e. Metode Pendidikan Pesantren
Aktivitas dan kegiatan pondok pesantren adalah merupakan pelaksanaan aturan- aturan yang mengikat seluruh warga pondok, sehingga proses pembelajaran terjadi
secara holistik dan komprehensif. Pembelajaran di pondok pesantren bukan hanya dalam bentuk pembelajaran di kelas semata, tetapi juga yang terkait dengan hubungan
timbal-balik antara kyaiustadz dengan santri juga antara sesama santri, bahkan kepada warga pondok pesantren secara keseluruhan Kemnag, 2006.
Metode pengajaran di Pondok Pesantren menurut Daulay, 2001 antara lain: a
Wetonan atau Bandongan Metode kuliah di mana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk
disekeliling kyai. Kyai membacakan kitab yang dipelajari saat itu, santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan.
b Sorogan
Metode kuliah dengan cara santri menghadap guru seorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan dipelajari. Kitab-kitab yang dipelajari itu
diklasifikasikan berdasarkan tingkatan-tingkatan. c
Hafalan Metode hafalan menempati kedudukan yang penting di dunia pesantren.
Pelajaran-pelajaran dengan materi-materi tertentu diwajibkan untuk dihafal misalnya dalam pelajaran Al-Quran dan Al-Hadits, begitu juga dalam pelajaran
lainnya seperti fikih, bahasa arab, tasawuf, akhlak dan lain-lain.
B. Murid Umum dan Santri
a. Santri
Santri adalah siswa yang belajar di pondok pesantren, menurut Daulay, 2001 santri ini dapat digolongkan menjadi dua kelompok :
1 Santri Mukim, yaitu santri yang berdatangan dari tempat-tempat yang jauh
yang tidak memungkinkan dia untuk pulang ke rumahnya, maka dia mondok
tinggal di pesantren. Sebagai santri wajib mukim mereka memiliki kewajiban-kewajiban tertentu.
2 Santri kalong, yaitu siswa-siswa yang berasal dari daerah sekitar yang
memungkinkan mereka pulang ke tempat tinggal masing-masing. Santri kalong ini mengikuti pelajaran dengan cara pulang pergi antara rumahnya
dengan pesantren. K
ata “santri” diduga berasal dari istilah sansekerta “sastri” yang berarti “melek huruf”, atau dari bahasa Jawa “cantrik” yang berarti orang yang mengikuti gurunya
kemanapun pergi. Dari sini dapat dipahami bahwa pesantren setidaknya memiliki tiga unsur, yakni; Santri, Kyai dan Asrama pondok Efendi, 2008.
Penyelenggaraan pendidikan Islam model Santri Asrama bertujuan membina peserta didik agar menjadi manusia yang paripurna, dalam arti kata membina peserta
didik di samping mempunyai ilmu pengetahuan agama dan pengetahuan umum, juga mampu memiliki kemahiran di bidang ketrampilan, hidup tidak menggantungkan diri
pada orang lain, taat dan taqwa kepada Allah, berakhlak mulia serta tidak kaku dalam pergaulan di masyarakat, rela beramal dan terampil sehingga bermanfaat bagi dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Semuanya ini adalah untuk mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat dengan ridho Allah Kosasih dkk, 2008.
b. Murid Umum
Yang dimaksud disini adalah siswa atau murid sekolah umum yang mengenyam jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah yaitu pendidikan umum
yang sebelumnya belum pernah tinggal di pondok pesantren. Walaupun masing- masing jenis pendidikan mempunyai karakteristik yang berbeda, namun masing-
masing harus mengacu pada tujuan pendidikan nasional yaitu bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya,
yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan
rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan Hadi dkk, 2000.
Pendidikan umum diselenggarakan pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Pendidikan dasar adalah pendidkan umum yang lama pendidikannya
sembilan tahun, diselenggarakan selama 6 tahun di Sekolah Dasar dan 3 tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Sedang pendidikan menengah yang di maksudkan
disini adalah Sekolah Menengah Umum Hadi dkk, 2000.
c. Permasalahan Pendidikan
Menurut Hadi dkk, 2000 permasalahan-permasalahan yang ada dalam pendidikan umum adalah :
1 Berkurangnya peranan keluarga dalam melakukan pembinaan anak-anaknya.
2 Sekolah dan atau lembaga pendidikan formal sebagai pembina anak dan
pemuda masih belum dapat melaksanakan fungsinya secara penuh. 3
Terbatasnya sarana dan prasarana serta tenaga pendidik baik secara kualitatif maupun secara kwantitatif dalam penyelenggaraan pendidikan.
4 Kurang seimbangnya jumlah anak usia sekolah dengan fasilitas pendidikan
dan pembinaan yang tersedia dan lain-lain. 5
Penyalahgunaan obat-obat terlarang di kalangan generasi muda. 6
Masih kurangnya pengertian dan perhatian masyarakat, orang tua serta anak didik tentang tujuan pendidikan dan sistem pendidikan yang berlangsung
sehingga mengakibatkan tidak adanya kesesuaian, keinginan dan pemilihan progam pendidikan dengan kemampuan anak.
7
Kenakalan para generasi muda yang mengakibatkan adanya perkelahian antar kelompok generasi muda dan lain-lain.
d. Penyesuaian Diri
Menurut Warkitri dkk, 2002 penyesuaian diri adalah proses menyelaraskan antara kondisi diri sendiri dengan sesuatu objek fisik, psikis atau rohaniah atau
perangsang, melalui belajar. Perbedaan kemampuan dan permasalahan penyesuaian diri akan tampak nyata pada waktu mereka memasuki sekolah menengah Sekolah
Lanjutan Atas. Remaja sebagai siswa atau peserta didik akan dihadapkan kepada kenyataan bahwa di sekolah itu ada norma dan peraturan yang harus dipatuhi. Tidak
sedikit yang tidak mampu mengatasi permasalahannya yang berakibat munculnya perilaku salah sesuai seperti agresif terhadap lingkungan, mengisolisir diri, merasa
cemas yang berkepanjangan dan sebagainya. Masalah umum dalam proses penyesuaian diri terhadap lingkungan sekolah :
1 Masalah pemilihan progam studi.
2 Masalah menemukan cara dan menumbuhkan kebiasaan belajar yang baik.
3 Masalah penyesuaian terhadap kurikulum di sekolah.
4 Masalah penyesuaian diri terhadap pergaulan sesama teman.
5 Masalah penyesuaian terhadap hubungan dengan guru.
C. Islamic Boarding School IBS MTA Surakarta