Mekanisme Pendaftaran Dan Pencabutan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEUANGAN

MEKANISME PENDAFTARAN DAN PENCABUTAN NOMOR PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK (NPPKP)

PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA MEDAN

TUGAS AKHIR

Diajukan Oleh:

NATASHYA SITUMORANG

112101033

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Pada Program Diploma III

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEUANGAN

NAMA : NATASHYA SITUMORANG

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR

NIM : 112101033

PROGRAM STUDI : DIPLOMA III KEUANGAN

JUDUL : MEKANISME PENDAFTARAN DAN PENCABUTAN

NOMOR PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK (NPPKP) PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA MEDAN

Tanggal : ... 2014 DOSEN PEMBIMBING

Dr. Elisabeth Siahaan, SE,M.Ec NIP. 19780313 200212 2 001

Tanggal : ... 2014 KETUA PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEUANGAN

Dr. Yeni Absah,SE,M.Si NIP. 19741123 200012 2 001

Tanggal : ... 2014 DEKAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

Prof. Dr.Azhar Maksum,SE,M.Ec.Ac.Ak, CA NIP. 19560407 198002 1 001


(3)

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugerahNya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “MEKANISME PENDAFTARAN DAN PENCABUTAN NOMOR PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK (NPPKP) PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA MEDAN”. Tugas akhir ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada program Diploma III Keuangan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Dalam Penyusunan tugas akhir ini penulis tidak terlepas dari bantuan dan dorongan dari banyak pihak. Untuk kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Yang teristimewa dan yang terkasih Orang Tua tercinta Ayahanda

John Situmorang (Alm) dan Ibunda Risma Sihite yang telah membesarkan dan menjaga serta senantiasa memberikan doa, perhatian, pengertian, kasih sayang, bimbingan dan motivasi yang sangat berarti dan berpengaruh besar dalam kehidupan penulis.

2. Adik adik yang tersayang Havier Situmorang dan Danel Situmorang

yang menyemangati dan terkadang mengganggu penulis serta seluruh keluarga yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah menghibur, memberi semangat dan doa serta memotivasi penulis

3. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac.Ak selaku Dekan Fakultas


(4)

Keuangan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

5. Ibu Dr. Elisabeth Siahaan, SE,M.Ec selaku Dosen Pembimbing atas

ketulusan hati dan kesabarannya dalam membimbing dan memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini

6. Bapak Drs. Syamsul Bahri TRB, MM dan Seluruh Dosen serta Staf

Fakultas Ekonomi, khususnya Program Studi Keuangan yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis mengikuti pendidikan.

7. Bapak Oding Rifaldi selaku Kepala Kantor Pelayanan Pajak Madya

Medan dan Ibu Nurmayani selaku Kepala Seksi Subbagian Umum Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan serta Seluruh Pegawai, Pegawai Magang CPNS dan staf Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan yang mengajarkan penulis tentang dunia kerja terkhususnya dibagian Seksi Pelayanan dan telah memberikan penulis informasi dan data-data yang diperlukan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

8. Sahabat-sahabat Kecil Yohana Tambunan, Indra Gunawan Tobing,

Immanuel Tambunan yang memberi doa, semangat, hiburan, motivasi, candaan dan terkadang membuat kesal serta kesediaannya untuk berdiskusi dalam mengerjakan Tugas Akhir ini.

9. Teman-teman di masa-masa Sekolah yang sampai sekarang masih setia

bersama penulis

10.Sahabat-sahabat seperjuangan Laila Safitri selaku Ketua disetiap


(5)

11.Teman-teman seangkatan dan seperjuangan Stambuk’11 yang telah menemani penulis hingga selesai perkuliahan

12.Serta semua pihak yang terlibat dalam kehidupan penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan Tugas Akhir ini, untuk itu penulis mengharapakan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan tugas akhir ini sehingga dapat memberikan manfaat bagi penulis, mahasiswa, dan masyarakat dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya.

Medan, 2014

Hormat saya,


(6)

HALAMAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II PROFIL PERUSAHAAN ... 8

A. Sejarah Perusahaan ... 8

A.1 Makna dan Logo Perusahaan ... 10

A.2 Visi dan Misi Perusahaan ... 11

A.3 Tugas Dan Fungsi Perusahaan ... 12

B. Struktur Organisasi Perusahaan ... 13

B.1 Rincian Jumlah Pegawai ... 16

C. Uraian Pekerjaan Perusahaan ... 17

D. Kinerja Usaha Terkini Perusahaan ... 21

E. Undang-Undang yang mengatur tentang Pengukuhan PKP ... 24

BAB III PEMBAHASAN ... 79

A. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak ... 79

A.1 Kewajiban Pengusaha Kena Pajak ... 81


(7)

B.1 Jangka Waktu Pelaporan Kegiatan Usaha... 81 B.2 Tempat Pelaporan Kegiatan Usaha ... 82

C. Mekanisme Pendaftaran Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak ... 84

C.1 Mekanisme Pendaftaran Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Pada KPP Madya Medan ... 84 C.2 Mekanisme Pendaftaran Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

Secara Jabatan ... 86 C.3 Mekanisme Pendaftaran Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

dengan sistem e- registration ... 89 D. Mekanisme Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak ... 92 E. Kendala-kendala yang terjadi dalam pendaftaran dan pencabutan

Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak ... 96 F. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam

pendaftaran dan pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak ... 100 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 102

A. Kesimpulan ... 102 B. Saran ... 103 DAFTAR PUSTAKA


(8)

Halaman Ganbar 1. Logo Kantor Pelayanan Pajak ... 10 Gambar 2. Struktur Organisasi KPP Madya Medan... 15


(9)

Tabel 1. Jumlah Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan ... 16 Tabel 2. Realisasi Target Pencapaian Penerimaan Pajak ... 21


(10)

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar dan berkembang serta memiliki cita-cita yang luhur untuk mewujudkan rakyat yang maju dan makmur. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut Indonesia dalam menyelenggarakan pemerintahan mempunyai kewajiban untuk melakukan Pembangunan Nasional, baik dalam kesejahteraan, keamanan dan pertahanan maupun kecerdasan kehidupan rakyatnya. Untuk dapat merealisasikan pembangunan nasional tersebut negara memerlukan dana untuk memenuhi kepentingan rakyatnya. Dana tersebut diperoleh dari rakyat itu sendiri melalui pemungutan yang disebut pajak. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, defenisi pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksa) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. (Mardiasmo,2002: 1) .

Sektor pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang paling dominan sehinga pemerintah berupaya bagaimana agar penerimaan dari pajak tersebut dari tahun ke tahun mengalami peningkatan sebagaimana telah di rencanakan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN). Diantara usaha pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah melakukan usaha-usaha seperti ekstensifikasi pajak yakni mengoptimalkan penerimaan pajak dengan meningkatkan faktor-faktor penunjang dari luar yaitu melalui kebijakan pemberian kewenangan perpajakan yang lebih besar kepada


(11)

daerah, dan intensifikasi pajak yakni mengoptimalkan penerimaan pajak dengan meningkatkan faktor-faktor penunjang dari dalam yaitu adil dalam arti pengenaan pajak secara adil dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing dan atas azas kepastian hukum yakni adanya jaminan hukum pasti dalam pemungutan pajak bagi para pembayar pajak (wajib pajak).

Indonesia mempunyai banyak pengusaha, baik pengusaha kecil maupun pengusaha besar. Sehingga pemerintah berupaya meningkatkan penerimaan pajak tersebut diperoleh salah satunya dari pengusaha yang ada di Indonesia. Dalam hal pengusaha, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir kali menjadi Undang-Undang No.28 tahun 2007 pasal 1 ayat 4 disebutkan bahwa Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau kegiatannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah Pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai yang timbul akibat dipakainya faktor-faktor produksi disetiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen. Sedangkan pajak penjualan dikenakan terhadap nilai jual serta perpindahan/ pertukaran barang dan jasa, sehingga menimbulkan adanya pajak berganda. Untuk barang yang tergolong mewah, pajak berganda ini masih diberlakukan dengan adanya Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). PPnBM hanya dikenakan


(12)

pada saat penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) mewah oleh pabrikan (Pengusaha yang menghasilkan) pada saat impor BKP mewah.

Adapun pengertian Pengusaha Kena Pajak (PKP) menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 5 adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) Tahun 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Berdasarkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan pengusaha yang memenuhi syarat Pengusaha Kena Pajak (PKP) namun belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.03/2003, berlaku 1 Januari mengatakan bahwa Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Apabila Pengusaha yang jumlah peredaran usahanya dalam 1 (satu) tahun memperoeh penghasilan melebihi Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) harus melaporkan usahanya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat pengusaha tersebut terdaftar untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.


(13)

Kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak sangat sulit untuk diwujudkan seandainya defenisi pajak tidak menggunakan kata “memaksa”. Dan yang bersifat memaksa. Bertitik tolak dari kata ini menunjukkan membayar pajak bukan semata-mata perbuatan sukarela atau suatu kesadaraan. Kata ini memberikan pemahaman dan pengertian bahwa masyarakat dituntut untuk melaksanakan kewajiban kenegaraan dengan membayar pajak secara sukarela dan penuh kesadaran sebagai aktualisasi solidaritas nasional untk membangun perekonomian nasional.

Sampai sekarang kesadaran masyarakat membayar pajak masih belum mencapai tingkat sebagaimana yang diharapkan. Umumnya masyarakat masih sinis dan kurang percaya diri terhadap keberadaan pajak karena masih merasa sama dengan upeti, memberatkan, pembayarannya sering mengalami kesulitan, ketidakmengertian pengusaha tentang apa dan bagaimana pajak dan ribet dalam menghitung dan melaporknnya serta memakan waktu yang cukup lama. Sehingga banyak Wajib Pajak yang tidak mau mendaftarkan dirinya sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Hal-hal seperti ini dapat menyebabkan terhambatnya penyelenggaran pajak dalam hal pelaporan dan penyetoran pajaknya sehingga nantinya akan berpengaruh pada penerimaan pajak.

Dari data yang tersedia dapat disimpulkan bahwa Wajib Pajak yang mendaftarkan diri sendiri ke Kantor Pelayanan Pajak sekitar 60%, dan sisanya sekitar 40% terdaftar melalui pengukuhan secara Jabatan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan pendapat Pengusaha tentang Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, bagi yang mendaftarkan sendiri mereka merasa ingin tahu dan perlu tahu alokasi penggunaan pajak yang


(14)

mereka keluarkan sedangkan bagi yang dikukuhkan secara jabatan menurut mereka itu hal yang merepotkan sehingga terkadang mereka menunggu untuk dikukuhkan secara jabatan oleh Kantor Pelayanan Pajak tersebut.

Selain bertindak untuk mengkukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, Kantor Pelayanan Pajak juga dapat melakukan pencabutan dan menerima permohonan pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak apabila tidak memenuhi syarat yang berlaku seperti pindah alamat tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha ke wilayah Kantor Pelayanan Pajak lainnya, bubar resmi, wajib pajak meninggal dunia, dan jika jumlah peredaran brutonya dalam satu tahun buku penuh ternyata tidak melebihi nilai batas penyerahan yang ditetapkan sebagai pengusaha kecil. Apabila PKP tidak melakukan permohonan pencabutan maka pengusaha tersebut dianggap telah memilih menjadi PKP.

Sebenarnya dalam hal pelaporan pengukuhan dan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) tidaklah sulit jika Wajib Pajak dalam pelaporan pengukuhan dan permohonan pencabutannya sesuai dengan mekanisme yang sudah ada. Dan jika Wajib Pajak masih mengalami kesulitan dalam pengisian formulir permohonan pengukuhan PKP dapat ditanyakan langsung kepada petugas pajak. Untuk itu, setiap KPP mempunyai seksi Pelayanan Pajak yang berguna untuk membantu Wajib Pajak untuk menyelesaikan masalah pekerjaannya.


(15)

Berdasarkan uraian diatas tersebut menjadi latar belakang Penulis membuat Laporan Tugas Akhir dengan Judul : “MEKANISME PENDAFTARAN DAN PENCABUTAN NOMOR PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK (NPPKP) PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA MEDAN” ,sehingga apabila seorang Wajib Pajak yang ingin melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dapat mengetahui dengan jelas syarat-syarat yang harus dipenuhinya.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian diatas yang menjadi permasalahan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui “Bagaimana mekanisme Pendaftaran dan Pencabutan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak?”.

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui mekanisme pendaftaran dan pencabutan Nomor

Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

2. Untuk mengetahui perkembangan mekanisme pendaftaran dan

pencabutan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

3. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam proses


(16)

D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Dapat memahami Mekanisme pendaftaran dan pencabutan Nomor

Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak berdasarkan Undang-undang, Peraturan Menteri Keuangan, dan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak

2. Dapat membantu Wajib Pajak dalam memahami mekanisme

pendaftaran dan pencabutan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

3. Dapat digunakan sebagai sumber masukan kepada petugas pajak

dalam melaksanakan tugasnya

4. Dapat meningkatkan mutu dan memperluas wawasan serta

memantapkan pengetahuan tentang Pengukuhan Pengusaha Kena PajaK.


(17)

PROFIL PERUSAHAAN

A. SEJARAH PERUSAHAAN

Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan diresmikan pada tanggal 27 Desember 2006 oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Kantor Pusat Direktorat Jendral Pajak bersamaan dengan 12 Kantor Pelayanan Pajak Madya lainnya. Berdasarkan Pasal 1 ayat (4) Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-48/PJ/2007 tanggal 5 Maret 2007 tentang Tata Cara Pemindahan Wajib Pajak Ke Kantor Pelayanan Pajak Madya, saat mulai operasi (SMO) kantor adalah tanggal 9 April 2007 dengan wilayah kerja meliputi Sumatera Utara dan sekitarnya. KPP Madya mengelola Wajib Pajak besar jenis badan dalam skala regional (lingkup Kantor Wilayah). Jenis pajak yang dikelola oleh KPP Madya sama dengan pajak yang dikelola oleh KPP Wajib Pajak Besar, yaitu Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Bea Materai. Di KPP Madya tidak ada kegiatan ekstensifikasi dan jumlah Wajib Pajak-nya juga sudah tetap sekitar 200-500 Wajib Pajak yang berasal dari seluruh KPP Pratama di lingkup Kantor Wilayah sesuai dengan ketetapan Direktorat Jenderal Pajak.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 161/KMK.1/2007 tanggal 21 Maret 2007 tentang Kode Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Dan Kantor Pelayanan Pajak, kode KPP Madya Medan adalah 123. KPP Madya Medan pertama kali beralamat di Gedung Graha Niaga II lantai 1-6 Jalan Putri Hijau Nomor 20 Medan Kode Pos 20115 dan terhitung mulai tanggal 1 Oktober


(18)

2012, KPP Madya Medan beralamat di Gedung Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Sumatera Utara I lantai 2 Jalan Suka Mulia Nomor 17 A, Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun Kode Pos 20151.

Untuk melaksanakan dan menjalankan oprasional kantor, telah diangkat dan ditetapkan Kepala KPP Madya Medan yang pertama yaitu Bapak Lamban Subeqi Purnomo (Keputusan Menteri Keuangan Nomor 60/KM.01/UP.11/2007 tanggal 30 Januari 2007 tentang Mutasi Para Pejabat Eselon III Di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan) serta diangkat dan ditetapkan para Pejabat Eselon IV (Kepala Subbag dan Kepala Seksi) dengan Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP-51/PJ/UP.53/2003 tanggal 28 Pebruari 2003 tentang Mutasi Para Pejabat Eselon IV di Lingkungan Direktorat Jendral Pajak Departemen Keuangan. Dan saat ini jabatan Kepala Kantor KPP Madya Medan dijabat oleh Bapak Muslim Gunanta sejak awal tahun 2012.

Untuk Membantu oprasional Eselon III dan IV diangkat Account Representatif (AR) dan para pelaksana Kantor KPP Madya Medan. KPP Madya Medan sebagai kantor pelayanan pajak modern sudah melakukan perubahan fungsi pemeriksaan yang mana pemeriksaan pajak harus dilakukan oleh tenaga fungsional pemeriksa sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 331/KMK.1/UP.11/2007 dan Nomor KMK.24/SJ.4/UP.9.1/2007 telah ditetapkan dan diangkat para pejabat fungsional pemeriksa pajak untuk KPP Madya Medan.


(19)

A.1. LOGO DAN MAKNA LOGO KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA MEDAN

Dalam menentukan logo, tentu saja instansi yang bersangkutan memiliki pertimbangan-pertimbangan khusus, terlebih lagi instansi pemerintahan seperti KPP Madya Medan yang berada di bawah naungan Kementerian Keuangan (KemenKeu). Setiap logo tentunya memiliki makna tersendiri begitu juga dengan logo KemenKeu yang diusung KPP Madya Medan.

Gambar 1. Logo Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan Keterangan Umum :

• Motto : Negara Dana Rakca

• Bentuk : Segi Lima

• Tata : Biru kehitam-hitaman, kuning emas, putih dan hijau

Lukisan :

• Padi sepanjang 17 butir, kapas sepanjang 8 butir terdiri dari 4 buah berlengkung 4 : 4 berlengkung 5


(20)

Seluruh unsur-unsur tersebut tergambar dalam ruang segi lima susunannya yaitu:

• dasar segi lima bewarna biru kehitam-hitaman

• padi kuning emas, kapas putih dengan kelopak hijau

• sayap kuning emas, gada kuning emas

• bokor kuning emas, pita putih

• motto ( Semboyan ) biru kehitam-hitaman

Makna :

• Padi dan Kapas melambangkan cita-cita upaya kita untuk mengisi

kesejahteraan bangsa dan sekaligus diberi arti sebagai tanggal lahirnya Negara Republik Indonesia

• Sayap melembangkan daya upaya menghimpun, mengarahkan,

mengamankan keuangan negara

• Ruang segi lima melambangkan dasar Negara Pancasila.

Arti Keseluruhan

Makna dari lambang tersebut adalah ungkapan sesuatu daya yang mempersatukan dan menyerasikan dalam gerakan kerja, untuk melaksanakan tugas Kementrian Keuangan.

A.2. VISI DAN MISI KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA MEDAN

Visi

Menjadi Institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profosionalisme yang tinggi.


(21)

Misi

Menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien.

A.3. TUGAS DAN FUNGSI KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA MEDAN

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009 merupakan dasar pelaksanaan tugas dan fungsi KPP Madya Medan untuk menjalankan kebijakan dan pelayanan di bidang perpajakan kepada Wajib Pajak yang telah ditetapkan.

KPP Madya Medan mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 54 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009). Dalam melaksanakan tugasnya, KPP Madya Medan menyelenggarakan fungsi: (Pasal 55 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009.

1. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi

perpajakan, dan penyajian informasi perpajakan; 2. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan;

3. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan


(22)

4. Penyuluhan perpajakan;

5. Pelaksanaan registrasi wajib pajak;

6. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak; 7. Pelaksanaan pemeriksaan pajak;

8. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak;

9. Pelaksanaan konsultasi perpajakan; Universitas Sumatera Utara 10.Pelaksanaan intensifikasi;

11.Pembetulan ketetapan pajak; 12.Pelaksanaan administrasi kantor

B. STRUKTUR ORGANISASI KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA MEDAN

Struktur organisasi adalah bagan yang menggambarkan sistematis mengenai penetapan wewenang, tugas, dan fungsi masing-masing subbagian dan seksi.Tujuan dibentuknya struktur organisasi tersebut adalah untuk membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan teratur dan penuh tanggung jawab, sehingga rencana kerja dapat terlaksana dengan baik untuk mencapai tujuan secara maksimal.

Adapun struktur organisasi yang digunakan Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan adalah struktur organisasi linier dan staf yang berada dibawah seorang koordinasi Kepala Kantor Wilayah I Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara, dimana seluruh pegawainya adalah Pegawai Negeri Sipil dibawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia.

Berdasarkan SK. Menkeu RI No.162/KMK.01/1997 tanggal 10 April 1997 tentang peningkatan KPP tipe B menjadi tipe A, sehingga dengan adanya surat


(23)

keputusan itu KPP tipe B tidak ada lagi di Kantor Wilayah I Direktorat Jenderal Sumatera bagian Utara (Sumbagut).

Berdasarkan SK.Menkeu RI No.94/KMK.01/1994 tanggal 29 Maret 1994 tentang sususan organisasi Departemen Keuangan, maka tipe A terdiri dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak MadyaMedan, membawahi 1 sub bagian, 8 seksi, 1 kantor penyuluhan ditambah kelompok tenaga fungsional (yang berada diluar struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak)

1. Sub Bagian Umum

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi 3. Seksi Pelayanan

4. Seksi Penagihan

5. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal

6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I

7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II 8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III

9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV


(24)

Gambar 2 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan


(25)

B.1 RINCIAN JUMLAH PEGAWAI KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA MEDAN

Adapun perincian jumlah pegawai pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Jumlah Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

No Seksi /Bagian Jumlah Pegawai

1. Kepala Kantor 1 Orang

2. Sub Bagian Umum 8 Orang

3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi 5 Orang

4. Seksi Pelayanan 12 Orang

5. Seksi Penagihan 5 Orang

6. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal 5 Orang

7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I 10 Orang

8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II 8 Orang

9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III 8 Orang

10. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV 9 Orang

11. Kelompok Jabatan Fungsional 33 Orang

Jumlah 104 Orang


(26)

C. URAIAN PEKERJAAN KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA MEDAN

(Pasal 57 Peraturan Menteri Keuangan Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak)

1. Subbagian Umum

Bagian ini mengelola semua kebutuhan kantor dan karyawan yang meliputi urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha dan rumah tangga seperti kenaikan pangkat, disiplin pegawai, penggajian pegawai, cuti, dan segala aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan pengadaan, pemeliharaan, dan perbaikan sarana/prasarana kantor.

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Bertugas melakukan pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data; pengamatan potensi perpajakan; penyajian informasi perpajakan; perekaman dokumen perpajakan; pelayanan dukungan teknis komputer (pengelolaan akses dan keamanan sistem komputer); pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filing; penyiapan, pencetakan, dan pengiriman laporan kinerja; serta melakukan urusan penatausahaan, pemeliharaan dan pengawasan Relational Data Base Management System (RDBMS).

3. Seksi Pelayanan

Bertugas melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan; pengadministrasian dokumen dan kearsipan berkas perpajakan; penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan (SPT) beserta surat-surat lainnya dari Wajib Pajak seperti Surat Setoran Pajak,


(27)

Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak/Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga yang diuangkan, Putusan Keberatan dan Banding; penyuluhan ketentuan formal perpajakan; pelaksanaan registrasi Wajib Pajak; melakukan kerjasama perpajakan; serta melakukan pelayanan terhadap Wajib Pajak.

4. Seksi Penagihan

Bertugas melakukan urusan penatausahaan piutang pajak; penundaan dan angsuran tunggakan pajak; penagihan aktif seperti penerbitan dan penyampaian Surat Teguran, Surat Paksa dan Surat Perintah; usulan penghapusan piutang pajak; Melakukan penyitaan dan pelelangan; serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.

5. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal

Bertugas melakukan penyusunan rencana pemeriksaan; pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan; pengelolaan administrasi kegiatan sebelum maupun setelah pemeriksaan perpajakan (penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) hingga pengimputan hasil pemeriksaan ke dalam Sistem Informasi Manajemen Pemeriksaan Pajak [SIMP]); pemantauan pengendalian interen; pengelolaan resiko; kepatuhan terhadap kode etik dan disiplin; tindak lanjut hasil pengawasan serta penyusunan rekomendasi perbaikan proses bisnis.

6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon)

Terdapat 4 (empat) Seksi Pengawasan dan Konsultasi, yaitu:

a. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I menangani Wajib Pajak yang


(28)

- 1 (satu) orang Kepala Seksi

- 8 (delapan) orang Account Representative (AR)

- 1 (satu) orang Pelaksana

b. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II menangani Wajib Pajak yang

bergerak di bidang Industri Non Kelapa sawit dan Karet, terdiri dari : - 1 (satu) orang Kepala Seksi

- 6 (enam) orang Account Representative

- 1(satu) orang Pelaksana

c. Seksi Pengawasan Konsultasi III menangani Wajib Pajak yang

bergerak di bidang Perkebunan, terdiri dari : - 1 (satu) orang Kepala Seksi

- 6 (enam) orang Account Representative

- 1 (satu) orang Pelaksana

d. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV menangani Wajib Pajak yang

bergerak di bidang Perdagangan Non Kelapa sawit dan Karet, terdiri dari :

- 1 (satu) orang Kepala Seksi

- 7 (tujuh) orang Account Representative - 1 (satu) orang Pelaksana

Masing-masing mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak; pelayanan penyelesaian hak Wajib Pajak; bimbingan/himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan; penyusunan profil Wajib Pajak; analisis kinerja Wajib Pajak; rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi; usulan pembetulan ketetapan


(29)

pajak; evaluasi hasil banding; pemantauan proses administrasi perpajakan (workflow); penerbitan, pembetulan dan penyimpanan produk-produk hukum; pengawasan terhadap penyelesaian pemeriksaan pajak dan proses keberatan; penyelesaian permohonan surat keterangan yang diperlukan Wajib Pajak; serta melakukan pemuktahiran data Wajib Pajak dalam membuat company profile.

7. Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak

Bertugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 67 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009).Sesuai dengan Pasal 68 ayat (1-4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009, Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah jabatan fungsional yang terbagi dalam 4 (empat) kelompok sesuai dengan bidang keahliannya dan setiap kelompok tersebut dikoordinasikan oleh pejabat fungsional senior yang ditunjuk oleh setiap Kepala KPP Madya.Jumlah Jabatan Fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.Untuk jenis dan jenjang jabatan fungsional diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal melaksanakan tugasnya Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak di KPP Madya Medan melakukan pemeriksaan pajak menggunakan Teknik Audit Berbasis Komputer (TABK) untuk mendapatkan kualitas hasil pemeriksaan yang optimal dan mempercepat proses pemeriksaan.


(30)

D. KINERJA USAHA TERKINI KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA MEDAN

Setiap intansi tentu mempunyai visi dan misi yang harus dijalankan sesuai dengan tujuan intasi,dibutuhkan waktu yang tidak singkat untuk mencapai tujuan itu.Begitu juga pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan, instansi ini terus berupaya agar tujuan KPP Madya Medan DJP Sumut I yang telah digariskan dan disusun berdasarkan UU dapat terlaksana sesuai peraturan yang ada.Dalam mewujudkan itu semua karena membutuhkan kerja keras yang tinggi, disiplin dan loyalitas dalam bekerja. Pastinya untuk mendorong mencapai hasil yang maksimal diperlukan kinerja yang bermutu dengan tenaga ahli dan profesional yang terlatih di bidang-bidangnya.

KPP Madya Medan

DJP Sumut 1

Tabel 2. Realisasi Target Pencapaian Penerimaan Pajak

No Tahun Rencana Realisasi Pencapaian Pertumbuhan

1 2010 5.075.190.439.722 4.351.125.569.722 85,73% -

2 2011 5.548.019.557.654 4.537.648.410.388 81,79% 4.29%

3 2012 6.415.510.280.000 6.070.182.943.818 94,62% 33.77%

4 2013 7.728.312.200.000 6.676.429.630.022 86.93% 9.99%


(31)

Keterangan :

• Pada tahun 2010 rencana pencapaian hasil peningkatan pajak yang

ditargetkan sebesar Rp. 5.075.190.439.722 dan realisasi peningkatan yang berhasil di tahun ini adalah sebesatr Rp. 4.351.125.569.722 atau dengan persentase sebesar 85,73% dari rencana pendapatan yang ditargetkan.

• Capaian realisasi penerimaan pajak pada tahun 2011 adalah

sebesar Rp.4.537.648.410.388 dengan rencana yang ditargetkan sebesar Rp. 5.548.019.557.654. Capaian tersebut sudah mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 4.351.125.567.722 atau dengan persentase sebesar 81,79% dari rencana dengan tingkat pertumbuhan 4,29%.

• Realisasi penerimaan pajak yang berhasil dicapai pada tahun 2012 adalah sebesar Rp. 6.070.182.943.818 dengan rencana pendapatan sebesar Rp. 6.415.510.280.000 atau sebesar 94,62%. Penerimaan pajak yang diperoleh pada tahun ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp.4.537.648.410.388 dengan pencapaian tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu 33,77%.

• Pada tahun 2013 realisasi penerimaan pajak yang berhasil

ditingkatkan adalah sebesar Rp.6.676.429.630.022 dan target yang ditetapkan sebesar Rp. 7.728.312.200.000, itu berarti realisasi dicapai ditahun ini adalah 86,39% dengan tingkat pertumbuhan 9,99%.


(32)

Jadi dapat disimpulkan bahwa , setiap tahunnya target penerimaan pajak yang direncanakan pada KPP Madya Medan akan mengalami peningkatan dari target yang ditetapkan pada tahun-tahun sewbelumnya, begitupun juga realisasi yang berhasil dicapai juga akan mengalami peningkatan dari pencapainan pada tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan rencana penerimaan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh peningkatan penerimaan pajak yang juga akan berpengaruh pada peninbgkatan pendapatan Negara, meskipun realisasi penerimaan yang dicapai tidak berhasil melebihi target yang ditetapkan secara maksimal namun terjadi pertambahan yang cukup signifikan terhadap penerimaan pajak dari tahun ke tahun.


(33)

E. UNDANG - UNDANG YANG MENGATUR TENTANG PENGUKUHAN PKP ADALAH :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 73/PMK.03/2012

TENTANG

JANGKA WAKTU PENDAFTARAN DAN PELAPORAN KEGIATAN USAHA, TATA CARA PENDAFTARAN, PEMBERIAN, DAN

PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, SERTA PENGUKUHAN DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA

KENA PAJAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Bahwa dalam rangka melaksanakan Pasal 2 ayat ( telah beberapa kali diubah terakhir denga Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran, Pemberian, dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha kena Pajak.


(34)

Mengingat :

1.

Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);

2.

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denga Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

3.

Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);

4.


(35)

Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268);

5. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG JANGKA WAKTU PENDAFTARAN DAN PELAPORAN KEGIATAN USAHA, TATA CARA PENDAFTARAN, PEMBERIAN, DAN PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, SERTA PENGUKUHAN DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:

1. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,

pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang

dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

3. Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disebut dengan PKP adalah


(36)

penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denga

4. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disebut dengan NPWP adalah

nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

5. Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disebut dengan

SPPKP adalah surat yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak yang berisikan identitas dan kewajiban perpajakan PKP.

6. Saat Usaha Mulai Dijalankan adalah saat pendirian atau saat usaha atau

pekerjaan bebas nyata-nyata mulai dilakukan.

7. Penghapusan NPWP adalah tindakan menghapuskan NPWP dari

administrasi Kantor Pelayanan Pajak.

8. Pencabutan Pengukuhan PKP adalah tindakan mencabut Pengukuhan PKP

dari administrasi Kantor Pelayanan Pajak.

Pasal 2

(1) Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah


(37)

kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepada Wajib Pajak diberikan NPWP.

(2) Kewajiban mendaftarkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.

(3) Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lambat 1 (satu) bulan setelah Saat Usaha Mulai Dijalankan.

(4) Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) termasuk wanita kawin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas serta Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(5) Jika jumlah penghasilan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, Wajib Pajak tersebut wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama pada akhir bulan berikutnya.

(6) Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) termasuk wanita kawin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang tidak menjalankan


(38)

usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas.

(7) Wajib Pajak orang pribadi selain Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.

(8) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) yang memenuhi ketentuan sebagai PKP wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(9) Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) dapat diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan.

(10) Penerbitan NPWP dan/atau pengukuhan PKP oleh Direktur Jenderal Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan atau hasil verifikasi.

(11) Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan kegiatan ekstensifikasi dalam rangka pemberian NPWP dan pengukuhan PKP.

Pasal 3

(1) Pendaftaran diri untuk memperoleh NPWP bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) dilakukan pada:

a. Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan

Konsultasi Perpajakan yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak;


(39)

b. Kantor Pelayanan Pajak tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; atau

c. tempat lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.

(2) Bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu selain mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau tempat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.

(3) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (8) melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP pada:

a. Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan

Konsultasi Perpajakan yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak; atau

b. Kantor Pelayanan Pajak tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan di bidang perpajakan.

(4) Dalam hal tempat tinggal atau tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak berada dalam 2 (dua) atau lebih wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

Pasal 4

(1) Wajib Pajak yang mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan/atau melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP sebagaimana dimaksud


(40)

dalam Pasal 3 dilakukan melalui permohonan tertulis.

(2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan:

a. penerbitan NPWP paling lambat 1 (satu) hari kerja terhitung sejak

permohonan diterima secara lengkap;

b. pengukuhan PKP paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak

permohonan diterima secara lengkap.

(3) Pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diberikan setelah dilakukan verifikasi.

Pasal 5

(1) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak dalam kedudukannya sebagai Subjek Pajak menggunakan NPWP dari Wajib Pajak orang pribadi yang meninggalkan warisan tersebut.

(2) Kewajiban perpajakan dari Wajib Pajak orang pribadi yang meninggalkan warisan yang belum diselesaikan dan kewajiban perpajakan yang timbul atas warisan yang belum terbagi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwakili oleh:

a. salah seorang ahli waris; b. pelaksana wasiat; atau

c. pihak yang mengurus harta peninggalan.


(41)

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melaporkan perubahan data ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

Pasal 6

Wajib Pajak terdaftar dan/atau PKP terdaftar yang mengalami perubahan data, wajib melaporkan perubahan tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dan/atau PKP.

Pasal 7 (1) Penghapusan NPWP dilakukan dalam hal:

a. diajukan permohonan penghapusan NPWP oleh:

1) Wajib Pajak dan/atau ahli warisnya karena Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;

2) Wajib Pajak badan dalam rangka likuidasi atau pembubaran karena penghentian atau penggabungan usaha;

3) wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau

4) Wajib Pajak bentuk usaha tetap yang menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia.

b. dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan NPWP dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


(42)

verifikasi atau pemeriksaan.

(3) Penghapusan NPWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal utang pajak telah dilunasi atau hak untuk melakukan penagihan telah daluwarsa.

(4) Penghapusan NPWP juga dapat dilakukan dalam hal Wajib Pajak mempunyai utang pajak namun tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi, antara lain disebabkan:

a. Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dengan tidak

meninggalkan warisan dan tidak mempunyai ahli waris atau ahli waris tidak dapat ditemukan; atau

b. Wajib Pajak tidak mempunyai harta kekayaan.

(5) Penghapusan NPWP bagi Wajib Pajak wanita sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3) dapat dilakukan dalam hal suami dari wanita tersebut telah terdaftar sebagai Wajib Pajak.

(6) Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atau verifikasi harus memberikan keputusan atas permohonan penghapusan NPWP dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan Wajib Pajak diterima secara lengkap.

(7) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan penghapusan NPWP dianggap dikabulkan.


(43)

dimaksud pada ayat (7), Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan surat keputusan penghapusan NPWP dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) bulan setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berakhir.

Pasal 8

(1) Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat melakukan Pencabutan Pengukuhan PKP.

(2) Pencabutan Pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal:

PKP pindah alamat ke wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak lain;

a. sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai PKP termasuk PKP yang

jumlah peredaran dan/atau penerimaan bruto untuk suatu tahun buku tidak melebihi batas jumlah peredaran dan/atau penerimaan bruto untuk Pengusaha Kecil;

b. PKP telah dipusatkan tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai di tempat lain; atau

c. PKP menyalahgunakan pengukuhan PKP.

(3) Pencabutan Pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui verifikasi atau pemeriksaan.

(4) Atas permohonan Wajib Pajak untuk melakukan Pencabutan Pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan verifikasi atau pemeriksaan harus memberikan keputusan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.


(44)

(5) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka permohonan Pencabutan Pengukuhan PKP dianggap dikabulkan.

(6) Dalam hal permohonan Pencabutan Pengukuhan PKP dianggap dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan mengenai Pencabutan Pengukuhan PKP dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) bulan setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berakhir.

Pasal 9

Penghapusan NPWP dan/atau Pencabutan Pengukuhan PKP dimaksudkan untuk kepentingan administrasi perpajakan, dan tidak menghilangkan kewajiban perpajakan yang harus dilakukan Wajib Pajak dan/atau PKP yang bersangkutan.

Pasal 10

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran dan pelaporan kegiatan usaha, tata cara pendaftaran, pemberian, dan penghapusan nomor pokok wajib pajak, serta pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan PKP serta kegiatan ekstensifikasi, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak

Pasal 11

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, peraturan pelaksanaan terkait dengan jangka waktu pendaftaran dan pelaporan kegiatan usaha, tata cara pendaftaran, pemberian dan penghapusan NPWP, serta pengukuhan dan pencabutan pengukuhan PKP sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini atau belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Peraturan Menteri ini.


(45)

Pasal 12

Pada saat berlakunya Peraturan Menteri ini, Peraturan Menteri Keuangan Nomor Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 13

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Mei 2012 MENTERI KEUANGAN,

ttd.

AGUS D.W. MARTOWARDOJO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Mei 2012

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, ttd.


(46)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 12/PJ/2014

TENTANG

TATA CARA PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK SECARA JABATAN ATAS PENGUSAHA KECIL PAJAK

PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :

a. bahwa dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor

Nomor Pertambahan Nilai, batasan pengusaha kecil Pajak Pertambahan Nilai telah diubah menjadi tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah);

b. bahwa jumlah Pengusaha Kena Pajak terdaftar dengan omzet kurang dari

Rp 4,8 Miliar per tahun masih sangat banyak, sehingga dalam rangka penyederhanaan administrasi Pajak Pertambahan Nilai serta untuk meningkatkan pelayanan dan pengawasan Pengusaha Kena Pajak perlu dilakukan verifikasi secara serentak dalam rangka pencabutan pengukuhan


(47)

Pengusaha Kena Pajak secara jabatan atas pengusaha kecil Pajak Pertambahan Nilai;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a,

huruf b, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 Peraturan Menteri Keuangan Nomor dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran, Pemberian, dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Secara Jabatan atas Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai Tahun 2014;

Mengingat :

1.

Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);

2.

Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran


(48)

Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);

3.

Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268);

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor

Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran, Pemberian, dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;

5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor

Verifikasi :

6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor

Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor

Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor


(49)

MEMUTUSKAN : Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK SECARA JABATAN ATAS PENGUSAHA KECIL PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

TAHUN 2014.

Pasal 1

(1) Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan atas pengusaha kecil Pajak Pertambahan Nilai. (2) Pengusaha kecil Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) adalah Pengusaha Kena Pajak yang selama Masa Pajak Januari tahun 2013 sampai dengan Masa Pajak Desember tahun 2013 melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

(3) Direktur Jenderal Pajak tidak melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal pengusaha kecil Pajak Pertambahan Nilai memilih tetap sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Pasal 2

(1) Pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilakukan berdasarkan laporan hasil verifikasi. (2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memastikan


(50)

bahwa jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Masa Pajak Januari tahun 2013 sampai dengan Masa Pajak Desember tahun 2013 tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). (3) Pelaksanaan verifikasi diatur dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (4) Hasil verifikasi dituangkan dalam laporan hasil verifikasi.

(5) Verifikasi diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan yang dihitung sejak tanggal surat tugas diterbitkan sampai dengan tanggal laporan hasil verifikasi ditandatangani.

(6) Seluruh kegiatan verifikasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini sudah harus selesai paling lambat akhir bulan Agustus 2014.

(7) Laporan hasil verifikasi, kertas kerja, dan dokumen pendukung verifikasi disatukan dalam satu map dan disimpan dalam berkas induk Wajib Pajak.

Pasal 3

Apabila berdasarkan laporan hasil verifikasi disimpulkan bahwa:

a. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan

oleh Pengusaha Kena Pajak tidak lebih dari Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah); dan

b. Pengusaha Kena Pajak tidak memilih untuk tetap sebagai Pengusaha Kena

Pajak, kepada Pengusaha Kena Pajak tersebut diterbitkan surat pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.


(51)

Pasal 4

(1) Dalam hal kemudian diperoleh data dan/atau informasi bahwa Wajib Pajak yang telah dicabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajaknya ternyata memiliki jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), surat pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dibatalkan.

(2) Untuk membatalkan surat pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan verifikasi kembali. (3) Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam

laporan hasil verifikasi.

(4) Berdasarkan laporan hasil verifikasi dilakukan pembatalan surat pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak. (5) Hasil pembatalan surat pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

disampaikan kepada Wajib Pajak dengan surat Kepala KPP dengan format sebagaimana diatur dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 5

(1) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak:

a. memantau pelaksanaan kegiatan pencabutan pengukuhan Pengusaha

Kena Pajak secara jabatan atas pengusaha kecil Pajak Pertambahan Nilai;

b. membuat laporan rekapitulasi pelaksanaan kegiatan pencabutan


(52)

kecil Pajak Pertambahan Nilai setiap bulan; dan

c. menyampaikan laporan rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada

huruf b kepada Direktur Peraturan Perpajakan I paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.

(2) Laporan rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan format sebagaimana diatur dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan DirekturJenderal Pajak ini.

Pasal 6

Pembatalan atas pencabutan pengukuhan PKP yang dilakukan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini:

a. mengikuti tata cara sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor

b. dilakukan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 31

Desember 2014.

Pasal 7

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 2 April 2014

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.


(53)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 24/PJ/2009

TENTANG

TATA CARA PENDAFTARAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK DAN PERUBAHAN DATA WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA

PAJAK DENGAN SISTEM E-REGISTRATION

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang :

Bahwa dengan adanya perkembangan teknologi informasi dan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak untuk mendaftarkan diri dan/atau melaporkan kegiatan usahanya melalui jaringan sistem informasi yang terhubung langsung secara on line dengan Direktorat Jenderal Pajak, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dan Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak dengan system e-registration.

Mengingat :

1.

Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan


(54)

Nomor 28 Tahun 2007

2.

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);

Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor

Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengusaha Kena Pajak;

4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor

Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak;

MEMUTUSKAN: Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK DAN PERUBAHAN DATA WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK DENGAN SISTEM E-REGISTRATION.


(55)

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:

1. Sistem e-Registration adalah sistem pendaftaran Wajib Pajak dan/atau

pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dan perubahan data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak melalui internet yang terhubung langsung secara on-line dengan Direktorat Jenderal Pajak.

2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,

pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

3. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang

dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

4. Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disebut dengan PKP adalah

Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarka dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denga


(56)

5. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu adalah Wajib Pajak orang pribadi yang mempunyai 1 (satu) tempat usaha yang berbeda dengan alamat tempat tinggal atau lebih dari 1 (satu) tempat usaha.

6. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disebut dengan NPWP adalah

nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya, yang terdiri dari 15 (lima belas) digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan Kode Wajib Pajak dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan Kode Administrasi Perpajakan.

7. Wajib Pajak terdaftar dan/atau PKP terdaftar adalah Wajib Pajak dan/atau PKP yang telah terdaftar dalam tata usaha Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan telah diberikan NPWP dan/atau SPPKP.

8. Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disebut dengan Kartu

NPWP adalah kartu yang diterbitkan oleh KPP yang berisikan NPWP dan identitas lainnya.

9. Surat Keterangan Terdaftar Sementara yang selanjutnya disebut dengan

SKTS adalah surat keterangan yang dicetak oleh Wajib Pajak melalui Sistem e-Registration yang menyatakan bahwa Wajib Pajak telah terdaftar pada KPP tertentu yang berisikan NPWP dan identitas lainnya serta kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang bersifat sementara.

10.Surat Keterangan Terdaftar yang selanjutnya disebut dengan SKT adalah


(57)

pemberitahuan bahwa Wajib Pajak terdaftar pada KPP tertentu yang berisikan antara lain NPWP dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.

11.Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disebut dengan

SPPKP adalah surat yang diterbitkan oleh KPP yang berisikan identitas dan kewajiban perpajakan PKP.

12.Account adalah sarana bagi Wajib Pajak untuk dapat mengakses Sistem e-Registration.

13.Username adalah identitas Wajib Pajak yang unik berupa huruf atau angka atau gabungan keduanya untuk mengakses account Wajib Pajak pada Sistem e-Registration.

14.Password adalah kata kunci yang hanya diketahui oleh Wajib Pajak untuk memperoleh otoritas atas account yang diakses yang sekurang-kurangnya terdiri atas 6 (enam) digit berupa huruf atau angka atau gabungan keduanya.

15.Login adalah proses untuk mengakses Sistem e-Registration dengan

menggunakan username dan password.

16.Logout adalah proses untuk keluar dari Sistem e-Registration dengan cara yang telah ditentukan sehingga data pengakses tetap terjamin kerahasian dan keamanannya.

17.E-mail address adalah alamat elektronik yang dimiliki oleh Wajib Pajak untuk menerima informasi elektronik hasil proses yang berkaitan dengan Sistem e-Registration.

18.Notifikasi adalah pemberitahuan mengenai status permohonan Wajib


(58)

19.Permohonan pendaftaran NPWP adalah permohonan yang dibuat oleh Wajib Pajak dengan cara mengisi Formulir Permohonan Pendaftaran Wajib Pajak yang dibangkitkan oleh Sistem e-Registration yang memiliki bentuk dan isi standar dan digunakan oleh Wajib Pajak dalam melakukan pendaftaran melalui Sistem e-Registration.

20.Permohonan pengukuhan PKP adalah permohonan yang dibuat oleh PKP

dengan cara mengisi Formulir Permohonan Pengukuhan PKP yang dibangkitkan oleh Sistem e-Registration yang memiliki bentuk dan isi standar dan digunakan oleh PKP dalam melakukan pengukuhan melalui Sistem e-Registration.

21.Permohonan perubahan data adalah permohonan yang dibuat oleh Wajib

Pajak dan/atau PKP dengan cara mengisi Formulir Permohonan Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau Formulir Permohonan Perubahan Data PKP yang dibangkitkan oleh Sistem e-Registration yang memiliki bentuk dan isi standar dan digunakan oleh Wajib Pajak dan/atau PKP dalam melakukan perubahan data melalui Sistem e-Registration.

BAB II

TATA CARA PENDAFTARAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK DENGAN

SISTEM E-REGISTRATION

Pasal 2

(1) Wajib Pajak termasuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh NPWP dan/atau melaporkan


(59)

kegiatan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP melalui Sistem e-Registration. (2) Permohonan pendaftaran NPWP dan/atau pengukuhan PKP sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mengisi Formulir Permohonan Pendaftaran Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan PKP pada Sistem e-Registration.

(3) Wajib Pajak dapat mencetak sendiri Formulir Pendaftaran Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan PKP serta SKTS yang diterbitkan dari Sistem e-Registration.

(4) SKTS berlaku terhitung sejak pendaftaran melalui Sistem e-Registration dilakukan sampai dengan diterbitkan SKT oleh KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.

(5) SKTS hanya berlaku untuk pembayaran, pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain serta tidak dapat dipergunakan untuk melakukan kegiatan di luar bidang perpajakan.

Pasal 3

(1) Atas permohonan dan/atau pelaporan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), KPP tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan SKT, Kartu NPWP dan/atau SPPKP.

(2) Penerbitan SKT, Kartu NPWP, dan/atau SPPKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan oleh KPP paling lama 1(satu) hari kerja sejak informasi pendaftaran dan/atau pengukuhan melalui Sistem e-Registration diterima KPP, sepanjang permohonan pendaftaran NPWP da/atau pengukuhan PKP diisi secara lengkap.


(60)

(3) Dalam hal proses penerbitan NPWP dan/atau PKP telah selesai, kepada Wajib Pajak dikirimkan notifikasi melalui Sistem e-Registration.

BAB III

TATA CARA PERUBAHAN DATA WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK

Pasal 4

(1) Wajib Pajak dan/atau PKP dapat melakukan perubahan data melalui Sistem e-Registration.

(2) Permohonan perubahan data Wajib Pajak dan/atau PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mengisi Formulir Permohonan Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau PKP pada Sistem e-Registration.

(3) Berdasarkan permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) KPP menerbitkan Kartu NPWP dan SKT dan/atau SPPKP paling lama 1(satu) hari kerja sejak informasi perubahan data melalui Sistem e-Registration diterima KPP, sepanjang permohonan perubahan data diisi secara lengkap.

BAB IV

TATA CARA KONFIRMASI LAPANGAN Pasal 5

(1) KPP harus melakukan konfirmasi lapangan untuk membuktikan kebenaran pengisian formulir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 4 ayat (2).

(2) Konfirmasi lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 1 (satu) tahun setelah terbitnya NPWP dan SKT dan/atau SPPKP dengan


(61)

prioritas sesuai tingkat resiko Wajib Pajak.

(3) Pada saat melakukan konfirmasi lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPP dapat meminta dokumen kepada Wajib Pajak dan/atau PKP.

(4) Wajib Pajak dan/atau PKP wajib memberikan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang diminta oleh KPP.

(5) Hasil konfirmasi lapangan dituangkan dalam Berita Acara Hasil Konfirmasi Lapangan.

Pasal 6

(1) Apabila hasil konfirmasi lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) menyatakan bahwa data Wajib Pajak terdaftar dan/atau PKP terdaftar tidak benar, KPP menerbitkan Surat Pencabutan SKT dan Surat Penghapusan NPWP dan/atau Surat Pencabutan SPPKP secara jabatan.

(2) Surat Pencabutan SKT dan Surat Penghapusan NPWP dan/atau Surat Pencabutan SPPKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diumumkan melalui website www.pajak.go.id. dan kepada Wajib Pajak akan dikirimkan notifikasi melalui Sistem e-Registration.

BAB V LAMPIRAN

Pasal 7

(1) Tata cara pendaftaran NPWP dan/atau pengukuhan PKP dan perubahan data Wajib Pajak dan/atau PKP dengan Sistem e-Registration, ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


(62)

Pengukuhan PKP dan Formulir Permohonan Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau Permohonan Perubahan Data PKP serta formulir lain yang digunakan dalam Pendaftaran NPWP dan/atau Pengukuhan PKP dan Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau PKP dengan Sistem e-Registration mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor

BAB VI

PENUTUP Pasal 8

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengusaha Kena Pajak dengan Sistem e-Registration dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 9

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 16 Maret 2009 DIREKTUR JENDERAL, ttd.

DARMIN NASUTION NIP 130605098


(63)

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE – 65 /PJ/2008

TENTANG

PENYAMPAIAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMO

POKOK WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK, PERUBAHAN DATA DAN PEMINDAHAN WAJIB

PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

I. Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak untuk mendaftarkan diri dan/atau melaporkan kegiatan usahanya secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak maupun melalui Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) atau melalui Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), perlu dilakukan penyempurnaan tata cara pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak serta tata cara perubahan data dan


(64)

pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak.

II. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian setelah berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nom

a. Tempat pendaftaran dan/atau pelaporan.

Wajib Pajak mendaftarkan diri pada KPP yang wilayah kerjanya sesuai dengan tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak menurut keadaan sebenarnya/didasarkan pada kenyataan tanpa harus sesuai dengan alamat tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha pada dokumen formal seperti KTP/Paspor.

Contoh: Wajib Pajak Orang Pribadi memiliki KTP di Surabaya, tetapi pada saat ini berdomisili di Bekasi. Dalam hal ini Wajib Pajak mendaftarkan NPWP di KPP Pratama di mana Wajib Pajak tersebut berdomisili (KPP Pratama Bekasi), dan alamat yang diisi pada formulir adalah alamat Bekasi. SKT, NPWP dan/atau SPPKP dicetak oleh KPP Bekasi.

b. Formulir.

1) Untuk memudahkan Wajib Pajak dalam pengisian formulir pendaftaran, perubahan data dan pindah, formulir dibagi per jenis Wajib Pajak sebagai berikut:

1.1. Formulir Permohonan Pendaftaran Wajib Pajak untuk Wajib Pajak Orang Pribadi;


(65)

Pajak Badan/Joint Operation;

1.3. Formulir Permohonan Pendaftaran Wajib Pajak untuk Wajib Pajak Bendahara;

1.4. Formulir Permohonan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak untuk Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan/Joint Operation; 1.5. Formulir Permohonan Perubahan Data dan Wajib Pajak

Pindah untuk Wajib Pajak Orang Pribadi;

1.6. Formulir Permohonan Perubahan Data dan Wajib Pajak Pindah untuk Wajib Pajak Badan/Joint Operation;

1.7. Formulir Permohonan Perubahan Data dan Wajib Pajak Pindah untuk Wajib Pajak Bendahara;

1.8. Formulir Permohonan Perubahan Data dan Pengusaha Kena Pajak Pindah untuk Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan/Joint Operation;

2) Pengisian alamat tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha pada formulir sebagaimana dimaksud pada angka 1 didasarkan pada kenyataan atau menurut keadaan sebenarnya, tidak pada pertimbangan yang bersifat formal.

c. Tata Cara.

1) Pendaftaran NPWP dan/atau Pengukuhan PKP serta Perubahan data. 1.1 Wajib Pajak dan/atau PKP atau orang yang diberi kuasa

khusus yang:

1.1.1. mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan/atau pengusaha yang melaporkan kegiatan


(66)

usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP; atau 1.1.2 melaporkan perubahan data.

harus mengajukan permohonan sesuai dengan formulir yang telah ditentukan ke KPP/KP4/KP2KP.

1.2. Wajib Pajak dan/atau PKP sebagaimana dimaksud pada butir 1.1 di atas harus mengisi permohonan secara lengkap dan jelas serta ditandatangani Wajib Pajak atau kuasanya tanpa harus menyampaikan hardcopy data pendukung.

1.3. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada butir 1.2:

1.3.1. KPP menerbitkan Kartu NPWP dan SKT dan/atau SPPKP; atau

1.3.2. KP4/KP2KP memberikan Bukti Pendaftaran Wajib Pajak dan/atau Bukti Pelaporan PKP untuk permohonan pendaftaran NPWP dan/atau Pengukuhan PKP, atau Bukti Penerimaan Surat (BPS) untuk permohonan perubahan data dan pendaftaran Wajib Pajak dan/atau Pelaporan PKP. 2) Pemindahan Wajib Pajak dan/atau PKP.

2.1. Wajib Pajak terdaftar dan/atau PKP terdaftar yang pindah tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha ke wilayah kerja KPP lain atau orang yang diberi kuasa khusus, harus mengajukan permohonan pindah sesuai dengan formulir yang telah ditentukan ke KPP Lama atau KPP Baru.


(67)

2.2. Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 di atas harus mengisi permohonan secara lengkap dan jelas serta menandatangani tanpa harus menyampaikan hardcopy data pendukung.

2.3. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada butir 2.2: 2.3.1. KPP Baru meneruskan permohonan pindah ke KPP Lama

sebagai dasar penerbitan Surat Pindah; atau

2.3.2. KPP Lama wajib menerbitkan Surat Pindah untuk disampaikan kepada Wajib Pajak dan ditembuskan ke KPP Baru

2.4. KPP Baru wajib menerbitkan Kartu NPWP dan SKT dan/atau SPPKP setelah menerima Surat Pindah dari KPP Lama dan menembuskan ke KPP Lama:

2.5. KPP Lama menerbitkan Surat Pencabutan SKT, Surat Penghapusan NPWP, dan/atau Surat Pencabutan SPPKP setelah menerima tembusan Kartu NPWP dan SKT dan/atau SPPKP dari KPP Baru.

III. Jangka Waktu Penyelesaian.

1) Pendaftaran NPWP dan/atau Pengukuhan PKP serta Perubahan data.

a. KPP menerbitkan Kartu NPWP dan SKT dan/atau SPPKP

sebagaimana dimaksud butir Bagian II, huruf c, butir 1.3.1 paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat permohonan secara lengkap.


(68)

dan/atau Bukti Pelaporan PKP, dan meneruskan permohonan sebagaimana dimaksud Bagian II, huruf c, butir 1.3.2 ke KPP paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat permohonan secara lengkap dan BPS diberikan segera setelah Wajib pajak menyerahkan formulir permohonan secara lengkap.

2) Pemindahan Wajib Pajak dan/atau PKP.

a. KPP Baru meneruskan permohonan pindah ke KPP Lama dalam

hal permohonan diajukan ke KPP Baru sebagaimana dimaksud Bagian II, huruf c, butir 2.3.1. paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat permohonan secara lengkap.

b. KPP Lama menerbitkan Surat Pindah untuk disampaikan kepada

Wajib Pajak dan ditembuskan ke KPP Baru sebagaimana dimaksud Bagian II, huruf c, butir 2.3.2 paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat permohonan secara lengkap.

c. KPP Baru wajib menerbitkan Kartu NPWP dan SKT dan/atau

SPPKP dan ditembuskan ke KPP Lama sebagaimana dimaksud Bagian II, huruf c, butir 2.4 paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak diterimanya Surat Pindah dari KPP Lama.

d. KPP Lama menerbitkan Surat Pencabutan SKT, Surat

Penghapusan NPWP, dan/atau Surat Pencabutan SPPKP sebagaimana dimaksud Bagian II, huruf c, butir 2.5 paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak diterimanya tembusan Kartu


(69)

NPWP dan SKT dan/atau SPPKP dari KPP Baru.

3) Dalam rangka memberikan pelayanan prima kepada wajib pajak, penyelesaian permohonan sebagaimana dimaksud pada Bagian III, angka 1 agar diupayakan selesai dalam jangka waktu 1(satu) jam kerja terhitung sejak diterimanya surat permohonan secara lengkap.

IV. Konfirmasi Lapangan dalam rangka pembuktian data dan alamat Wajib Pajak.

a. KPP harus melakukan konfirmasi lapangan atas pengisian data pada

formulir sebagaimana dimaksud pada Bagian II, huruf c, butir 1.2. dan 2.2.

b. Petugas konfirmasi lapangan adalah Account Representative yang

menangani Wajib Pajak tersebut atau pelaksana pada Seksi Ekstensifikasi Perpajakan atau petugas lain yang ditunjuk oleh Kepala KPP untuk melakukan konfirmasi lapangan.

c. Konfirmasi lapangan sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas

dilakukan paling lama 1 (satu) tahun setelah terbitnya NPWP dan SKT dan/atau SPPKP dengan prioritas sesuai tingkat resiko Wajib Pajak baru.

d. Pada saat melakukan konfirmasi lapangan sebagaimana dimaksud


(70)

dan/atau PKP terdaftar.

V. Penghapusan NPWP dan pencabutan STKT dan/atau SPPKP.

a. Dalam hal hasil konfirmasi lapangan atas permohonan NPWP

dan/atau pengukuhan PKP, perubahan data dan pemindahan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Bagian IV dinyatakan tidak benar, KPP menerbitkan Surat Pencabutan SKT dan Surat Penghapusan NPWP dan/atau Surat Pencabutan SPPKP.

b. Pencabutan SKT dan Penghapusan NPWP dan/atau Pencabutan

SPPKP sebagaimana di maksud pada huruf a dilakukan secara jabatan.

c. Pecabutan dan Penghapusan sebagaimana dimaksud pada huruf b

dilakukan hanya terhadap SKT dan NPWP dan/atau SPPKP yang terbit hanya dengan mengisi formulir sebagaimana dimaksud pada Bagian II, huruf c, butir 1.2. dan 2.2 dan tanpa harus dilengkapi dengan hardcopy data pendukung untuk permohonan NPWP dan/atau tidak dilakukan penelitian lapangan untuk permohonan PKP.

d. Surat Pencabutan SKT dan Surat Penghapusan NPWP dan/atau Surat

Pencabutan SPPKP sebagaimana dimaksud pada huruf b akan diumumkan melalui website www.pajak.go.id

e. Pencabutan SKT dan Surat Penghapusan NPWP dan/atau Surat

Pencabutan SPPKP selain dalam rangka membuktikan kebenaran pengisian formulir/data dan alamat yang disampaikan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada bagian IV huruf a mengacu pada


(71)

161/PJ/2001 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana telah diubah denga

VI. Transisi

a. Atas SKT dan NPWP dan/atau SPPKP yang terbit setelah berlakunya

mengikuti dimaksud pada bagian IV.

b. Atas permohonan yang diterima sebelum atau setelah berlakunya

SPPKP-nya, tata tata cara penyelesaiannya mengikuti

c. Selama aplikasi dengan format baru serta formulir baru sebagaimana

terlampir pada masih dapat menggunakan formulir lama sebagaimana terlampir pada

sebagaimana telah diubah dengan

PER-160/PJ/2003, tetapi persyaratan dan tata cara penyelesaiannya mengikuti


(72)

berurutan (sequential process) harus dilakukan pembuktian alamat terlebih dahulu (sesuai KEP 161), untuk masa transisi petugas wajib mengisi isian dalam Surat Tugas Pembuktian Alamat dan Berita Acara Hasil Konfirmasi Lapangan dalam aplikasi untuk kolom Nama Petugas Konfirmasi Lapangan diisi dengan "tidak perlu dilakukan Konfirmasi Lapangan sesuai dengan PER 44 Tahun 2008".


(1)

99

6. Pengusaha Kena Pajak masih bersifat tertutup.

Menurut Petugas Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan masih terdapat banyak pengusaha yang tertutup dalam memberikan informasi-informasi yang berkaitan dengan kewajiban perpajakannya, sehingga Petugas Pajak mengalami kesulitan dalam mendaftarkan dan mencabut Pengukuhannya di KPP tersebut.

7. Adanya ketidaklengkapan dokumen atau berkas berkas yang diperlukan untuk mendaftarkan dan mencabut pengukuhan pengusaha kena pajak. Terkadang masalah yang dihadapi oleh petugas pajak adalah dalam

hal kelengkapan dokumen si pengusaha kena pajak tersebut, dikarenakan jika PKP mendaftarkan dirinya, ada saja dokumen atau syarat yang tidak terpenuhi. Dan jika pihak petugas meminta untuk melengkapinya, pengusaha enggan untuk melakukannya. Begitu juga untuk pencabutannya, petugas harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu, dan jika dokumennya tidak lengkap itu menjadi penghambat dalam pencabutannya.

8. Alamat dan jenis kegiatan usaha terkadang tidak jelas dan tidak sesuai dengan yang didaftarkan.

Terkadang jika petugas pajak memeriksa PKP dengan datang ke tempat pengusaha tersebut berdomisili ataupun tempat usaha nya berdiri mendapatkan hasil yang nihil, dikarenakan alamat yang palsu dan ada juga setelah memeriksanya diketahui bahwa kegiatan usaha yang dilakukan tidak sesuai dengan yang didaftarkan PKP tersebut.


(2)

F. UPAYA YANG DILAKUKAN UNTUK MENGATASI KENDALA YANG DIHADAPI DALAM PENDAFTARAN DAN PENCABUTAN PENGUSAHA KENA PAJAK

1. Pemerintah dalam hal melaksanakan tugasnya merancang Undang-Undang Pajak, harus membuat peraturan yang mudah dimengerti dan dipahami oleh masyarakat. Jika peraturan yang dibuat sulit untuk dimengerti dan dipahami masyarakat, maka secara otomatis akan timbul suatu bentuk perlawanan pajak baik secara perlawanan pasif maupun perlawanan aktif, yang cara dan bentuknya berbeda-beda. 2. Dilihat dari pemungutan pajak, sebenarnya petugas pajak dapat

menyebarkan informasi pajak yang seluas-luasnya dengan biaya yang terjangkau. Karena tujuan utama dari penyebaran informasi pajak adalah untuk memberikan pengertian kepada masyarakat luas sehingga pada akhirnya masyarakat sadar dan ikut berpartisipasi dalam pembayaran pajak.

3. Dalam penyebaran informasi perpajakan adalah mengadakan sosialisasi dan memperbanyak buku-buku panduan perpajakan. Cara ini dapat dikatakan cara yang termurah dan efisien, karena sebagian buku-buku ini diberikan secara cuma-cuma oleh pemerintah.

4. Petugas pajak yang terdapat di Kantor Pelayanan Pajak tersebut harus lebih mengetahui dan mempelajari lebih dalam lagi tentang


(3)

101

5. Petugas harus lebih bisa memberikan pengertian dan pemahaman yang lebih singkat dan jelas lagi kepada Pengusaha Kena Pajak tentang pajak mereka sehingga Wajib Pajak bisa lebih peduli dalam membayar pajak.

6. Pengusaha harus lebih bisa membuka dirinya dalam berbagi informasi yang masih layak untuk dibagi ke petugas pajak agar administrasi perpajakan usahanya berjalan dengan baik sehingga tidak ada saling kecurigaan yang terjadi di kedua pihak.

7. Dan yang paling penting adalah pemerintah dan petugas pajak harus bisa mengubah presepsi bahwa wajib pajak yang membayar dan melaporkan pajaknya tersebut tidaklah susah dan tidak merugikan, malah akan membantu untuk mensejahterakan masyarakat di Indonesia dan berguna untuk membangun fasilitas-fasilitas umum sehingga wajib pajak akan terbuka pikirannya untuk membayar serta melaporkan pajaknya.


(4)

A. KESIMPULAN

Tingkat kepedulian Pengusaha dalam mendaftarkan dirinya belum mencapai tingkat yang maksimal dikarenakan pengusaha merasa bahwa membayar dan melaporkan pajaknya adalah hal yang membuang waktu dan merugikan mereka. Akan tetapi, ada juga pengusaha yang merasa itu sangat berguna untuk orang lain dan mereka dengan kesadarannya dan kemauannya datang sendiri ke Kantor Pelayanan Pajak atau dengan e-registration untuk mendaftarkan dirinya sebagai Pengusaha Kena Pajak maupun yang terdaftar secara jabatan. Sedangkan dalam hal pencabutan, pengusaha dapat melakukan permohonan untuk mencabut pengukuhan mereka dikarenakan mereka yang pindah alamat, bubar resmi maupun yang sudah tidak mampu lagi mencapai bruto yang ditentukan untuk memenuhi syarat pengukuhan. Dan aparat pajak harus terlebih dahulu memeriksa kebenarannya dan setelah itu mengeluarkan surat keputusan pencabutan.


(5)

103

B. SARAN

1. Pemerintah dan petugas pajak harus bisa mengubah presepsi bahwa wajib pajak yang membayar dan melaporkan pajaknya tersebut tidaklah susah dan tidak merugikan, malah akan membantu untuk mensejahterakan masyarakat di Indonesia dan berguna untuk membangun fasilitas-fasilitas umum sehingga wajib pajak akan terbuka pikirannya untuk membayar serta melaporkan pajaknya. 2. Dalam hal pendaftaran dan pencabutan pengukuhan pengusaha kena

pajak haruslah lebih disederhanakan lagi prosesnya sehingga pengusaha tersebut tidak merasa bahwa pendaftaran tersebut tidak membuang waktu mereka dan dalam pencabutannya mereka dipermudahkan untuk melakukan permohonan dan pengabulan pencabutannya berjalan dengan cepat dan sesuai dengan hasil pemeriksaan serta syarat yang berlaku.

3. Untuk pengusaha, pengusaha harus mampu berbagi informasi yang bisa diinformasikan dan sesuai dengan yang sebenarnya sehingga proses petugas dalam mendaftarkan dan mencabut pengukuhan pengusaha kena pajak tersebut berjalan dengan lancar dan baik.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Gustian, Irwansyah, 2002, Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Mardiasmo, 2002, Perpajakan, Andi, Yogyakarta.

Republik Indonesia, Departemen Keuangan, Kep-24/PJ/2009, tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dan perubahan data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak dengan Sistem e-Registration.

Republik Indonesia, Departemen Keuangan, Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No.PER-160/PJ/2007, tentang Perubahan atas Kep-161/PJ/2001, tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

Republik Indonesia, Departemen Keuangan, SE-65/PJ/2008, tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Perubahan data dan Pemindahan Wajib Pajak

dan/atau Pengusaha Kena Pajak.

Resmi, Siti, 2007, Perpajakan Teori dan Kasus, Salemba Empat, Jakarta.

Sihaloho, Cyrus, 2002, Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2009, Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000, tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007, Perubahan Ketiga atas Undang – Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum

dan Tata Cara Perpajakan.