe pasang surut campuran mempunyai pengaruh yang relatif kecil terhadap sebaran dan distribusi sedimen permukaan dasar, sehingga hal demikian sesuai bila pada perairan ini akan dibangun sebuah jembatan.

4.2. Profil Batimetri

Profil batimetri dapat memberikan informasi mengenai struktur dan asal pembentukan dasar laut karena dasar perairan sendiri dapat berupa pasir, lumpur, atau batuan. Profil batimetri merupakan informasi awal dalam pertimbangan kegiatan bawah laut seperti pemasangan kabel dan peletakan pipa bawah laut. Kemiringan dan unsur yang menyusun dasar perairan merupakan hal yang sangat dipertimbangkan dalam kegiatan tersebut. Jalur pipa dan kabel bawah laut ditentukan secara optimal dengan mengacu pada peta geologi dasar laut. Perairan Selat Sunda merupakan perairan yang sangat unik karena perairan tersebut mendapatkan pengaruh dari dua perairan yang berbeda yaitu dari perairan Laut Jawa sebagai perairan dangkal dan dari perairan Samudra Hindia. Gambar 15 merupakan jalur atau track kapal survei batimetri yang dilakukan di lokasi penelitian oleh BPPT. Gambar 15. Track kapal survei batimetri di lokasi penelitian Profil batimetri perairan Selat Sunda mempunyai gradasi yang nyata, hal tersebut ditunjukkan dari hasil pemeruman kedalaman bervariasi antara 17,5 m sampai dengan 175 m. Perubahan kedalaman terjadi secara bergradasi mulai dari perairan Banten dan berangsur-angsur bertambah dalam menuju ke perairan Lampung. Nilai keakuratan data yang diperoleh selama akuisisi dijaga agar selalu tinggi. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan peta batimetri yang akurat. Berdasarkan ketentuan IHO Tahun 2008, lokasi penelitian termasuk dalam orde dua dengan ketelitian horizontal sebesar 150 meter. Spasi lajur perum maksimum orde ini yaitu empat kali kedalaman rata-rata. Special Publication No. 44 S.44- IHO Tahun 1998 menjelaskan bahwa skala pemeruman menentukan resolusi dari

P. Sangiang

peta batimetri yang dihasilkan Lampiran 3. Gambar 16 merupakan profil tiga dimensi batimetri lokasi penelitian. Gambar 16. Profil 3 dimensi batimetri lokasi penelitian E E E E 5 52’ S 5 54’ S 5 56’ S 5 58’ S 6 00’ S 6 02’ S E E E E 5 52’ S 5 54’ S 5 56’ S 5 58’ S 6 00’ S 6 02’ S

P. Sangiang

Gambar 16 menunjukkan profil batimetri Selat Sunda yang diperoleh dari hasil pemeruman, dimana pada gambar tersebut terlihat pola batimetri yang tidak rata. Hasil pemeruman menujukkan bahwa perairan ini termasuk dalam kategori perairan dangkal dengan kedalaman rata-rata antara 35-52,5 m. Kedalaman perairan yang terdeteksi menunjukkan adanya variasi kedalaman yang berbeda untuk setiap posisi lintang dan bujur, ada yang berupa paparan dan ada juga yang berupa slope. Kedalaman tertinggi berada kordinat 5 54’32,14” LS dan 105 47’19,21” BT dengan nilai kedalaman antara 157,5-175,5 m. Posisi tersebut merupakan sebuah palung, yaitu dasar laut yang dalam yang biasanya diakibatkan oleh menyusupnya lempeng samudera ke bawah lempeng benua. Jadi lokasi palung berada di daerah-daerah tumbukan lempeng benua dan samudera. Kedalaman palung sangat berbeda dengan kedalaman di daerah sekitarnya. Selain itu juga palung terdapat pada kordinat 6 00’58,12” LS dan 105 51’46,38” BT. Palung pada kordinat ini terbentuk lebih lebar namun memiliki kedalaman yang berbeda, yakni lebih dangkal berkisar antara 140-157,5 m.

4.3. Klasifikasi Dasar Perairan