EFEKTIVITAS MODEL ENVIRONMENTAL LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR DAN SIKAP PEDULI KESEHATAN LINGKUNGAN SISWA SMA PADA MATERI VIRUS

(1)

SIKAP PEDULI KESEHATAN LINGKUNGAN SISWA SMA

PADA MATERI VIRUS

Skripsi

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

oleh

Aisyah Fitri Astuti 4401412075

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

ii

berjudul “Efektivitas Model Environmental Learning terhadap Hasil Belajar dan Sikap Peduli Kesehatan Lingkungan Siswa SMA pada Materi Virus” disusun berdasarkan hasil penelitian saya dengan arahan dosen pembimbing. Sumber informasi atau kutipan yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Skripsi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar dalam program sejenis di perguruan tinggi manapun.

Semarang, 14 Desember 2016

Aisyah Fitri Astuti 4401412075


(3)

iii

Efektivitas Model Environmental Learning terhadap Hasil Belajar dan Sikap Peduli Kesehatan Lingkungan Siswa SMA pada Materi Virus

disusun oleh

Aisyah Fitri Astuti 4401412075

telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada tanggal 21 Desember 2016.

Panitia:

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Zaenuri, S.E., M.Si., Akt. Dra. Endah Peniati, M.Si. NIP 196412231988031001 NIP 196511161991032001 Ketua Penguji

Dr. Yustinus Ulung Anggraito, M.Si. NIP 196404271990031003

Anggota Penguji/ Anggota Penguji/

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Amin Retnoningsih, M.Si. Drs. Krispinus Kedati Pukan, M.Si. NIP 196007121990032001 NIP 195507311985031002


(4)

iv

(George Patton)

Bercita-citalah pergi ke bulan, karena sekalipun anda jatuh, anda akan mendarat diantara bintang-bintang.

(Les Brown)

Tidak ada rahasia untuk sukses, itu adalah hasil persiapan, kerja keras, dan belajar dari kegagalan.

(Colin Powell)

PERSEMBAHAN

Untuk almamaterku, Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Negeri Semarang, orang tuaku (Bapak Zaelani dan Ibu Tuchimah), keluarga besarku, dan seluruh teman-temanku.


(5)

v

“Efektivitas Model Environmental Learning terhadap Hasil Belajar dan Sikap Peduli Kesehatan Lingkungan Siswa SMA pada Materi Virus”. Penyusunan skripsi ini merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Biologi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Unnes yang telah memberikan segala fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan masa studi.

2. Dekan FMIPA Unnes yang telah memberikan kemudahan dan perijinan dalam penelitian.

3. Ketua Jurusan Biologi FMIPA Unnes yang telah memberikan kemudahan administrasi.

4. Prof. Dr. Ir. Amin Retnoningsih, M.Si. dan Drs. Krispinus Kedati Pukan, M.Si. selaku dosen pembimbing I dan II yang telah memberikan pengarahan, saran dan bimbingan dengan penuh kesabaran.

5. Dr. Yustinus Ulung Anggraito, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran untuk penyempurnaan skripsi.

6. Dr. Nugroho Edi Kartijono, M.Si. selaku dosen wali yang telah memberikan motivasi dan saran.


(6)

vi

kesehatan lingkungan yang telah memberikan banyak saran untuk penyempurnaan skala sikap peduli kesehatan lingkungan.

9. Kepala SMAN 1 Bobotsari yang telah memberikan kemudahan dan perizinan dalam penelitian di SMAN 1 Bobotsari.

10. Suminto Rahardjo, S.Pd. selaku guru Biologi SMA N 1 Bobotsari dan siswa kelas X MIPA 2 dan 3 yang telah membantu terlaksananya penelitian. 11. Orang tua saya Zaelani dan Tuchimah, kakak saya Asroruddin yang selalu

memberikan doa, dukungan, motivasi, nasehat, dan semangat untuk penulis. 12. Wilis Okti Pamungkas dan Nurrofah yang ikut berkontribusi dalam proses

penelitian dan penyusunan skripsi ini.

13. Faizatin Qisthi Maula, Erlita Setiyorini, Farkhana, Nur Jazilah, Irma Aprilia, Tiya Istiani, Ika Listiani, Ariesta Purnamasari yang telah memberikan motivasi dan semangat untuk penulis.

14. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Tidak ada satupun yang dapat penulis berikan sebagai imbalan, kecuali untaian doa semoga Allah SWT berkenan memberikan balasan yang terbaik. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan serta menjadi bahan kajian dalam bidang ilmu yang terkait.

Semarang, 14 Desember 2016 Penulis


(7)

vii

Utama Prof. Dr. Ir. Amin Retnoningsih, M.Si. dan Pembimbing Pendamping Drs. Krispinus kedati Pukan, M.Si.

Katakunci: casebook, environmental learning, hasil belajar kognitif, sikap peduli kesehatan lingkungan, virus

Kualitas kesehatan lingkungan di Indonesia masih tergolong rendah. Data dari Kementerian Kesehatan RI (2016) menyatakan bahwa sejak tahun 2015-2016 terjadi peningkatan kasus demam berdarah dengue (DBD) di 12 kabupaten dan 3 kota. Kurangnya kepedulian dan kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan lingkungan mengakibatkan munculnya berbagai macam penyakit. Pembentukan sikap peduli kesehatan lingkungan dapat dilakukan melalui pendidikan di sekolah. Hasil observasi di SMAN 1 Bobotsari menunjukkan bahwa sikap peduli kesehatan lingkungan dan hasil belajar siswa masih rendah. Selain itu, kemampuan siswa menyerap materi virus pada UN 2014/2015 hanya 47,65%. Environmental learning adalah salah satu upaya yang ditawarkan untuk membentuk sikap peduli kesehatan lingkungan dan meningkatkan hasil belajar kognitif siswa dengan melatih siswa menganalisis kasus-kasus penyakit akibat virus yang disajikan dalam media casebook. Tujuan penelitian ini adalah menguji efektivitas model Environmental Learning dengan media casebook terhadap hasil belajar dan sikap peduli kesehatan lingkungan siswa di SMA N 1 Bobotsari.

Rancangan penelitian ini adalah Quasi Experimental Design jenis Pretest-Posttest Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X MIPA SMAN 1 Bobotsari dan sampelnya adalah X MIPA 2 dan X MIPA 3. Variabel bebas adalah Environmental Learning dengan media casebook dan variabel terikatnya adalah hasil belajar dan sikap peduli kesehatan lingkungan siswa. Analisis data meliputi analisis hasil belajar berupa nilai akhir, sikap peduli kesehatan lingkungan berupa nilai yang diperoleh dari skala sikap peduli kesehatan lingkungan, analisis tanggapan siswa tanggapan guru terhadap proses pembelajaran.

Hasil belajar kognitif dan sikap peduli kesehatan lingkungan siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai akhir dan nilai sikap siswa yaitu 86 dan 81 untuk kelas eksperimen, sedangkan 79 dan 78 untuk kelas kontrol. Selain itu, kesadaran peduli kesehatan kelas eksperimen juga lebih tinggi dari pada kelas kontrol. Hal ini dapat dilihat dari persentase komponen sikap kelas eksperimen yang cenderung lebih tinggi. Persentase komponen sikap yang meliputi kognitif, afektif, dan konatif secara berturut-turut adalah 78,3%, 79,5%, dan 84% untuk kelas eksperimen dan 73%, 77,1%, dan 83,79% untuk kelas kontrol.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model Environmental Learning dengan media casebook efektif terhadap peningkatan hasil belajar dan sikap peduli kesehatan lingkungan siswa kelas X SMA N 1 Bobotsari.


(8)

viii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 4

1.3 Penegasan Istilah ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Tinjauan Pustaka ... 8

2.2 Hipotesis ... 21


(9)

ix

3.4.Metode dan Desain Penelitian ... 23

3.5.Prosedur Penelitian ... 23

3.6.Data dan Metode Pengumpulan Data ... 28

3.7.Metode Analisis Data ... 29

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1 Hasil Penelitian ... 38

4.2 Pembahasan ... 46

5. PENUTUP ... 57

5.1 Simpulan ... 55

5.2 Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56


(10)

x

3.2 Hasil analisis validitas butir soal uji coba ... 25

3.3 Hasil analisis reliabilitas butir soal uji coba ... 26

3.4 Klasifikasi indeks kesukaran soal ... 27

3.5 Hasil analisis tingkat kesukaran butir soal uji coba ... 27

3.6 Klasifikasi daya pembeda soal ... 28

3.7 Hasil analisis daya pembeda soal ... 28

3.8 Jenis, sumber, metode pengumpulan data, dan instrumen .... 28

3.9 Hasil uji normalitas nilai pretest ... 30

3.10 Hasil uji homogenitas nilai pretest ... 31

3.11 Perhitungan skor pernyataan mendukung (favorable) ... 33

3.12 Perhitungan skor pernyataan tidak mendukung (unfavorable) 33

4.1 Hasil belajar kognitif siswa ... 38

4.2 Hasil perhitungan uji normalitas hasil belajar kognitif ... 39

4.3 Hasil perhitungan uji homogenitas hasil belajar kognitif ... 39

4.4 Hasil perhitungan uji t hasil belajar kognitif ... 40

4.5 Kemampuan berpikir siswa ... 40

4.6 Ketercapaian indikator pembelajaran ... 41

4.7 Hasil sikap peduli kesehatan lingkungan ... 41

4.8 Hasil uji normalitas sikap peduli kesehatan lingkungan ... 42


(11)

(12)

xii

2.1 Kerangka berpikir tentang penelitian model Environmental Learning terhadap hasil belajar dan sikap peduli kesehatan


(13)

xiii

1. Lembar angket observasi awal ... 60

2. Silabus pembelajaran materi virus ... 61

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) kelas eksperimen 65

4. Lembar hasil diskusi siswa kelas eksperimen menggunakan casebook ... 85

5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) kelas kontrol … ... 116

6. Lembar hasil diskusi siswa kelas kontrol … ... 133

7. Kisi-kisi soal uji coba ... 138

8. Soal uji coba . ... 141

9. Lembar hasil uji coba ... 153

10. Daftar nilai hasil uji coba ... 154

11. Analisis hasil uji coba ... 155

12. Rekap hasil uji coba ... 162

13. Kisi-kisi skala sikap ... 163

14. Skala sikap ... 164

15. Lembar validasi skala sikap ... 168

16. Soal pretest dan posttest ... 171

17. Lembar hasil pretest ... 178

18. Daftar nilai pretest ... 180

19. Perhitungan uji normalitas nilai pretest ... 182


(14)

xiv

24. Perhitungan uji normalitas nilai akhir dan sikap kelas eksperimen 202

25. Perhitungan uji normalitas nilai akhir dan sikap kelas kontrol 206

26. Perhitungan uji homogenitas nilai akhir dan sikap ... 210

27. Perhitungan uji t nilai akhir dan sikap ... 214

28. Analisis kemampuan berpikir siswa ... 218

29. Analisis ketercapaian indikator pembelajaran ... 222

30. Analisis komponen sikap ... 226

31. Lembar hasil tanggapan siswa ... 230

32. Analisis hasil tanggapan siswa ... 231

33. Analisis hasil tanggapan guru ... 232

34. Dokumentasi kegiatan penelitian ... 233

35. Surat penetapan dosen pembimbing ... 235

36. Surat izin penelitian dari UNNES ... 236

37. Surat izin penelitian dari Dinas Pendidikan Kab. Purbalingga 237


(15)

xv

1.1

Latar Belakang

Kesehatan lingkungan merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Kesehatan lingkungan dan manusia saling mempengaruhi satu sama lain. Oleh karena itu, kesehatan lingkungan perlu dijaga agar tidak memunculkan permasalahan kesehatan dalam bentuk penyakit menular. Penyakit menular merupakan permasalahan yang terus berkembang saat ini, tidak terkecuali penyakit menular yang disebabkan oleh virus. Hasil penelitian Kencana et al. (2012) menunjukkan bahwa penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus H5N1 masih menjadi penyakit yang bersifat endemik di Bali. Hal ini dapat terjadi karena cara pemeliharaan unggas terutama pada peternakan rakyat yang semi intensif, berpeluang besar dalam proses penularan virus H5N1. Sistem pemeliharaan ternak yang berbaur dengan penduduk dapat mempercepat proses penyebaran virus dari unggas ke manusia. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang tidak memiliki pengetahuan dan sikap peduli kesehatan lingkungan.

Data yang diperoleh dari Direktorat Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonis Kementerian Kesehatan RI (2016) menunjukkan bahwa sejak tahun 2015-2016 kasus demam berdarah dengue (DBD) yang disebabkan oleh virus Dengue dari genus Flavivirus telah menyebar dan meningkat jumlahnya.


(16)

Kasus yang dilaporkan ada di 12 kabupaten dan 3 kota dari 11 provinsi di Indonesia. Kementerian kesehatan RI (2016) mencatat jumlah penderita DBD di Indonesia pada bulan Januari-Februari 2016 sebanyak 8.487 orang penderita DBD dengan jumlah kematian 108 orang. Golongan terbanyak yang mengalami DBD di Indonesia pada usia 5-14 tahun mencapai 43,44% dan usia 15-44 tahun mencapai 33,25%. Penyakit DBD ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi virus Dengue. Hasil penelitian Fauziah (2012) menunjukkan bahwa nyamuk A. aegypti sebagai vektor DBD ditemukan pada tempat penampungan air, terutama sumur gali. Kebersihan lingkungan juga sangat berpengaruh. Lingkungan yang kurang dijaga kebersihannya seperti penumpukkan kaleng-kaleng atau botol-botol bekas akan menjadi sarang nyamuk yang berpotensi dapat menularkan penyakit DBD. Kusrini (2015) masyarakat di tepi Sungai Kapuas memanfaatkan air sungai tersebut untuk mandi, mencuci, dan membuang sampah. Putri & Putro (2015) kondisi persampahan di Kota Luwuk semakin buruk akibat aktivitas mayarakat yang membuang sampah sembarangan dan tidak peduli dengan pentingnya penanganan sampah yang baik. Hal ini dapat terjadi karena masih banyak masyarakat yang kurang peduli terhadap kesehatan diri dan lingkungan. Oleh karena itu, upaya pembentukan pengetahuan dan sikap peduli kesehatan lingkungan perlu dilakukan agar kondisi lingkungan tetap terjaga dan tidak memunculkan penyakit menular yang berbahaya.

Pembentukan sikap peduli kesehatan lingkungan dapat dilakukan melalui pendidikan lingkungan. Pendidikan lingkungan di sekolah merupakan modal dasar bagi pembentukan sikap peduli lingkungan pada lintas generasi (Mulyana,


(17)

2009). Sikap ketidakpedulian masyarakat terhadap kondisi lingkungan ini dapat tumbuh melalui pendidikan. Pembelajaran di sekolah dapat membantu siswa mengembangkan sikap yang bertanggungjawab terhadap lingkungan. Salah satu pembelajaran yang dapat dilakukan adalah pembelajaran berbasis lingkungan atau Environmental Learning (EL). EL adalah model pembelajaran yang merangsang siswa untuk bertanggungjawab terhadap lingkungan dan dapat menumbuhkan kecintaannya terhadap lingkungan. EL bertujuan mengembangkan kehidupan peserta didik agar mampu menerapkan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan untuk membuat keputusan yang bertanggungjawab terhadap lingkungan (Ardoin, 2009). Sikap peduli kesehatan lingkungan adalah sikap yang menunjukkan seseorang dalam mengelola lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya.

Hasil observasi pada bulan Maret 2016 di SMA N 1 Bobotsari menggunakan angket untuk siswa menunjukkan bahwa 47 % siswa belum memiliki kepedulian terhadap kesehatan lingkungan dan 56 % siswa kurang tertarik dan antusias mengikuti pembelajaran. Selain itu, laporan hasil Ujian Nasional (UN) tahun ajaran 2014/2015 menunjukkan bahwa daya serap siswa SMA Negeri 1 Bobotsari pada materi virus hanya 47,65%. Hasil wawancara dengan guru menyatakan bahwa proses pembelajaran belum menekankan pada permasalahan kesehatan pada kehidupan sehari-hari dan pemanfaatan lingkungan yang kurang maksimal serta penggunaan media yang masih terbatas dengan slide power point, gambar, dan buku-buku pelajaran.

Peningkatan kualitas pembelajaran materi virus dapat dilakukan antara lain dengan model EL. Model EL memiliki pengaruh positif terhadap sikap peduli


(18)

lingkungan siswa (Juairiah et al., 2014; Herman et al., 2012; Andre, 2005). Penerapan model Environmental Learning dilaksanakan dengan bantuan media casebook. Media casebook disusun berdasarkan kasus-kasus penyakit yang disebabkan oleh virus yang terjadi pada kehidupan sehari-hari. Media casebook akan memudahkan siswa dalam memahami kondisi kesehatan lingkungan sehingga diharapkan dapat merangsang siswa agar lebih peka dan peduli terhadap lingkungan, dan senantiasa menjaga kesehatan dan kebersihan dirinya sendiri. Media casebook juga berisi konsep materi virus, sehingga siswa tidak hanya peka dan peduli terhadap kesehatan lingkungan, tetapi juga membantu siswa memahami konsep materi virus.

1.2

Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan yaitu

“Bagaimana efektivitas model Environmental Learning terhadap hasil belajar dan

sikap peduli kesehatan lingkungan siswa di SMA N 1 Bobotsari pada materi virus?”.

1.3

Penegasan Istilah

1.3.1 Efektivitas

Efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tercapainya tujuan pembelajaran. Model Environmental Learning dengan media casebook efektif terhadap peningkatan hasil belajar siswa dan dapat menumbuhkan sikap peduli kesehatan lingkungan. Pembelajaran ini dapat dikatakan efektif apabila hasil belajar siswa telah mencapai KKM yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah yaitu 76 dan siswa memiliki persentase sikap peduli kesehatan lingkungan 60%.


(19)

1.3.2 Environmental Learning

Environmental Learning adalah model pembelajaran yang dikembangkan agar siswa memiliki pengalaman yang lebih terkait lingkungan sekitarnya. Pengalaman yang diperoleh siswa diharapkan mampu menumbuhkan karakter peduli kesehatan lingkungan. Penerapan model EL bertujuan agar siswa dapat berinteraksi dengan media pembelajaran yang telah disusun dan disesuaikan dengan model pembelajaran. Bahan pembelajaran berupa kasus-kasus terkait penyakit yang disebabkan oleh virus yang disajikan dalam bentuk lembar diskusi siswa (LDS) yang terangkum dalam suatu media yang disebut casebook.

Casebook adalah media yang berisi kasus-kasus penyakit yang disebabkan oleh virus dan konsep materi virus. Media ini diharapkan dapat menanamkan konsep dasar materi virus sehingga mengakibatkan perubahan kognitif dan afektif siswa. Selain itu, media ini juga diharapkan dapat membangkitkan keinginan dan minat baru siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta dapat meningkatkan daya tarik dan perhatian siswa mengikuti pembelajaran biologi, terutama pembelajaran materi virus.

1.3.3 Hasil Belajar dan Sikap Peduli Kesehatan Lingkungan

Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar pada ranah kognitif. Ranah kognitif yang dimaksud adalah pengetahuan siswa yang terkait dengan ciri, pengelompokkan, peran dan berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus. Nilai pengetahuan ini diperoleh dari nilai saat proses pembelajaran yang meliputi nilai LDS dan nilai tugas, serta nilai posttest siswa setelah proses pembelajaran. Sikap peduli kesehatan lingkungan adalah sikap


(20)

yang mencerminkan peduli kesehatan lingkungan sebagai hasil dari proses pembelajaran. Sikap peduli kesehatan lingkungan diharapkan menjadi karakter setiap warga Indonesia, dengan demikian penyakit menular tidak berkembang. Pengukuran dan pengungkapan sikap peduli kesehatan lingkungan siswa diukur menggunakan skala sikap (attitude scales) dan dikembangkan menggunakan skala Likert. Menurut Azwar (2015) metode pengungkapan sikap menggunakan skala sikap (attitude scales) adalah metode yang paling dapat diandalkan. Skala sikap yang dimaksud dalam penelitian ini berupa kumpulan pernyataan-pernyataan mengenai ruang lingkup kesehatan lingkungan. Menurut World Health Organization (WHO) (2016) ruang lingkup kesehatan lingkungan meliputi kebersihan pemukiman, pengendalian vektor, kebersihan dan kesehatan diri, kebersihan makanan/minuman, serta penyuluhan kesehatan.

1.4

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menguji efektivitas model Environmental Learning terhadap hasil belajar dan sikap peduli kesehatan lingkungan siswa di SMA N 1 Bobotsari.

1.5

Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan menjadi bahan kajian untuk menambah pengetahuan dalam bidang pendidikan. Model Environmental Learning dapat dijadikan alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar dan sikap peduli kesehatan lingkungan.


(21)

1.5.2 Manfaat Praktis 1.5.2.1Bagi siswa

Penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami materi virus sehingga hasil belajar siswa akan meningkat dan membuat siswa menjadi kreatif dalam pemecahan masalah lingkungan. Selain itu, siswa juga memiliki pengetahuan dan sikap peduli kesehatan lingkungan.

1.5.2.2Bagi Guru

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi terhadap permasalahan pembelajaran materi virus, sehingga menambah inovasi model pembelajaran kepada guru.

1.5.2.3Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu inovasi pembelajaran biologi berbasis lingkungan bagi sekolah yaitu melalui Environmental Learning. 1.5.2.4Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman di lapangan dan meningkatkan kompetensi keguruan dalam memanfaatkan suatu sumber belajar yang efektif dalam pembelajaran.


(22)

8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Tinjauan Pustaka

2.1.1 Model Environmental Learning

Biologi sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan ilmu-ilmu alam lainnya. Belajar Biologi berarti berupaya mengenal makhluk hidup dan proses kehidupannya di lingkungan sehingga memerlukan pendekatan dan model yang memberi ciri dan dasar kerja dalam pengembangan konsep. Pembelajaran berbasis lingkungan adalah suatu model pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar, sasaran belajar, dan sarana belajar. Manfaat dari pembelajaran dengan lingkungan yaitu apa yang diperoleh dari hasil pembelajaran dapat diaplikasikan dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, siswa juga diharapkan dapat mengubah perilaku terhadap kesehatan lingkungan. Perubahan perilaku ini dapat dilakukan oleh siswa sendiri dan peran serta guru atau pendidik di sekolah.

Pembelajaran berbasis lingkungan dikenal sebagai Environmental Learning. Menurut Ballantyne & Packer (2005), Environmental Learning dapat membantu siswa bertanggung jawab terhadap lingkungan dan dapat menumbuhkan sikap peduli terhadap alam secara berkelanjutan. Penelitian Juairiah et al. (2014) menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis lingkungan efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Pembelajaran berbasis lingkungan sebagai media pembelajaran merupakan suatu proses pembelajaran yang memberikan


(23)

pengalaman langsung kepada siswa, sehingga siswa termotivasi dalam belajar secara aktif, kreatif, inovatif, mandiri, bertanggungjawab untuk dirinya dan tetap menjaga kelestarian lingkungannya. Environmental Learning adalah suatu model yang dikembangkan agar siswa memiliki pengalaman yang lebih terkait lingkungan, dan pengalaman yang diperoleh diharapkan mampu menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan. Pembelajaran biologi yang mengutamakan pengalaman belajar pada siswa akan lebih bermakna bagi siswa, karena pengalaman yang diperoleh akan dikonstruksi oleh siswa sendiri menjadi pengetahuan baru.

Menurut Syukri (2013), pembelajaran berbasis lingkungan mengandung unsur-unsur antara lain: empirik. kepedulian, estetik, dan sosial. Penjelasan keempat unsur tersebut sebagai berikut: (1) unsur empirik, yakni memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik untuk berinteraksi dengan lingkungannya secara langsung. Di sini peserta didik dapat mengamati, memahami, menganalisis, dan menginterpretasi segenap fenomena dan sumber daya yang ia temukan di lingkungan itu, (2) unsur kepedulian, yaitu dengan memberikan sentuhan tertentu yang mampu membangkitkan kesadaran bahwa lingkungan merupakan suatu hal yang kompleks. Dalam hal ini, peserta didik digiring agar memahami bahwa segenap unsur yang ada di lingkungan itu saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Keberadaan unsur yang satu akan berpengaruh terhadap unsur yang lainnya, (3) unsur estetik, yaitu memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang keberadaan sumber daya kenikamatan. Peserta didik diberikan pemahaman bahwa adanya sumber-sumber daya yang


(24)

mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan non-fisik yang dibutuhkan manusia, seperti pemandangan alam, tatanan lingkungan yang asri yang menyejukkan rasa serta memberikan ketentraman, dan lain-lain. Hal ini sekaligus menanamkan rasa tanggung jawab peserta didik terhadap sumber daya lingkungan tersebut, dan (4) unsur sosial, dalam hal ini materi yang diberikan mencakup kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat. Peserta didik hendaknya diberikan kesempatan untuk mengamati kehidupan sosial suatu masyarakat, bagaimana suatu masyarakat berinteraksi dengan sesama dan lingkungannya, bagaimana budaya-budaya lokal yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan tumbuh dan terpelihara di masyarakat serta dampak yang dihasilkannya. Dari uraian di atas, dapat diartikan bahwa pembelajaran berbasis lingkungan adalah sistem belajar yang diberikan guru di sekolah dengan mengintegrasikan unsur lingkungan pada setiap pelajaran di sekolah tanpa mengurangi makna pembelajaran tersebut.

Menurut Hill (2007) prinsip model Environmental Learning yaitu: (1) harus melibatkan siswa secara aktif, (2) harus dilaksanakan secara berkelanjutan, (3) harus dilaksanakan dengan menghubungkan semua komponen lingkungan secara menyeluruh, (4) mudah dilaksanakan, dan (5) harus dilaksanakan selaras dengan kondisi sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, Environmental Learning perlu dilakukan agar siswa aktif dalam menjaga lingkungan dan peka terhadap kesehatan lingkungan.

Menurut Scott & Gough (2008) model Environmental Learning terdiri dari sembilan langkah yang dikelompokkan menjadi tiga fase, yaitu penerimaan, pengakuan, dan respon. Fase pertama adalah penerimaan yang terdiri atas tiga


(25)

langkah, antara lain kesempatan, minat, dan kemampuan. Fase ini memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar dan mengenali keadaan lingkungan sekitarnya. Pengenalan keadaan lingkungan berfungsi untuk menumbuhkan minat dan memotivasi siswa untuk menerapkan hasil belajarnya pada kehidupan sehari-hari. Siswa yang sudah memiliki motivasi mampu untuk belajar memecahkan permasalahan yang ada di lingkungan sekitarnya. Fase kedua adalah pengakuan yang terdiri dari tiga langkah yaitu penyadaran, penghargaan, dan pengetahuan. Fase ini bertujuan untuk menanamkan kesadaran dan merangsang siswa untuk peka dan peduli terhadap lingkungan. Munculnya sikap peduli terhadap lingkungan akan membuat siswa menghargai dan selalu menjaga lingkungan sekitarnya. Siswa yang menghargai dan menjaga lingkungan sekitarnya berarti telah memiliki pengetahuan yang lebih baik terhadap lingkungan. Fase ketiga adalah respon yang terdiri dari tiga langkah yaitu empati, tindakan, dan evaluasi. Fase ini memungkinkan siswa untuk benar-benar empati terhadap lingkungan sehingga memudahkan siswa untuk melakukan tindakan yang bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. Tindakan yang dilakukan oleh siswa kemudian menjadi bahan evaluasi untuk tindakan selanjutnya.

2.1.2 Hasil Belajar

Menurut Sumantri (2007) hasil belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap dalam diri seseorang sebagai akibat dari interaksi seseorang dengan lingkungannya. Aspek-aspek perubahan perilakunya tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran biologi memerlukan adanya interaksi antara pembelajar dan


(26)

lingkungannya, serta interaksi antara siswa dengan siswa lainnya. Interaksi antara siswa dengan lingkungannya dapat diwujudkan melalui suatu pembelajaran berbasis lingkungan (Environmental Learning).

Teori taksonomi Bloom memiliki hierarki yang dimulai dari tujuan instruksional pada jenjang terendah sampai jenjang tertinggi. Dengan kata lain, tujuan pada jenjang yang lebih tinggi tidak dapat dicapai sebelum tercapai tujuan pada jenjang di bawahnya. Penting pula diingat bahwa tidak terdapat batas yang jelas antara ranah yang satu dengan lainnya. Teori taksonomi Bloom menurut Anderson & Krathwohl (2001) yaitu: (1) mengingat, (2) memahami/mengerti, (3) menerapkan, (4) menganalisis, (5) mengevaluasi, dan (6) menciptakan.

(1) Mengingat (remember)

Mengingat merupakan usaha mendapatkan kembali pengetahuan dari memori atau ingatan yang telah lampau, baik yang baru saja didapatkan maupun yang sudah lama didapatkan. Mengingat merupakan dimensi yang berperan penting dalam proses pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) dan pemecahan masalah (problem solving). Kemampuan ini dimanfaatkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang jauh lebih kompleks. Mengingat meliputi mengenali (recognition) dan memanggil kembali (recalling). Mengenali berkaitan dengan mengetahui pengetahuan masa lampau yang berkaitan dengan hal-hal yang konkret, misalnya tanggal lahir, alamat rumah, dan usia, sedangkan memanggil kembali (recalling) adalah proses kognitif yang membutuhkan pengetahuan masa lampau secara cepat dan tepat.


(27)

(2) Memahami/mengerti (understand)

Memahami/mengerti berkaitan dengan membangun sebuah pengertian dari berbagai sumber seperti pesan, bacaan dan komunikasi. Memahami/mengerti berkaitan dengan aktivitas mengklasifikasikan (classification) dan membandingkan (comparing). Mengklasifikasikan akan muncul ketika seorang siswa berusaha mengenali pengetahuan yang merupakan anggota dari kategori pengetahuan tertentu. Mengklasifikasikan berawal dari suatu contoh atau informasi yang spesifik kemudian ditemukan konsep dan prinsip umumnya. Membandingkan merujuk pada identifikasi persamaan dan perbedaan dari dua atau lebih obyek, kejadian, ide, permasalahan, atau situasi. Membandingkan berkaitan dengan proses kognitif menemukan satu persatu ciri-ciri dari obyek yang diperbandingkan.

(3) Menerapkan (apply)

Menerapkan menunjuk pada proses kognitif memanfaatkan atau mempergunakan suatu prosedur untuk melaksanakan percobaan atau menyelesaikan permasalahan. Menerapkan berkaitan dengan dimensi pengetahuan prosedural (procedural knowledge). Menerapkan meliputi kegiatan menjalankan prosedur (executing) dan mengimplementasikan (implementing). Menjalankan prosedur merupakan proses kognitif siswa dalam menyelesaikan masalah dan melaksanakan percobaan di mana siswa sudah mengetahui informasi tersebut dan mampu menetapkan dengan pasti prosedur apa saja yang harus dilakukan. Jika siswa tidak mengetahui prosedur yang harus dilaksanakan dalam menyelesaikan permasalahan maka siswa diperbolehkan melakukan modifikasi dari prosedur


(28)

baku yang sudah ditetapkan. Mengimplementasikan muncul apabila siswa memilih dan menggunakan prosedur untuk hal-hal yang belum diketahui atau masih asing. Karena siswa masih merasa asing dengan hal ini maka siswa perlu mengenali dan memahami permasalahan terlebih dahulu kemudian baru menetapkan prosedur yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Mengimplementasikan berkaitan erat dengan dimensi proses kognitif yang lain yaitu mengerti dan menciptakan. Menerapkan merupakan proses yang kontinu, dimulai dari siswa menyelesaikan suatu permasalahan menggunakan prosedur baku/standar yang sudah diketahui. Kegiatan ini berjalan teratur sehingga siswa benar-benar mampu melaksanakan prosedur ini dengan mudah, kemudian berlanjut pada munculnya permasalahan-permasalahan baru yang asing bagi siswa, sehingga siswa dituntut untuk mengenal dengan baik permasalahan tersebut dan memilih prosedur yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan.

(4) Menganalisis (analyze)

Menganalisis merupakan memecahkan suatu permasalahan dengan memisahkan tiap-tiap bagian dari permasalahan dan mencari keterkaitan dari tiap-tiap bagian tersebut dan mencari tahu bagaimana keterkaitan tersebut dapat menimbulkan permasalahan. Kemampuan menganalisis merupakan jenis kemampuan yang banyak dituntut dari kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah. Berbagai mata pelajaran menuntut siswa memiliki kemampuan menganalisis dengan baik. Tuntutan terhadap siswa untuk memiliki kemampuan menganalisis sering kali cenderung lebih penting daripada dimensi proses kognitif yang lain seperti mengevaluasi dan menciptakan. Kegiatan pembelajaran sebagian besar


(29)

mengarahkan siswa untuk mampu membedakan fakta dan pendapat, menghasilkan kesimpulan dari suatu informasi pendukung.

Menganalisis berkaitan dengan proses kognitif memberi atribut (attributeing) dan mengorganisasikan (organizing). Memberi atribut akan muncul apabila siswa menemukan permasalahan dan kemudian memerlukan kegiatan membangun ulang hal yang menjadi permasalahan. Kegiatan mengarahkan siswa pada informasi-informasi asal mula dan alasan suatu hal ditemukan dan diciptakan. Mengorganisasikan menunjukkan identifikasi unsur-unsur hasil komunikasi atau situasi dan mencoba mengenali bagaimana unsur-unsur ini dapat menghasilkan hubungan yang baik. Mengorganisasikan memungkinkan siswa membangun hubungan yang sistematis dan koheren dari potongan-potongan informasi yang diberikan. Hal pertama yang harus dilakukan oleh siswa adalah mengidentifikasi unsur yang paling penting dan relevan dengan permasalahan, kemudian melanjutkan dengan membangun hubungan yang sesuai dari informasi yang telah diberikan.

(5) Mengevaluasi (evaluate)

Evaluasi berkaitan dengan proses kognitif memberikan penilaian berdasarkan kriteria dan standar yang sudah ada. Kriteria yang biasanya digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Kriteria atau standar ini dapat pula ditentukan sendiri oleh siswa. Standar ini dapat berupa kuantitatif maupun kualitatif serta dapat ditentukan sendiri oleh siswa. Perlu diketahui bahwa tidak semua kegiatan penilaian merupakan dimensi mengevaluasi, namun hampir semua dimensi proses kognitif memerlukan


(30)

penilaian. Perbedaan antara penilaian yang dilakukan siswa dengan penilaian yang merupakan evaluasi adalah pada standar dan kriteria yang dibuat oleh siswa. Jika standar atau kriteria yang dibuat mengarah pada keefektifan hasil yang didapatkan dibandingkan dengan perencanaan dan keefektifan prosedur yang digunakan maka apa yang dilakukan siswa merupakan kegiatan evaluasi.

Evaluasi meliputi mengecek (checking) dan mengkritisi (critiquing). Mengecek mengarah pada kegiatan pengujian hal-hal yang tidak konsisten atau kegagalan dari suatu operasi atau produk. Jika dikaitkan dengan proses berpikir merencanakan dan mengimplementasikan maka mengecek akan mengarah pada penetapan sejauh mana suatu rencana berjalan dengan baik. Mengkritisi mengarah pada penilaian suatu produk atau operasi berdasarkan pada kriteria dan standar eksternal. Mengkritisi berkaitan erat dengan berpikir kritis. Siswa melakukan penilaian dengan melihat sisi negatif dan positif dari suatu hal, kemudian melakukan penilaian menggunakan standar ini.

(6) Menciptakan (create)

Menciptakan mengarah pada proses kognitif meletakkan unsur-unsur secara bersama-sama untuk membentuk kesatuan yang koheren dan mengarahkan siswa untuk menghasilkan suatu produk baru dengan mengorganisasikan beberapa unsur menjadi bentuk atau pola yang berbeda dari sebelumnya. Menciptakan sangat berkaitan erat dengan pengalaman belajar siswa pada pertemuan sebelumnya. Meskipun menciptakan mengarah pada proses berpikir kreatif, namun tidak secara total berpengaruh pada kemampuan siswa untuk menciptakan. Menciptakan di sini mengarahkan siswa untuk dapat melaksanakan dan menghasilkan karya yang


(31)

dapat dibuat oleh semua siswa. Perbedaan menciptakan ini dengan dimensi berpikir kognitif lainnya adalah pada dimensi yang lain seperti mengerti, menerapkan, dan menganalisis siswa bekerja dengan informasi yang sudah dikenal sebelumnya, sedangkan pada menciptakan siswa bekerja dan menghasilkan sesuatu yang baru.

Menciptakan meliputi menggeneralisasikan (generating) dan memproduksi (producing). Menggeneralisasikan merupakan kegiatan merepresentasikan permasalahan dan penemuan alternatif hipotesis yang diperlukan. Menggeneralisasikan ini berkaitan dengan berpikir divergen yang merupakan inti dari berpikir kreatif. Memproduksi mengarah pada perencanaan untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Memproduksi berkaitan erat dengan dimensi pengetahuan yang lain yaitu pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognisi.

2.1.3 Sikap Peduli Kesehatan Lingkungan

Menurut Taylor et al. (2006) sikap berkaitan dengan komponen afektif, konatif, dan kognitif. Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Komponen konatif menunjukkan suatu kecenderungan seseorang untuk melakukan tindakan yang berkaitan dengan objek yang sedang dihadapinya. Komponen kognitif terkait dengan pemikiran orang mengenai fakta yang berlaku atau benar bagi objek sikap. Menurut Azwar (2015) sikap adalah reaksi emosional yang banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai benar dan berlaku bagi objek yang termaksud. Kecenderungan berperilaku menunjukkan komponen konatif meliputi bentuk


(32)

perilaku yang tidak hanya dapat dilihat secara langsung saja, akan tetapi meliputi pula bentuk-bentuk perilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan oleh seseorang. Kepercayaan sebagai komponen kognitif kadang-kadang terbentuk karena kurang atau tidak adanya informasi yang benar mengenai objek yang dihadapi. Kedua pengertian diatas menunjukkan bahwa sikap meliputi tiga komponen yaitu kognitif, afektif, dan konatif.

Menurut Asmani (2012) nilai karakter peduli lingkungan berupa sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam sekitarnya, selain itu mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. Peduli lingkungan juga harus ditumbuhkembangkan dalam system pendidikan. Sekolah menjadi media yang paling efektif dalam membangun kesadaran dan kepedulian lingkungan. Menurut Naim (2012), sekolah seharusnya menyusun metode yang efektif karena peduli lingkungan merupakan salah satu karakter penting yang seyogyanya dimiliki secara luas oleh setiap orang, khususnya para siswa yang menempuh jenjang pendidikan. Penelitian Elsa (2014) menunjukkan bahwa untuk merubah sikap dan perilaku siswa agar sadar dan peduli lingkungan dapat dilakukan melalui jalur pendidikan. Oleh karena itu, melalui model EL diharapkan dapat menumbuhkan sikap peduli lingkungan siswa.

Sikap peduli kesehatan lingkungan adalah sikap yang ditunjukkan seseorang dalam mengelola lingkungan sehingga tidak mengganggu kesehatan diri sendiri, keluarga, atau orang lain. Menurut Dimopoulos (2009), indikator bahwa siswa telah memiliki sikap atau karakter peduli kesehatan lingkungan yaitu: (1)


(33)

memiliki pengetahuan dasar tentang kondisi kesehatan lingkungan, (2) memiliki rasa ingin tahu mengenai permasalahan lingkungan dan berusaha mencari solusi atas permasalahan tersebut, (3) dapat menyelidiki dan menilai kegiatan yang bisa merusak lingkungan dan melestarikan lingkungan, dan (4) melakukan kegiatan aksi nyata peduli lingkungan.

Nilai peduli kesehatan lingkungan adalah suatu sikap yang ditunjukan dengan tingkat kualitas kesadaran manusia terhadap lingkungan. manusia mempunyai kesadaran dan tanggung jawab atas tingkat kualitas kesehatan lingkungan hidup. Sikap peduli kesehatan lingkungan yang dimiliki manusia sebagai hasil dari proses belajar, dapat meningkatkan kepeduliaan manusia akan kelestarian daya dukung dari alam lingkungannya. Pada dasarnya, peduli kesehatan lingkungan adalah perilaku atau perubahan manusia yang secara sadar terhadap lingkungan dengan dilandasi sikap tanggung jawab.

2.1.4 Kesehatan Lingkungan

Menurut World Health Organization (WHO) (2016) kesehatan lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologi antara manusia dan lingkungan sehingga tercipta keadaan yang tenang, bersih, dan sehat.

Menurut WHO (2016) ada 17 ruang lingkup kesehatan lingkungan, yaitu: (1) penyediaan air minum, (2) pengelolaan air buangan dan pengendalian pencemaran, (3) pembuangan sampah padat, (4) pengendalian vektor, (5) pencegahan pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia, (6) higiene makanan, termasuk higiene susu, (7) pengendalian pencemaran udara, (8) pengendalian radiasi, (9) kesehatan kerja, (10) pengendalian kebisingan, (11) perumahan dan


(34)

pemukiman, (12) aspek kesehatan lingkungan dan transportasi udara, (13) perencanaan daerah dan perkotaan, (14) pencegahan kecelakaan, (15) rekreasi umum dan pariwisata, (16) sanitasi yang berhubungan dengan epidemi wabah, bencana alam, dan perpindahan penduduk, (17) tindakan pencegahan untuk menjamin lingkungan.

2.2

Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerangka berpikir tentang model Environmental Learning terhadap hasil belajar dan sikap peduli kesehatan lingkungan siswa SMA pada materi virus

Fakta pembelajaran biologi pada materi virus di sekolah:  Sebanyak 47% siswa kurang tertarik dan antusias mengikuti

pembelajaran

 Pembelajaran masih berpusat pada guru

 Penggunaan model dan media pembelajaran yang kurang inovatif dan bervariasi

 Siswa belum dihadapkan pada permasalahan yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan

Menerapkan model

Environmental Learning Media casebook

 Membantu guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga hasil belajar siswa tuntas KKM, ≥ 76

 Membantu siswa agar tertarik mengikuti pembelajaran

 Membantu siswa untuk lebih peduli terhadap kesehatan lingkungan


(35)

2.3

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah model Environmental Learning dengan media casebook efektif terhadap peningkatan hasil belajar siswa dan sikap peduli kesehatan lingkungan.


(36)

22

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Bobotsari, Jalan Raya Majapura RT 03/05, Kecamatan Bobotsari, Kabupaten Purbalingga pada semester ganjil tahun ajaran 2016/2017.

3.2

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X MIPA SMA N 1 Bobotsari. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu antara lain: 1) rata-rata hasil belajar mata pelajaran biologi yang relatif sama, 2) kegiatan pembelajaran dilakukan oleh guru yang sama, dan 3) pembagian kelas yang dilakukan tidak didasarkan pada kemampuan siswa.

3.3

Variabel Penelitian

3.3.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model Environmental Learning dengan media casebook.

3.3.2 Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar dan sikap peduli kesehatan lingkungan.

3.3.3 Variabel Kontrol


(37)

yang sama.

3.4

Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif dengan Quasi Experimental Design yaitu suatu desain yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan penuh terhadap variabel penelitian. Tipe desain penelitian yang digunakan adalah Pretest-Posttest Control Group Design. Tipe desain ini terdapat dua kelompok yang masing-masing dipilih secara random. Kelompok pertama diberi perlakuan disebut kelompok eksperimen dan kelompok kedua yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok kontrol (Sugiyono, 2013). Desain dalam Pretest-Posttest Control Group Design dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Desain dalam Pretest-Posttest Control Group Design

Sampel Pretest Perlakuan Posttest

Eksperimen T1 X1 T2

Kontrol T1 X2 T2

Diadaptasi dari Arikunto (2010)

Keterangan:

X1 : pembelajaran model Environmental Learning dengan media Casebook X2 : pembelajaran model Problem Based Learning

T1 : pretest sebelum materi virus diajarkan T2 : posttest setelah materi virus diajarkan

3.5

Prosedur Penelitian

3.5.1 Persiapan Penelitian

(1) Melakukan observasi awal ke SMA Negeri 1 Bobotsari untuk mencari permasalahan yang ada di sekolah tersebut. Observasi dilaksanakan pada bulan Maret 2016, selama 3 minggu.


(38)

(3) Menyusun proposal penelitian sesuai pemasalahan yang ada.

(4) Menyusun instrumen yang akan digunakan saat penelitian meliputi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), casebook, lembar diskusi siswa, slide power point, soal tes formatif, kuesioner skala sikap peduli kesehatan lingkungan, angket tanggapan siswa, dan angket tanggapan guru.

(5) Menyusun perangkat uji coba soal tes formatif dengan langkah-langkah yaitu membatasi materi yang akan digunakan untuk tes, membuat kisi-kisi soal, menentukan jumlah butir soal dan tipe soal sebelum diujicobakan, menentukan batas waktu yang diperlukan untuk mengerjakan tes.

(6) Melaksanakan tes uji coba. (7) Menganalisis tes uji coba.

Tujuan analisis soal uji coba ini adalah menentukan kelayakan soal sebagai alat pengambil data. Indikatornya adalah menguji (a) validitas, (b) reliabilitas, (c) tingkat kesukaran, dan (d) daya pembeda soal.

(a) Validitas

Rumus untuk mengukurnya dengan product moment (Arikunto, 2013). rxy= √ ∑ ∑ ∑ ∑ } ∑ }

Keterangan:

rxy : koefisien korelasi antara skor item dengan skor total

X : skor tiap item Y : skor total

N : banyaknya responden

Interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi adalah sebagai berikut: 0,800 - 1,000 : sangat tinggi


(39)

0,400 - 0,600 : cukup 0,200 - 0,400 : rendah

0,000 - 0,200 : sangat rendah

Harga rxy yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan harga r product

moment pada tabel dengan taraf signifikansi 5%. Apabila harga rxy > rtabel product

moment maka butir soal tersebut dinyatakan valid.

Setelah dilakukan analisis hasil uji coba terhadap 50 soal uji coba diperoleh 30 soal dinyatakan valid dan 20 soal dinyatakan tidak valid. Hasil analisis validitas butir soal uji coba dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Hasil analisis validitas butir soal uji coba

Kriteria Nomor soal Jumlah butir soal

Valid 1, 2, 3, 5, 6, 7, 9, 13, 15, 17, 21, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 33, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 45, 46, 48, 49

30 Tidak

valid

4, 8, 10, 11, 12, 14, 16, 18, 19, 20, 22, 23, 24, 25, 32, 34, 35, 44, 47, 50

20

Jumlah butir soal 50

Data lengkap disajikan pada Lampiran 11

(b) Uji reliabilitas

Setelah melakukan uji validitas, langkah selanjutnya adalah dengan melakukan pengukuran reliabilitas. Reliabilitas alat penilaian adalah ketetapan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilainya. Uji reliabilitas untuk butir soal objektif dilakukan dengan rumus Kuder Richardson atau yang dikenal dengan K-R 20 (Arikunto, 2013), yaitu :

r = ( )( ∑ )

Keterangan:

r : reliabilitas tes secara keseluruhan


(40)

q : proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q = 1-p) ∑ : jumlah hasil perkalian antara p dan q

n : banyaknya item

S : standar deviasi dari tes (akar varians)

Jika rhitung > rtabel maka perangkat soal tersebut reliabel,

rhitung < rtabel maka soal tidak reliabel

Setelah dilakukan analisis hasil uji coba terhadap 50 soal uji coba diperoleh 30 soal reliabel dan 20 soal tidak reliabel. Hasil analisis reliabilitas butir soal uji coba dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Hasil analisis reliabilitas butir soal uji coba

Kriteria Nomor soal Jumlah butir soal

Reliabel (dipakai)

1, 2, 3, 5, 6, 7, 9, 13, 15, 17, 21, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 33, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 45, 46, 48, 49

30

Tidak reliabel (tidak

dipakai)

4, 8, 10, 11, 12, 14, 16, 18, 19, 20, 22, 23, 24, 25, 32, 34, 35, 44, 47, 50

20

Jumlah butir soal 50

Data lengkap disajikan pada Lampiran 11

(c) Uji tingkat kesukaran soal

Bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Menurut Arikunto (2013), untuk dapat mengukur tingkat kesukaran suatu soal digunakan rumus :

P = � � Keterangan:

P : indeks kesukaran

B : banyaknya siswa yang menjawab soal benar JS : jumlah seluruh siswa peserta tes


(41)

Tabel 3.4 Klasifikasi indeks kesukaran soal

Interval tingkat kesukaran Kriteria

0,00 < P ≤ 0,30 Sukar

0,30 < P ≤ 0,70 Sedang

0,70 < P < 1,00 Mudah

Hasil analisis tingkat kesukaran soal uji coba dapat dilihat pada Tabel 3.5. Tabel 3.5 Hasil analisis tingkat kesukaran butir soal uji coba

Kriteria Nomor soal Jumlah butir soal

Sukar 6, 8, 9, 11, 21, 22, 30, 36, 39, 40, 41 11

Sedang 1, 2, 3, 7, 13, 15, 17, 19, 20, 23, 24, 26, 27, 28, 29, 31, 32, 33, 34, 35, 37, 38, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50

30

Mudah 4, 5, 10, 12, 14, 16, 18, 25, 42 9

Jumlah butir soal 50

Data lengkap disajikan pada Lampiran 11

(d) Daya pembeda

Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang berkemampuan rendah. Menurut Arikunto (2013), untuk menentukan daya pembeda, maka digunakan rumus sebagai berikut: D = �

� - �

� = PA– PB Keterangan:

D : daya pembeda soal

JA : banyak siswa kelompok atas

JB : banyak siswa kelompok bawah

BA : banyak siswa kelompok atas yang menjawab benar

BB : banyak siswa kelompok bawah yang menjawab benar

PA : proporsi siswa kelompok atas yang menjawab benar

PB : proporsi siswa kelompok bawah yang menjawab benar


(42)

Tabel 3.6 Klasifikasi daya pembeda soal

Interval daya pembeda Kriteria

0,00 < D ≤ 0,20 Jelek

0,21 < D ≤ 0,40 Cukup

0,41 < D < 0,70 Baik

0,71 < D < 1,00 Sangat baik

Hasil analisis daya pembeda soal uji coba dapat dilihat pada Tabel 3.7. Tabel 3.7 Hasil analisis daya pembeda soal

Kriteria Nomor soal Jumlah butir soal

Jelek 4, 8, 10, 11, 12, 14, 16, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 28, 32, 34, 35, 39, 44, 47, 50

23 Cukup 1, 3, 6, 7, 9, 26, 27, 30, 31, 33, 36, 38, 40, 42,

43, 45, 46, 48,

18

Baik 2, 5, 13, 15, 17, 29, 37, 41, 49, 9

Jumlah butir soal 50

Data lengkap disajikan pada Lampiran 11

3.5.2 Pelaksanaan Penelitian

(1) Melakukan kegiatan belajar mengajar materi virus dengan model Environmental Learning sesuai langkah-langkah pembelajaran yang ada pada RPP yang telah dibuat.

(2) Melaksanakan pretest-posttest dan memberikan kuesioner sikap peduli kesehatan lingkungan siswa.

3.6

Data dan Metode Pengumpulan Data

Data dan metode pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 3.8. Tabel 3.8 Jenis data, sumber data, metode pengumpilan data, dan instrumen

Jenis Data Sumber Data Metode Instrumen

Hasil belajar Siswa Pretest - posttest Soal tes formatif

Sikap peduli kesehatan

Siswa Angket Skala sikap peduli


(43)

lingkungan lingkungan

Tanggapan siswa Siswa Angket Angket tanggapan

siswa

Tanggapan guru Guru Angket Angket tanggapan

guru

3.7

Metode Analisis Data

Analisis data digunakan untuk mengolah data yang diperoleh setelah mengadakan penelitian sehingga dapat menjawab hipotesis yang dikemukakan. 3.7.1 Analsis Tahap Awal

Analisis tahap awal adalah menganalisis data awal berupa nilai pretest yang dilakukan sebelum kegiatan penelitian. .

3.7.1.1Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel yang digunakan dalam penelitian berdistribusi normal atau tidak. Menurut Sudjana (2005) langkah-langkah uji normalitas adalah sebagai berikut:

(1) Menentukan hipotesis

Ho : data berasal dari populasi yang berdistribusi normal

Ha : data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

(2) Menentukan = 0,05

(3) Menentukan kriteria penentuan hipotesis

Ho diterima jika: hitung (1- )(k-3), dengan k = banyak kelompok

(4) Menentukan hitung

= ∑


(44)

Keterangan: X2 : Chi-Square

Oi : Frekuensi pengamatan Ei : Frekuensi yang diharapkan

(5) Membandingkan harga hitung dengan harga X2 tabel. Harga X2 tabel diperoleh

dari tabel chi kuadrat dengan dk = k-3 dan = 5% (6) Kriteria hipotesis diterima apabila X2 tabel X2 hitung

(7) Menarik kesimpulan

Hasil uji normalitas nilai pretest kelas X MIPA 2 dan X MIPA 3 dapat dilihat pada Tabel 3.9.

Tabel 3.9 Hasil uji normalitas nilai pretest

Kelompok Rerata Xhitung Xtabel Kriteria

Eksperimen 48,81 6,27 7,81

Normal

Kontrol 48,72 5,90 9,49

Data lengkap disajikan pada Lampiran 19

Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa Xhitung < Xtabel dengan taraf

signifikansi 5% maka Ho diterima, yang berarti data nilai pretest berasal dari

populasi yang berdistribusi normal. 3.7.1.2Uji homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel yang digunakan dalam penelitian mempunyai varians yang sama atau homogen. Menurut Sudjana (2005) uji homogentas ini menggunakan uji Fisher, dengan langkah sebagai berikut:

(1) Menentukan taraf signifikansi ( untuk menguji hipotesis Ho : 21 = 22 (varians 1 = varians 2 atau homogen)


(45)

Kriteria pengujian sebagai berikut: Ho diterima jika Fhitung Ftabel

Ho ditolak jika Fhitung ≥ Ftabel

(2) Menghitung varians tiap kelompok data

(3) Menentukan nilai Fhitung, yaitu Fhitung =

(4) Menentukan Ftabel untuk taraf signifikansi , dk 1 = dk pembilang = na-1,

dan dk 2 = dk penyebut = nb-1

(5) Melakukan pengujian dengan membandingkan nilai Fhitung dan Ftabel

(6) Jika Fhitung Ftabel maka dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok data

memiliki varians yang sama atau homogen

Hasil uji homogenitas nilai pretest kelas X MIPA 2 dan X MIPA 3 dapat dilihat pada Tabel 3.10.

Tabel 3.10 Hasil uji homogenitas nilai pretest

Kelompok Rerata Fhitung Ftabel Kriteria

Eksperimen 48,81

1,0058 1,8221 Homogen

Kontrol 48,72

Data lengkap disajikan pada Lampiran 20

Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa Fhitung < Ftabel dengan taraf

signifikansi 5% maka Ho diterima, yang berarti kedua kelompok sampel memiliki

varians yang sama atau homogen. 3.7.2 Analisis Tahap Akhir

Analisis tahap akhir adalah menganalisis data akhir yaitu data yang diambil diakhir pembelajaran meliputi hasil belajar siswa berupa nilai akhir (NA), sikap peduli kesehatan lingkungan, tanggapan siswa, dan tanggapan guru.


(46)

3.7.2.1Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar siswa berupa nilai akhir (NA) yang diperoleh dari nilai saat proses pembelajaran dan nilai sesudah proses pembelajaran. Nilai saat proses pembelajaran meliputi nilai LDS dan nilai tugas, sedangkan nilai sesudah proses pembelajaran adalah nilai posttest.

Nilai akhir (NA) diperoleh dari perhitungan menggunakan rumus: NA =

Keterangan: NA : nilai akhir N1 : nilai LDS N2 : nilai tugas NP : nilai posttest

Siswa dinyatakan memiliki nilai yang tuntas apabila memperoleh nilai akhir

≥76. Analisis ketuntasan klasikal dapat diperoleh menggunakan rumus sebagai

berikut:

Ketuntasan klasikal =

X 100% 3.7.2.2Sikap peduli kesehatan lingkungan

Sikap peduli kesehatan lingkungan berupa nilai yang diperoleh dari hasil skala sikap sesudah proses pembelajaran. Nilai diperoleh melalui perhitungan skor pernyataan mendukung (favorable) dan pernyataan tidak mendukung (unfavorable). Perhitungan skor skala sikap dapat dilihat pada Tabel 3.11 dan 3.12.


(47)

Tabel 3.11 Perhitungan skor pernyataan mendukung (favorable)

No Pilihan jawaban Skor

1 Sangat setuju (SS) 4

2 Setuju (S) 3

3 Tidak setuju (TS) 2

4 Sangat tidak setuju (STS) 1

Tabel 3.12 Perhitungan skor pernyataan tidak mendukung (unfavorable)

No Pilihan jawaban Skor

1 Sangat tidak setuju (STS) 4

2 Tidak setuju (TS) 3

3 Setuju (S) 2

4 Sangat setuju (SS) 1

Menurut Azwar (2015) data sikap peduli kesehatan lingkungan siswa dianalisis menggunakan rumus:

Nilai =

x 100

Nilai rata-rata sikap siswa dicari dengan rumus: P =

Keterangan: P : nilai rata-rata

f : jumlah skor seluruh siswa : jumlah siswa

Kriteria:

81% - 100% : sangat baik 61% - 80% : baik 41% - 60% : cukup 21% - 40% : kurang 0% - 20% : jelek


(48)

Nilai akhir dan nilai sikap peduli kesehatan linkgkungan yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik. Analisis yang digunakan yaitu uji normalitas, uji homogenitas, dan uji perbandingan dua rata-rata.

3.7.2.3Uji normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah hasil belajar dan sikap peduli kesehatan lingkungan siswa pada kelas eksperimen dan kontrol berdistribusi normal atau tidak. Menurut Sudjana (2005) langkah-langkah uji normalitas adalah sebagai berikut:

(1) Menentukan hipotesis

Ho : data hasil belajar dan sikap peduli siswa berdistribusi normal

Ha : data hasil belajar dan sikap peduli siswa tidak berdistribusi normal

(2) Menentukan = 0,05

(3) Menentukan kriteria penentuan hipotesis

Ho diterima jika: hitung (1- )(k-3), dengan k = banyak kelompok

(4) Menentukan hitung

= ∑ Keterangan: X2 : Chi-Square

Oi : Frekuensi pengamatan Ei : Frekuensi yang diharapkan

(5) Membandingkan harga hitung dengan harga X2 tabel. Harga X2 tabel diperoleh

dari tabel chi kuadrat dengan dk = k-3 dan = 5% (6) Kriteria hipotesis diterima apabila X2 tabel X2 hitung


(49)

3.7.2.4 Uji homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah hasil belajar dan sikap peduli kesehatan lingkungan siswa pada kelas eksperimen dan kontrol mempunyai varians yang sama atau homogen. Menurut Sudjana (2005) uji homogentas ini menggunakan uji Fisher, dengan langkah sebagai berikut:

(1) Menentukan taraf signifikansi ( untuk menguji hipotesis Ho : 21 = 22 (varians 1 = varians 2 atau homogen)

Ha : 21 22 (varians 1 varians 2 atau tidak homogen)

Kriteria pengujian sebagai berikut: Ho diterima jika Fhitung Ftabel

Ho ditolak jika Fhitung ≥ Ftabel

(2) Menghitung varians tiap kelompok data

(3) Menentukan nilai Fhitung, yaitu Fhitung =

(4) Menentukan Ftabel untuk taraf signifikansi , dk 1 = dk pembilang = na-1,

dan dk 2 = dk penyebut = nb-1

(5) Melakukan pengujian dengan membandingkan nilai Fhitung dan Ftabel

(6) Jika Fhitung Ftabel maka dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok data

memiliki varians yang sama atau homogen 3.7.2.5Uji perbandingan dua rata-rata

Uji ini bertujuan untuk menguji kebenaran hipotesis yang diajukan yaitu mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata hasil belajar dan sikap peduli kesehatan lingkungan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Menurut Sukestiyarno (2013) uji yang digunakan adalah uji t dua pihak dengan langkah


(50)

sebagai berikut:

(1) Menentukan hipotesis

Ho : (rata-rata hasil belajar dan sikap peduli kesehatan lingkungan

siswa kelas eksperimen kurang dari atau sama dengan rata-rata nilai akhir kelas kontrol)

Ha : (rata-rata hasil belajar dan sikap peduli kesehatan lingkungan

siswa kelas eksperimen lebih dari rata-rata nilai akhir kelas kontrol) (2) Menghitung nilai t

Jika pengujian homogenitas dihasilkan kedua kelompok homogen maka digunakan rumus:

t = x x

dengan s =

Jika pengujian homogenitas dihasilkan kedua kelompok tidak homogen maka digunakan rumus:

t = x x

dengan s =

Keterangan: t : harga uji t

x : rata-rata nilai akhir kelas eksperimen x : rata rata nilai akhir kelas kontrol s2 : varian sampel

s12 : varian pada kelas eksperimen

s22 : varian pada kelas kontrol

n1 : jumlah siswa kelas eksperimen


(51)

(3) Menentukan ttabel untuk taraf signifikansi , dengan derajat kebebasan

= 2

(4) Melakukan pengujian dengan membandingkan nilai thitung dan ttabel

(5) Kriteria pengujian sebagai berikut:

Ho diterima jika thitung < ttabel artinya tidak ada perbedaan yang signifikan

antara kelas kontrol dan kelas eksperimen, Ha diterima jika thitung > ttabel artinya ada

perbedaan yang signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. 3.7.2.6Analisis tanggapan siswa

Data tanggapan siswa diperoleh melalui angket. Data tanggapan siswa dianalisis menggunakan rumus:

Nilai =

x 100 Kriteria:

81% - 100% : sangat baik 61% - 80% : baik 41% - 60% : cukup 21% - 40% : kurang 0% - 20% : jelek

3.7.2.7Analisis tanggapan guru

Data tanggapan guru diperoleh melalui angket. Data hasil hasil angket guru tentang tanggapan model environmental learning dianalisis secara deskriptif.


(52)

38

4.1

Hasil Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA N 1 Bobotsari kelas X MIPA. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas X MIPA 2 sebagai kelas kontrol dan kelas X MIPA 3 sebagai kelas eksperimen. Hasil penelitian meliputi hasil belajar kognitif siswa, sikap peduli kesehatan lingkungan, data tanggapan siswa, dan data tanggapan guru. Keempat hasil penelitian disajikan sebagai berikut.

4.1.1 Hasil Belajar Kognitif

Hasil belajar kognitif siswa dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen dan kontrol

Hasil belajar siswa Kelas eksperimen Kelas kontrol

̅ nilai LDS 89 83

̅ nilai tugas 88 77

̅ nilai posttest 80 77

̅ nilai akhir 86 79

Nilai tertinggi 91 85

Nilai terendah 80 75

Jumlah siswa 32 32

Data lengkap disajikan pada Lampiran 23

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa hasil belajar siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai akhir siswa kelas eksperimen yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Kedua kelas tersebut sudah mencapai KKM yang ditetapkan yaitu ≥76.


(53)

4.1.1.1Uji Normalitas

Hasil perhitungan uji normalitas terhadap hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil perhitungan uji normalitas terhadap hasil belajar kognitif siswa

Kelompok Rerata Xhitung Xtabel Kriteria

Eksperimen 86,00 4,66

7,81 Normal

Kontrol 79,00 5,59

Data lengkap disajikan pada Lampiran 24 dan 25

Hasil perhitungan uji normalitas menunjukkan bahwa Xhitung < Xtabel dengan

taraf signifikansi 5% maka Ho diterima, yang berarti data hasil belajar siswa pada

kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal. 4.1.1.2Uji homogenitas

Hasil perhitungan uji homogenitas terhadap hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil perhitungan uji homogenitas terhadap hasil belajar kognitif siswa

Kelompok Rerata Fhitung Ftabel Kriteria

Eksperimen 86,00

1,0832 1,8221 Homogen

Kontrol 79,00

Data lengkap disajikan pada Lampiran 26

Hasil perhitungan uji homogenitas menunjukkan bahwa Fhitung < Ftabel

dengan taraf signifikansi 5% maka Ho diterima, yang berarti data hasil belajar

siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang sama atau homogen.

4.1.1.3Uji perbandingan dua rata-rata

Hasil perhitungan uji t terhadap hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.4.


(54)

Tabel 4.4 Hasil perhitungan uji t terhadap hasil belajar kognitif siswa

Kelompok Rerata N s2 thitung ttabel

Eksperimen 86,00

32 8,39 9,27 1,99

Kontrol 79,00

Data lengkap disajikan pada Lampiran 27

Hasil perhitungan uji t diperoleh bahwa thitung > ttabel dengan taraf signifikan

5% maka Ha diterima, yang berarti ada perbedaan yang signifikan antara hasil

belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Hasil analisis statistik diperkuat dengan analisis lain yaitu meliputi analisis terhadap kemampuan berpikir siswa dan ketercapaian indikator pembelajarannya. Analisis tersebut dapat dilihat sebagai berikut.

Persentase kemampuan berpikir siswa dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Kemampuan berpikir siswa

Kategori soal ∑Soal (%) Kelas eksperimen (%) Kelas kontrol (%)

C1 (Mengingat) 2 (6,7) 62,5 84,4

C2 (Memahami) 7 (23,4) 76,8 80,4

C3 (Menerapkan) 9 (30,0) 86,5 81,6

C4 (Menganalisis) 10 (33,4) 80,0 71,7

C5 (Mengevaluasi) 2 (6,7) 92,1 81,3

Data lengkap disajikan pada Lampiran 28

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa kemampuan berpikir siswa kelas eksperimen didominasi oleh kemampuan berpikir kategori “mengevaluasi”, sedangkan siswa kelas kontrol didominasi oleh kemampuan berpikir kategori “mengingat”. Selain itu, kemampuan berpikir siswa kelas eksperimen cenderung mengalami peningkatan dari kategori “mengingat” ke kategori “mengevaluasi”, sedangkan kelas kontrol cenderung fluktuatif.


(55)

Tabel 4.6 Ketercapaian indikator pembelajaran

No Indikator pembelajaran

Kelas eksperimen (%) Kelas kontrol (%) 1 Mendeskripsikan ciri-ciri virus meliputi struktur

tubuh dan sifat virus

77,2 76,9

2 Mendeskripsikan replikasi virus 68,8 65,6

3 Mengelompokkan virus berdasarkan ciri-cirinya 80,3 84,8

4 Mengidentifikasi peran virus dalam aspek kesehatan manusia

82,1 79,5

5 Mengkaji penyakit yang disebabkan oleh virus meliputi penyebaran dan pencegahannya

89,4 71,9

Data lengkap disajikan pada Lampiran 29

Tabel 4.6 menunjukkan indikator pembelajaran materi virus yang paling tinggi dicapai oleh siswa kelas eksperimen adalah mengkaji penyakit yang disebabkan oleh virus meliputi penyebaran dan pencegahannya, sedangkan kelas kontrol adalah mengelompokkan virus berdasarkan ciri-cirinya. Indikator pembelajaran materi virus yang paling rendah kedua kelas tersebut adalah mendeskripsikan replikasi virus.

4.1.2 Sikap Peduli Kesehatan Lingkungan

Rekapitulasi data sikap peduli kesehatan lingkungan siswa dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Sikap peduli kesehatan lingkungan siswa kelas eksperimen dan kontrol

Kelas Rerata Kriteria

Eksperimen 81 Sangat baik

Kontrol 78 Baik

Data lengkap disajikan pada Lampiran 23

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa sikap peduli kesehatan lingkungan siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai sikap siswa kelas eksperimen yang lebih tinggi


(56)

dibandingkan dengan kelas kontrol.

Data sikap peduli kesehatan lingkungan siswa kemudian dianalisis secara statistik sebagai berikut.

4.1.2.1Uji normalitas

Hasil perhitungan uji normalitas terhadap sikap peduli kesehatan lingkungan siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Hasil perhitungan uji normalitas terhadap sikap peduli kesehatan lingkungan siswa

Kelompok Rerata Xhitung Xtabel Kriteria

Eksperimen 81,00 6,04 9,49

Normal

Kontrol 78,00 6,86 7,81

Data lengkap disajikan pada Lampiran 24 dan 25

Hasil perhitungan uji normalitas menunjukkan bahwa Xhitung < Xtabel dengan

taraf signifikansi 5% maka Ho diterima, yang berarti data sikap peduli kesehatan

llingkungan siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal. 4.1.2.2Uji homogenitas

Hasil perhitungan uji homogenitas terhadap sikap peduli kesehatan llingkungan siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Hasil perhitungan uji homogenitas terhadap sikap peduli kesehatan lingkungan siswa

Kelompok Rerata Fhitung Ftabel Kriteria

Eksperimen 81,00

1,5362 1,8221 Homogen

Kontrol 78,00

Data lengkap disajikan pada Lampiran 26

Hasil perhitungan uji homogenitas menunjukkan bahwa Fhitung < Ftabel


(57)

kesehatan lingkungan siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang sama atau homogen.

4.1.2.3Uji perbandingan dua rata-rata

Hasil perhitungan uji t terhadap sikap peduli kesehatan lingkungan siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Hasil perhitungan uji t terhadap sikap peduli kesehatan lingkungan siswa

Kelompok Rerata N s2 thitung ttabel

Eksperimen 81,00

32 28,02 2,10 1,99

Kontrol 78,00

Data lengkap disajikan pada Lampiran 27

Hasil perhitungan uji t diperoleh bahwa thitung > ttabel dengan taraf signifikan

5% maka Ha diterima, yang berarti ada perbedaan yang signifikan antara sikap

peduli kesehatan lingkungan siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Hasil analisis statistik diperkuat dengan analisis lain yaitu analisis terhadap komponen sikap peduli kesehatan lingkungan. Analisis tersebut dapat dilihat sebagai berikut.

Persentase komponen sikap peduli kesehatan lingkungan siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Komponen sikap peduli kesehatan lingkungan

Komponen sikap Kelas eksperimen Kelas kontrol

Kognitif (Kepercayaan) 78,3 73,0

Afektif (Perasaan) 79,5 77,1

Konatif (Kecenderungan berperilaku) 84,0 83,7

Data lengkap disajikan pada Lampiran 30

Tabel 4.11 menunjukkan bahwa persentase komponen kognitif dan afektif siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol, sedangkan


(58)

persentse komponen konatif antara kelas eksperimen dan kelas kontrol cenderung sama. Persentase komponen sikap kedua kelas tersebut mengalami peningkatan dari komponen kognitif ke komponen konatif.

4.1.3 Tanggapan Siswa

Hasil tanggapan siswa terhadap model pembelajaran Environmental Learning dengan media casebook disajikan pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12 Hasil tanggapan siswa

No Aspek yang diamati % Kategori

1 Pelaksanaan kegiatan pembelajaran 91,0 Sangat baik

2 Pemahaman konsep materi virus 82,8 Sangat baik

3 Keyakinan siswa mendapatkan nilai yang baik 78,0 Baik

4 Kepedulian siswa terhadap kesehatan lingkungan 86,0 Sangat baik

5 Ketertarikan siswa mengikuti pembelajaran 82,0 Sangat baik

6 Minat siswa mengikuti pembelajaran 86,0 Sangat baik

7 Keaktifan siswa dalam pembelajaran 81,0 Sangat baik

8 Keberanian siswa mengungkapkan pendapat dalam

pembelajaran

80,0 Baik

9 Kemampuan siswa bertanya dan menjawab

pertanyaan dari teman dan guru

82,0 Sangat baik

10 Pengetahuan siswa terkait kasus-kasus penyakit yang disebabkan oleh virus

92,1 Sangat baik

Rata-rata 84,1 Sangat baik

Data lengkap disajikan pada Lampiran 32

Tabel 4.12 menunjukkan bahwa siswa memberikan tanggapan sangat positif terhadap pelaksanaan pembelajaran model Environmental Learning. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai tanggapan siswa yaitu pada kategori sangat baik. Siswa beranggapan bahwa kegiatan pembelajaran model Environmental Learning dengan media casebook membantu siswa memahami kasus-kasus penyakit yang disebabkan oleh virus. Namun, masih ada siswa yang kurang yakin mendapatkan


(59)

nilai yang baik dan belum berani mengungkapkan pendapatnya dalam kegiatan pembelajaran.

4.1.4 Tanggapan Guru

Hasil angket tanggapan guru menunjukkan bahwa guru memberikan tanggapan baik terhadap model Environmental Learning. Guru memberikan tanggapan bahwa model Environmental Learning dengan media casebook sangat membantu siswa dan guru, membantu pemahaman siswa dan membuat siswa tertarik karena dilengkapi dengan gambar yang jelas, dan kasus yang disajikan bervariasi. Namun, menurut guru petunjuk penggunaan casebook masih tidak jelas.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa pembelajaran sudah berjalan dengan baik, siswa juga cukup antisuas dan tertarik serta aktif mengikuti pembelajaran. Kasus-kasus yang disajikan pada casebook merupakan kasus baru yang belum pernah disajikan pada pembelajaran sebelumnya. Selain itu, casebook juga membantu siswa memahami cara penularan dan pencegahan penyakit sehingga siswa diharapkan dapat mengaplikasikan pengetahuannya pada kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pembelajaran materi virus menjadi lebih kontekstual dan bermakna. Kebermaknaan pembelajaran yang telah dilakukan diukur dengan skala sikap peduli kesehatan lingkungan. Skala sikap tersebut dapat menjadi tolok ukur terhadap keberhasilan pembelajaran yang menggunakan casebook. Guru berpendapat bahwa konsep materi yang disajikan di casebook adalah konsep materi yang tidak disajikan dalam buku siswa, sehingga siswa mendapat pengetahuan yang baru.


(60)

4.2

Pembahasan

Data-data hasil penelitian yang telah disajikan, dibahas secara rinci sebagai berikut.

4.2.2 Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar siswa berupa nilai akhir yang diperoleh dari nilai LDS, nilai tugas, dan nilai posttest. Hasil analisis deskriptif dan statistik menunjukkan bahwa data hasil belajar siswa kelas eksperimen lebih baik dibandingkan kelas kontrol. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata hasil belajar siswa kelas eksperimen yang lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Oleh karena itu, dapat diartikan bahwa pembelajaran model Environmental Learning dengan media casebook memberikan efek yang lebih baik terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis lingkungan (Environmental Learning) efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa (Juairiah et al., 2014; Herman et al., 2012).

Hasil analisis statistik diperkuat dengan analisis lain meliputi analisis kemampuan berpikir dan ketercapaian indikator pembelajarannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa kelas eksperimen lebih dominan untuk melakukan evaluasi dibandingkan dengan kelas kontrol. Hal ini terjadi karena pembelajaran kelas eksperimen melatih siswa untuk mengevaluasi sikapnya terhadap kesehatan lingkungan, misalnya cara pencegahan penyakit influenza, sedangkan pembelajaran kelas kontrol hanya dapat melatih siswa untuk mengingat ingatan yang telah lampau, misalnya penyebab seseorang terkena penyakit influenza. Menurut Anderson & Krathwohl (2001) siswa yang sudah sampai pada kategori


(61)

“mengevaluasi” berarti siswa tersebut mampu mengecek dan mengkritisi. Kemampuan mengecek mengarah pada kegiatan pengujian hal-hal yang tidak konsisten atau kegagalan dari suatu operasi atau produk, sedangkan kemampuan mengkritisi mengarah pada penilaian suatu produk atau operasi berdasarkan pada kriteria dan standar eksternal.

Persentase kemampuan berpikir terendah kelas eksperimen adalah kategori mengingat. Hal ini berbanding terbalik dengan kelas kontrol yaitu pada kategori mengingat memiliki persentase tertinggi. Hal ini terjadi karena pembelajaran kelas eksperimen tidak lagi melatih siswa mengingat ingatan masa lampau. Siswa kelas eksperimen dianggap sudah memiliki pengetahuan yang cukup terkait materi virus. Pembelajaran kelas eksperimen membantu siswa melakukan evaluasi terhadap sikap yang harus dilakukan agar terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh virus melalui media casebook. Siswa kelas eksperimen yang sudah sampai pada kategori evaluasi berarti siswa tersebut sudah mencapai kategori sebelumnya yaitu kategori menganalisis. Namun, kategori yang dicapai tidak dibatasi oleh tinggi rendahnya persentase yang diperoleh. Taksonomi kemampuan berpikir memerlukan adanya hierarki yang dimulai dari tujuan instruksional pada jenjang terendah sampai jenjang tertinggi. Dengan kata lain, tujuan pada jenjang yang lebih tinggi tidak dapat dicapai sebelum tercapai tujuan pada jenjang di bawahnya (Anderson & Krathwohl , 2001).

Kemampuan berpikir kelas eksperimen yang didominasi kategori

“mengevaluasi” tidak terlepas dengan proses pembelajaran yang dilakukan. Proses pembelajaran kelas eksperimen yang menyajikan kasus-kasus penyakit akibat


(62)

virus dapat merangsang siswa untuk berpikir tingkat tinggi dan berpikir kritis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai LDS dan nilai tugas siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran kelas eksperimen melatih siswa untuk berpikir tingkat tinggi dan berpikir kritis. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir tinggi, maka hasil belajarnya akan tinggi pula. Penelitian lain menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kemampuan berpikir dengan hasil belajar siswa (Rosana, 2014; Nuriadin & Perbowo, 2013).

Ketercapaian indikator pembelajaran juga dapat memperkuat hasil analisis statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator pembelajaran materi virus yang paling tinggi dicapai oleh siswa kelas eksperimen adalah mengkaji penyakit yang disebabkan oleh virus meliputi penyebaran dan pencegahannya, sedangkan kelas kontrol adalah mengelompokkan virus berdasarkan ciri-cirinya. Hal ini tidak terlepas dengan penggunaan media casebook. Media ini dapat memudahkan siswa memahami cara penularan dan pencegahan penyakit menular yang disebabkan oleh virus, sehingga diharapkan siswa dapat mengaplikasikan pengetahuannya pada kehidupan sehari-hari. Penelitian lain menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar dan perilaku siswa yang telah mengikuti pembelajaran dengan menyajikan kasus-kasus (Arum & Minangwati, 2014; Khairunnisa et al., 2013).

Penggunaan model Environmental Learning pada kelas eksperimen dapat merangsang minat dan motivasi yang tinggi karena siswa diminta untuk berpikir terkait sikap yang harus dilakukan terhadap kasus yang disajikan. Hal ini dapat


(63)

mengubah kebiasaan siswa dalam belajar, sehingga hasil belajar siswa meningkat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Syamsudduha & Rapi (2012) bahwa terjadi peningkatan hasil belajar pada siswa yang memiliki kemauan tinggi dalam belajar, serta adanya perubahan kebiasaan siswa dalam memecahkan masalah secara mandiri, sehingga aktivitas belajar berjalan dengan baik. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Ahmar (2012) bahwa pelaksanaan pembelajaran IPA berbasis lingkungan menjadikan siswa antusias dalam aktivitas belajar, hal ini karena proses pembelajaran memberikan konsep yang nyata kepada siswa. Perubahan kebiasaan belajar dan aktivitas belajar yang baik pada kelas eksperimen akan mempengaruhi hasil belajar siswa pada kelas tersebut.

4.2.2 Sikap Peduli Kesehatan Lingkungan

Sikap peduli kesehatan lingkungan dalam penelitian ini diperoleh melalui angket yang diberikan kepada siswa diakhir pembelajaran. Hasil analisis deskriptif dan statistik menunjukkan bahwa sikap peduli kesehatan lingkungan siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata sikap peduli kesehatan lingkungan siswa kelas eksperimen yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Oleh karena itu, dapat diartikan bahwa pembelajaran model Environmental Learning dengan media casebook memberikan efek yang lebih baik terhadap peningkatan sikap peduli kesehatan lingkungan. Model Environmental Learning dapat membuat siswa memahami diri sendiri dan lingkungannya serta dapat menumbuhkan kecintaan mereka terhadap lingkungan melalui implementasi sikap peduli kesehatan lingkungan. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa pembelajaran


(1)

Lampiran 34 Dokumentasi kegiatan penelitian kelas eksperimen dan kontrol

DOKUMENTASI KEGIATAN PENELITIAN KELAS EKSPERIMEN

1. Fase penerimaan

2. Fase pengkuan

3. Fase respon


(2)

DOKUMENTASI KEGIATAN PENELITIAN KELAS KONTROL


(3)

Lampiran 35 Surat penetapan dosen pembimbing

SURAT PENETAPAN DOSEN PEMBIMBING


(4)

Lampiran 36 Surat izin penelitian dari UNNES

SURAT IZIN PENELITIAN DARI UNNES


(5)

Lampiran 37 Surat izin penelitian dari Dinas Pendidikan Kab. Purbalingga

SURAT IZIN PENELITIAN DARI DINAS PENDIDIKAN KAB. PURBALINGGA


(6)

Lampiran 38 Surat keterangan selesai penelitian

SURAT KETERANGAN SELESAI PENELITIAN