TEKNIK MENUMBUHKAN DAN MENGISOLASI VIRUS AVIAN INFLUENZA

Media Perbanyakan virus

Untuk mengetahui apakah pada sampel terdapat virus yang dimaksud atau tidak, sampel harus ditanam pada media yang sesuai. Mengingat virus adalah organisme yang hanya dapat bereplikasi pada sel hidup, maka media yang sesuai untuk menumbuhkan virus adalah sel hidup. Virus influenza A dapat bereplikasi secara in ovo pada telur ayam berembrio (TAB) maupun secara in vitro pada kultur sel Madin Darby Canine

Virus Avian Influenza dan Dinamika Molekulernya

Kidney (MDCK) (Ito et al. 1997; Whittaker 2001). Sel MDCK mempunyai reseptor α-(2,6) dan α-(2,3) sehingga efektif untuk

replikasi virus influenza isolat manusia maupun avian. Untuk dapat menumbuhkan virus influenza pada sel MDCK, perlu ditambahkan protease tripsin untuk memotong HA menjadi HA1 dan HA2 (Webster et al. 1992). Pertumbuhan virus ditandai adanya cytopathogenic effect (CPE). Karena sel MDCK memiliki

2 jenis reseptor (α-(2,6) dan α-(2,3)), kultur virus influenza pada MDCK tidak menyebabkan tekanan seleksi sehingga tidak terjadi substitusi asam amino tertentu, namun kurang efektif jika digunakan untuk mendapatkan virus dalam jumlah besar (Ito et al. 1997).

Ruang alantois TAB hanya mempunyai reseptor α-(2,3), sementara pada sel amnion mempunyai reseptor α-(2,6) dan α- (2,3). Secara in ovo, perbedaan reseptor sel hospes dengan spesifisitas asam amino titik pengikat reseptor merupakan tekanan seleksi yang memicu substitusi hemaglutinin (HA). Kultur virus influenza strain manusia pada sel amnion (yang mempunyai reseptor α-(2,6) dan α-(2,3)), sampai pasase ke-2 masih mempertahankan spesifisitas reseptor pada α-(2,6). Namun, jika virus influenza strain manusia ini dikultur pada sel alantois yang hanya mempunyai reseptor α-(2,3) menyebabkan mutasi substitusi L226G sehingga spesifisitas reseptor bergeser dari α- (2,6) menjadi α-(2,3) (Ito et al. 1997). Isolasi virus dalam TAB lebih tepat untuk strain avian (Ito et al. 1997). Meskipun demikian, menurut hasil-hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa semua virus influenza dapat tumbuh baik di TAB (Webster et al.

32 Virus Avian Influenza dan Dinamika Molekulernya

1992; Harimoto & Kawaoka 2001; Whittaker 2001). Hal ini disebabkan karena protease serupa dengan faktor pembeku darah “Xa” (anggota famili protrombrin) dalam cairan alantois bertanggung jawab atas proteolitik HA pada cleavage site sehingga virus dapat bereplikasi secara in ovo (Harimoto & Kawaoka 2001). Protease yang dapat memotong HPAI dan LPAI adalah enzim “trypsin like”, yaitu faktor pembeku darah “Xa”, triptase, mini plasmin dan protease bakterial (Harimoto & Kawaoka 2005). Enzim proteolitik mengenal sekuen asam amino motif B-X-B-R (B=asam amino basa, X=asam amino non-basa) (Harimoto & Kawaoka 2001).

Propagasi virus pada TAB merupakan metode yang banyak dilakukan untuk diagnosis, isolasi virus, identifikasi virus dan uji neutralisasi. TAB merupakan metode terbaik untuk isolasi virus influenza, karena lebih sensitif dibandingkan sel kultur MDCK (Clavijo et al. 2002). Meskipun demikian, MDCK merupakan sel yang paling sensitif untuk isolasi virus influenza A dibanding sel kultur Vero dan MRC-5 (Reina et al. 1997). Propagasi virus pada TAB digunakan sebagai metode pembuatan vaksin influenza A yang telah beredar selama beberapa dekade (kurang lebih 30 tahun) (Scannon 2006). Lebih lanjut disebutkan bahwa TAB merupakan media utama produksi vaksin influenza baik inaktif maupun vaksin hidup yang dilemahkan (Lu et al. 2005; Szecsi et al. 2006).

Virus Avian Influenza dan Dinamika Molekulernya

Metode Propagasi Virus pada Telur Ayam Berembrio SPF

Setiap sampel dari setiap ekor hewan yang diduga mengandung virus, idealnya ditumbuhkan pada 1 butir TAB. Namun, hal ini bergantung pada tujuan penelitian dan ketersediaan biaya. Jika tujuannya untuk mengetahui apakah hewan-hewan di suatu tempat (biasanya hewan dipelihara berkelompok) terinfeksi, maka sampel diambil secara sampling atau diambil semua. Jika sampel diambil semua, untuk efisiensi biaya dan tujuan tercapai, maka sampel di-polling. Setiap 1-4 sampel usap kloaka/anus/hidung (masing masing sebanyak 100 µl) dikumpulkan (polling) menjadi satu inokulum berdasarkan jenis hewan dan pemilik. Hal ini ditujukan untuk efisiensi jumlah TAB. Jika sampel yang dianalisa menunjukkan hasil positif, hal ini berimplikasi pada pengambilan keputusan bahwa hewan di lokasi dan hewan tersebut terdapat hewan positif terinfeksi virus AI sehingga pencegahan dan pengendaliannya ditujukan pada semua hewan dan manusia di kawasan tersebut (Susanti et al. 2008b). Inokulum yang berhasil ditumbuhkan dalam TAB, menunjukkan bahwa pada sampel mengandung virus yang hidup dengan jumlah melebihi ambang batas untuk dapat tumbuh

dalam TAB yaitu 1 egg infectious dose 50% (EID 50 ) (Beato et al. 2007; Terregino et al. 2007). TAB yang digunakan hendaknya specific pathogen free (SPF). Artinya, jika kita akan menumbuhkan sampel yang diduga mengandung virus AI, maka TAB yang digunakan minimal bebas dari virus tersebut. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memastikan bahwa jika hasilnya positif, virus tersebut bebar-

34 Virus Avian Influenza dan Dinamika Molekulernya 34 Virus Avian Influenza dan Dinamika Molekulernya

Sampel usap kloaka ditumbuhkan pada TAB (SPF) umur 9 hari. Inokulum dibuat dengan mencampur sampel usap kloaka ke dalam tabung yang telah berisi 10 µl phosphate buffer saline

(PBS) yang mengandung 2x10 6 U/L penisilin dan 200 mg/L streptomisin. Setelah diinkubasi 30 menit pada suhu kamar,

inokulum diinokulasikan pada ruang alantois TAB SPF. Telur diinkubasi pada suhu 37 o C dan diamati setiap hari selama 4 hari.

Telur ayam berembrio yang mati sebelum hari keempat dan embrio yang masih hidup sampai hari ke empat, dipanen cairan alantoisnya untuk diidentifikasi kemampuannya mengaglutinasi sel darah merah (SDM) (WHO 2002; Susanti et al. 2008b).

Berdasar hasil penelitian, kurva pertumbuhan virus HPAI H5N1 pada TAB selama 24 jam menunjukkan bahwa virus telah bereplikasi dengan jumlah titer virus cukup tinggi (Gambar 4) (Susanti 2009; data tidak dipublikasi). Menurut Coleman (2007), proses replikasi virus terjadi sangat cepat, yaitu 10 jam. Ambang batas jumlah virus yang viabel yang dapat tumbuh dalam telur

ayam berembrio adalah 1 EID 50 (Beato et al. 2007; Terregino et al. 2007). Pada kurva pertumbuhan nampak bahwa pertumbuhan

mencapai titer tertinggi pada inkubasi 48 jam (2 hari). Setelah 48 jam, titer virus pada cairan alantois mulai menurun. Menurunnya jumlah titer virus pada inkubasi lebih dari 48 jam, kemungkinan disebabkan oleh semakin banyaknya penyebaran virus pada

Virus Avian Influenza dan Dinamika Molekulernya Virus Avian Influenza dan Dinamika Molekulernya

Kurva pertumbuhan virus

s u 10 Isolat BP6

ir v r e

Isolat SB6 T it 5

Gambar 4. Pertumbuhan virus avian influenza subtipe H5N1 pada

TAB (Susanti 2009)

Pada inkubasi 24 jam, virus dapat terdeteksi di sebagian besar pembuluh darah (Susanti 2009, data tidak dipublikasikan). Virus berikatan dengan reseptor α-(2,3) pada sel alantois, bereplikasi dan dilepaskan dalam cairan alantois. Dari cairan alantois, virus masuk sistem pembuluh darah dan keluar pada tissu-blood junction (Kuiken et al. 2006). Virus HPAI dilaporkan dapat bereplikasi secara efisien pada sel endotel pembuluh darah dan perivaskuler sel parenkim, sehingga virus dapat terdeteksi pada berbagai organ internal dan pembuluh darah (Harimoto & Kawaoka 2005; Swayne 2007). Dengan metoda imunohistokimia,

36 Virus Avian Influenza dan Dinamika Molekulernya 36 Virus Avian Influenza dan Dinamika Molekulernya

Virus Avian Influenza dan Dinamika Molekulernya

Gambar 5. Antigen virus virus HPAI H5N1 isolat unggas air pada

organ-organ embrio. (A) Glomerulus, (C) Intestinum, (E) Paru- paru. B, D dan F adalah kontrol negatif (Susanti 2009)

38 Virus Avian Influenza dan Dinamika Molekulernya