Isoniazid Rifampisin Farmakologi Obat Anti-Tuberkulosis OAT

bulan. Evaluasi foto toraks juga dilakukan pada 3 keadaan, yaitu sebelum pengobatan, setelah 2 bulan pengobatan, dan pada akhir pengobatan. Selanjutnya, evaluasi efek samping OAT secara klinis pula merangkumi pemeriksaan fungsi hati. Pemeriksaan ini dilakukan dari awal, sebelum, dan sesudah bermulanya pengobatan OAT. Fungsi hati adalah parameter yang selalu dinilai dengan melihat kadar Alanine Aminotransferase ALT Serum Glumtamate Pyruvate Aminotrasnferase SGPT atau Aspartate Aminotransferase AST Serum glutamic oxaloacetic transaminase SGOT. Pemeriksaan kadar SGOT dan SGPT ini bertujuan untuk mengetahui apakah telah terjadi hepatotoksisitas akibat OAT PDPI, 2006.

2.4. Farmakologi Obat Anti-Tuberkulosis OAT

2.4.1. Isoniazid

Isonizaid atau isonikotinil hidrazid sering disingkat dengan INH. Hanya satu derivatnya yang dapat menghambat pembelahan kuman TB, yaitu iproniazid, tetapi obat ini terlalu toksik untuk manusia Istiantoro dan Setiabudy, 2007. Mekanisme kerja INH belum diketahui, tetapi ada beberapa hipotesis yang diajukan, di antaranya efek pada lemak, biosintesis asam nukleat, dan glikolisis. Ada pendapat bahwa efek utamanya adalah menghambat biosintesis asam mikolat mycolic acid yang merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium. INH kadar rendah mencegah perpanjangan rantai asam lemak yang sangat panjang yang merupakan bentuk awal molekul asam mikolat. INH menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan jumlah lemak yang terekstraksi oleh methanol dari mikobakterium. Hanya kuman peka yang menyerap obat ke dalam selnya, dan ambilan ini merupakan proses aktif Istiantoro dan Setiabudy, 2007. Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada saraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki, dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mghari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain adalah menyerupai defisiensi piridoksin sindrom pelagra. Efek samping berat dapat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5 penderita. Bila terjadi Universitas Sumatera Utara hepatitis imbas obat atau ikterik, isoniazid harus dihentikan dan pengobatan selanjutnya disesuaikan dengan pedoman TB pada keadaan khusus. PDPI, 2006.

2.4.2. Rifampisin

Rifampisin adalah derivat semisintetik rifampisin B, yaitu salah satu anggota kelompok antibiotik makrosiklik yang disebut rifamisin. Kelompok zat ini dihasilkan oleh Streptomyces mediterranei . Obat ini merupakan ion zwitter , larut dalam pelarut organik, dan air yang pH-nya asam. Derivat rifampisin lainnya adalah rifabutin dan rifapentin Istiantoro dan Setiabudy, 2007. Rifampisin terutama aktif terhadap sel yang sedang bertumbuh. Kerjanya menghambat DNA Deoxyribonucleic Acid-dependent RNA Ribonucleic Acid polymerase dari mikobakteria dan mikroorganisme lain dengan menekan mula terbentuknya rantai dalam sintesis RNA. Inti RNA Polymerase dari berbagai sel eukariotik tidak mengikat rifampisin dan sintesis RNA-nya tidak dipengaruhi. Rifampisin dapat menghambat sintesis RNA mitokondria mamalia tetapi diperlukan kadar yang lebih tinggi dari kadar untuk penghambatan pada kuman Istiantoro dan Setiabudy, 2007. Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simtomatik adalah sindrom flu berupa demam, menggigil, dan nyeri tulang, sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah, dan kadang-kadang diare, sindrom kulit seperti gatal-gatal dan kemerahan. Selain itu, efek samping rifampisin juga dapat berat meskipun jarang terjadi. Efek samping tersebut adalah hepatitis imbas obat atau ikterik, purpura, anemia hemolitik akut, syok, gagal ginjal, dan sindrom respirasi sesak napas. Bila terjadi efek samping tersebut baik yang ringan maupun yang berat, rifampisin dihentikan dan pengobatan dilakukan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus. Selain itu, rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, dan air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada penderita agar dimengerti dan tidak perlu khawatir. PDPI, 2006. Universitas Sumatera Utara

2.4.3. Etambutol