Etambutol Pirazinamid Streptomisin Farmakologi Obat Anti-Tuberkulosis OAT

2.4.3. Etambutol

Hampir semua M. tuberculosis dan M. kansasii sensitif terhadap etambutol. Etambutol tidak efektif untuk kuman lain. Obat ini tetap menekan pertumbuhan kuman TB yang telah resisten terhadap isoniazid dan streptomisin. Kerjanya menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel terhambat dan sel mati. Karena itu obat ini hanya aktif terhadap sel yang bertumbuh dengan khasiat tuberkulostatik Istiantoro dan Setiabudy, 2007. Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa penurunan ketajaman dan buta warna merah dan hijau. Meskipun demikian, keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang digunakan, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mgkgBBhari atau 30 mgkg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak-anak karena resiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi PDPI, 2006.

2.4.4. Pirazinamid

Pirazinamid adalah analog nikotinamid yang telah dibuat sintetiknya. Pirazinamid dihidrolisis oleh enzim pirazinamidase menjadi asam pirazinoat yang aktif sebagai tuberkulostatik pada media bersifat asam. In vitro , pertumbuhan kuman TB dalam monosit dihambat sempurna pada kadar pirazinamid 12,5 μgml. Mekanisme kerja obat ini belum diketahui Istiantoro dan Setiabudy, 2007. Efek samping pirazinamid yang utama adalah hepatitis imbas obat penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus. Nyeri sendi juga dapat terjadi berikan aspirin dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan artritis gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan, dan reaksi kulit yang lain PDPI, 2006.

2.4.5. Streptomisin

Streptomisin adalah OAT pertama yang secara klinis dinilai efektif. Streptomisin in vitro bersifat bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman TB. Universitas Sumatera Utara Kadar serendah 0,4 μgml dapat menghambat pertumbuhan kuman. Sebagian besar M. tuberculosis strain human dan bovin dihambat dengan kadar 10 μgml. Adanya mikroorganisme yang hidup dalam abses atau kelenjar limfe regional serta hilangnya pengaruh obat setelah beberapa bulan pengobatan, mendukung konsep bahwa kerja streptomisin in vivo adalah supresi, bukan eradikasi kuman TB. Obat ini dapat mencapai kavitas, tetapi relatif sukar berdifusi ke cairan intrasel Istiantoro dan Setiabudy, 2007. Efek samping utama obat ini adalah kerusakan saraf ke-VIII nervus vestibulokoklear yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Resiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur penderita. Efek samping yang terlihat adalah telinga berdenging tinitus, pusing, dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25 g. Jika pengobatan diteruskan, maka kerusakan alat keseimbangan semakin parah dan menetap kehilangan keseimbangan dan tuli. Reaksi hipersensitivitas kadang- kadang dapat terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah, dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang berdenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25 g. Obat ini dapat menembus sawar plasenta sehingga obat ini tidak boleh diberikan kepada ibu hamil karena dapat merusak saraf pendengaran janin PDPI, 2006.

2.5. Hepatotoksisitas Imbas Obat