TIRAKAT DAN LAKU

III.4. TIRAKAT DAN LAKU

Tirakat dan atau laku adalah hal yang pasti dijalani oleh para peziarah seperti halnya sebuah perjalanan fisik yang dijalani oleh peziarah. Setidaknya laku berziarahlah yang dijalankan para peziarah rombongan yang datang ke kompleks makam Sunan Gunung Jati dengan keterbatasan waktu yang mereka miliki. Laku berziarah yang dimaksud adalah beberapa laku umum yang biasa dijalankan para peziarah seperti bersuci, menyampaikan salam, memanjatkan doa serta bertawasul; hal-hal yang dijalani peziarah sebagai sebuah rangkaian ziarah sudah termasuk Tirakat dan atau laku adalah hal yang pasti dijalani oleh para peziarah seperti halnya sebuah perjalanan fisik yang dijalani oleh peziarah. Setidaknya laku berziarahlah yang dijalankan para peziarah rombongan yang datang ke kompleks makam Sunan Gunung Jati dengan keterbatasan waktu yang mereka miliki. Laku berziarah yang dimaksud adalah beberapa laku umum yang biasa dijalankan para peziarah seperti bersuci, menyampaikan salam, memanjatkan doa serta bertawasul; hal-hal yang dijalani peziarah sebagai sebuah rangkaian ziarah sudah termasuk

Laku berbeda dengan tirakat. Tirakat lebih bersifat personal karena biasanya dijalankan khas masing-masing dari para peziarah. Tirakat dalam ranah praktik biasanya berupa penghindaran manusia (sebagai pelaku dalam hal ini sebagai peziarah) atas sesuatu hal berkenaan dengan tujuan yang ia lakukan. Seperti Teh Neneng yang ketika saya temui di kompleks makam Sunan Gunung Jati. Ia telah menjalani puasa untuk tidak makan makanan yang bernyawa selama delapan belas hari, dan dia akan menjalani puasa tirakatnya itu selama dua puluh hari. Tirakat dapat diartikan juga sebagai sacrifice. Henry Hubert dan Marcel Mauss dalam bukunya yang berjudul “Sacrifice: Its Nature and Function” juga menjelaskan bahwa sacrifice atau tirakat sama tuanya dengan agama itu sendiri. Hal itu dikarenakan sacrifice yang biasanya terbungkus dalam satu ritual merupakan jalan untuk menghubungkan antara makhluk dengan Tuhannya. Robertson Smith dalam sebuah pengantar buku tersebut juga menyebutkan bahwa tirakat/ sacrifice merupakan jalan untuk re-establihsing unity between god and its devotees.

Data mengenai tirakat banyak saya dapatkan dari Teh Neneng. Ia bermukim di kompleks makam Sunan Gunung Jati ini di tempat khusus wanita yang terletak di pintu gerbang ketiga didekat tempat para juru kunci biasa berjaga juga sangat dekat dengan pintu pasujudan (berada di sebelah timur pintu pasujudan). Tempat ini adalah tempat khusus bagi peziarah perempuan yang ingin dengan khusyuk menjalani ziarahnya, karena di Masjid Sunan Gunung Jati juga sebenarnya terdapat tempat bagi peziarah perempuan, namun menurut Teh Neneng disana ia tidak mendapatkan ke khusyuk an untuk berziarah karena kebanyakan wanita disana lebih banyak mengobrol meskipun sebenarnya mengobrol juga tidak diperbolehkan dalam sebuah laku ziarah yang ketat. Hal yang juga diungkapkan Mbah Da’al pada saya bahwa dalam berziarah, kurangilah mengobrol, kurangi tidur, kurangi makan dan banyak- banyaklah mengingat Allah.

Di tempat Teh Neneng menginap tadi, ia bertemu macam-macam perempuan yang juga sedang menjalani tirakat. Teh Neneng sendiri menjalani tirakat berpuasa untuk tidak makan makanan yang bernyawa selama dua puluh hari. Laku tirakatnya sendiri ia niatkan sendiri, namun menurut Teh Neneng ada beberapa orang yang memang laku dan tirakatnya minta diberi petunjuk oleh para juru kunci yang ada disini. Beberapa teman menginap teh Neneng di tempat khusus tersebut banyak yang menjalankan tirakat yang aneh-aneh, begitu ia menyebutnya. Ada seorang wanita yang berpuasa dan berbuka saat petang hanya dengan makan cabai rawit meskipun demikian wanita tersebut tidak sakit perut. Teh Neneng juga menceritakan ada wanita yang sama sekali tidak tidur, ada juga yang jarang sekali berbicara dan khusyuk sendiri dalam laku ziarahnya tersebut. Menurut Teh Neneng, semakin berat tirakat

yang dijalani seseorang, semakin memungkinkan untuk hajat 62 kita itu dapat cepat dikabulkan.

Hampir tiap peziarah individu yang saya temui memang melakukan tirakat. Seperti Ahyana, ia jarang sekali makan, ketika hampir seharian saya bersama dirinya. Malam ketika saya pertama kali bertemu dengan Ahyana, kami hanya makan gorengan dan beberapa batang pisang ditemani secangkir kopi dan rokok, ketika suatu siang saya mengajaknya makan, ia hanya mengambil sebungkus roti, sedangkan saya mengambil sepiring nasi beserta lauk-pauknya. Menurutnya ia memang sudah lama menjalani laku tersebut. Ia hanya makan sedikit saja, hanya sebotol air mineral yang airnya ia ambil dari sumur-sumur keramat dimana biasa ia singgah menemaninya setia.

Mbah Da’al adalah orang yang paling tua yang saya temui di kompleks makam Sunan Gunung Jati. Ia juga merupakan orang yang paling saya temui di makam Sunan Gunung Jati. Kami biasa bertemu di MSGJ tempat dimana biasa kami merebahkan lelah dengan tetap terjaga dalam laku ziarah. Tubuh setua Mbah Da’al tak membuatnya berhenti untuk melakukan tirakat. Ketika saya temui di masjid, ia biasa menjalankan puasanya. Ia tidak berpuasa pantangan seperti Teh Neneng. Ia

62 Istilah yang digunakan oleh peziarah (informan) untuk merujuk pada term urursan/ keinginan.

berpuasa biasa seperti puasa-puasa biasa dengan berbuka pada waktu petang Maghrib. Menurutnya sayang kalau kita ditempat suci, ditempat orang mulia gak melakukan amalan-amalan mulia.

Tirakat sendiri dalam buku “Sacrifice: Its Nature and Function” digambarkan

sebagai sebuah gift. Pemberian/gift tersebut dilakukan dalam rangka memapankan/establishing kesatuan antara hamba dan Tuhannya. Hal ini juga sama seperti yang dituliskan oleh Sossie Andezian bahwa “Apapun bentuk praktik ziarah, pada dasarnya ada;aj prinsip pertukaran antara peziarah dan wali: permohonan (thalab) —penyerahan (‘ata)—pemberian (zyara), pertukaran kata, jadi pertukaran material dan spiritual. Ziarah adalah merupakan suatu rentetan ritus dan unsurnya yang paling pokok adalah bersuci, berdoa, menyerahkan pemberian dank urban. Suatu rentetan pertukaran lain, yang berlangsung di antara sesame pengunjung (bertukar kata/kalimat, saling membantu, bertukar makanan), membuat ziarah

semakin efisien”(Andezian dalam “Ziarah dan Wali di Dunia Islam”, 2010: 105).

Beberapa bentuk pemberian bisa berupa barang atau benda namun yang lebih penting adalah sejauh mana hal tersebut berhubungan dengan si hamba tersebut. Hal ini juga merujuk pada sifat ke-personal-an sebuah tirakat yang dijalani para peziarah. Pada beberapa data etnografi yang telah saya tampilkan sebelumnya juga memperlihatkan keberagamam dari tirakat yang dijalani para peziarah. Tirakat dalam hal ini didefinisikan sebagai sebuah bentuk pemberian lewat berbagai macam aksi — baik itu pengorbanan atau penghindaran —yang dilakukan para peziarah untuk menghubungkan diri mereka selaku ciptaan kepada Penciptanya.