Sumber Api Mata Pencaharian

16 penebangan tersebut dibakar. Dalam proses pembakaran beberapa karyawan mengawasi agar pembakaran tidak meluas ke areal yang lain, apabila sampah penebangan dirasa sudah habis kemudian sampah penebangan tersebut disiram agar api padam. b Pembersihan Lahan oleh Masyarakat Sekitar Desa Permata dan Desa Radak II Pembersihan lahan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Permata dan Radak II di klasifikasikan menjadi 2 jenis yakni dengan cara bakar dan non bakar. Berdasarkan data pemberian kuesioner kepada masyarakat Desa Permata, dari 46 responden 27 responden 58.70 melakukan pembersihan lahan dengan cara bakar, dan 19 41.30 responden melakukan pembersihan lahan tanpa bakar. Sedangkan Desa Radak II dari 45 responden diperoleh data bahwa 24 responden 53.33 menggunakan cara bakar dalam pembersihan lahan dan sisanya 21 reponden 46.67 menggunakan cara tanpa bakar dalam pembersihan lahannya. Secara karakterisitik antara Desa Permata dan Desa Radak II berbeda, Desa Permata mayoritas masyarakatnya adalah penduduk asli melayu, sedangkan masyarakat desa Radak II sekitar 82 adalah masyarakat transmigran Jawa, sehingga cara dalam pembersihan lahannya pun berbeda, di Desa Permata lebih banyak masyarakat yang membersihkan lahan menggunakan api yakni sekitar 58.70 sedangkan Desa Radak II sekitar 53.33 Gambar 8. Gambar 9 Presentase cara pembersihan lahan masyarakat Sekitar 19 responden 70.37 dari 27 responden Desa Permata yang menggunakan api dalam pembersihan lahan beralasan mudah dan murah, 6 responden 22.22 beralasan agar abunya menjadi pupuk dan sisanya 2 responden 7.41 menjawab lain-lain. Untuk Desa Radak II dari 24 responden yang menggunakan api dalam membersihkan lahan sekitar 16 responden 66.67 menggunakan api karena mudah dan murah, sedangkan sisanya 8 responden 33.33 beralasan agar abunnya menjadi pupuk untuk tanaman yang akan ditanam kelak Gambar 9. 20 40 60 80 Bakar Non Bakar P resen tase Cara Pembersihan lahan Presentase cara pembersihan lahan Desa Permata Desa Radak II 17 Gambar 10 Presentase alasan pembersihan lahan dengan cara bakar Dari 27 responden yang melakukan pembersihan lahan dengar cara bakar, 20 responden 74.07 melakukan pembakaran sekali dalam 1 tahun, karena mayoritas masyarakat Desa Permata adalah petani padi ladang yang melakukan bakar setiap kali mendekati musim tanam, dan sisanya 7 responden 25.93 lebih dari 1 kali melakukan pembakaran, hal ini dikarenakan 7 responden tersebut selain menanam padi ladang mereka juga menyelangi padi ladang mereka dengan tanaman palawija. Sedangkan pada Desa Radak II dari 24 responden yang menggunakan api dalam pembersihan lahan sekitar 20 responden 83.33 melakukan pembakaran sekali dalam setahun, dan sisanya 4 responden 16.67 melakukan pembakaran lebih dari 1 kali, sama halnya dengan Desa Permata masyarakat Radak II juga merupakan petani ladang, dan 4 responden melakukan tanam seling dengan jenis palawija sehingga melakukan pembakaran lebih dari 1 kali dalam setahun Gambar 10. Gambar 11 Presentasi banyaknya pembakaran yang dilakukan dalam 1tahun Dari 27 responden yang melakukan pembakaran dalam pembersihan lahan, sekitar 18 responden 66,67 yang membakar 1 ha, dan sisanya 9 responden membakar lebih dari 1 ha. Menurut pengakuan masyarakat, luas lahan yang dibakar tergantung kemampuan untuk mengawasi lahannya, jika masyarakat tersebut sudah menguasai benar teknik membakarnya dan berani mengambil 20 40 60 80 Mudah dan murah Agar menjadi pupuk Lain-lain Pr e sen tase Alasan melakukan pembakaran Presentase alasan pembersihan lahan dengan cara bakar Desa Permata Desa Radak II 20 40 60 80 100 1 kali 1 kali P resen tase Banyaknya pembakaran yang dilakukan Presentase banyaknya pembakaran yang dilakukan dalam 1 tahun Desa Permata Desa Radak II 18 resiko maka masyarakat tersebut akan membakar lebih dari 1 hektar. Sedangkan Desa Radak II dari 24 responden yang melakukan pembakaran dalam pembersihan lahan sekitar 20 responden 83.33 membakar hanya 1 hektar dan sisanya 4 responden 16.67 membakar lebih dari 1 ha. Hal ini dikarenakan di Desa Radak II maing-masing kepala keluarga dijatah lahan sekitar 2 hektar untuk rumah dan lahan untuk digarap, sehingga rata-rata masyarakat Desa Radak II membakar hanya sekitar 1 hektar Gambar 11. Gambar 12 Presentase luas lahan rata-rata yang dibakar Lamanya pembakaran yang dilakukan masyarakat Desa Permata dari 27 responden yang melakukan pembakaran dalam penyiapan lahan hampir separuh responden melakukan pembakaran lahan kurang dari 6 jam, sekitar 20 melakukan pembakaran lebih dari 6 jam dan kurang dari 3 hari, sisanya melakukan pembakaran lebih dari 3 hari. Sama halnya dengan Desa Permata masyarakat Desa Radak II melakukan pembakaran lamanya kurang dari 6 jam, dan sekitar 20 lamanya kurang dari 3 hari dan lebih dari 3 hari. Sebenarnya lamanya pembakaran ditentukan oleh cuaca dan banyaknya bahan bakar yang dibakar, rata-rata masyarakat kedua desa tersebut membakar lahan sekitar 1 hektar dalam sekali bakar, sehingga waktu yang dibutuhkan tidak terlalu lama yakni sekitar 6 jam. Biasanya mereka membakar dari pagi hingga siang dan siang hingga sore dengan alasan bahwa pada waktu tersebut bahan bakar kering dan mudah untuk dibakar Gambar 12. Gambar 13 Presentase lama pembakaran yang dilakukan masyarakat 20 40 60 80 100 1 Ha 1 Ha Pr e sen tase Luas lahan Presentase luas lahan yang dibakar Desa Permata Desa Radak II 20 40 60 6 jam 6 jam 3 hari 3 hari Pr e sen tase Lama pembakaran Presentase lama pembakaran Desa Permata Desa Radak II 19 Masyarakat Desa Permata lebih dari separuh responden membuat parit atau sekat bakar untuk mencegah meluasnya api, sekitar 25 lebih memilih mengawasi pembakarn mereka, dan sekitar 7 responden memilih meminta bantuan teman dan menyiram sedikit air dipinggir pembakarannya agar api tidak menyebar, serta sisanya ada yang membakar ditempat aman seperti di pinggir sungai dan dipinggir lahan yang jauh dari lahan orang lain. Sedangkan di Desa Radak II sama halnya dengan Desa Permata, masyarakat Desa Radak II juga hampir 50 membuat sekat bakar atau parit agar api pembakaran mereka tidak menyebar. Sekitar 16 masing-masing ada yang diawasi dan ada yang mengumpulkan ilalang atau bahan bakar ditengah ladang kemudian dikakar ditengah ladang, cara seperti ini lebih dikenal masyarakat dengan istilah “dipandu” Gambar 13. Gambar 14 Presentase upaya agar api tidak menyebar Alat yang digunakan oleh masyarakat Desa Permata untuk memadamkan api adalah lebih dari 60 menggunakan air, sekitar 30 lebih memilih membiarkan saja hingga apinya padam sendiri, dan sisanya menggunakan kayu log dan kepyok. Separuh responden Desa Radak II menggunakan api dalam memadamkan api, dan sekitar 30 dibiarkan saja dan sisanya menggunakan kepyok Gambar 14. Gambar 15 Presentase alat yang digunakan untuk memadamkan api 5 10 15 20 25 30 Membakar di pinggir sungai Disiram air sedikit-sedikit pinggirnya Diawasi Membakar di pinggir lahan Pr e sen tase Upaya yang dilakukan Presentase upaya agar api tidak menyebar Desa Permata Desa Radak II 20 40 60 80 Air Dibiarkan saja Kepyok Kayulog Per sen tase Jenis alat yang digunakan Presentase penggunaan alat untuk memadamkan api Desa Permata Desa Radak II 20 Menurut keterangan masyarakat Desa Permata lebih dari 60 menyatakan bahwa di desanya tidak pernah diadakan penyuluhan mengenai Pembersihan Lahan Tanpa Bakar PLTB baik dari pemerintah setempat ataupun perusahaan terdekat. Sekitar 20 mengaku pernah dilakukan sosialisasi di desanya mengenati PLTB namun kebanyakan dari mereka lupa kapan pernah diadakannya, sedangkan sisanya tidak tahu. Sama halnya dengan desa Permata, masyarakat Desa Radak II juga lebih drai 60 menyatakan tidak pernah ada penyuluhan mengenai PLTB, lebih dari 30 menyatakan pernah, dan sisanya tidak tahu ditunjukan pada Gambar 15. Gambar 16 Presentase ada tidaknya penyuluhan Pembersihan Lahan Tanpa Bakar Gambar 17 Pembakaran lahan yang dilakukan masyarakat a Desa Permata; b Desa Radak II Desa Permata dengan mayoritas masyarakatnya adalah penduduk asli melayu yang masih menerapkan sistem perladangan berpindah. Ada 3 cara pembersihan lahan yang biasa diterapkan oleh masyarakat yaitu sistem bakar, semprot dengan racun dan sistem yang menggunakan drum yang diiisi air kemudian dilindaskan ke rumput. Masyarakat Desa Permata biasa menggilir lahan mereka 1 ─3 tahun, kemudian kembali lagi ke lahan awal, sehingga selama 3 tahun mereka membuka 3 lahan yang berbeda. Mayoritas masyarakat lebih 20 40 60 80 Pernah Tidak pernah Tidak tahu Per sen tase Ada tidaknya penyuluhan Presentase ada tidaknya penyuluhan PLTB Desa Permata Desa Radak II 21 memilih menggunakan api untuk membakar karena cepat mudah dan praktis. Masyarakat Desa Permata sebenarnya sudah menerapkan pembakaran terkendali dengan sistem pembuatan parit di sekeliling lahan mereka. Namun, sering terjadi kebakaran diluar kendali saat mereka lengah tidak mengawasi sehingga api menyebar ke lahan orang lain. Walaupun lahan yang dibakar masyarakat hanya sekitar 1 hektar, akan tetapi yang melakukan pembakaran hampir 60 masyarakat sehingga meningkatkan potensi terjadinya kebakaran karena pembakaran kecil yang dilakukan oleh banyak orang. Sekitar 84.4 masyarakat Desa Radak II adalah transmigran Jawa, setiap kepala keluarga diberi jatah lahan oleh pemerintah seluas 2 ha untuk bangunan rumah dan ladang untuk diolah. Hasil wawancara masyarakat desa Radak II yang melakukan pembersihan lahan dengan cara bakar mengaku bahwa mereka biasa melakukan pembakaran seperti melakukan pembakaran sampah rumah tangga yakni menggunakan minyak sebagai pemacu sumber api. Pembersihan lahan dengan pembakaran yang dilakukan masyarakat desa Radak II sebenarnya dilakukan secara terkendali, namun apabila proses pembakaran dilakukan secara bersamaan tetap saja menghasilkan asap yang tidak sedikit dan tentu saja akan mencemari lingkungan dan yang paling berbahaya adalah menyebarnya api ke areal yang lebih luas. Sering juga terjadi kebakaran di luar kemampuan mereka sebagai manusia karena adanya percikan api dari lahankebun yang dibakar singgah ke kebun lain sehingga api menyebar luas. c Indikasi Konflik sebagai Penyebab Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan di PT. WSL Selain dari aspek curah hujan serta pembersihan lahan perusahaan dan desa sekitar, ternyata konflik sosial juga cukup memegang peranan dalam menyebabkan kebakaran hutan. Api tak jarang dijadikan penyelesaian masalah tanah dan pelampiasan terhadap kekecewaan dari salah satu pihak ke pihak lainnya. Pentingnya menjaga hubungan yang baik dengan mitra kerja yakni karyawan ataupun kontraktor akan memuluskan langkah kegiatan operasional. Seperti yang kita ketahui di Indonesia petir dan rokok tidak dapat dijadikan sebagai penyebab terjadinya kebakaran hutan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelusuran lebih jauh mengenai penyebab terjadinya kebakaran hutan di PT.WSL, karena berdasarkan wawancara dengan karyawan dan pengamatan di lapang ada indikasi manusialah yang menjadi penyebab terjadinya kebakaran hutan tersebut. Jika penelusuran tak kunjung dilakukan, kemungkinan terjadinya kebakaran hutan di masa yang akan datang tentu sangat berpeluang, sehingga potensi kebakaran hutan akan meningkat. Hubungan baik juga harus terjalin dengan masyarakat sekitar, karena masyarakatlah yang lebih dahulu menempati wilayah tersebut, sehingga perlu dilakukan pendekatan-pendekatan agar tidak timbul masalah atau kekecewaan dari masyarakat yang bukan tidak mungkin akan berujung ke pembakaran sebagai pelampiasan kekecewaan mereka.

3. Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan yang dilakukan PT. WSL

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor: 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan, kegiatan pengendalian kebakaran hutan terdiri dari 22 pencegahan, pemadaman dan penanganan pasca kebakaran hutan dan lahan. PT. WSL sebagai perusahaan yang diberikan izin usaha pemanfaat hutan memiliki sistem pengendalian kebakaran yang meliputi:

a. Pencegahan

Sesuai dengan PP No. 4 Tahun 2001 Pasal 13 ayat 2 dimana setiappenanggung jawab wajib memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan di lokasi wilayahnya. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh PT. WSL: 1. Sistem deteksi dini untuk mengetahui terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan PT. WSL khususnya Departemen S3F L2E mempunyai sistem tersendiri untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kebakaran hutan yaitu lebih mengutamakan pencegahan daripada pemadaman dengan menerapkan sistem FDR Fire Danger Rating. Ketentuan dalam perhitungan FDR sudah ditetapkan oleh perusahaan, dan Departemen S3F L2E yang bertugas untuk menghitung penilaian bahaya kebakaran FDR yang dilakukan setiap hari. Berikut ini adalah ketentuan-ketuan dalam perhitungan penilaian bahaya kebakaran yang diterapkan oleh PT. WSL, ditunjukan oleh Tabel 4. Tabel 4 Standar skor Fire Danger Rating FDR yang diterapkan PT. Wana Subur Lestari No Pengamatan Indikator Nilai yang Diukur Skor 1. Kelembaban Relatif Diukur pukul 13.30 89 70-89 40 60-69 60 50-59 80 45-49 90 45 100 2. Jumlah Hari Tidak Hujan Jumlah curah hujan sejak hari terakhir tidak hujan 1 hari 20 2 hari 40 3 hari 60 4 hari 80 4 hari 100 3. Jumlah Curah Hujan selama 15 hari terakhir Curah Hujan diukur menggunakan Omrometer 80 mm 60-79 mm 20 40-59 mm 40 25-39 mm 60 15-24 mm 70 10-14 mm 80 6-9 mm 90 5 mm 100 4. Kondisi Bahan Bakar Pengamatan pada rumputranting-ranting yang kering Hijau 0-4 hari Layu 5-9 hari 50 Kering 10+ hari 100 Sumber: PT. WSL Ketentuan-ketentuan seperti pada Tabel 4 merupakan pedoman dalam perhitungan FDR yang dilakukan oleh PT. WSL. Hasil perhitungan FDR kemudian dilaporkan dan diterapkan melalui signboard FDR di 4 titik yaitu di Base Camp Terentang, Blok C, Blok A, dan Blok D. FDR dihitung berdasarkan curah hujan, bahan bakar, jumlah hari tidak hujan JHTH dan kelembaban relatif 23 RH. Indeks FDR terdiri dari 4 kategori yakni 0-40 rendah, 41-70 medium, 71-85 high, dan 86-100 ekstrim ditunjukan pada Gambar 17. Setiap kategori memiliki prosedur persiapan terhadap kebakaran masing-masing. Gambar 18 Sign board Tingkat Rawan Kebakaran 2. Alat pencegahan kebakaran hutan dan atau lahan Dalam melakukan kegiatan pencegahan kebakaran hutan, tentu ada alat- alat yang digunakan seperti alat untuk menangani kebakaran awal berupa mesin penyedot air 4 buah, selang 30 rol, cabang 5 buah dan Alat Pemadam Api Ringan 13 buah. Gambar 19 Alat-alat pencegahan kebakaran hutan dan lahan PT. WSL 24 3. Prosedur operasi standar untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan Gambar 20 Operasi standar kebakaran hutan PT. WSL 4. Perangkat organisasi yang bertanggung jawab dalam mencegah dan menanggulangi terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan Gambar 21 Organisasi penanggulangan kebakaran PT. WSL