PANGGILAN SANG WALI

III.2. PANGGILAN SANG WALI

Makam Sunan Gunung Jati adalah salah satu makam Wali yang paling ramai dikunjungi oleh para peziarah. Hal ini berdasarkan pengalaman saya ketika berziarah di makam-makam Wali yang lainnya, seperti Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Geseng. Ramainya para peziarah di makam Sunan Gunung Jati ini dikarenakan Sunan Gunung Jati merupakan satu-satunya Wali dari Dewan Wali Songo yang ada di wilayah Jawa Barat. Hampir tiap hari Makam Keramat Sunan

60 Latihan penyempurnaan diri secara terus menerus yang datangnya dari Allah kepada Hambanya.

Gunung Jati ini terus ramai, baik itu dari pagi hari hingga dini. Menurut informasi dari seorang juru kunci bernama Pak Samadi yang telah bertugas semenjak tahun 1960an, keramaian ini terus terjadi dengan puncak keramaian di bulan Maulid.

Ramainya suatu makam seorang Wali tidaklah semata-mata ada karena kemampuan para peziarah untuk datang menghampiri Sang Wali dalam Makamnya. Hal ini terkait dengan sebutan para peziarah sebagai “Tamu-Wali”. Sebutan ini muncul karena para peziarah dalam anggapan mereka sebenarnya tidak memiliki daya untuk melakukan ziarah tersebut, melainkan karena kekuasaan dari Allah yang juga terpancar melalui seorang Wali. Seperti yang diungkapan oleh salah seorang informan saya bernama Mbah Da’al, seorang laki-laki berumur 87 tahun yang sangat ramah di Masjid Sunan Gunung Jati. Kedatangannya ke makam Sunan Gunung Jati menurutnya bukan semata-mata ada dalam kuasa dirinya. Terkadang ketika seseorang memiliki cukup daya dan kekuatan untuk berziarah namun seseorang tersebut tidak memiliki kesempatan dan waktu untuk dapat berziarah. Sedangkan ada kalanya punya waktu dan kesempatan untuk berziarah namun tidak memiliki cukup daya dan kekuatan untuk berziarah. Mbah Da’al mencontohkan seperti anak-anak muda yang sangat jarang sekali berziarah ke makam seorang Wali yang punya kekuatan dan cukup daya namun tidak memiliki kesempatan dan waktu untuk berziarah, sedangkan ada juga ketika masa tua yang memiliki cukup kesempatan dan waktu tapi tidak memiliki daya dan kekuatan untuk berziarah. Maka berziarah semacam ini sudah semacam berkah kita untuk dapat berkunjung ke makam seorang Wali Allah, ungkap Mbah Da’al pada saya.

Seorang peziarah dari Cikaduen, Banten yang saya temui di Masjid Sunan Gunung Jati juga mengatakan bahwa dirinya merasa telah dipanggil oleh Sunan Gunung Jati sebelum kedatangannya saat saya temui. Pada saat itu dia belum bisa memenuhi panggilan Sang Wali yang dirasakannya itu karena ia sedang tidak memiliki cukup uang untuk bekal dan ongkos perjalanannya tersebut. Namun beberapa hari kemudia ia diberi cukup uang untuk melakukan perjalannya tersebut. Keinginan berziarah dari seseorang seperti Ahyana tidak lantas dapat membuat ia Seorang peziarah dari Cikaduen, Banten yang saya temui di Masjid Sunan Gunung Jati juga mengatakan bahwa dirinya merasa telah dipanggil oleh Sunan Gunung Jati sebelum kedatangannya saat saya temui. Pada saat itu dia belum bisa memenuhi panggilan Sang Wali yang dirasakannya itu karena ia sedang tidak memiliki cukup uang untuk bekal dan ongkos perjalanannya tersebut. Namun beberapa hari kemudia ia diberi cukup uang untuk melakukan perjalannya tersebut. Keinginan berziarah dari seseorang seperti Ahyana tidak lantas dapat membuat ia

Saat perjalanan pertama saya mengunjungi makam Sunan Gunung Jati, saya mengunggunakan ‘becak’ untuk membawa saya dari Stasiun Cirebon menuju makam

Sunan Gunung Jati. Ketika saya menyebutkan tujuan ke makam Sunan Gunung Jati, bapak penarik becak- nya pun dengan sontak menjawab “oh makam keramat”. Makam Wali Sunan Gunung Jati disebut oleh bapak penarik becak ini sebagai makam keramat. Tak hanya bapak penarik becak yang saya temui, beberapa makam Wali yang saya ziarahi seperti makam Habib Luar Batang (Jakarta Utara), Makam Sunan Kalijaga (Demak), Makam Sunan Kudus (Kudus), Makam Sunan Muria (Colo, Kudus), Makam Sunan Geseng (Bantul) dan para Wali lainnya memang sering disebut sebagai makam keramat.

Saat saya bertemu dengan seorang kepala juru kunci bernama Jeneng Imron di Desa Astana dekat kompleks makam Sunan Gunung Jati, ia menyebutkan bahwa makna dari makam keramat adalah makam yang memiliki Karomah. Karomah sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Arab. Term ini merujuk pada seorang Wali yang bersemayam sebagai seorang yang memiliki derajat spiritual yang tinggi. Karomah disini meliputi kekuatan-kekuatan supranatural yang dimiliki seorang Wali karena kedekatannya dengan Allah. Kekuatan-kekuatan inilah yang juga menarik para peziarah untuk berbondong-bondong datang ke makam seorang Wali. Makam keramat seorang Wali menyimpan sebuah kekuatan diluar kekuatan manusia biasa yang terpancar dari diri seorang Wali.

Wali sebagai celestial archetype dari Tuhan mengenai Kosmos dan irama kosmik memancarkan juga sebuah keteraturan/cosmos dan irama kosmik sehingga para peziarah datang berbondong-bondong menuju makam seorang Wali. Irama Wali sebagai celestial archetype dari Tuhan mengenai Kosmos dan irama kosmik memancarkan juga sebuah keteraturan/cosmos dan irama kosmik sehingga para peziarah datang berbondong-bondong menuju makam seorang Wali. Irama