Berat tongkol panen per petak

E. Berat tongkol panen per petak

Berat tongkol tanaman jagung sangat dipengaruhi oleh faktor genetik seperti bentuk daun, jumlah daun dan panjang atau lebar daun yang akan mempengaruhi dalam proses fotosintesis tanaman. Fotosintesis akan meningkat apabila penyerapan energi sinar matahari berlangsung dengan maksimal, sehingga produksi biji dalam jagung juga akan meningkat dan beratnya bertambah. Selain itu, faktor lingkungan juga berpengaruh yaitu musim tanam dan kesuburan tanah. Menurut Susilowati ( 2001) bahwa besarnya berat segar tongkol berhubungan erat dengan besarnya fotosintat yang ditranslokasi ke bagian tongkol Sehingga semakin besar fotosintat yang ditranslokasikan ke bagian tongkol, maka semakin meningkat pula berat segar tongkol yang dihasilkan.

Penggunaan benih jagung hibrida biasanya akan menghasilkan produktivitas lebih tinggi daripada genotipe lainnya, namun harus didukung oleh kondisi lingkungan dan penerapan teknik budidaya yang baik, tepat dan benar. Pada tongkol/janggel tersimpan biji-biji jagung yang menempel erat. Pada setiap tanaman jagung terbentuk 1-2 tongkol. Perkembangan biji jagung dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: genotipe tanaman, tersedianya kebutuhan makanan di dalam tanah dan faktor lingkungan seperti sinar matahari, kelembaban udara (AAK, 1993).

Gambar 4.5 Diagram batang rata-rata berat tongkol panen genotipe

jagung hibrida yang diuji.

Hasil analisis ragam berat tongkol tanaman yang dipanen (lampiran 10) menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara genotipe tanaman jagung dan lokasi yang diuji. Perlakuan genotipe tidak menunjukkan perbedaan hasil berat tongkol kupas panen, yang ditunjukkan dengan berat hasil yang hampir sama antara genotipe satu dengan genotipe yang lainya dengan potensi hasil antara 6- 8 kg di lokasi Tulung dan di lokasi Ngemplak. Berdasarkan gambar 4.5 perlakuan lokasi menunjukkan hasil berat tongkol kupas tanaman yang berbeda-beda terlihat di lokasi Tulung hasil rata-rata berat tongkol kupas panen lebih tinggi, dibandingkan lokasi Ngemplak.

Pada gambar 4.5 memperlihatkan rata-rata berat tongkol panen yang tinggi adalah genotipe A-7, A -8, A -10, A -11, A -12, A -14, A-16 dan A -17 di lokasi Tulung, dan genotipe A-7, A -8, A -9, A -10, A -11, A -12, A -15, A-16 dan A -17 di lokasi Ngemplak. Dari gambar 4.5 dapat dilihat bahwa genotipe yang dapat berpotensi hasil berat tongkol kupas panen yang lebih tinggi atau cenderung sama jika dibandingkan dengan JAYA-1, BISI-2 Pada gambar 4.5 memperlihatkan rata-rata berat tongkol panen yang tinggi adalah genotipe A-7, A -8, A -10, A -11, A -12, A -14, A-16 dan A -17 di lokasi Tulung, dan genotipe A-7, A -8, A -9, A -10, A -11, A -12, A -15, A-16 dan A -17 di lokasi Ngemplak. Dari gambar 4.5 dapat dilihat bahwa genotipe yang dapat berpotensi hasil berat tongkol kupas panen yang lebih tinggi atau cenderung sama jika dibandingkan dengan JAYA-1, BISI-2

A -17 bila ditanam secara baik di lokasi Tulung maupun lokasi Ngemplak.

Adanya perbedaan berat tongkol panen per petak dapat disebabkan karena perbedaan poetnsi genetik antar varietas maupun lingkungan tempat tumbuhnya dan terjadi keragaman/variasi berat tongkol panen yang benar secara genetik dibuktikan dengan nilai heritabilitas yang sedang (Tabel 4.7), sehingga dapat dilakukan seleksi dengan baik. Perbedaan pada masing-masing genotipe atau genotipe menunjukkan adanya perbedaan potensi genetik, sehingga sifat yang dimunculkan baik sifat pertumbuhan dan produksi juga berbeda, meskipun di tanam di daerah yang sama. Faktor lingkungan yang biasa berpengaruh yaitu musim tanam dan kesuburan tanah. (Bahrun et al., 1996). Menurut Susilowati (2001) Hasil tanaman jagung ditentukan oleh bobot segar tongkol per tanaman. Semakin tinggi bobot tongkol per tanaman maka akan diperoleh hasil yang semakin tinggi.