TINJAUAN PUSTAKA
3. Hubungan antara Religiusitas (Islam) dengan tindakan pencegahan HIV/AIDS
HIV/AIDS telah diakui sebagai tantangan umum dan ancaman bagi manusia. Pengembangan dan pemangku kepentingan dari semua sektor telah menyalurkan sumber daya yang luas dan energi terhadap upaya untuk mencegah dan mengurangi dampak epidemi HIV/AIDS. Ilmu kedokteran modern telah membuat kemajuan luar biasa dengan pengembangan terapi anti-retroviral bagi mereka yang terinfeksi HIV, namun sampai saat ini tidak ada obat untuk HIV/AIDS. Dalam pengakuan ketiadaan obat, upaya seluruh dunia telah didominasi difokuskan pada pencegahan penyebaran lebih lanjut dari HIV/AIDS (Sabur & Charnley, 2007).
Agama memainkan peran integral dalam kehidupan banyak orang di seluruh dunia, termasuk di seluruh Asia yang semakin diakui bahwa pendekatan keagamaan terhadap HIV/AIDS dapat memberikan kontribusi penting untuk membendung penyebaran epidemi dan merawat mereka yang terinfeksi (Sabur & Charnley, 2007). Menurut Sabur & Charnley, (2007), tidak ada sumber yang lebih baik dari agama untuk membimbing orang pada isu-isu moral dan pendekatan berbasis agama yang dapat menjadi alat yang efektif untuk memerangi dan menanggapi HIV & AIDS.
Islam adalah agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia bahkan jumlahnya terbesar di dunia. Berdasarkan Lembaga Survei Indonesia, (2010) prosentase jumlah pemeluk agama Islam 88%, Kristen Protestan dan Katolik 8%, Hindu 2%, Budha, Tao dan Konghucu 1% dan lainnya 1%. Hal ini berarti bahwa posisi Islam sangat potensial bahkan harus terlibat dalam berbagai upaya menyangkut HIV/AIDS (Husamah & Dyah, 2010). Pemahaman Lingkup persoalan HIV/AIDS bukanlah semata- mata persoalan medis sehingga lembaga-lembaga keagamaan tidak mempunyai kompetensi untuk melakukan tindakan apapun terhadap masalah ini. Pada masalah ini terdapat dimensi sosial yang penting
diperhatikan sebagai upaya menghambat laju penyebaran dan pendampingan ODHA. Mutlak dibutuhkan keterlibatan semua pihak termasuk Islam untuk bersama-sama menghadapi masalah terkait dengan kualitas hidup manusia dan komunitasnya. UNICEF pada 2004 dalam (Husamah & Dyah, 2010) telah menerbitkan buku berjudul Apa yang Dapat Diperbuat Para Pemuka Agama Terhadap Masalah HIV/AIDS ? UNICEF menyatakan HIV/AIDS merupakan krisis spiritual, sosial, ekonomi dan politik yang sangat besar dan semakin menjadi permasalahan bagi kaum muda. Penanganan HIV/AIDS dan stigma yang mendorong penyebarannya merupakan salah satu tantangan terbesar dihadapi remaja dan dewasa. Hal ini membutuhkan keberanian, komitmen dan kepemimpinan di semua tingkatan, khususnya di kalangan para pemuka agama yang dapat menggunakan kepercayaan dan wibawanya dalam komunitas mereka untuk merubah arah pandemik. Dalam merespon tantangan ini, para pemuka agama Islam harus menyegarkan kembali ( refresh ) cara pandang dan pemahaman mereka dalam menghadapi krisis HIV/AIDS, agar mampu menjadi suatu kekuatan perubahan dalam upaya mencegah penyebaran HIV/AIDS, memberi harapan, dan mendampingi ODHA.
Islam sebagai agama yang sempurna, telah menjadi keyakinan mayoritas bangsa, termasuk di Indonesia selama berabad-abad. Penerapan aturan Islam akan membawa maslahat dan rahmat bagi seluruh umat manusia baik muslim maupun non muslim (Rosyidah, 2011). Hal ini sebagaimana firman Allah Swt dalam Al Qur’an : “Dan tidaklah Kami mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi sekalian alam.”
Allah Swt yang Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Benar dan tidak mempunyai kepentingan terhadap manusia tentu menciptakan peraturan- peraturan bagi manusia demi kepentingan (kemaslahatan) manusia (Rosyidah, 2011).
Transmisi utama (media penularan yang utama) penyakit HIV/AIDS adalah seks bebas. Oleh karena itu pencegahannya harus dengan Transmisi utama (media penularan yang utama) penyakit HIV/AIDS adalah seks bebas. Oleh karena itu pencegahannya harus dengan
Menurut Rosyidah, (2011) menyebutkan beberapa tindakan yang di larang oleh Islam yang dapat berisiko menularkan HIV/AIDS, diantaranya:
a. Islam telah mengharamkan laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim berkholwat (berduaan/pacaran). Sabda Rasulullah Saw:
“Jangan sekali-kali seorang lelaki dengan perempuan menyepi (bukan muhrim) karena sesungguhnya syaithan ada sebagai pihak ketiga”.
(HR. Baihaqy)
b. Islam mengharamkan perzinaan dan segala yang terkait dengannya. Allah Swt berfirman: “Janganlah kalian mendekati zina karena sesungguhnya zina itu perbuatan yang keji dan seburuk-buruknya jalan”. (Q.S. Al Isra’ [17] :32)
c. Islam mengharamkan perilaku seks menyimpang, antara lain homoseks (laki-laki dengan laki-laki) dan lesbian (perempuan dengan perempuan). Firman Allah Swt dalam surat al A’raf ayat 80-81 : “Dan kami juga telah mengutus Luth kepada kaumnya. (Ingatlah) tat kala dia berkata kepada mereka: Mengapa kamu mengerjakan perbuatan kotor itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun manusia (di dunia ini) sebelummu? Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.” (QS. Al A’raf : 80-81)
d. Islam melarang pria-wanita melakukan perbuatan-perbuatan yang membahayakan akhlak dan merusak masyarakat, termasuk pornografi dan pornoaksi. Islam melarang seorang pria dan wanita melakukan kegiatan dan pekerjaan yang menonjolkan seksualitasnya. Rafi’ Ibnu Rifa’a pernah bertutur demikian:
“Nabi Saw. Telah melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan wanita kecuali yang dikerjakan oleh kedua tangannya. Beliau bersabda
“Seperti inilah jari-jemarinya yang kasar sebagaimana halnya tukang roti, pemintal, atau p engukir.”
e. Islam mengharamkan khamr dan seluruh benda yang memabukkan serta mengharamkan narkoba. Sabda Rasulullah Saw : “Setiap yang menghilangkan akal itu adalah haram.” (HR. Bukhori
Muslim) “Tidak boleh menimpakan bahaya pada diri sendiri dan kepada orang lain.” (HR. Ibnu Majah)
Narkoba termasuk sesuatu yang dapat menghilangkan akal dan menjadi pintu gerbang dari segala kemaksiatan termasuk seks bebas. Sementara seks bebas adalah media utama penyebab virus HIV/AIDS (Rosyidah, 2011).
B. Kerangka Teori
Faktor-faktor yang Faktor-faktor yang mempengaruhi mempengaruhi religiusitas:
tindakan pencegahan HIV/AIDS:
Faktor Internal:
Intelektual Pengetahuan tentang Kehidupan
HIV/AIDS
Sikap terhadap Pendidikan atau
pengajaran HIV/AIDS
Lingkungan Faktor Eksternal:
a. Keluarga
b. Masyarakat
Tindakan
c. Sekolah
a. Lingkungan
Pencegahan
Keluarga
HIV/AIDS pada
b. Teman sebaya
Siswa di SMA
( Peers Group )
Islam Sultan
c. Pacar
Agung 3
d. Sekolah
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber:
(Yanta, 1995, Thouless, 2000, Wahyuni, 2009 & 2010, Muhlisin, 2009 & Singale 2012, Kambu, 2012, Penelitian & Pengembangan Kab. Pati, 2013)
C. Hipotesa
Hipotesa yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah Ada hubungan antara tingkat religiusitas dengan tindakan pencegahan HIV/AIDS pada siswa di SMA Islam Sultan Agung 3 Semarang.