3
nyamuk Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2008. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang merupakan rumah
sakit rujukan di Provinsi Sumatera Utara tercatat kasus DBD pada tahun 2012 adalah sebanyak 149 pasien dengan kategori umur 14 tahun sebanyak 37 pasien dan umur
15 – 24 tahun sebesar 51 pasien. Pada tahun 2011 kasus DBD dengan usia 14 tahun sebanyak 66 pasien dan umur 15 – 24 tahun sebanyak 74 pasien. Sedangkan kasus
DBD anak tahun 2009 sebanyak 86 pasien, 2010 sebanyak 93 pasien. Berdasarkan fakta – fakta di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang gambaran klinis
penderita demam berdarah dengue pada anak di RSUP Haji Adam Malik yang terletak di Kota Medan. 1.2
Rumusan Masalah Uraian ringkas dari latar belakang masalah
di atas memberikan dasar bagi
peneli ti untuk merumu skan pert an yaan pen eli ti an ya it u “ Ba gaim ana gambaran klinis penderita Demam Berdarah Dengue pada anak di RSUP H.
Adam Malik Medan Tahun 2011 – 2012? ”.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran klinis
penderita Demam Berdarah Dengue pada anak di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011 – 2012. 1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Demam Berdarah Dengue pada Anak di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011 - 2012
berdasarkan tanda dan gejala.
2. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Demam Berdarah Dengue pada Anak di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011 – 2012
berdasarkan sosio demografi umur dan jenis kelamin.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
4
3. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Demam Berdarah Dengue pada Anak di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011 - 2012 berdasarkan
klasifikasiderajat.
4. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Demam Berdarah Dengue pada Anak di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011 – 2012
berdasarkan lama perawatan.
5. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Demam Berdarah Dengue pada Anak di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011 – 2012
berdasarkan transfusi.
6. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Demam Berdarah Dengue pada Anak di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011 – 2012
berdasarkan bulan rawatan.
7. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Demam Berdarah Dengue pada Anak di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011 – 2012
berdasarkan outcome.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Masyarakat Diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai gambaran tentang penyakit DBD dan cara pencegahan sehingga mengurangi insidensi terjangkitnya virus dengue. 1.4.2 Bagi Institusi Kesehatan
Dapat memberikan informasi mengenai angka morbiditas dan mortalitas yang dapat berguna dalam pengembangan program pencegahan maupun pelayanan kesehatan
bagi penderita DBD. 1.4.3 Bagi Peneliti Diharapkan dapat menjadi pembelajaran sehingga menambah pemahaman dan wawasan dalam melakukan penelitian di
bidang kesehatan dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan dalam praktik keseharian.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
5
1.4.4 Bagi Institusi Pendidikan Bagi institusi pendidikan diharapkan hasil
penelitian ini dapat menambah studi kepustakaan dan diharapkan menjadi suatu referensi serta masukan yang berarti dan bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
6
2.1 Demam Berdarah Dengue 2.1.1 Definisi Demam dengue adalah sindrom
jinak yang disebabkan oleh arthropodborne viruses dengan karakteristik demam bifasik, nyeri otot dan sendi, ruam kulit, leukopenia, dan limfadenopati. Dengue
hemorrhagic fever adalah demam dengue dengan kondisi hemoragik seperti trombositopenia, hemokonsentrasi dan dalam beberapa kasus – kasus yang parah,
protein-losing shock syndrome dengue shock syndrome. Kondisi ini dipercaya memiliki hubungan basis imunopatologis Halstead, 2011;Dorland, 2012. 2.1.2
Epidemiologi Istilah hemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di
Filipina pada tahun 1953. Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970 dan pada
tahun 1993 DBD telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia IDAI, 2012. Dalam 50 tahun terakhir, tercatat insidens kasus demam berdarah dengue telah
meningkat 30 kali seiring dengan perkembangan dan pertambahan penduduk dari kota ke desa dalam dekade terakhir ini. Di seluruh dunia, diperkirakan sedikitnya terdapat
50 juta dari 2,5 milyar penduduk yang tinggal di daerah endemik terinfeksi virus dengue setiap tahunnya WHO, 2009. Dengue merupakan penyebab demam kedua
tertinggi setelah malaria Shandera Roig, 2013. Infeksi dengue ini endemis pada banyak negara Asia Tenggara, Pasifik Barat, Amerika dan hiperendemis di Thailand
WHO, 1997;Bajaj et al., 2011. Demam berdarah dengue kebanyakan terjadi pada anak usia kurang dari 15 tahun Witayathawornwong et al., 2012.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
7
Anak golongan usia 10 – 15 merupakan golongan umur tersering menderita DBD dibandingkan dengan bayi dan orang dewasa, dan sekitar 50 penderita DBD
merupakan golongan umur tersebut. Anak perempuan lebih beresiko menderita DBD dibandingkan anak laki - laki Dhooria et al., 2008;IDAI, 2012 namun dalam
penelitian di Indonesia didapati laki – laki lebih tinggi terkena DBD dibandingkan perempuan Karyanti Hadinegoro, 2009 dengan perbandingan 1,4:1 dikarenakan
nyamuk Aedes aegypti yang aktif menggigit pada siang hari dengan dua puncak aktivitas yaitu pada pukul 08.00 – 12.00 dan 15.00 – 17.00, pada jam tersebut
anak-anak biasanya bermain di luar rumah Hartoyo, 2008. Beberapa faktor yang mempengaruhi beratnya penyakit, seperti faktor host, serotipe virus atau genotype,
sekuens infeksi virus, perbedaan antibodi crossreactive dengue, dan respons sel T. Usia lebih tua sebelumnya dilaporkan memiliki faktor risiko untuk mortalitas pada
demam dengue atau demam berdarah dengue sebagai komorbiditas yang berhubungan dengan penuaan dan penurunan imunitas sebagai faktor risiko untuk fatalitas pada
pasien tua dengan infeksi aktif. Walaupun syok dan kebocoran plasma lebih sering terjadi pada usia muda, frekuensi perdarahan internal dapat terjadi seiring dengan
pertambahan usia. Selain itu komplikasi infeksi dengue pada dewasa, seperti demam dengue dengan perdarahan dan DBD mengalami peningkatan Tantawichien, 2012.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
8
Gambar 2.1. Transmisi virus Dengue Sumber : WHO 1997 2.1.3
Etiologi
Virus dengue termasuk group B anthropod-borne virus arboviruses dan sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae, yang mempunyai 4 jenis
serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Serotipe utama selama beberapa tahun terakhir adalah DEN-2 dan DEN-3. Infeksi dari satu serotipe memberikan
imunitas seumur hidup terhadap serotipe tertentu tapi hanya beberapa bulan imunitas terhadap serotipe lain Kariyawasam, Senanayake, 2010. Seseorang yang tinggal di
daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan
bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat IDAI, 2012.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
9
Vektor dari virus dengue adalah nyamuk Aedes aegypti and Aedes albopictus Ford-Jones Artsob, 2003. Hostnya adalah manusia yang digigit oleh nyamuk
betina dan masa inkubasinya selama 4-10 hari WHO, 2009. 2.1.4 Patogenesis
Gigitan nyamuk Aedes menyebabkan infeksi di sel langerhans di epidermis dan keratinosit. Kemudian menginfeksi sel - sel lainnya seperti monosit, sel dendritik,
makrofrag, sel endotelial dan hepatosit. Monosit dan sel dendritik yang terinfeksi memproduksi banyak sitokin proinflammatori dan kemokin yang selanjutnya
mengaktivasi sel T yang diperkirakan menyebabkan disfungsi endotelial. Disfungsi endotelial menyebabkan peningkatkan permeabilitas pembuluh yang kemudian
menyebabkan perembesan cairan di pleura, rongga peritonium, dan syok. Sel endotelial juga dirangsang untuk menimbulkan respons imun yang mengakibatkan
permeabilitas vaskular meningkat Malavige Ogg, 2012. Menurut IDAI 2012, patogenesis DHF belum jelas namun terdapat hipotesis yang mendukung seperti
heterologous infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis yang menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi virus
dengue pertama kali mendapatkan infeksi kedua dengan virus dengue serotipe lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun IDAI, 2012. Banyak para ahli sependapat
bahwa infeksi sekunder adalah penyebab beratnya manifestasi klinis pada penderita DBD Ginting, 2004
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Hipotesis secondary heterologus infection.
Sumber : Ginting 2004.
10
Menurut hipotesis infeksi sekunder gambar 2.2, sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu,
menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan
tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen.
Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan
peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa WHO, 1997.
Infeksi sekuensial dengan serotipe dengue berbeda lebih rentan menjadi bentuk penyakit lebih berat demam berdarah denguesindrom syok dengue. Hal ini
dijelaskan dengan pembentukan kaskade cross-reactive antibodi heterolog nonnetralisasi yang diperkuat, sitokin seperti interferon gamma yang diproduksi o
lek sel T spesifik dan aktivasi komplemen yang menyebabkan disfungsi endotel, destruksi trombosit, dan koagulopati konsumtif Kariyawasam Senanayake, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
11
2.1.5 Diagnosis Menurut WHO 1997 yang dikutip oleh Suhendro 2009 dan IDAI
2012, kriteria diagnosis DBD ditegakkan melalui 2 kriteria :
A. Kriteria Klinis 1 Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2 – 7 hari 2 Didapati uji tourniquet positif dengan salah satu bentuk perdarahan:
a Petekie, ekimosis, atau purpura b Perdarahan mukosa tersering epistaksis atau perdarahan gusi,
atau perdarahan dari tempat lain. c Hematemesis dan atau melena
3 Pembesaran hati 4 Syok yang di tandai dengan nadi lemah dan cepat disertai penurunan
tekanan nadi =20 mm H g, tek anan d arah m enur un tekanan sistolik =80 mm Hg disertai ku li t yan g terab a dingin d an lembab terutama
pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah, dan timbul sianosis di sekitar mulut.
B. Kriteria Laboratorium 1 Trombos it openia =100.000 ul 2 Terdapat peningkatan hematokrit = 20 dibandingkan dengan nilai
hematokrit pada masa sebelum sakit atau masa konvalesen. 3 Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia. Dua atau tiga patokan klinis pertama disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi sudah cukup untuk menegakkan diagnosa DBD IDAI, 2012. Tes
serologis, kultur viral dari plasma 50 sensitif pada ke 5 Levin Weinberg, 2009, pemeriksaan IgM dengan ELISA Sondheimer, 2008, titer antibodi IgG yang
meningkat 4 kali, serta pemeriksaan dengan PCR terhadap virus dengue dapat membantu penegakan diagnosa pasien DBD. Pada penderita DBD dengan
enchepalitis, harus di periksa CSSCSF untuk membantu diagnosa American Academy of Pediatrics, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
12
Pemeriksaan Kadar AST dan ALT juga diperlukan karena berhubungan dengan derajat penyakit DBD. Pada anak dengan infeksi dengue semakin tinggi kadar AST
dan ALT serum, semakin berat derajat penyakit. Kadar AST lebih tinggi dibandingkan kadar ALT serum dengan rasio 2-3:1 Darajat et al., 2008. Pada
beberapa kasus dapat ditemukan leukopenia Sondheimer, 2008.
2.1.6 Karakteristik Derajat WHO 1975 yang dikutip dari Suhendro 2009 dan
IDAI 2012 membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat : Tabel 2. 1. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue Suhendro et al, 2009;IDAI, 2012.
DFDHF Derajat Tanda dan gejala Laboratorium DF Demam dengan 2 tanda : Sakit kepala Nyeri Retro-orbital
Mialgia Artralgianyeri tulang Ruam Manifestasi pendarahan
Tidak ada bukti kebocoran plasma
DHF I Demam dan manifestasi pendarahan uji torniquet positif dan terdapat bukti kebocoran plasma
DHF II Gejala seperti di Grade I ditambah dengan perdarahan spontan
DHF III Gejala seperti di Grade I atau II ditambah kegagalan sirkulasi nasi melemah, tekanan n ad i sempi t = 20 mmHg, hipotensi disertai kulit dingi,
lembab dan ppasien menjadi gelisah
DHF IV Seperti di Grade III ditambah ditemukannya syok berat dengan tekanan darah dan nadi tidak teraba
Leu k op en i a Leu k osi t = 5 000 selmm
3
. Trombositopenia jumlah trombosit 150.000 selmm
3
. Peningkatan hematokrit 5 - 10. Tidak ada bukti kehilangan plasma
Trombositopenia 100.000 selmm
3
; HC T men i n gk at =20
3
Trombositopenia 100.000 selmm ; HC T men i n gk at =20
3
Trombositopenia 100.000 selmm ; HC T men i n gk at =20
Trombositopenia 100.000 selmm
3
; HC T men i n gk at =20
DHF derajat III dan IV juga disebut sindrom syok dengueDengue Shock Syndrome SSDDSS Serologi Dengue Positive ditemukan pada semua derajat
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
13
Gambar 2.3. Proses dan Derajat Infeksi Dengue.
Sumber : WHO 1997.
Berdasarkan kelemahan dari kriteria sebelumnya maka WHO pada tahun 2009 mengeluarkan klasifikasi dan derajat keparahan dari infeksi virus dengue, yaitu
kriteria probable dengue, warning sign dan kriteria severe dengue :
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4. Klasifikasi dengue dan derajat keparahan Sumber :
WHO 2009
14
2.1.7 Manifestasi Klinis WHO pada tahun 2009 membagi gejala klinis demam
dengue menjadi 3 fase : 1. Fase Demam, 2.Fase Kritis, 3.Fase Recovery. A. Fase I – Fase Demam
Demam akut yang berlangsung 2 - 7 hari dan sering disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh badan, mialgia, atralgia, dan sakit kepala. Beberapa
pasien dapat memiliki gejala sakit tenggorokan, faring hiperemis dan injeksi konjungtiva. Anorexia, mual, dan muntah sering terjadi dan dapat sulit
dibedakan dengan demam non-dengue pada fase awal. Uji torniquet positif pada fase ini meningkatkan kepastian dari dengue. Manifestasi perdarahan ringan
seperti petekie dan perdarahan membran mukosa mis. hidung dan gusi dapat terlihat. Gejala tidak khas seperti perdarahan vagina dan perdarahan
gastrointestinal dapat terjadi. Hati dapat
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
15
membesar dan terasa sakit pada beberapa hari sewaktu demam. Penurunan sel darah putih dapat memberikan tanda sebagai infeksi dengue WHO, 2009.
Tanda dan gejala ini kurang dapat membedakan antara severe dan non severe dengue sehingga perlu monitoring lebih untuk berhati - hati dalam menilai fase
perkembangan ke fase kritis WHO, 2009.
Gambar 2. 5. Proses Penyakit Dengue.
Sumber : WHO 2009. B. Fase II – Fase Kritis Pada tahap ini, demam masih berlangsung pada hari ke 3 –
7 namun temperatur sedikit menurun yaitu 37.5 – 38
o
C atau lebih rendah dan juga menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dengan level hematokrit yang
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
16
meningkat. Periode kebocoran plasma berlangsung selama 24 – 48 jam WHO, 2009. Leukopenia parah diikuti dengan penurunan hitung trombosit
mengindikasikan terjadinya kebocoran plasma. Pada pasien dengan tidak diikuti peningkatan permeabilitas kapiler akan membaik namun pasien yang memiliki
keadaan tersebut akan bertambah parah dengan kehilangan volume plasma. Efusi pleura dan ascites dapat terdeteksi tergantung dari tingkat keparahan kebocoran
plasma tersebut. Maka foto thorax dan USG abdomen dapt digunakan sebagai alat bantu diagnosa. Kadar hematokrit yang melebihi batas normal dapat digunakan
sebagai acuan melihat derajat keparahan kebocoran plasma WHO, 2009. Syok dapat terjadi jika volume plasma berkurang hingga titik kritis dan sering didahului
oleh warning signs. Syok yang berlangsung lama, menyebabkan hipoperfusi organ sehingga dapat mengakibatkan gangguan organ, metabolik asidosis, dan
Disseminated Intravascular Coagulation DIC WHO, 2009.
C. Fase III – Fase PenyembuhanRecovery Pasien yang melewati fase kritis akan memasuki fase recovery dimana terjadi reabsorpsi cairan extravaskular dalam 48-72
jam, dimana keadaan umum akan membaik, nafsu makan bertambah, gejala gastrointestinal berkurang, status hemodinamik stabil, dan diuresis terjadi. Ruam,
pruritis, bradikardia dapat terjadi pada fase ini WHO, 2009. Hematokrit dapat kembali stabil atau menurun akibat efek pengenceran dari absorpsi cairan. Sel darah
putih perlahan mengalami peningkatan setelah suhu tubuh menurun diikuti dengan peningkatan trombosit. Respiratory distress akibat efusi pleura masif dan ascites
dapat terjadi akibat dari terapi cairan IV yang berlebih sewaktu fase kritis ataupun fase recovery yang dapat dikaitkan d engan edema paru atau gagal jantung kongestif
WHO, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Fase Demam, Kritis dan Penyembuhan pada Dengue WHO, 2009.
17
Menurut WHO-SEARO manifestasi klinis berdasarkan gambar 4 dibawah ini.
Gambar 2. 6. Manifestasi Klinis infeksi virus dengue.
Sumber : WHO SEARO 2011. Pada balita, anak – anak dan dewasa yang pertama kali terinfeksi virus dengue mis. infeksi dengue primer akan menimbulkan
gejala demam yang tidak dapat dibedakan dari infeksi virus lainnya. Ruam makulopapular dapat timbul bersamaan dengan demam ataupun setelah demam
turun. Ruam yang bersamaan dengan demam hanya berbentuk makula, bersifat menyeluruh dan berubah pucat jika ditekan sedangkan ruam setelah demam turun
bersifat makulopapular pada seluruh tubuh dan tidak terdapat pada telapak tangan dan kaki Gruskin, 2010. Gejala ISPA dan GI sangat umum terjadi pada penderita
ini Bajaj et al., 2011.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
18
Lelah, sakit pada retro– orbital, mialgia, dan atralgia juga dirasakan pada penderita DBD Polin Ditmar, 2011;Green et al., 2005. 2.1.8
Diagnosa Banding Demam
pada fase akut mencakup spektrum infeksi bakteri dan virus yang luas. Pada hari – hari pertama DBD sulit dibedakan dari morbili dan Immune Thrombocytopenic
Purpura ITP yang disertai demam IDAI, 2012. Diagnosa banding DBD juga dapat dilihat terhadap kesesuaian klinis dengan demam tifoid, campak, influenza,
chikungunya, dan leptospirosis Suhendro et al., 2009. Tabel 2.3. Diagnosa Banding Demam Dengue WHO, 2009.
Kondisi mirip dengan fase demam Flu-like syndromes Influenza, measles, Chikungunya, infectious
mononucleosis , HIV seroconversion illness Illnesses with a rash Rubella, measles, scarlet fever, meningococcal infection, Chikungunya, drug reactions Diarrhoeal diseases Rotavirus, other enteric infections Illnesses with
neurological manifestations Meningoencephalitis Febrile seizures Kondisi mirip fase kritis Infectious Acute gastroenteritis, malaria, leptospirosis,
typhoid, typhus, viral hepatitis, acute HIV seroconversion illness, bacterial sepsis, septic shock
Malignancies Acute leukaemia and other malignancies Gambaran Klinis lainnya Akut abdomen Apendisitis akut
Kolesititis akut perforated viscus
Diabetik ketoasidosis Laktat asidosis
Leucopenia dan trombositopenia pendarahan Gangguan trombosit Gagal ginjal
Respiratory Distress Ku ssmau l’s b reath in g Sistemik Lupus Eritematosus
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
19
Namun Diagnosa banding DBD WHO pada Asia Tenggara memiliki perbedaan karena dikhususkan untuk Asia Tenggara Menurut WHO SEARO 2011, diagnosa
banding yang dikhususkan untuk Asia Tenggara adalah :
Arboviruses : Chikungunya virus paling sering disalah diagnosa sebagai dengue di Asia Tenggara.
Penyakit virus lainnya : Measles; rubella dan viral exanthems lainnya; Epstein-Barr Virus EBV; enteroviruses; influenza; hepatitis A; Hantavirus.
Penyakit bakteri : Meningococcaemia, leptospirosis, typhoid, meliodosis, penyakit rickettsia, demam scarlet.
Penyakit parasit : Malaria.
2.1.9 Penatalaksanaan Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu
mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien
DBD dirawat di ruang perawatan biasa, tetapi pada pasien DSS diperlukan perawatan intensif. Diagnosa dini terhadap tanda – tanda syok merupakan hal yang penting
untuk mengurangi kematian IDAI, 2012. Pada fase demam pasien dianjurkan tirah baring, diberi obat antipiretik atau kompres hangat. Tidak dianjurkan pemberian
asetosalsalisilat dikarenakan dapat menimbulkan gastritis, perdarahan atau asidosis sehingga antipiretik yang dianjurkan adalah parasetamol. Pemberian cairan dan
elektrolit per oral, jus buah, sir up, susu, selain air putih juga dianjurkan pada pasien demam dengue IDAI, 2012. Pada awal perjalanan penyakit DBD tandagejala
tidak sepesifik, sehingga patut diwaspadai gejalatanda yang terlihat pada anak yang mungkin merupakan gejala awal perjalanan penyakit DBD. Tandagejala awal berupa
demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, terus menerus, badan lemah, dan anak tampak lesu. Pertama yang harus dilakukan adalah melihat tanda syok yang
merupakan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
20
tanda kegawatdaruratan seperti gelisah, nafas cepat, bibir biru, tangan dan kaki dingin, kulit lembab dan sebagainya. Jika ditemukan kejang, muntah berulang,
kesadaran menurun, hematemesis melena, sebaiknya dilakukan rawat inap. Apabila tidak dijumpai tanda kegawatdaruratan, lakukan pemeriksaan uji torniquet diikuti
dengan pemeriksaan trombosit. Apabila uji torniquet - atau uji torniquet + dengan jumlah trombosit 100.000ul dapat dilakukan rawat jalan dengan kontrol tiap hari
hingga demam hilang dan pemberian obat antipiretik berupa parasetamol. Apabila jumlah trombosti 100.000ul perlu dirawat untuk observasi. Pada pasien rawat jalan,
di beri nasehat kepada orang tua apabila terdapat tanda-tanda syok maka pasien harus di bawa ke rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut IDAI, 2012 .
Gambar 2.7. Tatalaksana kasus tersangka DBD.
Sumber : IDAI 2012.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
21
Pada keadaan dehidrasikehilangan cairan yang disebabkan demam tinggi, anoreksia dan muntah, dapat diberikan cairan pengganti berupa minum 50 mlkg berat badan
dalam 4-6 jam pertama kemudian jika dehidrasi teratasi diberi cairan rumatan 80 – 100 mlkgBB dalam 24 jam berikutnya. Bila terjadi kejang demam, diberikan
antikonvulsif selain diberi antipiretik. Kemudian dilakukan pemeriksaan hematokrit berkala untuk monitor hasil pengobatan sebagai gambaran derajat kebocoran plasma
dan pedoman kebutuhan cairan intravena IDAI, 2012. Tabel 2.4. Kebutuhan cairan rumatan IDAI, 2012.
Berat badan kg Jumlah cairan ml 10 100xkgBB 10-20 1000+50xkgBBdiatas 10kg 20 1500+20xkgBBdiatas 20kg Indikasi diberikan cairan intravena apabila
a. Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi b. Nilai hematokrit meningkat pada pemeriksaan berkala. Pemberian cairan pengganti
volume yang berlebihan setelah perembesan berhenti dapat mengakibatkan edema paru begitu juga pada masa konvalesens dimana terjadi reabsorbsi cairan
ekstravaskular akan menyebabkan edema paru dan distress pernafasan apabila cairan tetap diberikan IDAI, 2012. Jenis cairan yang digunakan larutan kristaloid adalah
larutan ringer Laktat RL, ringer asetat RA dan larutan garam fisiologis NaCl 0,9. Kemudian cairan koloid seperti dekstran-40, albumin 5, gelatin dsb. Darah,
Fresh Frozen Plasma, dan komponen darah lain diberikan untuk mempertahankan Hb, menaikkan daya angkut oksigen, memberikan faktor pembekuan untuk
mengkoreksi koagulopati. Cairan yang mengandung glukosa tidak diberikan dalam bentuk bolus karena dapat menyebabkan hiperglikemia, diuresis osmotik dan
memperburuk cedera serebral iskemik Darwis, 2003. Pada pasien DBD derajat I dan II tanpa peningkatan hematokrit dilakukan intervensi sesuai dengan gambar 2.8.
Perhatikan tanda syok, raba hati setiap hari
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
22
untuk mengetahui pembesarannya oleh karena pembesaran hati yang disertai nyeri tekan berhubungan dengan perdarahan saluran cerna. Apabila sudah didapati
perbaikan klinis dan laboratoriu m, anak dapat pulang jika memenuhi kriteria IDAI, 2012.
Gambar 2.8. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan derajat II
Sumber : IDAI 2012 Adapun kriteria memulangkan pasien adalah pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan
membaik, tampak perbaikan secara klinis, hematokrit stabil, tiga hari setelah syok teratasi,
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
23
jumlah trombosit 50.000ul dan cenderung meningkat, serta tidak dijumpai distres pernafasan disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis IDAI, 2012. Pemberian
cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, sekitar 40. Jumlah urin 12mlkgBBjam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaan sirkulasi
membaik IDAI, 2012. Sedatif dapat diberikan untuk menenangkan pasien tapi keadaan gelisah akan hilang dengan sendiri nya apabila pemberian cairan sudah
adekuat dan perfusi jaringan membaik IDAI, 2012.
Gambar 2.9. Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan
hemokons entrasi = 20 . Sumber : IDAI 2012 Pada pasien syok, pemberian oksigen 2 liter per menit harus dilakukan dengan menggunakan masker.
Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
24
manifestasi perdarahsn yang nyata. Penurunan hematokrit dari 50 ke 40 tanpa perbaikan klinis walau diberikan cairan menunjukkan tanda adanya perdarahan.
Pemberian darah dilakukan untuk menaikkan konsentrasi sel darah merah sedangkan plasma segar dan atau suspensi trombosit untuk pasien dengan DIC. DIC biasanya
terjadi pada syok berat dan menyebabkan perdarahan masif. DIC dipicu oleh hiponatremia dan asidosis metabolik sehingga pada keadaan syok berat sebaiknya
dilakukan perbaikan pada asidosis sebelum berkembang menjadi DIC. Tatalaksana DBD derajat III IV selanjutnya dapat dilihat di gambar 2.9. IDAI, 2012 .
Gambar 2.10. Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV
Sumber : IDAI 2012
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
25
Tatalaksana syok perlu dilakukan secara agresif dan simultan mulai dari ABC hingga resusitasi cairan untuk meningkatkan preload yang diberikan secara cepat dan
kurang dari sepuluh menit. Resusitasi cairan paling baik dilakukan pada tahap syok hipovolemik kompensasi, sehingga mencegah terjadinya syok dekompensasi dan
ireversibel. Cairan kristaloid diberikan 10-30mlkgBB6-10 menit kemudian lihat tekanan darah apabila tekanan darah masih rendah hipotensi ulangi pemberian
cairan kristaloid apabila normotensi diberikan tetesan rumatan kemudian dilakukan pemeriksaan urin apabila didapati 1mlkgBBjam maka diberikan tetesan rumatan,
apabila 1mlkgBBjam dan anuri, diulangi pemberian kristaloid kemudian dilakukan pengecekan urin kembali. Pemasangan CVP dilakukan ketika volume yang diberikan
lebih dari 50-100mlkgBB dalam 1-2 jam pertama untuk menilai fungsi miokard. Bila CVP 10mmHg berarti fungsi miokard masih baik dan resusitasi cairan dapat
diteruskan. Bila CVP 10mmHg berarti terdapat disfungsi miokard atau penurunan kontraktilitas ventrikel kanan, peningkatan resistensi vaskular paru afterload
ventrikel kanan atau syok kardiogenik sehingga diperlukan pemberian obat-obatan resusitasi seperti epinefrin, sodium bikarbonat, dopamin, glukosa, kalsium klorida,
atropin, atau dobutamin Darwis, 2003. 2.1.10
Prognosis Prognosis demam
dengue berhubungan dengan antibodi yang didapat atau infeksi awal dengan virus yang menyebabkan terjadinya DBD Halstead, 2011. Keparahan terlihat dari usia,
dan infeksi awal terhadap serotipe dengue virus yang lain sehingga dapat mengakibatkan komplikasi hemorhagik yang parah Levin Weinberg, 2009.
Prognosis di tentukan juga oleh lamanya penanganan terhadap terjadinya syok pada sindroma syok dengue SSD. Prognosis baik jika diatasi maksimal 90 menit.
Prognosis akan terlihat buruk jika melebihi 90 menit Citraresmi et al., 2007.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
26
2.1.11 Komplikasi Pada umumnya infeksi primer dapat sembuh sendiri dan tidak
berbahaya. Komplikasi pada bayi dan anak usia muda biasanya berupa kehilangan cairan dan elektrolit, hiperpireksia, dan kejang demam Halstead, 2011 . Pada usia 1
– 4 tahun wajib diwaspadai ensefalopati dengue karena merupakan golongan usia tersering terjadinya kejang demam IDAI, 2012. Kegagalan dalam melakukan
tatalaksana komplikasi ini, dapat memberikan jalan menuju DSS Dengue Shock Syndome dengan tanda kegagalan sirkulasi, hipotensi dan syok Levin Weinberg,
2009.
2.1.12 Pencegahan
Menurut WHO 1997 deteksi dini gejala DBD dapat mengurangi penyebaran penyakit DBB melalui pemeriksaan laboratorium dan tanda adanya demam tinggi
disertai ruam pada kulit. Vaksin untuk DBD sampai saat ini belum tersedia sehingga dilakukan tindakan pencegahan berupa pengendalian vektor nyamuk Aedes
sp.. Ada beberapa cara yang dianjurkan WHO untuk mengurangi terjadinya kasus DBD seperti penggunaan alat pelindung diri, penggunaan insektisida aerosol, jaga
sanitasi air, pengurangan sampah di sekitar wilayah rumah ataupun di dalam rumah Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2008.
Depkes sendiri telah menetapkan 5 kegiatan pokok sebagai kebijakan dalam pengendalian penyakit DBD yaitu menemukan kasus secepatnya dan mengobati
sesuai protap, memutuskan mata rantai penularan dengan pemberantasan vektor nyamuk dewasa dan jentik – jentiknya, kemitraan dalam wadah POKJANAL
DBD Kelompok Kerja Operasional DBD, pemberdayaan masyarakat dalam gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk PSN 3M Plus dan peningkatan
profesionalisme pelaksana program Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2008. Kegiatan yang paling utama dalam menanggulangi
peningkatan kasus adalah program Pemberantasan Sarang Nyamuk PSN melalui gerakan 3M
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
27
Menguras – Menutup – Mengubur. Program ini kemudian berkembang menjadi PSN 3M Plus yaitu dengan digunakan larvasida, memelihara ikan dan mencegah
gigitan nyamuk Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2008.
2.2 Anak Menurut WHO, Asiosiasi perlindungan anak dan Undang – undang
No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak didefinisikan sebagai individu dengan umur di bawah 18 tahun dihitung dari sejak di dalam masa kandungan.
Adapun klasifikasi anak – anak adalah sebagai berikut :
a InfantBaby : umur 0 – 1 tahun b Toddler : umur 1 – 3 tahun c
Preschooler : umur 3 – 5 tahun d Kindergartener : umur 5 – 7 tahun e
Children : umur 8 – 10 tahun f Pre – teen : 10 – 12 tahun g Teenager : 12 –
18 tahun
2.3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Rumah Sakit Umum Pusat RSUP Haji Adam Malik merupakan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan untuk Sumatera Utara, dan sebagian wilayah
Nanggroe Aceh Darussalam.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
28
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konsep penelitian merupakan