lahan salin Nurbaity et al., 2005 dalam Nurbaity et al. 2009, dan lahan yang tercekam kekeringan Nurbaity et al., 2007 dalam Nurbaity et al., 2009. Kompos
gambut pernah digunakan sebagai pembawa bahan pembawa mikoriza Baon, 1998 dalam Nurbaity et al., 2009.
2.4 Teknik Aseptik
Sebelum benar-benar dilakukan proses kultur mikroorganisme, pertama- tama kita harus mempertimbangkan bagaimana agar tidak terjadi kontaminasi.
Karena ukurannya yang sangat kecil, mikroorganisme mudah lepas dalam udara dan permukaan. Oleh karena itu, medium kultur harus disterilisasi secepatnya
setelah preparasi untuk pemindahan mikroorganisme. Mediun kultur harus tetap steril demikian juga materi yang lain dalam isolasi Cappuccino dan Sherman,
1983. Teknik yang digunakan dalam pencegahan kontaminasi disebut teknik
aseptik. Kontaminasi udara paling sering menjadi masalah karena udara selalu kontak dengan partikel mikroorganisme pada debu. Pembukaan wadah isolasi
harus dengan hati-hati agar tidak terkontaminasi dengan udara sekitar. Transfer aseptik pada kultur dari salah satu medium ke medium yang lain harus dengan
cermat. Alat pemindah materi loop inokulasi atau jarum harus disterilisasi oleh pembakaran pada nyala api. Dalam pertumbuhan kultur dibutuhkan tempat yang
mudah dipindahkan ke permukaan agar datar, dimana pertumbuhan suatu koloni berasal dari pertumbuhan dan pembelahan sel tunggal Cappuccino dan Sherman,
1983.
2.5 Biologi Jamur 2.5.1 Botani
Jamur dalam bahasa yunani disebut myless, dalam bahasa latin disebut fungus Schlegel dan Schmidt, 1985. Jamur adalah mikroorganisme yang tidak
berklorofil, berbentuk hifa atau sel tunggal, termasuk eukariotik, dinding sel dari kitin atau selulosa, berproduksi secara seksual dan aseksual, dan memperoleh
energi melalui absorpsi bahan organik Gandjar et al., 1999. Bagian dari organ jamur berupa talus, hifa, keseluruhan talis dan hifa
disebut miselium. Talus terdiri dari benang benang dengan garis tengah lima
mikron yang bercabang beberapa kali. Benang atau hifa terdiri dari dinding sel dan sitoplasma. Hifa pada jamur tingkat rendah mungkin tanpa dinding melintang
asepta atau pada jamur tingkat tinggi sel-selnya terpisah oleh dinding-dinding melintang septa Schlegel dan Schmidt, 1985.
Pada sebagian besar jamur, tiap-tiap bagian dari miselium memiliki potensi untuk tumbuh. Hal ini memudahkan memindahtumbuhkan jamur untuk
perbanyakan peremajaan atau untuk mempertahankan isolat. Miselium dapat dibedakan atas miselium vegetatif yang berfungsi menyerap nutrisi dari
lingkungan dan miselium fertil yang berfungsi dalam reproduksi Gandjar et al., 1999. Kebanyakan jamur berproduksi secara seksual dan aseksual. Secara
aseksual dengan membentuk spora, pembelahan, atau penguncupan Pelczar dan Chan, 1986. Secara seksual berakhir dengan penyatuan dua inti. Reproduksi
secara seksual dibedakan menjadi tiga tahap, yaitu: 1 plasmogami, yaitu penyatuan kedua protoplasma, sel yang terbentuk mengandung dua inti yang tidak
segera menyatu diri tetapi dapat bertahan selama pembelahan sel sebagai stadium dikariotik, 2 kariogami, yaitu peleburan kedua inti haploid, dan 3 meiosis,
yaitu pengurangan jumlah kromosom ke jumlah asal haploid. Klasifikasi jamur didasarkan pada ciri-ciri spora seksual dan tubuh buah
yang dihasilkan selama tahap-tahap seksual dalam daur hidupnya. Jamur yang telah diketahui tingkat seksualnya disebut jamur sempurna, sedangkan jamur yang
belum diketahui tingkat seksualnya disebut jamur tidak sempurna Pelczar dan Chan, 1986. Berdasarkan cara dan ciri reproduksinya jamur dibagi menjadi
empat kelas, yaitu: Phycomycetes, Ascomycetes, Basidiomycetes dan Deuteromycetes. Ciri utama keempat jamur tersebut diuraikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Ciri-ciri utama kelas jamur
Ciri-ciri Kelas
Phycomycetes Ascomycetes
Basidiomycetes Deuteromycetes
Miselium Aseptat
Septat Septat
Septat
Spora aseksual Sporangiospora, Konida
Konida` Konida
Konida
Spora seksual Zigospora, Oospora
Askospora Basidiospora
Tidak diketahui
Habitat alami Air, tanah, hewan
Air, hewan, tumbuhan
Tanah, tumbuhan Tanah, hewan,
tumbuhan Sumber: Pelczer dan Chan 1986
2.5.2 Kebutuhan Nutrisi
Jamur dapat dibiakkan pada berbagai medium. Kebanyakan jamur dapat tumbuh dan berkembang baik pada medium yang mengandung karbohidrat tinggi
dengan kisaran pH antara 5-6 Dharmaputra et al., 1989. Kebutuhan nutrisi jamur diantaranya: karbon, nitrogen, mineral, oksigen dan zat-zat pelengkap.
a. Karbon
Jamur mendapatkan energi dengan cara mengoksidasi senyawa-senyawa organik atau dengan memanfaatkan CO
2
sebagai sumber energi Schlegel dan Schmidt, 1985. Karbon dibutuhkan untuk pembentukan komponen sel
karbohidrat, asam amino, lipid, asam nukleat. Jamur memerlukan senyawa organik yang bersumber dari karbon seperti karbohidrat monosakarida,
disakarida, dan polisakarida dan asam organik. Dari semua itu yang terpenting adalah karbohidrat Landecker, 1996.
Disakarida dan polisakarida merupakan kelompok gula yang lebih kompleks dan merupakan sumber karbon yang paling banyak terdapat di alam,
sedangkan monosakarida merupakan kelompok gula sederhana yang paling sering digunakan dalam jumlah sekitar 2. Untuk memecahkan disakarida atau
polisakarida jamur harus menghasilkan enzim ekstraseluler dan menyederhanakan komponen substrat menjadi unit yang larut yang kemudian dibawa hifa secara
absortif Miles, 1993. b.
Nitrogen Nitrogen berperan untuk sintesa asam amino yang akan dipakai untuk
membangun protoplasma cairan sel. Nitrogen juga berperan sebagai komponen asam nukleat dan beberapa vitamin B1, B2, dan lainnya. Sumber nitrogen yang
umum pada media tumbuh jamur adalah garam nitrat, ammonium, dan komponen N organik dalam bentuk asam amino, peptida atau pepton Landecker, 1996.
c. Mineral
Mineral yang diperlukan jamur untuk pertumbuhan sama halnya dengan tumbuhan, berupa makro elemen seperti fosfor, sulfur, kalium, magnesium, dan
berupa mikro elemen seperti: besi, seng, mangan, tembaga, dan molybdenum. Sulfur dalam bentuk sulfat, berperan sebagai komponen asam amino sulfur
seperti sistein dan metionin, vitamin berupa tiamin dan biotin, dan juga untuk
produk-produk metabolit sekunder. Fosfor terdapar dalam ATP, asam nukleat, dan fosfolipid membran. Kalium sebagai kofaktor berbagaisistem enzim. Magnesium
sebagai pengaktivasi enzim. Elemen mukro berperan sebagai elemen konstituen dalam enzim-enzim dan dibutuhkan jamur dalam jumlah dan jenis yang terbatas.
d. Oksigen
Fungsi utama oksigen adalah sebagai akseptor elektron terminal pada respirasi aerob, pada peristiwa ini oksigen direduksi menjadi air. Untuk sel
oksigen tersedia dalam bentuk air selanjutnya oksigen juga terdapat dalam CO
2
dan dalam banyak senyawa organik Schlegel dan Schmidt, 1985. e.
Zat pelengkap Zat pelengkap merupakan zat-zat yang diperlukan oleh banyak organisme
disamping nutrisi. Ada tiga kelompok zat pelengkap yaitu: asam-asam amino, senyawa purin, senyawa pirimidin, dan vitamin-vitamin. Senyawa purin, senyawa
pirimidin dan asam amino merupakan bagian dari senyawa protein dan asam nukleat. Vitamin merupakan bagian dari iso enzim dan gugus prostetik yang
mempunyai fungsi enzimatik katalitik yang digunakan dalam jumlah amat kecil Schlegel dan Schmidt, 1985.
2.5.3 Pengaruh Lingkungan
a. Suhu
Suhu berpengaruh terhadap aktivitas enzim, yaitu setiap kenaikan 10
o
C aktivitas enzim berlangsung dua kali lebih cepat. Enzim juga terinaktivasi dapa
suhu tinggi yang mempengaruhi kemampuan mensintesis komponen-komponen yang dibutuhkan, seperti vitamin, asam amino, atau metabolit lainnya Landecker,
1996. b.
Derajat Keasaman pH
Pengaruh pH terhadap pertumbuhan yaitu berpengaruh terhadap ketersediaan ion logam dan terhadap permeabilitas sel. Ion logam dapat
membentuk kompleks-kompleks yang tidak larut dalam kisaran pH tertentu. Ion Mg dan P dapat tetap ada pada bentuk bebasnya pada pH rendah, tetapi pada pH
yang lebih tinggi membentuk kompleks yang tidak larut, yang mengurangi ion-ion tersebut untuk jamur. Permeabilitas sel, berubah pada derajat keasaman berbeda.
Pada pH rendah membranprotoplasmik menjadi jenuh dengan ion H sehingga lalu
lintas kation esensial terbatas, sebaliknya pada pH tinggi menjadi jenuh dengan ion OH sehingga anion esensial terbatas Landecker, 1996
c. Cahaya
Pertumbuhan miselia sebagian besar jamur tidak sensitive terhadap cahaya. Meskipun demikian, cahaya yang kuat dapat menghambat pertumbuhan
miselia, bahkan dapat membunuhnya, efek cahaya dapat merusak vitamin yang dibentuk jamur. Sebaliknya cahaya dibutuhkan pada pembentukan tubuh buah
Landecker, 1996
2.6 Ganoderma spp.
Jamur pelapuk kayu dan penyebab penyakit pada pohon pohon hutan sebagian besar berasal dari beberapa spesies Ganoderma spp.. Ganoderma spp.
merupakan jamur tingkat tinggi yang tergolong dalam kelas Basidiomycetes ordo Polyporanceae family Ganodermataceae.
Ganoderma spp. adalah jamur polyporus yang mempunyai daerah penyebaran tempat tumbuh yang cukup luas dan dikenal sebagai penyebab
penyakit akar pada banyak jenis tanaman berkayu. Di hutan alam jamur ini cenderung menyerang pohon-pohon tua atau yang telah mengalami penurunan
pertumbuhan, dan juga dapat menyebabkan pembusukan kayu kayu yang sudah mati. Pada hutan tanaman dan perkebunan jamur ini telah dilaporkan menjadi
pathogen akar yang potensial dan telah banyak menyerang beberapa jenis tanaman Semangun, 2000.
Tubuh buah merupakan hasil pembuahan seksual yang menyerupai cakram dengan permukaan atas berwarna coklat muda sampai coklat tua dan permukaan
bawah berwarna putih sampai krem, berstruktur liat pada waktu muda dan keras pada waktu tua. Tubuh buah mula-mula tampak sebagai bongkol kecil berwarna
putih, terus berkembang membentuk kipas yang lebar dan tebal. . Kadang-kadang tubuh buah membentuk tangkai atau saling bersambungan sehingga menjadi suatu
susunan yang besar. Disamping hidup sebagai parasit, Ganoderma spp. Mampu hidup sebagai saprofit dengan memanfaatkan sisa-sisa tanaman, seperti sisa-sisa
akar dalam tanah, ranting-ranting, dan batang pohon di hutan Semangun, 2000; Darmono dan Panji, 1999.
Keunikan dari jenis ini adalah miseliumnya yang tidak sekompleks tubuh buahnya. Pada miselium Ganoderma spp. sebagian besar kandungan di dalamnya
adalah senyawa polisakarida dan Germanium organic sedangkan dalam tubuh buahnya Ganoderma spp. memilki lebih dari 200 senyawa aktif dengan tiga
kelompok utama. Kelompok pertama adalah senyawa larut dalam air sebanyak 30 seperti polisakarida dan Germanium organic, senyawa yang larut dalam
pelarut organik 65 seperti adenosin dan terpenoid, 5 nya adalah senyawa volatil seperti ganoderat. Zat unik dalam jenis ini adalah immunopotentiator dan
polisakarida yang dapat menginduksi interferon Jong dan Birmingham, 1992. Jamur ini dideskripsikan pertama kali oleh Karsten 1881, dalam Basset, 2005
dengan G. Lucidun W. Curt. Fr. sebagai satu-satunya jenis. Murill 1908, dalam Pajirmo dan Soenanto, 2008, yang mendasarkan taksonominya pada spesifikasi
inang, distribusi geografi, dan morfologi luar tubuh buah, menyebutkan terdapat tujuh jenis Ganoderma spp. yang hidup di daerah iklim sedang, yaitu G. tsugae,
G. sessile, G. zonatum, G. ulcatum, G. Oregonense, G. sequolae dan G. nevadense. Turner 1981 melaporkan bahwa paling sedikit terdapat 15 species
Ganoderma di berbagai tempat di dunia, yang menyebabkan penyakit busuk pangkal batang. Saat ini di seluruh dunia sudah diidentifikasi 250 spesies
Ganoderma spp. namun masih terdapatnya tumpang tindihnya penamaan yang menyebabkan perkiraan jumlah spesies Ganoderma spp. sebenarnya kurang dari
angka tersebut. Infeksi patogen lebih mudah terjadi melalui luka dan lentisel, walaupun
penetrasi secara langsung mungkin terjadi, pada tanaman karet sering ditemukan bagian leher akar pecah, dan ini merupakan tempat yang baik bagi infeksi jamur.
Patogen kemudian kebagian yang lebih dalam dari akar. Tanaman akan mengadakan reaksi pertahanan seperti pembentukan kambium, gabus dan kalus.
Akan tetapi hal ini sering tidak dapat menahan perkembangan lanjut patogen. Serangan akan lebih tinggi akan ditemukan pada tanaman okulasi dibandingkan
dengan tanaman biji. Hal ini disebabkan pada tanaman okulasi ada bagian-bagian luka, sehingga memudahkan Ganoderma spp. untuk mengadakan infeksi
Sinulingga, 1989.
Berikut adalah deskripsi dari tubuh buah Ganoderma Spp. yang diamati secara mikroskopis.
Sumber: Pukon 2011
Gambar 1 Pengamatan mikroskopis Ganoderma spp. 5
µm
1mm
3 cm
BAB III METODOLOGI
3.1 Waktu dan tempat
Seluruh rangkaian kegiatan dari penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 9 bulan efektif. Setiap kegiatan dari penelitian ini dilakukan pada tempat
yang berbeda-beda. Peremajaan dan inokulasi dari kedua buah Ganoderma spp. tersebut dilakukan di Laboratorium Penyakit Hutan IPB dan LRPI. Selanjutnya