BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pondok Pesantren
a. Pengertian
Perkataan pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe-, dan akhiran -an, berarti tempat tinggal santri. Soegarda Poerbakawatia juga menjelaskan pesantren
berasal dari kata santri, yaitu seorang yang belajar agama islam, dengan demikian pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar agama islam.
Etimologi dari pesantren adalah pe-santri- an, “tempat santri”. Pesantren sebagai
lembaga pendidikan Islam, mengandung makna bahwa titik pusat perkembangan keilmuan dilembaga ini adalah ilmu-ilmu agama. Oleh karena ilmu agama itu tidak
akan berkembang dengan baik tanpa ditunjang oleh ilmu-ilmu lain ilmu-ilmu sosial, humaniora, dan ilmu-ilmu kealaman, maka oleh sebagian pesantren ilmu-ilmu
tersebut juga merupakan bagian dari ilmu-ilmu yang diajarkan Daulay, 2001.
b. Karakteristik Pondok Pesantren
Menurut Nafi’ dkk, 2007 pesantren dari saat ke saat terus mengalami perubahan. Meskipun intensitas dan bentuknya tidak sama antara satu dan yang lain, perubahan
itu dalam realitasnya berdampak jauh bagi keberadaan, peran, dan penencapaian tujuan pesantren. Oleh kalangan pesantren sejumlah penyesuaian dirumuskan dan
dilaksanakan. Dilihat dari segi kurikulum, maka penyesuaian yang ditempuh pesantren adalah:
1 Melengkapi diri dengan madrasahsekolah berkurikulum pemerintah.
Konsekuensinya adalah kekhasan pesantren sebagai lembaga pendidikan agama Islam yang mencetak
mutafaqqih fi ad-din
berkurang intensitasnya.
5
2 Mengembangkan kurikulum sendiri dan tidak mengadopsi kurikulum
pemerintah. Konsekuensinya adalah para santri harus menempuh ujian kesetaraan yang dipersepsikan oleh masyarakat luas sebagai memiliki
pengakuan lebih rendah dibandingkan dengan ujian negara jalur biasa. 3
Menggabungkan kurikulum pesantren dengan kurikulum pemerintah. Konsekuensinya harus menyediakan tenaga pengajar dalam jumlah besar
untuk jumlah santri yang sama, karena santri memperoleh layanan dalam porsi dua kali lipat lebih banyak daripada yang belajar di pesantren dalam dua opsi
sebelumnya. Disamping itu santri harus mengambil beban kurikuler dua kali lebih banyak dalam kurun waktu yang sama dengan sejawatnya yang belajar
di dalam pesantren dalam opsi pertama dan kedua.
4
Menyelenggarakan dua jalur pendidikan yang masing-masing dirancang untuk melayani kelompok santri yang berbeda. Satu jalur dengan kurikulum
pesantren. Dan satu jalur lainnya dengan kurikulum pemerintah. Konsekuensinya, pesantren harus rela mengelola segi-segi manajerial yang
lebih rumit. Ciri kurikuler pesantren itu memadukan penguasaan sumber ajaran yang ilahi
bersumber dari Allah SWT menjadi peragaan individual untuk disemaikan ke dalam hidup bermasyarakat. Selain mengenal ranah kognitif pengetahuan, afektif sikap,
dan psikomotor perilaku dalam pengajarannya, sejak lama pesantren mendasarkan diri pada tiga ranah utama yaitu
faqâhah
kecukupan atau kedalaman pemahaman agama,
thabi’ah perangakai, watak, atau karakter, dan kafa’ah kecakapan operasional. Jika pendidikan merupakan upaya perubahan, maka yang berubah dan
diubah adalah ketiga ranah itu, tentu saja perubahan kearah yang lebih baik. Nafi’
dkk, 2007
c. Peran Pondok Pesantren
Pesantren mengemban beberapa peran, utamanya sebagai lembaga pendidikan. Jika ada lembaga pendidikan Islam yang sekaligus juga memainkan peran sebagai
lembaga bimbingan keagamaan, keilmuan, kepelatihan, pengembangan masyarakat, dan sekaligus menjadi simpul budaya, maka itulah pondok pesantren. Biasanya
peran-peran itu tidak langsung terbentuk, melainkan melewati tahap demi tahap. Setelah sukses sebagai lembaga pendidikan pesantren bisa pula menjadi lembaga
keilmuan, kepelatihan, dan pemberdayaan masyarakat. Keberhasilannya membangun integrasi dengan masyarakat barulah memberinya mandat sebagai lembaga
bimbingan keagamaan dan simpul budaya Nafi ’ dkk, 2007.
Keberadaan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, telah tumbuh dan berkembang sejak masa penyebaran Islam dan telah
banyak berperan dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat. Pondok pesantren mempunyai fungsi sebagai pusat pengajaran ilmu-ilmu agama Islam
tafaqquh fiddin
sehingga dari pesantren lahir para kader ulama, guru agama,
muballigh
yang sangat dibutuhkan masyarakat Kemnag, 2006.
d. Tujuan Pendidikan Pesantren
Menurut Nafi’dkk, 2007 secara spesifik, beberapa pesantren yang tergabung dalam Forum Pesantren merumuskan beragam tujuan pendidikannya, yang dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok :
1 Pembentukan AkhlakKepribadian
Berpijak pada hadist Nabi Muhammad SAW “Innamâ bu’i
tstu liutammima shâlih al-akhlâq
” atau “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia” HR Ahmad, maka para pengasuh pesantren, sebagai ulama pewaris para
nabi, terpanggil untuk meneruskan perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam membentuk kepribadian masyarakat melalui para santrinya. Para pengasuh
pesantren mengharapkan santri-santrinya memiliki integritas kepribadian yang tinggi
shâlih
. 2
Penguatan Kompentensi Santri Kompentensi dikuatkan melalui empat jenjang tujuan, yaitu :
a.
Wasâil
tujuan awal Penguasaan skolastik atas mata pelajaran di pesantren ditempatkan
sebagai
wasâil,
baik penguasaan itu berada dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Rumusan
wasâil
dapat dikenali dari rincian mata pelajaran yang masing-masing menguatkan kompentensi santri di berbagai
bidang ilmu agama dan penunjangnya. b.
Abdâf
tujuan antara Mata pelajarannya banyak hafalan, karena segi-segi analisis belum sesuai
denagn rata-rata umur mereka. Bimbingan santri menekankan pendekatan- pendekatan psikologis untuk penguatan cita-cita. Pengorganisasian santri
diarahkan untuk memudahkan mereka mengurus kebutuhan pribadi agar kerasan tinggal di dalam pondok sebagai santri mukim dengan keteraturan
belajar. c.
Maqâshid
tujuan pokok Tujuan pokok yang ingin dihasilkan dari proses pendidikan di lembaga
pesantren adalah lahirnya
mutafaqqih fi ad-din,
yaitu orang yang ahli di bidang ilmu agama Islam.
d.
Ghâyah
tujuan akhir Tujuan akhir adalah mencapai ridla Allah SWT. Itulah misteri kehidupan
yang terus memanggil dan yang membuat semua kesulitan terasa sebagai rute- rute dan terminal-terminal manusiawi yang wajar untuk dilalui.
3 Penyebaran Ilmu
Penyebaran ilmu atau
nasyru al-
‘ilmi adalah menjadi pilar utama bagi menyebarnya ajaran agama Islam. Kalangan pesantren mengemas penyebaran
ilmu ini dalam kegiatan dakwah yang memuat prinsip
al-amru bi al-
ma’ruf wa al
-
nahyu ‘an al
-munkar
. Kewajiban ini bahkan menjadi sebuah keyakinan bagi kalangan pesantren, sebagai pembeda antara orang mukmin dengan munafik.
e. Metode Pendidikan Pesantren
Aktivitas dan kegiatan pondok pesantren adalah merupakan pelaksanaan aturan- aturan yang mengikat seluruh warga pondok, sehingga proses pembelajaran terjadi
secara holistik dan komprehensif. Pembelajaran di pondok pesantren bukan hanya dalam bentuk pembelajaran di kelas semata, tetapi juga yang terkait dengan hubungan
timbal-balik antara kyaiustadz dengan santri juga antara sesama santri, bahkan kepada warga pondok pesantren secara keseluruhan Kemnag, 2006.
Metode pengajaran di Pondok Pesantren menurut Daulay, 2001 antara lain: a
Wetonan atau Bandongan Metode kuliah di mana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk
disekeliling kyai. Kyai membacakan kitab yang dipelajari saat itu, santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan.
b Sorogan
Metode kuliah dengan cara santri menghadap guru seorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan dipelajari. Kitab-kitab yang dipelajari itu
diklasifikasikan berdasarkan tingkatan-tingkatan. c
Hafalan Metode hafalan menempati kedudukan yang penting di dunia pesantren.
Pelajaran-pelajaran dengan materi-materi tertentu diwajibkan untuk dihafal misalnya dalam pelajaran Al-Quran dan Al-Hadits, begitu juga dalam pelajaran
lainnya seperti fikih, bahasa arab, tasawuf, akhlak dan lain-lain.
B. Murid Umum dan Santri