tinggi dari 8.5 akan menunjukkan pengaruh negatif pada populasi bakteri metanogen.
2. 7. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian pemanfaatan bahan organik untuk memproduksi biogas telah banyak dilakukan Lei et al, 2010; Liu et al, 2009; Hartono, 2009;
Arati, 2009; Biswas, 2007. Di dalam proses anaerobik tersebut, bahan organik dikonversi menjadi biogas. Biogas merupakan gas campuran
dengan kandungan utama metana 55-75 volume dan karbon diokasida 25-45 volume, serta sejumlah kecil gas kelumit seperti H
2
, H
2
S, uap H
2
O, dan nitrogen. Dewasa ini ada kecenderungan yang menunjukkan adanya perhatian
yang semakin meningkat pada penggunaan bahan organik untuk produksi biogas. Hasil dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa konversi bahan
organik menjadi energi menempati hierarki tertinggi dalam manajemen dan penanganan limbah organik. Hal ini karena semakin langka bahan
bakar fosil. Penelitian dan praktek produksi biogas selama ini lebih banyak dilakukan dengan menggunakan bahan organik terlarut, misalnya dalam
limbah cair industri minyak sawit, industri pati, atau industri peternakan. Penelitian dan penerapan teknologi konversi limbah organik padat
pertanian masih terbatas, meskipun telah ada indikasi potensi tinggi untuk mengkonversi bahan organik menjadi biogas dengan fermentasi media
padat dry fermentation Macias-Corral et al, 2008; Juanga et al, 2007; dan Arati, 2009. Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 8, tingkat
perolehan yield biogas dapat mencapai 180-940 l per kg bahan kering TS tergantung jenis substratnya. Sebagai contoh, jerami yang dicacah
dapat dikonversi menjadi 250-350 l biogas per kg bahan kering TS. Selama ini pengomposan bahan organik sering dipilih untuk
mereduksi beban tempat pembuangan sampah TPA, untuk menghindari emisi metana dari tempat penimbunan sampah serta untuk menghasilkan
produk kompos yang memiliki nilai ekonomi. Produk berupa kompos dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti untuk memperbaiki struktur
tanah, media tanaman, dan bioremediasi lahan tercemar Indrasti dan Walmot, 2001; Indrasti et al, 2005; dan Indrasti et al, 2007. Lebih lanjut,
hasil studi pengomposan sampah Suprihatin et al, 2008 menunjukkan adanya potensi pengomposan dalam mereduksi emisi gas rumah kaca.
Dengan menghasilkan satu ton kompos dari sampah, emisi 0.21-0.29 ton metana, setara 5-7 ton karbon dioksida, dapat dihindari.
Tabel 8. Produksi biogas dan waktu tinggal dari berbagai bahan
Bahan Produksi
biogas lkg TS
Kadar Metana
dalam Biogas Waktu
Tinggal hari
Pisang buah dan daun Rumput
Jagung batang secara keseluhan Jerami dicacah
Tanaman rawa Kotoran ayam
Kotoran domba Kotoran sapi
Sampah fraksi organik 940
450-530 350-500
250-350 380
300-450 180-220
190-220 380
53 55-57
50 58
56 57-70
56 68
56 15
20 20
30 20
20 20
20 25
Sumber: Arati 2009, modifikasi. TS= total solids bahan kering Pengomposan bahan organik memang dapat mereduksi emisi gas
rumah kaca metana dan menghasilkan produk bernilai ekonomi berupa kompos dan pupuk cair Gerardi, 2003 dan Romli, 2010. Akan tetapi
sebagian besar bahan organik dikonversi menjadi karbon diokasida dan air. Untuk memanfaatkan bahan organik dalam limbah pertanian, yang
produksinya di Indonesia sangat melimpah, penelitian ini akan mengembangkan suatu metode daur-ulang bahan organik melalui
fermentasi media padat dengan kondisi yang terkendali. Karellas 2010 menyatakan bahwa perombakan secara anaerobik
adalah solusi yang sangat menjanjikan untuk pengolahan limbah pertanian, mencegah polusi dan menyebabkan produksi energi efisien. Sedang
Hartono 2009 melakukan peningkatan nilai guna jerami dengan memfermentasikan secara anaerob untuk menghasilkan biogas. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa laju produksi biogas optimum dihasilkan pada rasio jerami dan kotoran kerbau adalah 3 : 1 yaitu 6.5 mljam.
Misi dan Forster 2001 menyatakan bahwa kriteria untuk menilai keberhasilan perombakan limbah pertanian secara anaerobik adalah
penurunan padatan volatile VS, produksi total biogas dan menghasilkan metana. Efek dari umpan yang berbeda pada biogas hasil dari limbah
makanan, dedaunan dan campurannya dikaji menggunakan batch reaktor anaerobik. Hasil penelitian Liu et al 2009 menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan terhadap produksi biogas setelah 25 hari dari perombakan. Ringkasan penelitian terdahulu disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Ringkasan review penelitian terdahulu
Peneliti Bahan baku
Perlakuan Hasil
Zhang et al, 2011
Limbah makanan
limbah cair Reaktor CSTR
HRT 20 hari Biogas dihasilkan 396
mlg VS dengan penurunan VS sebesar
75.6
Lei et al, 2010
Jerami Padi Efek
penambahan phosfat
Produksi biogas 0.33 –
0.35 m
3
kg VS; kadar metana 75.9-78.2
Lianhua et al, 2010
Jerami Padi Efek suhu dan
konsentrasi padatan
Produksi biogas tertinggi pada kondisi suhu
mesophilic dibanding suhu ambien dengan
kadar metana 62, total produksi metana 9.5 m
3
239.7 lkg VS Liu et al,
2009 Limbah
makanan dan dedaunan
Efek penambahan
rasio inokulum dan suhu
Limbah makanan lebih besar dari dedauanan dan
campurannya 742 -784 mlgVS. Hasil biogas
termofilik lebih besar dari mesophilic
Hartono, 2009
Jerami Rasio jerami
dan kotoran kerbau
Rasio jerami kotoran 3:1 optimum dengan
produksi biogas 6.5 mljam
Fantozzi Buratti, 2009
Kotoran hewan
sayuran Reaktor CSTR Campuran kotoran hewan
menghasilkan produksi biogas sebesar 0.35
Nm
3
kg Vs Biswas 2007 melakukan fermentasi menggunakan limbah
sayuranmakanan sebagai umpan dalam sebuah reaktor anaerobik
kapasitas 10 l beroperasi dalam mode batch pada suhu optimum 40
o
C dan pada pH 6.8. Sedang penelitian Lei et al 2010 pada partikel jerami padi
sebagai substrat untuk pencernaan anaerobik dengan lumpur pada suhu ruang dalam berbagai tingkat asupan fosfat menghasilkan biogas atau
metana 0.33-0.35 m
3
kg-VS atau 0.27-0.29 m
3
CH
4
kg-VS dengan kandungan metana rata-rata 75.9-78.2. Degradasi dan potensi produksi
biogas dari limbah berserat dapat secara signifikan meningkat dengan perlakuan awal yaitu memperkecil ukuran partikel Mshandete et al,
2006.
3. METODE PENELITIAN