Gambaran Umum Wilayah Kajian

4.1 Gambaran Umum Wilayah Kajian

Provinsi Banten terbentuk pada Tahun 2000 melalui Undang-undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten, dimana sebelumnya merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat. Pada Tahun 2012. Provinsi ini terdiri dari 4 kabupaten dan 4 kota, antara lain: Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Tangerang, Kota Cilegon, Kota Serang, Kota Tangerang Selatan. Pusat pemerintah Banten terletak di Ibukota Provinsi yaitu Kota Serang, secara spesifik, terletak di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B)

4.1.1 Geografis

Wilayah Banten terletak di antara 5º7'50"-7º1'11" Lintang Selatan dan 105º1'11"-106º7'12" Bujur Timur, berdasarkan Undang- Undang

Republik

Indonesia

Nomor 23 tahun 2000 luas Gambar 4-1 Peta Provinsi Banten

wilayah Banten adalah 9.160,70 km². Provinsi Banten terdiri dari 4 kota, 4 kabupaten, 154 kecamatan, 262 kelurahan, dan 1.273 desa. Wilayah laut Banten merupakan salah satu jalur laut potensial, Selat Sunda merupakan salah satu jalur lalu lintas laut yang strategis karena dapat dilalui kapal besar yang menghubungkan Australia dan Selandia Baru dengan kawasan Asia Tenggara misalnya Thailand, Malaysia, dan Singapura. Di samping itu Banten merupakan jalur penghubung antara Jawa dan Sumatera. Bila dikaitkan posisi geografis, dan pemerintahan maka wilayah Banten terutama daerah Tangerang Raya (Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan) merupakan wilayah penyangga bagi Jakarta. Wilayah Provinsi Banten juga memiliki beberapa pelabuhan laut yang dikembangkan sebagai antisipasi untuk menampung kelebihan kapasitas dari pelabuhan laut di Jakarta, dan ditujukan untuk menjadi pelabuhan alternatif selain Singapura.

4.1.2 Sumber Daya Manusia Penanda bagi kualitas sumber daya manusia sebuah daerah, dapat

dilihat dari kualitas pendidikan, kesehatan dan penghasilan masyarakatnya. Secara eksplisit ketiga hal ini diakumulasi ke dalam persentase dan dinamakan Indeks Pembangunan Manusia.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat; pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian sangat luas karena terkait banyak faktor. Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka harapan hidup waktu lahir. Selanjutnya untuk mengukur dimensi pengetahuan digunakan gabungan indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Adapun untuk mengukur dimensi hidup layak digunakan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak.

Tabel 4-1 Data IPM Provinsi Banten

Tahun

Kabupaten/Kota

Kab Pandeglang 68.29 68.77 69.22 69.64 62.06 Kab Lebak

67.67 67.98 68.43 68.82 61.64 Kab Tangerang

71.76 72.05 72.36 72.82 69.57 Kab Serang

68.67 69.33 69.83 70.25 63.97 Kota Tangerang

75.17 75.44 75.72 76.05 75.87 Kota Cilegon

75.29 75.60 75.89 76.31 71.57 Kota Serang

70.61 71.45 72.30 73.12 70.26 Kota Tangerang Selatan

75.38 76.01 76.61 77.13 79.17 Provinsi Banten

70.48 70.95 71.49 71.90 69.89

Sumber: bps.banten.go.id

Pada tabel 4-1 di atas, dapat disimpulkan bahwa dari semua wilayah administrasi pembangunan Provinsi Banten, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak memiliki IPM yang paling rendah dibandingkan dengan kabupaten atau kota lain di Banten. Keduanya sampai saat ini belum pernah mencapai angka IPM 70. Hal ini mengindikasikan bahwa pada saat MEA 2015 dilaksanakan, kedua kabupaten ini merupakan kabupaten yang harus sesegera mungkin meningkatkan kualitas SDMnya. Sementara itu, Kabupaten Serang juga mengalami hal serupa di lima tahun berjalan ke belakang. Hanya saja pada tahun 2013 Kabupaten Serang berhasil memerolah capaian IPM sebesar 70,25.

Ketenagakerjaan

Ketenagakerjaan suatu provinsi bisa dilihat dari banyak sisi. Pada umumnya, angka angkatan kerja, jumlah tenaga kerja, dan juga tingkat pengangguran, menjadi 3 indikator utama bagaimana kondisi ketenagakerjaan sebuah provinsi. Pada kajian ini, lapangan pekerjaan utama dipilih untuk menggambarkan kondisi ketengakerjaan Banten. Hal ini dilakukan karena pada situasi persaingan karena adanya MEA 2015, AFTA dan FTA, dapat diantisipasi secara faktual di persaingan lapangan kerja berdasarkan lapangan pekerjaan apa yang banyak didiami oleh tenaga kerja provinsi dimaksdud.

Stuktur penduduk Provinsi Banten yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama selama satu tahun terakhir tidak berubah secara signifikan, hanya terjadi pergeseran sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja dari sektor perdagangan menjadi sektor industri. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Penyerapan tenaga kerja sektor Industri sebanyak 1.322 ribu orang (25,38 persen) disusul oleh sektor perdagangan yang menyerap 1.259 ribu orang atau 24,18 persen penduduk yang bekerja. Secara keseluruhan, terjadi perubahan jumlah penduduk yang bekerja di masing masing sektor (lapangan pekerjaan utama).

Kenaikan jumlah penduduk yang bekerja secara total, tidak disertai dengan kenaikan jumlah orang bekerja di setiap sektor. Selama periode Februari 2014 – Februari 2015, kenaikan jumlah pekerja didukung oleh kenaikan pekerja di sektor industri, konstruksi dan jasa kemasyarakatan. Untuk lebih memerjelas kondisi ketenagakerjaan Banten dari sisi lapangan pekerjaan utamanya, disajikan tabel 4-2 di bawah ini.

Tabel 4-2 Penduduk Berusia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2014 –2015 (ribu orang)

2015 Lapangan Pekerjaan Utama Februari Agustus

1.155 1.259 Transportasi, Pergudangan dan

283 Jasa Kemasyarakatan

Sumber: Bank Indonesia cabang Banten

4.1.3 Ekonomi

Kondisi perekonomian global yang masih belum stabil berdampak pada penurunan kinerja ekspor-impor Provinsi Banten. Ekspor ke negara tujuan utama seperti Amerika Serikat dan Jepang mengalami penurunan di triwulan II-2015 melanjutkan tren penurunan sejak triwulan IV-2014. Ekspor ke Tiongkok yang pada triwulan I-2015 sempat membaik saat ini kembali mengalami penurunan. Sementara ekspor yang menunjukkan adanya perbaikan hanyalah ekspor ke eropa yaitu tumbuh 1,39%.

Sedangkan kinerja impor tumbuh positif berdasarkan negara mitra dagang utama hanya Tiongkok sebesar 5,46%. Berdasarkan jenis barang, penurunan impor terjadi di ketiga jenis penggunaan baik barang modal, barang konsumsi maupun bahan baku.

Tabel 4-3 Negara Tujuan Ekspor Banten

Sumber: Bank Indonesia cabang Banten

Dari tabel tabel 4-3 di atas, dapat disimpulkan bahwa jumlah terbeser ekspor Banten ke luar negeri baik pada tahun 2014 maupun 2015, adalah ke negara-negara ASEAN. Walaupun jika diperhatikan lebih jauh lagi, pembandingan triwulan I dan II antara tahun 2014 dan 2015, terjadi penurunan nilai ekspor dari tahun 2014 ke tahun 2015.