Analisis Hukum Islam Tentang Utang-piutang Padi Basah Dengan Padi
Islam juga mengajarkan bahwa transaksi yang terjadi antara satu pihak dengan pihak yang lain harus atas dasar keridhaansuka sama suka, tidak ada pemaksaan,
dan atas kemauan sendiri. Hal ini telah Allah jelaskan dalam Q.S An-Nisa ayat 29 yang telah di terangkan dalam pembahasan sebelumnya. Utang-piutang padi
basah dengan padi kering ini pun terjadi atas dasar suka sama suka dan atas kemauan sendiri.
Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al-Baqarah ayat 282 bahwa dalam melakukan suatu perjanjian hendaknya dilakukan secara tertulis. Perjanjian
tertulis bertujuan apabila dikemudian hari debitur tidak membayar utangnya, pihak kreditur dapat menuntutnya melalui badan peradilan dan menjadikan surat
perjanjian sebagai bukti dalam tuntutannya. Sedangkan jangka waktu pembayaran dimaksudkan agar debitur memiliki patokan waktu dan membayar utangnya tepat
waktu. Namun yang terjadi di masyarakat Desa Tulungagung, Kec. Gadingrejo, Kab.
Pringsewu, pihak kreditur merasa tidak perlu diadakan perjanjian tertulis, karena ia yakin bahwa debitur tidak akan mengingkari janjinya untuk membayar utang.
Keyakinan itu didapatkan karena kedua belah pihak adalah tetangga dan sudah saling mengenal dengan baik satu sama lain. Dan apabila terjadi wan prestasi
debitur tidak membayar utangnya, masalah ini cukup diselesaikan secara musyawarah, tidak perlu melalui pengadilan. Begitu pula dengan jangka waktu
pembayaran, debitur memiliki kesadaran diri dan akan segera membayar utangnya saat padi miliknya panen.
Perjanjian ini sah, karena telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa perjanjianakad secara lisan diperbolehkan.
Selain hal-hal tersebut diatas, kelebihan dalam pembayaran utang juga perlu diperhatikan dalam penelitian ini. Kesepakatan yang telah dicapai oleh kedua
belah pihak tidak boleh merugikan salah satu pihak. Berdasarkan timbangannya, sebenarnya tidak ada kelebihan, karena debitur
berhutang kemudian membayar dengan timbangan sama. Akan tetapi padi basah ketika sudah dikeringkan timbangannya akan menyusut. Berdasarkan wawancara
yang dilakukan, diketahui bahwa dalam satu karung padi basah, setelah dikeringkan akan menyusut kurang lebih 6 kilogram. 6 kilogram inilah yang
menjadi kelebihan dalam pembayaran utang. Namun pada waktu terjadinya akad, kreditur tidak menyebutkan sama sekali bahwa debitur harus membayar utangnya
dalam wujud padi kering dengan timbangan yang sama. Membayar dengan timbangan yang sama dan dalam bentuk padi kering adalah kemauan dari debitur
sendiri sebagai ungkapan terimakasih kepada kreditur karena telah memberikan piutang kepadanya.
Berpedoman pada teori yang telah dijabarkan pada BAB II dapat diketahui bahwa transaksi ini termasuk ke dalam jenis utang-piutang barang yang tidak
sejenis, sehingga boleh apabila dihutangkan tidak secara kontan. Dikatakan utang-piutang barang yang tidak sejenis karena berhutang padi basah kemudian di
bayar dengan padi kering.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa utang-piutang yang terjadi di Desa Tulungagung, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu
tidak menyalahi ketentuan hukum Islam dan memenuhi peraturan perjanjian dalam hukum positif. Transaksi ini tidak mengandung keharaman dan tidak
menimbulkan kerugian pada pihak-pihak tertentu sehingga utang-piutang ini boleh dilaksanakan.