perjanjian yang bersifat kebendaan
zakelijke overeenkomst
, yaitu melalui penyerahan
levering
.
3. Jenis-jenis Perjanjian
Beberapa jenis perjanjian akan diuraikan seperti berikut ini berdasarkan kriteria masing-masing:
71
a. Perjanjian timbal balik dan sepihak. Pembedaan jenis ini bedasarkan
kewajiban berprestasi. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang mewajibkan kedua belah pihak berprestasi secara timbal balik, misalnya jual
beli, sewa-menyewa, tukar menukar. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu berprestasi dan memberi hak kepada pihak
yang lain untuk menerima prestasi, misalnya perjanjian hibah, hadiah. b.
Perjanjian bernama dan tak bernama. Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai
perjanjian-perjanjian khusus dan jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa- menyewa,
tukar-menukar, pertanggungan,
pengangkutan, melakukan
perjanjian, dll. Dalam KUHPdt diatur dalam titel V sd XVIII dan diatur
71
Ibid,
h. 227.
dalam KUHD. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.
c. Perjanjian obligator dan kebendaan. Perjanjian obligator adalah perjanjian
yang menimbulkan hak dan kewajiban, misalnya dalam jual beli, sejak terjadi konsensus mengenai benda dan harga, penjual wajib menyerahkan benda, dan
pembeli wajib membayar harga, penjual berhak atas pembayaran harga, pembeli berhak atas benda yang dibeli. Perjanjian kebendaan adalah
perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam jual beli, hibah, tukar menukar. Sedangkan dalam perjanjian lainnya hanya memindahkan
penguasaan atas benda
bezit
, misalnya dalam sewa menyewa, pinjam pakai, gadai.
d. Perjanjian konsensual dan real. Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang
terjadi itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja bagi pihak- pihak. Tujuan perjanjian baru tercapai apabila ada tindakan realisasi hak dan
kewajiban tersebut. Perjanjian real adalah perjanjian yang terjadinya itu sekaligus realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak.
Dalam hukum adat, perjanjian real justru yang lebih menonjol sesuai dengan sifat hukum adat bahwa setiap perjanjian yang obyeknya benda
tertentu, seketika terjadi persetujuan serentak ketika itu juga terjadi peralihan hak. Ini disebut kontan tunai.
4. Syarat-syarat Sah Perjanjian
Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh undang-undang. Perjanjian yang sah diakui dan diberi akibat
hukum
legally concluded contract
. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHPdt, syarat-syarat sah perjanjian:
72
a. Persetujuan kehendak
Persetujuan kehendak adalah kesepakatan, seiya sekata pihak-pihak mengenai pokok perjanjian. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga
dikehendaki oleh pihak yang lainnya. Persetujuan itu sifatnya sudah mantap, tidak lagi dalam perundingan.
Sebelum ada persetujuan, biasanya pihak-pihak mengadakan perundingan, pihak yang satu memberitahukan kepada pihak yang lain
mengenai obyek perjanjian dan syarat-syaratnya. Pihak yang lain menyatakan pula kehendaknya, sehingga tercapai persetujuan yang mantap. Kadang-
kadang kehendak itu dinyatakan secara tegas dan kadang-kadang secara diam- diam, tetapi maksudnya menyetujui apa yang dikehendaki oleh pihak-pihak
itu. Menurut yurisprudensi
Hoge Raad arrest
6 Mei 1926 persetujuan kehendak itu dapat ternyata dari tingkah laku berhubung dengan kebutuhan
lalu lintas masyarakat dan kepercayaan, yang diakui oleh pihak lainnya, baik secara lisan ataupun secara tertulis, misalnya telegram, surat. Misalnya
seorang naik bis kota, dengan perbuatan naik bis itu ada persetujuannya untuk
72
Ibid,
h. 228-232.