tentang keberagaman, aktivitas kehidupan dan nilai inspiratif masyarakat. Pada program Bingkai Sumatera ini memiliki empat segmen yang terdiri atas segmen
pembuka, segmen isi tema yang diangkat dalam episode tersebut, segmen potret, dan yang terakhir segmen penutup.
Pada episode pertama, program Bingkai Sumatera menghadirkan liputan mengenai seorang mahasiswa aktif yang mau mengisi waktu luangnya dengan
berbagai kegiatan sosial. Pada episode kedua membahas mengenai sanggar seni karo sora siluro yang diprakarsai oleh anak-anak muda yang berusaha untuk
mengembalikan kebudayaan suku karo yang mulai banyak ditinggalkan agar berkembang kembali. Pada segmen potret di Bingkai Sumatera edisi 151 ini akan
membahas tentang Kuil Sri Raje Rajeswari Amman di Langkat, Sumatera Utara yang merupakan kuil tertua umat Hindu di Sumatera Utara.
Pada program Selasar Budi yang diteliti edisi Mengabdi Pada Anak Negeri ditayangkan pada tanggal 26 Mei 2013. Program ini berdurasi 24 menit,
membahas tentang orang-orang yang melakukan kebajikan sehingga bisa menjadi sebuah jalinan cinta kasih tidak terputus yang selalu menebarkan nilai kebaikan di
setiap lini kehidupan. Program ini membahas sesosok wanita yang dengan ikhlas mengabdikan dirinya pada anak negeri yang membutuhkannya.
4.2.1.1 Menjadi stasiun televisi yang berbudaya humanis
Beberapa stasiun televisi menyajikan siaran yang mengandung unsur kebudayaan dan humanis, salah satunya adalah DAAI TV. Dimana pada
penelitian ini diangkat dua program DAAI TV yang mengandung unsur kebudayaan dan humanis yaitu program Bingkai Sumatera dan Selasar Budi. Dari
hasil interpretasi, dapat dilihat bahwa dalam setiap segmen dan tema yang diangkat terdapat tujuan pelayanan dari visi dan misi DAAI TV yaitu menjadi
stasiun televisi yang berbudaya humanis. Hal ini terlihat pada program Bingkai Sumatera edisi 151 dengan tema yaitu: “Hikmah Sosial Prayugo, Sanggar Seni
Karo Sora Siluro, dan Kuil Sri Raja Rajeswari Amman” dan Selasar Budi dengan tema “Mengabdi Pada Anak Negeri”.
Rahma Mandasari Reporter: “Banyak persoalan hidup yang dia pelajari dari beraktifitas di tzu ching, salah satu yang selalu diingatnya adalah ketika
berkunjung ke panti jompo, dan mendapati seorang kakek yang sangat sedih saat dititipkan oleh anak-anaknya di panti asuhan tersebut. Dari kisah ini yugo
tergugah untuk lebih berbakti kepada orang tuanya.”
Sumber: Transkrip program Bingkai Sumatera edisi 151 “Hikmah Sosial Prayugo”. Lampiran 1
Pernyataan di atas menggambarkan bahwa melalui program ini, DAAI TV dalam program Bingkai Sumatera dengan temanya Hikmah Sosial Prayugo,
memberikan fakta yang penting tentang kegiatan anak muda yang selalu mengisi waktu luangnya untuk membantu kepada sesama. Sekarang ini tidak banyak anak-
anak muda yang mau berbagi kepada sesamanya dengan alasan tidak ada waktu luang, padahal apa yang dilakukan oleh kebanyakan anak-anak muda sekarang
menggunakan waktu luangnya untuk bersenang-senang. Oleh karena itu, maksud DAAI TV melalui tayangan program Bingkai Sumatera ini adalah agar
masyarakat khususnya anak-anak muda, dapat lebih peduli dan menghargai orang lain. Dari pernyataan di atas, dapat dilihat makna yang tersembunyi adalah bahwa
seharusnya orang tua berada di tengah-tengah keluarganya anak-anaknya bukan dititpkan di panti jompo dan melalui program ini DAAI TV ingin memotivasi
masyarakat untuk tetap menyayangi orang tua yang telah membesarkannya.
Vina Simanjuntak Reporter: “Sora sirulo merefitalisasi budaya dengan menggiatkan kembali seni tari dan musik tradisional karo. Tarian dan musik
tradisional karo merupakan bagian dari budaya yang telah membentuk kehidupan masyarakat karo. Untuk tarian, kelompok budaya sora sirulo benar-benar
menampilkan tarian suku karo yang asli, yang bukan hanya memperhatikan musik dan gerakan tapi juga busana tradisional. Itu sebabnya dalam latihan ini mereka
tetap menggunakan kain. Berbagai alat musik tradisional karo, seperti keteng- keteng, penganak dan kulcapi dilatih penguasaanya kepada para pemuda di
sanggar ini. Alat-alat musik ini merupakan alat musik tradisional karo yang mempunyai makna filosofis tersendiri dan harus dilestarikan jika tidak ingin
hilang di ujung zaman.”
Sumber: Transkrip program Bingkai Sumatera edisi 151 “Sanggar Seni Karo Sora Siluro”. Lampiran 2
Pernyataan di atas menggambarkan bahwa melalui program ini, DAAI TV dalam program Bingkai Sumatera dengan temanya Sanggar Seni Karo Sora
Siluro, memberikan fakta yang penting tentang kebudayaan yang telah banyak
dilupakan oleh masyarakatnya salah satunya kebudayaan karo. Kebudayaan karo yang sudah banyak dilupakan oleh masyarakatnya ini, membuat sekelompok
pemuda di kota medan berusaha untuk mengembalikan kembali kebudayaan mereka melalui berbagai kegiatan seni karo. Kegiatan itu mereka wadahi di
sanggar seni karo sora siluro. Oleh karena itu, apa yang telah ditayangkan oleh DAAI TV melalui program Bingkai Sumatera, diharapkan masyarakat dapat
peduli terhadap kebudayaan yang telah ada dan jangan sampai melupakan kebudayaan asli dari setiap daerahnya. Dapat dilihat makna yang tersembunyi dari
penyataan di atas adalah suatu kebudayaan tetap ada jika kita sendiri sebagai masyarakatnya sadar dengan kebudayaan yang dimiliki, selalu menjaga dan
melestarikan kebudayaan karena banyak masyarakat sekarang malah mengadopsi kebudayaan dari luar sehingga kebudayaan sendiri terlupakan.
Rotua Tampubolon Reporter: “Awalnya kuil Shri Raja Rajeswari Amman ini merupakan kuil yang dibangun untuk para buruh India beragama
hindu. Kuil ini sempat dihancurkan pada masa penjajahan jepang dan hanya meninggalkan pondasi utama dan beberapa archa saja. Tanah dan bagunan kuil
ini kemudian dibeli oleh leluhur erka sangkar lingam untuk dibangun kembali sebagai tempat ibadah keluarga.”
Sumber: Transkrip program Bingkai Sumatera edisi 151 “Kuil Shri Raja Rajeswari Amman”. Lampiran 3
Pernyataan di atas menggambarkan bahwa melalui program ini, DAAI TV dalam program Bingkai Sumatera dengan temanya Kuil Shri Raja Rajeswari
Amman, memberikan fakta yang penting mengenai sejarah masuknya kebudayaan India ke sumatera. Kuil Raja Rajeswari Amman tersebut merupakan bangunan
peninggalan kejayaan perkebunan sumatera timur. Kuil tersebut memiliki banyak nilai sejarah yang mengisahkan keberadaan para buruh perkebunan dimasa
kolonialisme. Oleh karena itu, apa yang telah ditayangkan oleh DAAI TV melalui program Bingkai Sumatera ini, diharapkan kepada masyarakat untuk tetap selalu
menjaga dan melindungi peninggalan-peninggalan sejarah dan kebudayaan. Makna yang tersembunyi dari pernyataan di atas adalah walaupun sudah tinggal
di negara asing, kebudayaan yang kita miliki harus selalu kita bawa dan jaga agar kita tidak melupakan kebudayaan asli yang kita miliki.
Menjadi stasiun televisi berbudaya humanis, diimplementasikan pula dalam program Selasar Budi “Mengabdi Pada Anak Negeri”. Dalam program
Selasar Budi “Mengabdi Pada Anak Negeri” ini, DAAI TV membahas tentang pengabdian sesosok wanita dalam hal pengabdian dirinya kepada anak negeri.
Wanita tersebut mengabdikan dirinya pada anak negeri untuk mendidik dan mengasuh mereka yang tidak mampu walaupun wanita tersebut sebenarnya juga
tidak mampu dalam hal perekonomian. Yang menjadi sosok teladan dalam program Selasar Budi yaitu wanita berdarah Ambon yang tinggal di Pangkalan
Brandan, Katrina Talaksoro. Katrina Talaksoro narasumber: “Resminya menampung mereka itu
mulai dari tahun 2003. Ada beberapa anak yang sudah saya, bukan adopsi ya, tapi ada satu yang sudah saya anggap seperti anak sendiri. Jadi masuk di dalam
daftar KK Kartu Keluarga sebagai anak kandung. Berikutnya bermunculan satu demi satu sekitar tahun 2005. Terpikir oleh saya kepingin membuat satu lembaga
yang resmi yang diketahui oleh pemerintah. Waktu itu kepala dinas kabupaten Langkat, ibu Dra. Ibu Azizah, dia menyarankan saya membuka PAUD dan
PKBM. Nah saya mempelajari tentang PAUD dan PKBM, ternyata sesuai dengan hati nurani gitu. Kemudian di tahun 2009, itu saya mengurus izin Taman
Penitipan Anak. Anak-anak mulai datang satu-satu, yang bayi, ada yang alasan ibunya bekerja dan lain-lain. Saya asuh mereka, saya berharap suatu waktu nanti
mereka ini menjadi anak-anak yang hebat gitu. Jadi saya didik mereka itu dengan pembelajaran baby education dan mulai mempelajari otodidak, karena kebetulan
saya juga ada latar belakang guru. Karena ada restrukturisasi di badan pertamina sendiri keluarlah aturan-aturan tentang pengurangan pegawai
termasuk guru-guru. Jadi kami diberikan pesangon. Nah pesangon yang sedikit itulah, saya pakai untuk membeli lokasi yang saat ini, kita sedang ada di tempat
ini, dan saya mendirikan sekolah ya seperti ini.”
Sumber : Transkrip program Selasar Budi “Mengabdi Pada Anak Negeri” edisi 26 Mei 2013 lampiran 4
Pernyataan di atas menggambarkan bahwa melalui program ini, DAAI TV dalam program Selasar Budi “Mengabdi Pada Anak Negeri”, memberikan fakta
yang penting mengenai kehidupan dan pengabdian seseorang dalam mengasuh dan memberikan pendidikan secara gratis tanpa memungut biaya apapun bagi
masyarakat disekitar tempat tinggalnya dan bagi warga yang kurang mampu. Melalui program ini, DAAI TV berharap masyarakat dapat membantu dan
melakukan hal yang sama dalam mendidik dan mengasuh tanpa meminta pamrih atau imbalan bagi anak-anak bangsa agar anak-anak bangsa dapat cerdas dan bisa
mengubah negara kita menjadi yang lebih baik. Dapat dilihat makna yang tersembunyi dari pernyataan di atas adalah tidak seharusnya anak-anak diasuh dan
dibesarkan oleh orang lain karena anak-anak masih membutuhkan kasih sayang dan bimbingan dari orang tuanya.
Hasil pembahasan ini didukung oleh teori menurut Morissan 2008: 133, yang menyatakan Tujuan pelayanan mencakup kegiatan penentuan program yang
dapat menarik audiens, penentuan program yang dapat memenuhi minat dan kebutuhan audiens sekaligus kegiatan penentuan peran media penyiaran di tengah
masyarakat. Hal ini juga didukung oleh Everett M. Rogers seorang pakar Sosiologi Pedesaan Amerika, mengemukakan bahwa “Komunikasi adalah proses
di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka” Cangara, 2012: 22. Pembahasan
ini juga didukung oleh teori media massa yang dikemukakan oleh Onong Uchjana Effendy 2005: 149-150 yaitu fungsi media massa sebagai sarana pendidikan,
media massa banyak menyajikan pengetahuan sehingga pengetahuan masyarakat luas bertambah. Media massa berfungsi mencerdaskan masyarakat, menawarkan
nilai-nilai etika dan menuntun masyarakat ke arah perilaku yang lebih baik
4.2.1.2 Menyajikan tayangan positif dan bermanfaat bagi masyarakat