Perkembangan Tari Kelompok Nusantara

3. Perkembangan Tari Kelompok Nusantara

Tari kelompok Nusantara telah ada sejak masa prakerajaan. Tarian ini terus mengalami perkembangan hingga kini. Berikut ini perkembangannya.

a Perkembangan Tari pada Masa Prakerajaan

Masa prakerajaan biasanya diidentikkan pula dengan masa praHindu atau prapengaruh asing. Bentuk-bentuk seni pertunjukan pada masa ini, masih banyak terdapat di daerah pedalaman yang terpencil yang diwarnai oleh kepercayaan animisme.

Pada masa ini, banyak tari yang berfungsi sebagai tari-tari ritual yang bertujuan untuk menyampaikan segala keinginan, permohonan, atau doa sehingga dalam praktiknya banyak mengandung unsur-unsur magis dan sakral. Bukti-bukti yang bersifat animisme seperti penyembahan nenek moyang dan binatang totem masih bisa dijumpai di Papua, pedalaman Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, dan beberapa daerah di Bali yang disebut Bali Aga atau Bali Mula, seperti Trunyan dan Tenganan, serta di Jawa.

Perwujudan tari pada masa itu diduga merupakan refleksi dari satu kebulatan kehidupan masyarakat agraris yang terkait dengan adat istiadat, kepercayaan, dan norma kehidupannya secara turun temurun.

Beberapa sisa tarian pada masa itu yang kini masih bisa diamati, baik dalam upacara maupun dalam bentuk tontonan, seperti tari Kuda Kepang atau tari Jathilan di Jawa Tengah, tari Topeng Hudoq dari Kalimantan, menampilkan gerak tari yang sederhana dan mengutamakan ekspresi spontan dari pelakunya.

110 Seni Tari untuk SMA/MA Kelas XI

Di Jawa, tarian yang terkait dengan upacara kesuburan adalah tari Tayub. Tarian ini merupakan tari berpasangan yang diwujudkan oleh ekspresi hubungan romantis antara wanita (penari ledhek atau ronggeng) dengan pria (pengibing) (Soedarsono, 1976, 1985).

Saat ini penyajian tayuban sulit untuk dipisahkan antara kepentingan upacara atau hiburan karena pergeseran fungsi dan nilai dalam masyarakat. Meskipun begitu, masyarakat pendukungnya masih menempatkan tayuban sebagai pertunjukan yang masih mempunyai nilai sakral dalam acara perkawinan dan pertanian. Situasi yang sama terdapat pula di Indramayu, Jawa Barat, pada upacara tahunan yang disebut ngarot dalam bentuk pertunjukan ronggeng ketuk.

b. Perkembangan Tari pada Masa Kerajaan

Masa kerajaan ini ditandai oleh masuknya pengaruh luar sebagai unsur asing, antara lain kebudayaan Cina, Hindu-Budha, Islam, dan Barat. Kebudayaan Cina kurang mendapat perhatian oleh para peneliti, karena kemungkinan dasar kepercayaan yang hampir sama dengan masyarakat pribumi, yaitu percaya kepada roh-roh leluhur, sehingga kurang begitu nyata pada perubahan sistem kemasyarakatannya. Barangkali pula karena nenek moyang yang menghuni Indonesia oleh para pakar kebudayaan dikatakan imigran dari daratan Asia, yaitu wilayah Cina bagian Selatan. Pengaruh budaya Cina ini berbeda dengan pengaruh asing lainnya terutama pengaruh Hindu, Islam, dan Barat. Pengaruh ini sangat nyata pada stratifikasi sosial hirarkis yang ditandai dengan adanya sistem kelas sosial, yaitu masyarakat adat atau rakyat dan masyarakat bangsawan atau istana. Sistem ini cukup langgeng dari awal berdirinya kerajaan-kerajaan sekitar abad ke-4 sampai awal abad ke-20. Dengan adanya dua kelas sosial ini maka muncul dua wajah tari yang disebut tari rakyat dan tari istana atau tari klasik.

Pengaruh kebudayaan India (atau Hindu/Budha) semula berlangsung di Kalimantan dan Sumatra, tetapi proses akulturasi sangat kuat di Jawa dan Bali (Soedarsono, 1977). Jika masa praHindu manusia masih merupakan bagian dari kosmosnya, maka ketika masuk pengaruh Hindu dan berdirinya kerajaan- kerajaan titik berat pusat orientasi kosmos terletak pada kedudukan sang raja. Tarian merupakan bagian yang menyertai perkembangan pusat baru ini. Ternyata pada masa kerajaan ini, tari mencapai tingkat estetis yang tinggi. Jika dalam lingkungan rakyat tarian bersifat spontan dan sederhana, maka dalam lingkungan istana tarian mempunyai standar, rumit, halus, dan simbolis.

Jika ditinjau dari aspek gerak, maka pengaruh tari India yang terdapat pada tari-

tarian istana Jawa terletak pada posisi tangan, Gambar 7.2

dan di Bali ditambah dengan gerak mata. Posisi Tari Bedhaya Sumber: www.jawakidul.nl

Pelajaran 7 Tari Kelompok Nusantara 111 Pelajaran 7 Tari Kelompok Nusantara 111

Tarian yang terkenal ciptaan para raja, khususnya di Jawa, adalah bentuk teater tari seperti wayang wong dan bedhaya ketawang. Dua tarian ini merupakan pusaka raja Jawa. Namun selanjutnya, wayang wong lebih berkembang di keraton Yogyakarta, sedangkan bedhaya ketawang berkembang di keraton Surakarta. Selain kedua tarian itu, berkembang pula Wayang Topeng.

Wayang Topeng adalah teater tari yang penarinya menggunakan penutup muka yang disebut topeng. Teater tari ini tersebar di Jawa, Bali, dan Madura. Salah satunya adalah tari Topeng Cirebon seperti yang telah dipelajari pada bab terdahulu.