Hubungan MEA 2015, AFTA dan FTA

4.2 Hubungan MEA 2015, AFTA dan FTA

4.2.1 MEA 2015 ASEAN Economic Community (AEC) 2015 atau yang lebih dikenal

MEA 2015, adalah sebuah kesepahaman dan kesepakatan geografis yang didorong oleh kepentingan yang sama dari para anggotanya. Bangunan MEA 2015 ditopang oleh 4 pilar sebagaimana digambarkan berikut ini.

Sumber: diambil dari http://bsn.go.id/main/berita/berita_det/4492#.VjLmWzYVjDc

Gambar 4-2 Bangunan MEA 2015

Bangunan AEC 2015/MEA 2015 di atas, ditopang oleh empat tiang antara lain: pertama, menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi. Hal ini terkait dengan bagaimana mendorong perusahaan asing Bangunan AEC 2015/MEA 2015 di atas, ditopang oleh empat tiang antara lain: pertama, menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi. Hal ini terkait dengan bagaimana mendorong perusahaan asing

Pilar kedua, menjadikan ASEAN sebagai wilayah yang kompetitif, di mana masing-masing anggota ditargetkan untuk memiliki kebijakan- kebijakan di bidang persaingan usaha, perlindungan konsumen, dan pengembangan hak cipta. Pilar kedua ini lebih kepada capacity building, di mana masing-masing anggota diharapkan mampu mengembangankan aspek-aspek tersebut, sehingga dengan demikian dia menjadi lebih kompetitif.

Pilar ketiga, menjadikan ASEAN sebagai wilayah yang pertumbuhan ekonominya merata. Dalam hal ini ada dua program yang dikembangkan, pertama adalah pengembangan industri kecil dan menengah (IKM), dimana Indonesia mendapat tugas untuk mengembangkan common curriculumnya, dan sudah diselesaikan. Common curriculum tentang UKM tidak diwajibkan bagi semua anggota ASEAN, ini hanya sebagai referensi jika ada anggota ASEAN yang ingin mengembangkan jiwa entrepreneur kepada para pelajar atau mahasiswanya maka bisa merujuk kurikulum tersebut.

Pilar keempat, menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi dengan kawasan ekonomi global. Implementasinya dilakukan dengan membuat perjanjian FTA dengan China, India, Australia, New

Zealand, Korea dan Jepang, di mana ke depan mungkin juga dilakukan dengan UE dan AS.

4.2.2 AFTA AFTA disepakati pada tanggal 28 Januari 1992 di Singapura. Pada awalnya ada enam negara yang menyepakati AFTA,

Gambar 4-3 Logo AFTA Malaysia, Filipina, Singapura dan

Thailand. Vietnam bergabung dalam AFTA tahun 1995, sedangkan Laos dan Myanmar pada tahun 1997, kemudian Kamboja pada tahun 1999. Tujuan AFTA adalah meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia, untuk menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN.

Awalnya dalam kesepakatan, AFTA direncanakan beroperasi penuh pada tahun 2008 namun dalam perkembangannya dipercepat menjadi tahun 2003. Mekanisme utama untuk mencapai tujuan di atas adalah skema “Common Effective Preferential Tariff” (CEPT) yang bertujuan agar barang-barang yang diproduksi di antara negara-negara ASEAN yang Awalnya dalam kesepakatan, AFTA direncanakan beroperasi penuh pada tahun 2008 namun dalam perkembangannya dipercepat menjadi tahun 2003. Mekanisme utama untuk mencapai tujuan di atas adalah skema “Common Effective Preferential Tariff” (CEPT) yang bertujuan agar barang-barang yang diproduksi di antara negara-negara ASEAN yang

1. Pengecualian sementara

2. Produk pertanian yang sensitif

3. Pengecualian umum lainnya. Untuk kategori pertama, pengecualian bersifat sementara karena pada akhirnya diharapkan akan memenuhi standar yang ditargetkan, yakni 0- 5%. Sedangkan untuk produk pertanian sensitif akan diundur sampai 2010. Dapat disimpulkan, paling lambat 2015 semua tarif di antara negara ASEAN diharapkan mencapai titik 0%. AFTA dicanangkan dengan instrumen CEPT, yang diperkenalkan pada Januari 1993. ASEAN pada 2002, mengemukakan bahwa komitmen utama dibawah CEPT-AFTA hingga saat ini meliputi 4 program, yaitu:

1. Program pengurangan tingkat tarif yang secara efektif sama di antara negara-negara ASEAN hingga mencapai 0-5%.

2. Penghapusan hambatan-hambatan kuantitatif (quantitative restrictions) dan hambatan-hambatan non tarif (non tarif barriers).

3. Mendorong kerjasama untuk mengembangkan fasilitasi perdagangan terutama di bidang bea masuk serta standar dan kualitas.

4. Penetapan kandungan lokal sebesar 40%. Untuk Indonesia, kerjasama AFTA merupakan peluang yang cukup terbuka bagi kegiatan ekspor komoditas pertanian yang selama ini dihasilkan dan sekaligus menjadi tantangan untuk menghasilkan komoditas yang kompetitif di pasar regional AFTA. Upaya ke arah tersebut nampaknya masih memerlukan perhatian serta kebijakan yang lebih serius dari pemerintah maupu para pelaku agrobisnis, mengiungat beberapa komoditas pertanian Indonesia saat ini maupun di masa yang akan datang masih akan selalu dihadapkan pada persoalan-persoalan dalam peningkatan produksi yang berkualitas, permodalan, kebijakan harga dan nilai tukar serta persaingan pasar di samping iklim politis yang tidak kondusif bagi sektor pertanian.

Secara umum produk Indonesia siap berkompetisi. Misalnya, minyak kelapa sawit, tekstil, alat-alat listrik, gas alam, sepatu dan garmen. Tetapi, banyak pula yang akan tertekan berat memasuki AFTA, diantaranya produk otomotif, teknologi informasi dan produk pertanian. Era AFTA, peran negara dalam perdagangan sebenarnya akan direduksi secara signifikan. Sebab, mekanisme tarif yang merupakan wewenang negara dipangkas.

Oleh karena itu, diperlukan perubahan paradigma yang sangat signifikan, yakni dari kegitan perdagangan yang mengandalkan proteksi

negara menjadi kemampuan perusahaan untuk bersaing. Tidak saja secara nasional atau regional dalam AFTA, namun juga secara global. Karena itu, kekuatan manajemen, efisiensi, kemampuan permodalan dan keunggulan produk menjadi salah satu kunci keberhasilan. Sebagai salah satu anggota ASEAN, Indonesia masih menghadapi beberapa kendala diantaranya adalah : dari segi penegakan hukum, lembaga-lembaga yang seharusnya memperlancar perdagangan dan dunia usaha masih dilanda KKN, luasnya wilayah mempersulit pengawasan keluar masuknya barang selundupan, dan sebagainya. Selain itu juga masih relatif lemah dalam hal infrastruktur, pengelolaan Pendidikan Tingkat Tinggi, penguasaan teknologi serta inovasi bisnis.

Padahal untuk parameter pasar yang efisien tentunya terdapat subindikator yang sangat penting yaitu intensity of local competition, effectiveness of antimonopoli policy dan Extent of market dominance. Untuk Indonesia, ketiga subindikator tersebut dikategorikan kompetitif, sehingga secara keseluruhan peringkat produk barang Indonesia lebih baik dibandingkan negara China, India dan negara lain di ASEAN (kecuali Singapura dan Malaysia).

Namun, selain menghadapi berbagai persoalan, AFTA jelas juga membawa sejumlah keuntungan. Pertama, barang-barang yang semula diproduksi dengan biaya tinggi akan bisa diperoleh konsumen dengan Namun, selain menghadapi berbagai persoalan, AFTA jelas juga membawa sejumlah keuntungan. Pertama, barang-barang yang semula diproduksi dengan biaya tinggi akan bisa diperoleh konsumen dengan

4.2.3 FTA Sebagai bagian dari masyarakat dunia, ASEAN perlu untuk

mengintegrasikan diri dengan kawasan kerja sama lain atau negara lain di luar anggotanya. Sehubungan juga dengan pilar keempat dari bangunan MEA 2015, yang menitikberatkan tentang pentingnya integrasi ekonomi dengan pihak luar, maka negara anggota ASEAN membina partnerhip dengan sejumlah negara seperti Cina dalam ACFTA; Jepang dalam AJCEP; Korea dalam AKFTA; India dalam AIFTA, dan Australia serta Selandia Baru dalam AANZFTA; menjadi mutlak diperlukan. Kondisi ini telah menempatkan semua pihak yang bekerja sama dalam posisi yang dapat meningkatkan level perekonomiannya dengan negosiasi yang komprehensif.

Secara spesifik –misalnya untuk kasus ACFTA- Indonesia dan ASEAN saat ini sedang dalam proses mengintegrasikan ekonomi merekadengan China. Proses integrasi ekonomi antara kedua belah pihak

bukan tanpa masalah. Sejak fase awal dari ACFTA, yaitu, EHP, itu diberlakukan pada tahun 2005, ekonomi masalah yang berkaitan dengan lonjakan impor atau kenaikan harga komoditas dilaporkan di banyak bagian dari Asia Tenggara. Reaksi dari sektor swasta Indonesia dan organisasi masyarakat sipil dalam rangka menuju pembentukan ACFTA mengejutkan, terutama mengingat bahwa ukuran ekonomi negara dan potensi keuntungan perjanjian ini bisa menghasilkan untuk Indonesia secara keseluruhan. (Chandra dan Lontoh, 2011)

Untuk sebagian besar, Indonesia

lambat

dalam

merespon FTA ini. Sementara perdebatan tentang perlunya renegosiasi akan terus untuk beberapa waktu, ada kebutuhan bagi

Indonesia

untuk

Gambar 4-4 Ilustrasi Kesepakatan ACFTA mewujudkan

bahwa

mengingat tumbuh saling ketergantungan ekonomi negara dengan integrasi ekonomi dunia, reformasi ekonomi domestik yang cukup besar diperlukan. Dibandingkan dengan inisiatif perdagangan bebas lainnyabahwa Indonesia dan ASEAN mengejar atau akan mengejar di masa depan, ACFTA dapat dianggap sebagaisalah satu yang paling sederhana, dalam hal ini lebih mengingat tumbuh saling ketergantungan ekonomi negara dengan integrasi ekonomi dunia, reformasi ekonomi domestik yang cukup besar diperlukan. Dibandingkan dengan inisiatif perdagangan bebas lainnyabahwa Indonesia dan ASEAN mengejar atau akan mengejar di masa depan, ACFTA dapat dianggap sebagaisalah satu yang paling sederhana, dalam hal ini lebih

Perjanjian dengan partnert FTA yang mengikat MEA 2015, berdampak kepada anggotanya baik secara individual maupun secara menyeluruh. Dengan demikian, dari uraian di atas dapat ditarik konklusi bahwa MEA 2015 merupakan wadah bagi anggota ASEAN untuk memajukan perekonomiannya melalui perjanjian pasar bersama AFTA dan perjanjian dengan non”keluarga” ASEAN yang disebut FTA.