Perilaku HASIL DAN PEMBAHASAN

32 Tabel 6. Pertumbuhan bobot badan Macaca fascicularis Adaptasi Aklimasi Post-aklimasi Hari ke-3 Hari ke-10 Hari ke-14 Hari ke-28 Hari ke-35 5,19 ± 0,47 5,33 ± 0,55 5,36 ± 0,44 5,43 ± 0,61 5,5 ± 0,64 Berdasarkan data Tabel 6, menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot badan monyet ekor panjang MEP cenderung mengalami peningkatan pada kondisi adaptasi, aklimasi, dan post-aklimasi. Pada kondisi aklimasi data yang diperoleh cenderung relatif stabil pertumbuhan bobot badan dibandingkan pada kondisi adaptasi dan post-aklimasi. Hal ini disebabkan bahwa kondisi aklimasi pada suhu 25 o C dan kelembaban 80 rel. merupakan zona nyaman bagi MEP. Sedangkan perubahan yang signifikan terjadi pada kondisi adaptasi dan post-aklimasi yang keduanya pada kondisi yang hampir serupa. Kondisi ini dipengaruhi asupan pakan yang meningkat pada Tabel 5 dan belum terlihat adanya indikasi stress yang dapat menurunkan bobot badan sesuai dengan pernyataan Collier 1985. Peningkatan pertumbuhan bobot badan monyet ekor panjang ini berbanding lurus dengan peningkatan asupan pakan, bahan pakan lainnya dan proses homeostasis dalam memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh pada hewan yang masih dalam masa pertumbuhan. Menurut Lekagul dan McNeely 1998, pertumbuhan bobot badan MEP akan terus bertambah berkisar pada 4,7 – 8,3 kg. Nilai bobot badan pada Tabel 6 masih dalam kisaran normal sesuai dengan penelitian sebelumnya telah dilaporkan oleh Suprayogi et al. 2009 bahwa pengaturan suhu dan kelembaban yang sama terhadap monyet ekor panjang tidak memberikan pengaruh yang nyata pada penyerapan asupan pakan, bahan pakan, dan pertumbuhan bobot badan.

IV.2 Perilaku

Macaca fascicularis Penelitian ini menunjukkan bahwa persentase perilaku aggresif, ketakutan, curiga, kooperatif, dan depresif yang diperoleh pada setiap kondisi adaptasi, aklimasi, dan post-aklimasi, yaitu hari ke-7, 10, 14, 28, dan 35 ditunjukkan pada Tabel 7 berikut ini. 33 Tabel 7. Perilaku Macaca fascicularis Perilaku Kondisi Hari ke Kurang Cukup Sangat Adaptasi 7 54 ± 16,97 25 ± 16,52 21 ± 17,51 10 40 ± 19,80 32 ± 25,03 28 ± 23,94 Aklimasi 14 52 ± 22,63 26 ± 16,97 22 ± 16,33 28 38 ± 19,80 34 ± 19,44 28 ± 14,76 Aggresif Post- Aklimasi 35 45 ± 20,63 33 ± 14,14 22 ± 19,89 Adaptasi 7 50 ± 26,75 25 ± 21,19 25 ± 22,71 10 35 ± 21,19 28 ± 19,32 37 ± 24,59 Aklimasi 14 37 ± 26,33 29 ± 21,50 34 ± 29,89 28 38 ± 39,78 42 ± 19,89 20 ± 26,67 Ketakutan Post- Aklimasi 35 32 ± 28,67 43 ± 21,50 25 ± 21,19 Adaptasi 7 24 ± 22,71 32 ± 21,60 44 ± 23,19 10 18 ± 16,38 30 ± 23,09 52 ± 20,66 Aklimasi 14 23 ± 22,71 39 ± 23,94 38 ± 23,94 28 16 ± 18,38 32 ± 23,57 52 ± 25,39 Curiga Post- Aklimasi 35 18 ± 20,66 31 ± 21,60 51 ± 27,08 Adaptasi 7 72 ± 30,98 19 ± 18,86 9 ± 18,38 10 63 ± 22,71 25 ± 21,19 12 ± 15,78 Aklimasi 14 62 ± 33,67 24 ± 26,33 14 ± 25,04 28 61 ± 33,99 31 ± 23,57 8 ± 10,33 Kooperatif Post- Aklimasi 35 52 ± 21,19 32 ± 25,03 16 ± 19,44 Adaptasi 7 96 ± 13,50 3 ± 6,32 1 ± 3,43 10 73 ± 29,89 4 ± 8,43 13 ± 16,87 Aklimasi 14 72 ± 17,00 19 ± 23,09 9 ± 14,14 28 67 ± 18,38 31 ± 23,57 2 ± 4,32 Depresif Post- Aklimasi 35 52 ± 21,60 32 ± 18,97 16 ± 15,78 Berdasarkan data Tabel 7, perilaku aggresif dapat dikatakan bahwa responden memilih skala kurang aggresif pada kondisi adaptasi, aklimasi, dan post-aklimasi. Namun, pada post-aklimasi terjadi peningkatan ke arah skala cukup aggresif dibandingkan dengan kondisi adaptasi yang memiliki kondisi yang relatif sama. Pada waktu pengamatan yang sama MEP dinilai oleh responden skala 34 kurang kooperatif dengan nilai yang tidak berbeda nyata pada kondisi adaptasi, aklimasi, dan post-aklimasi. Responden juga menilai skala kurang depresif namun pada kondisi post-aklimasi terjadi pergeseran ke arah skala cukup depresif dibandingkan kondisi adaptasi yang memiliki kondisi yang hampir serupa sedangkan pada kondisi aklimasi terlihat stabil. Pada penelitian yang telah dilaporkan oleh Suprayogi et al. 2009 menyatakan bahwa monyet ekor panjang pada suhu 25°C memiliki perilaku yang kurang aggresif, kooperatif, dan depresif dengan nilai kisaran berturut-turut adalah 42 ± 34.58, 62 ± 33.67, dan 74 ± 29.89. Sebaliknya MEP ini menunjukkan adanya perilaku sangat curiga pada penilaian responden baik pada kondisi adaptasi, aklimasi, dan post-aklimasi. Pada kondisi adaptasi dan post-aklimasi dengan kondisi yang hampir serupa tidak menunjukkan perbedaan yang nyata namun ada peningkatan, yaitu 44 ± 23,19 dan 52 ± 25,39 dan 51 ± 27,08. Skala sangat curiga juga dilaporkan oleh Suprayogi et al. 2009 pada penelitian dengan suhu dan kelambaban yang sama terhadap kondisi aklimasi, yaitu 50 ± 25.39. Disamping itu pula, pada saat yang bersamaan responden menilai skala kurang ketakutan pada kondisi adaptasi dan aklimasi. Namun, pada kondisi post-aklimasi terlihat adanya perubahan atau peningkatan ke arah skala cukup ketakutan. Peningkatan ini tidak berbeda nyata terhadap skala kurang ketakutan pada kondisi post-aklimasi dan aklimasi. Perubahan ini juga terlihat dari persentase skala kurang ketakutan di kondisi adaptasi yang menurun terhadap skala kurang ketakutan di kondisi post-aklimasi yang menyebabkan adanya peningkatan persentase pada skala cukup ketakutan yang terlihat pada Tabel 7. Suprayogi et al. 2009 telah melaporkan bahwa pada kondisi aklimasi atau suhu 25°C dan kelembaban 80 monyet ekor panjang menunjukkan kurang ketakutan dengan nilai adalah 36 ± 26.33 sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku ketakutan ini masih dalam kisaran normal. Dari hasil diatas, menunjukkan bahwa perlakuan dengan pengaturan suhu dan kelembaban yang diberikan tidak cukup mengakibatkan terjadinya perubahan yang nyata terhadap perilaku monyet ekor panjang. Hasilnya adalah monyet ekor panjang memiliki perilaku yang kurang aggresif, kooperatif dan depresif serta ketakutan namun pada kondisi post-aklimasi skala kurang ketakutan sedikit 35 mengalami perubahan menjadi skala lebih cukup ketakutan sedangkan perilaku curiga dinilai pada skala sangat curiga oleh responden. Perubahan nilai dari kelima kategori perilaku diatas yang terjadi menunjukkan adanya indikasi perubahan perilaku walaupun tidak berbeda nyata. Fluktuasi atau perubahan nilai- nilai perilaku yang masih dalam kisaran normal juga merupakan suatu upaya fisiologis tubuh untuk melakukan proses homeostasis dalam menjaga perilaku yang sama pada kondisi yang nyaman Guyton and Hall 2008.

IV.3 Diskusi Umum