3. KAJIAN PENGARUH SUHU REAKTOR

Penanganan awal biologis dapat dilakukan dengan pengayaan enzim dan pengomposan aerobik. Enzim hidrolitik yang penting meliputi protease dan peptidase, yang memecah protein menjadi peptide dan asam- asam amino; lipase untuk memecah lemak menjadi gliserol dan asam-asam lemak rantai panjang; dan campuran enzim endogluconase, cellobiohydrolase dan β-glucosidase yang memecah selulosa menjadi glukosa. Pengayaan enzim dapat dilakukan penambahan langsung enzim- enzim tersebut di atas atau dengan penggunaan mikroorganisme hidrolitik. Bakteri rumen memiliki aktivitas hirolitik yang sangat baik, sehingga pada penilitian ini dilakukan penanganan awal dengan aerasi dan penambahan bakteri rumen dari kotoran hewan. Di dalam reaktor biogas, terdapat dua jenis bakteri yang sangat berperan, yakni bakteri asidogenik dan bakteri metanogenik. Kedua jenis bakteri ini perlu eksis dalam jumlah yang berimbang. Bakteri-bakteri ini memanfaatkan bahan organik dan memproduksi metan dan gas lainnya dalam siklus hidupnya pada kondisi anaerob. Mereka memerlukan kondisi tertentu dan sensitif terhadap lingkungan mikro dalam reaktor seperti temperatur, keasaman dan jumlah material organik yang akan dicerna. Terdapat beberapa spesies metanogenik dengan berbagai karateristik. Bakteri ini mempunyai beberapa sifat fisiologi yang umum, tetapi mempunyai morfologi yang beragam seperti Methanomicrobium, Methanosarcina, Metanococcu, dan Methanothrix Haryati, 2006.

4. 3. KAJIAN PENGARUH SUHU REAKTOR

Hasil dari uji potensi biogas dilanjutkan dengan uji pengaruh suhu reaktor. Pada tahapan proses fermentasi limbah pertanian yang kedua ini dilakukan pengaturan suhu suhu terkendali, pada selang suhu mesofilik 32 o C. 200 400 600 800 1000 1200 5 10 15 20 A ku m u lasi p ro d u ksi b io g as m l Hari Ke- Gambar 14. Akumulasi produksi biogas pada penelitian kajian pengaruh suhu dari Jerami  dan sampah  Berdasarkan grafik pada Gambar 12 dan 14, tampak bahwa laju produksi biogas bahan jerami selama 17 hari pada suhu terkendali 56.24 mlhari lebih besar dibandingkan dengan laju produksi biogas pada suhu tidak terkendali 50.77 mlhari. Menurut Romli 2010, bakteri metanogen dalam keadaan tidak aktif pada suhu ekstrim tinggi ataupun rendah. Produksi biogas yang baik adalah kisaran mesofilik, dengan suhu optimum 35 C. Suhu dalam proses anaerobik yang dikendalikan lebih efektif, karena fluktuasi suhu dapat menyebabkan proses menjadi kurang baik. Dari hasil pengamatan selama 17 hari diperoleh data bahwa akumulasi biogas yang terbentuk adalah 956 ml untuk jerami dan 837 ml sampah. 10 20 30 40 50 60 5 10 15 20 Pr o d u ksi b io g as sp e si fi k ku m u latif l kg. Vs Hari Ke- Gambar 15. Produksi biogas spesifik kumulatif pada penelitian kajian pengaruh suhu dari Jerami  dan sampah  Berdasarkan hasil pengamatan, seperti tampak pada Gambar 15, menunjukkan bahwa produksi biogas spesifik kumulatif pada perlakuan bahan sampah 50.7 lkgVs lebih besar dibandingkan Jerami. Produksi biogas spesifik kumulatif jerami menunjukkan nilai yang lebih kecil 9.67 lkgVs. Jika dilihat dari grafik produksi biogas spesifik kumulatif yang dilakukan pada pengaturan suhu kondisi terkendali dengan kondisi tidak terkendali, bahwa nilai produksi biogas spesifik kumulatif kondisi terkendali memberikan hasil yang lebih besar dibanding tidak terkendali. Menurut Juanga 2005, bahwa produksi biogas yang memuaskan berada pada daerah mesofilik. Sehingga, pada proses fermentasi bahan pada penelitian utama menggunakan sistem suhu yang terkendali pada suhu mesofilik. 60 65 70 75 80 85 90 95 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Bah an o rg an ik Hari ke- a 60 65 70 75 80 85 90 95 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Bah an o rg an ik Hari ke- b Gambar 16. Kurva penurunan bahan organik pada a jerami dan b sampah Hasil penurunan bahan organik jerami maupun sampah selama 17 hari baru berkisar 5. Penurunan bahan organik dapat dilihat pada Gambar 16. Jika dilihat nilai VS Volatile Solid bahan sampah sebelum difermentasi yaitu berkisar antara 91.9-93.8 bk merupakan potensi yang cukup besar untuk dikonversi menjadi biogas. Tetapi dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa hanya sedikit bahan organik yang dikonversi menjadi biogas, hal ini berkaitan dengan keberadaan dan jumlah mikroorganisme dalam reaktor sebagai pelaku pengurai bahan organik menjadi biogas. Jumlah dan keberadaan mikroorganisme dipengaruhi oleh lingkungan tempat mikroorganisme tersebut hidup. Jika proses degradasi bahan optimum, harapannya adalah produksi biogas hasil fermentasi anaerobik juga optimum hal ini ditandai dengan meningkatnya produksi biogas. Kotoran sapi ditambahkan ke dalam reaktor karena mengandung bakteri biodegradatif yang dapat memulai dan menyokong produksi biogas. Golongan bakteri selulolitik seperti actinomycetes dan dari campuran spesies bakteri dapat meningkatkan produksi biogas dari kotoran sapi sebanyak 8.4-44 persen Yadvika et al, 2004. Haryati 2006 menyatakan bahwa bakteri metanogenik tidak aktif pada temperatur sangat tinggi atau rendah. Temperatur optimumnya yaitu sekitar 35°C. Jika temperatur turun menjadi 10°C, produksi gas akan terhenti. Produksi gas yang memuaskan berada pada daerah mesofilik yaitu antara 25 - 30°C. Biogas yang dihasilkan pada kondisi di luar temperatur tersebut mempunyai kandungan karbondioksida yang lebih tinggi. Pemilihan temperatur yang digunakan juga dipengaruhi oleh pertimbangan iklim. Untuk kestabilan proses, dipilih kisaran temperatur yang tidak terlalu lebar. Pada cuaca yang hangat, reaktor dapat dioperasikan tanpa memerlukan pemanasan. Instalasi reaktor di bawah tanah berfungsi sebagai proses insulasi sehingga akan memperkecil biaya pemanasan. 4. 4. KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN AERASI