Temuan – Penatausahaan Laporan Perkembangan Piutang Perpajakan dan Kertas Kerja Penyisihan Piutang PBB Belum Memadai
2.4 Temuan – Penatausahaan Laporan Perkembangan Piutang Perpajakan dan Kertas Kerja Penyisihan Piutang PBB Belum Memadai
LKPP Tahun 2015 ( audited) menyajikan realisasi Penerimaan Perpajakan Tahun Anggaran (TA) 2015 sebesar Rp1.240.418.857.626.377,00 dan saldo Piutang Pajak per 31 Desember 2015 sebesar Rp95.352.574.082.127,00. Realisasi Penerimaan Perpajakan TA 2015 lebih besar 8,16% atau meningkat sebesar Rp93.553.088.528.125,00 dari TA 2014 yang disajikan sebesar Rp1.146.865.769.098.252,00. Sementara saldo Piutang Pajak per
31 Desember 2015 naik sebesar Rp3.578.405.721.911,00 dari saldo per 31 Desember 2014 yang disajikan sebesar Rp91.774.168.360.216,00.
Penerimaan pajak berasal dari pembayaran pajak oleh wajib pajak (WP) dan pembayaran ketetapan pajak yang diterbitkan DJP. Sedangkan Piutang Pajak berasal dari ketetapan pajak yang diterbitkan DJP, tetapi belum dilakukan pelunasan oleh WP.
Dari saldo Piutang Pajak LKPP sebesar Rp95.352.574.082.127,00 termasuk Piutang PBB sebesar Rp11.112.468.449.206,00. Nilai Penyisihan Piutang Tak Tertagih atas Piutang PBB disajikan sebesar Rp7.609.067.823.000,00 sehingga Nilai Bersih Piutang PBB sebesar Rp3.503.400.626.206,00 dengan rincian berikut:
Tabel 30 Rincian Nilai Piutang PBB dalam Laporan Keuangan
(dalam rupiah)
Uraian
Nilai
Piutang PBB Perkebunan 719.505.000.371,00 Piutang PBB Kehutanan
504.109.693.378,00 Piutang PBB Pertambangan
9.885.098.680.679,00 Piutang PBB Lainnya
Jumlah Piutang PBB 11.112.776.827.870,00
Penyisihan Piutang Tidak Tertagih – Piutang Pajak PBB dan BPHTB
Nilai bersih Piutang PBB 3.503.7,00
Nilai piutang Pajak yang disajikan dalam Laporan Keuangan bersumber dari Laporan Perkembangan Piutang Pajak (LP3) yang tersedia pada aplikasi Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak. LP3 menyajikan pencatatan seluruh transaksi terkait piutang PBB, baik pengurang, penambah, dan saldo piutang PBB. Selain LP3 disusun juga Tabelaris NOP untuk melakukan pengawasan terhadap Objek Pajak PBB atas nilai SPPT, nilai SKP dan STP.
Sistem perpajakan dalam PBB menggunakan sistem official assessment, dimana DJP menetapkan kewajiban PBB untuk kemudian dilakukan pembayaran oleh Wajib Pajak. Ketetapan pajak yang diterbitkan oleh DJP dapat berupa SPPT, SKP, dan STP. Pada saat penerbitan ketetapan PBB tersebut DJP mencatatnya sebagai piutang pajak, dan atas pembayaran PBB dicatat pula sebagai pengurang/ pelunasan piutang pajak.
Hasil pengujian terhadap nilai yang dilaporkan dalam LP3, Tabelaris NOP, Register Ketetapan PBB, Laporan Keuangan DJP dan dokumen lainnya pendukung penyajian Piutang PBB diketahui sebagai berikut:
a. Nilai pengurang Piutang PBB melalui pembayaran/MPN pada LP3 lebih kecil dari Penerimaan Pajak PBB Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebesar Rp941.116.100.809,00
Hasil pemeriksaan atas pengurang PBB pada LP3 diketahui terdapat perbedaan antara Nilai pengurang piutang PBB pada LP3 dengan Pembayaran PBB pada LK 2015, dengan rincian berikut.
Tabel 31 Pendapatan PBB pada LK Kementerian Keuangan dan LP3
(dalam rupiah)
No Uraian PBB pada LK Kemenkeu Jumlah Pembayaran
Pendapatan Pajak Sektor
2015 (Rp)
pada LP3
Selisih
1 Perkebunan 1.601.955.069.307,00 1.368.697.502.703,00 233.257.566.604,00 2 Kehutanan
492.680.943.129,00 419.867.587.373,00 72.813.355.756,00 3 Pertambangan Non Migas
1.254.863.469.475,00 718.736.867.088,00 536.126.602.387,00 4 Pertambangan Migas
DJP mengkonfirmasikan bahwa terjadinya selisih diantaranya sebesar Rp781.675.582.386,00 disebabkan adanya pembayaran PBB oleh Wajib Pajak yang tidak merujuk pada NOP yang tepat atau tidak ada data NOP. Sementara sisanya DJP mengkonfirmasikan bahwa terjadinya selisih diantaranya sebesar Rp781.675.582.386,00 disebabkan adanya pembayaran PBB oleh Wajib Pajak yang tidak merujuk pada NOP yang tepat atau tidak ada data NOP. Sementara sisanya
b. Terdapat nilai negatif atas penerbitan ketetapan PBB pada LP3 Ketetapan PBB merupakan faktor penambah piutang, sehingga dalam pencatatan LP3 dengan notasi penambah atau positif. Hasil pemeriksaan atas rincian penerbitan ketetapan PBB pada LP3 diketahui terdapat ketetapan yang menambah nilai LP3 dengan nilai negatif, dengan rincian berikut.
Tabel 32 Nilai Negatif pada Kolom Penambah Kohir di LP3
(dalam rupiah)
Nilai Kohir Terbit
Pertambangan Non Migas (3.035.941.707,00) 10 6303000732324000232014
Pertambangan Non Migas (1.829.964.697,00) 11 1311011012020000232009
Pertambangan Non Migas
Jumlah (7.968.299.170,00)
Permasalahan tersebut tidak sesuai dengan :
a. PSAK Nomor 01 Tentang Penyajian Laporan Keuangan, Nomor 14 yang menyatakan Laporan Keuangan menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas suatu entitas. Penyajian yang wajar mensyaratkan penyajian secara jujur dampak dari transaksi, peristiwa dan kondisi lain sesuai dengan definisi dan kriteria pengakuan aset, laibilitas, pendapatan dan beban yang diatur dalam kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan. Penerapan SAK dengan penjungkapan tambahan jika diperlukan, dianggap menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.
b. Buletin Teknis Nomor 16 SPAP tentang Akuntansi Piutang Berbasis Akrual , huruf
3.2 – Pengakuan Piutang yang berasal dari pungutan pendapatan negara, secara garis besar terdiri dari piutang pajak, piutang PNBP, piutang pajak lainnya, baik untuk pusat maupun untuk daerah. Pengakuan terhadap piutang yang berasal dari pendapatan negara, didahului dengan pengakuan terhadap pendapatan yang mempengaruhi piutang tersebut.
Untuk dapat diakui sebagai piutang yang berasar dari peraturan perundang-undangan, harus dipenuhi kriteria:
1)Telah diterbitkan surat ketetapan; dan/atau 2)Telah diterbitkan surat penagihan dan telah dilaksanakan penagihan
c. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 03/PJ.04/2009 Tentang Kebijakan Penagihan Pajak. Point II.1.2 Angka 5 yang menyatakan “melakukan rekonsiliasi data piutang pajak antara Laporan Perkembangan Piutang Pajak (LP3) dan Laporan Perkembangan Piutang PBB dan BPHTB”.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Pembayaran PBB oleh wajib pajak tidak dapat secara otomatis dicatat sebagai pengurang piutang PBB sesuai ketetapan PBB.
b. Penambah Kohir di LP3 sebesar negatif Rp7.968.299.170,00 tidak dapat diyakini kewajarannya
Permasalahan tersebut disebabkan belum terintegrasinya sistem informasi untuk mendukung penatausahaan piutang PBB dan pelunasannya.
Atas permasalahan tersebut DJP memberikan tanggapan sebagai berikut:
a. LP3 PBB akan dilakukan penyempurnaan script dalam SIDJP agar data pada tabelaris NOP semua tercantum dalam SIDJP.
b. Selisih antara register ketetapan dengan tabelaris NOP akan dikoordinasikan dengan Direktorat Eksten untuk melakukan verifikasi
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Menteri Keuangan selaku wakil Pemerintah agar:
a. Melakukan penelusuran atas realisasi Penerimaan PBB yang belum diketahui atau salah NOP dan mengurangkan piutang sesuai dengan NOP dalam SIDJP; dan
b. Mengintegrasikan sistem informasi yang mendukung penatausahaan piutang PBB dan pelunasannya.
Menteri Keuangan selaku Wakil Pemerintah menerima rekomendasi tersebut dan akan menindaklanjutinya dengan mengintegrasikan sistem informasi yang mendukung penatausahaan piutang PBB dan pelunasannya.