Rujuk antara teori dan praktek : studi pada masyarakat Kecamatan Sukmajaya kota Depok

(1)

Oleh :

SYAIFULLOH NIM. 105043101312

KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH PRODI PERBANDINGAN MADZHAB HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1431 H/2010 M


(2)

RUJUK ANTARA TEORI DAN PRAKTEK

(Studi pada Masyarakat Kecamatan Sukmajaya Kota Depok) SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh :

SYAIFULLOH NIM. 105043101312

Di bawah Bimbingan Dr. H. Muhammad Taufiki, MAg.

NIP. 196511191998031002

KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH PRODI PERBANDINGAN MADZHAB HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1431 H/2010 M


(3)

Alhamdulillah, Kata yang paling awal untuk mengucapkan syukur senantiasa penulis ucapkan atas segala nikmat yang telah Allah berikan, terutama nikmat Iman, kesehatan dan kesabaran dalam menghadapi berbagai macam persoalan dan permasalahan hidup. Sehingga dengan nikmat itulah akhirnya penulis dapat merampungkan skripsi yang berjudul : “ RUJUK ANTARA TEORI DAN PRAKTEK ( Studi pada Masyarakat Kecamatan Sukmajaya Kota Depok).

Shalawat dan salam tidak lupa penulis hanturkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, yang telah mengajarkan bahwa Ilmu adalah bekal untuk mendapatkan dunia dan akhirat.

Dalam merampungkan penulisan skripsi ini, tentunya memerlukan daya upaya yang sangat keras dan penuh dengan perasaan yang tidak akan pernah terlupakan, antara harapan, kekhawatiran, keyakinan dan kenyataan menjadi suatu unsur sangat mewarnai dalam kazanah penulisan skripsi ini. Tentunya dibalik kesuksesan semua ini tidak terlepas dari peranan dari pihak-pihak yang banyak memberikan kontribusi dan dukungan di dalamnya. Untuk itu, kiranya penulis perlu mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya dan apriasiasi yang tinggi atas semua bantuan dan jasa yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini. Terutama kepada beberapa pihak, diantaranya :


(4)

1. Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum, Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M. beserta para pembantu dekan, baik sebagai aparat birokrasi maupun sebagai pribadi. Terima kasih atas segala bantuan yang diberikan.

2. Bapak Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA. Sebagai ketua Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum beserta Bapak Dr. H. Muhammad Taufiqi, M. Ag, sebagai Sekretaris Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. H. Muhammad Taufiqi, M. Ag, yang tulus ikhlas membantu dan membimbing dengan penuh kesabaran, sehingga penyelesaian skripsi ini berjalan baik.

4. Seluruh Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu yang telah banyak memberikan peranan dalam memberikan pembelajaran, sehingga tercapainya gelar Sarjanah dalam bidang ilmu syari’ah

5. Pimpinan dan seluruh staf karyawan perpustakaan Syari’ah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menyediakan fasilitas untuk studi kepustakaan.

6. Ayahanda Nurdin dan Ibunda tercinta syarifah yang telah banyak berkorban, moril dan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.


(5)

iii

Dan kiranya masih banyak pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan semuanya yang memberikan andil dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya hanya kepada Allah-lah penulis serahkan, semoga segala amal baik yang telah mereka berikan mendapatkan balasan yang sebaik-baik dari Allah SWT. Amin

Jakarta, 25 Februari 2010 M 11 Rabiul Awal 1943 H


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………..i

DAFTAR ISI………...iv

BAB I PENDAHULUAN………...………....1

A.Latar Belakang Masalah………...………1

B.Pembatasan dan Perumusan Masalah………..……….8

C.Tujuan Penelitian………..……...9

D.Metode Penelitian………....9

E.Review Studi Terdahulu………..………...………12

F. Sistematika Penulisan……….14

BAB II PEMBATASAN SEPUTAR RUJUK……….15

A.Pengertian dan Dasar Hukum Rujuk………...15

B.Syarat dan Rukun Rujuk…………...………...29

C.Bentuk Rujuk………...38

D.Hikmah Disyariatkan Rujuk…………..………39

BAB III KONDISI OBJEKTIF WILAYAH PENELITIAN ……....………...42

A. Letak Geografis………..42

B.Sejarah dan Kependudukan………..……….….44

C.Pendidikan………..…46

D.Perekonomian………...48


(7)

C. Fenomena Praktek Rujuk Warga Kecamatan Sukmajaya…………...60

D. Praktek Rujuk yang Tidak Sesuai Fiqih: Analisis Yuridis, Sosiologis dan Filosofis...…………63

E. Analisa Penulis………68

BAB V PENUTUP……….72

A. Kesimpulan………..…72

B. Saran………73

DAFTAR PUSTAKA………75


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama Islam adalah Agama yang keseluruhan isinya diajarakan dan diwahyukan oleh Allah Swt kepada umat manusia melalui Nabi Muhammad Saw sebagai Rasul-Nya. Agama Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang mencakup berbagai aspek kehidupan umat manusia. Kelengkapan seluruh aspek tersebut dapat dipahami salah satunya dari ayat Al-quran yang terakhir disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw saat haji Wada’ (haji perpisahan) beberapa puluh hari sebelum beliau wafat1. Ayat itu berbunyi :

)

ةﺪﺋﺎﻤﻟا

:

(

Artinya : “pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. ( QS. Al-Maidah: 3)

Disamping itu tujuan utama dari pensyariatan ajaran-ajaran Islam itu sendiri, ialah sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Anbiyaa: 107

1

M. Ali, Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam,( Jakarta: Prenada media, 2003), h. 12.


(9)

)

ﺎﻴﺒﻧء ا

:

٧

(

Artinya :“Dan aku tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmad bagi seluruh alam”.(QS. Al-Anbiyaa : 107).

Dengan demikian, penulis berpendapat bahwa keseluruhan aspek ajaran Islam termasuk hukum didalamnya tidak lain diperlukan bagi kemaslahatan umat manusia itu sendiri. Kebahagian yang ditimbukan oleh suatu ikatan pernikahan merupakan buah dari cintakasih dari pasangan suami istri, mereka saling menghargai dan saling menghormati satu dengan yang lainnya sehingga tercipta keharmonisan dalam rumah tangga. Namun, banyak sekali pasangan suami isteri yang tidak dapat menjaga keutuhan keluarga dan menjaga ikatan suci sebuah perkawinan sehingga menyebabkan perceraian.

Penggunaan cerai tanpa kendali akan merugikan bukan saja kedua belah pihak yang bercerai, tetapi juga akan merugikan tentunya bagi anak-anak dan keluarga kedua belah pihak pada umumnya (broken home)telah membawa akibat langsung tumbuhnya dan bertambahnya problem anak-anak nakal2.

Dampak dari perceraian ini berimbas kepada anak-anak yang orang tuanya sudah bercerai, mereka tidak terurus dengan baik dan kurangnya pengawasan dari kedua orang tuanya. Sehingga menyebabkan jiwa anak menjadi prustasi dan dalam

2Asro sosroatmojo, Walih Aulawi, Hukum Perdata Di Indoesia, (Jakarta : Bulan Bintang, 1978), cet. Ke-2, H. 36.


(10)

3

pemikiranya mereka cenderung melakukan hal-hal yang bersifat negatif yang dilarang oleh syariat Agama dan tidak bisa mengontrolnya.3 Oleh karena itu Islam mengajarkan kepada sepasang suami isteri yang telah bercerai untuk kembali kepada ikatan perkawina dengan jalan rujuk selagi isteri dalam masa iddah, dengan jalan rujuk diharapkan dapat menyelamatkan generasi muda dari dampak perceraian yang dilakukan oleh orang tuanya. Islam mendambakan agar sekali pernikahan dilakukan

dan dipertahankan sekuat tenaga supaya tidak terjadi percerian. Karena seharusnya pernikahan tidak dianggap remeh dan tidak disepelekan, tidak semestinya diputuskan kecuali dalam keadaan yang sangat terpaksa.

Rujuk adalah kembali kepada ikatan perkawinan yang sempat rusak dengan perceraian tanpa akad nikah dan selagi istri dalam masa iddah4. Hal ini merupakan satu kesempatan diberikan oleh Islam, yang diberikan pasangan suami istri yang telah melakuakn talak raj’i untuk kembali meragut cinta kasih dalam mahligai rumah tangga. Toleransi yang diberikan untuk kembali kepada ikatan suci suatu perkawiana dengan jalan rujuk dapat dimaafkan dengan sebaik-baiknya untuk membawa kembali membawa keutuhan dan kebahagian rumah tangga, Sehingga istri dan anak-anak meresa dilindungi hak-haknya, tentram dan bahagia menjalankan kehidupan, Hal tersebut sesuai dengan tujuan perkawinan yang tertulis dalam

3

M. Ali, Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam,( Jakarta: Prenada media, 2003), h. 12.

4Ali, Zainuddin, Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia,( Jakarta: Media Grafika, 2006) h. 45


(11)

Undang-undang No. 1 tahun 1974, ditegaskan tujuan untuk mambawa keluarga yang bahagia dan kekal berdasrkan ketuhanan Yang Maha Esa5. Dengan pengarahan tersebut Undang-undang menginginkn adanya kebahagian rumah tangga yang kekal dalam iktan suci perkawinan, oleh karena itu Undang-undang Perkawinan mempersulit jalan perceraian bagi para suami istri yang sudah tidak dapat menemukan jalan lain untuk islah

Jalan untuk kembali kepada ikatan suci perkawinan inilah yang membuat hukum Islam begitu selalu menarik untuk dikaji. Mengenai kedudukan saksi dalam

rujuk pada dasarnya berpangkal pada pemahaman terhadap pada surat Ath-Thalak ayat 2, sebab ayat inilah yang menjadi hujjah dalam membahas hukum yang berkenan dengan rujuk, adapun mengenai saksi untuk ikrar tersebut bayak pendapat yang

di-kemukakan oleh para ulama madzhab, pendapat tersebut berdasarkan perbedaan antara ikrar rujuk dengan akad nikah dan perbedaan antara

kedu-dukan saksi rujuk dengan saksi nikah

Rujuk dalam Islam merupakan tindakan hukum yang terpuji. Sebab, sesudah pasangan suami isteri melewati masa krisis konflik yang diakhiri dengan perceraian, kemudian timbul kesadaran untuk menyambung tali perkawinan yang pernah teputus. Oleh karena itu mereka kembali kepada keutuhan ikatan perkawinan berdasarkan

5Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Isalm Di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2006) h. 56


(12)

5

kesadaran masing-masing pihak atas kesalahan sehingga tercipta keutuhan rumah tangga sesuai dengan firman Allah Surat Ath-thalaq ayat 2 :

)

ق ﻄﻟا

:

٢

(

Artinya : “Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu”. (Q.S. At-Thalaq 2).

Rujuk itu menghalalkan kembali hubungan antara laki-laki dengan perempuan sebagaimana juga pada perkawinan, namun antara keduanya terdapat perbedaan dan prinsip dalam rukun yang dituntut untuk sahnya kedua hal tesebut. Rujuk menurut pendapat yang disepakati oleh ulama memerlukan saksi untuk mengakadkannya, sedangkan dalam perkawinan adanya wali dan ada saksi. Dengan demikian pelaksanaan rujuk lebih sederhana dibandingkan dengan perkawinan namun

dalam perkembanagan selanjutnya tata cara rujuk tidaklah sederhana yang digambarkan ulama fiqih. Seperti terlihat di dalam perundang-undangan yang berlaku, rujuk yang tata caranya di atur sebagaimana yang terdapat di dalam KHI.

Tetapi dalam hal rujuk ini tidak lepas dari masa iddah isteri. Seorang suami harus mengetahui masa iddahnya isteri yang tujuannya ada peluang untuk kembali kepada isteri pertama yang telah ditalak. Dalam masa iddah status wanita itu tetap


(13)

sebagai isteri. Ia masih berhak untuk menerima nafkah dan tempat tinggal seperti biasa, bahkan apabila salah satu pihak meninggal dunia maka pihak yang lain masih berhak menerima warisan yang tidak boleh masa iddah itu ialah hubungan badan6.

Masa iddah ialah masa berpikir panjang merenungkan kesalahan diri sendiri.

Itulah masa tenang, perang mulut sudah berhenti dan hati panas sudah mereda, catatan peristiwa demi peristiwa rumah tangga yang sudah berlalu dapat dibaca

dengan pikiran yang sehat. Diharapkan dari peristiwa talak yang sudah terjadi itu su-ami isteri mendapat pelajaran yang berharga.

Banyak suami yang terketuk hatinya hatinya untuk berkumpul kembali dibawah satu atap sebagai suami isteri yang setia, kasih sayang yang terpadu dan melupakan semua kejadian yang menghitamkan lembaran sejarah mereka dimasa yang sudah lalu. Dengan itikad baik dan penuh kesadaran suami melangkah kembali kepada isterinya dan istrinya pun dengan senang hati terbuka menerima dengan gem-bira kedatangan suaminya

Pada masa iddah itulah kesempatan untuk kembali rujuk, dan apabila sudah diluar batas waktu iddah masalahnya sudah lain lagi. Dengan adanya sistem rujuk dalam perkawinan menurut ajaran Islam, berarti Islam telah membuka pintu untuk memberi kesempatan melanjutkan pembinaan keluarga bahagia yang diidamankan


(14)

7

oleh setiap orang yang berkeluarga. Bersatu kembali sesudah beberapa lama berpisah sering kali membawa udara baru yang segar dan cinta kasih yang mendalam, oleh ka-rena itu betapa penting adanya suatu badan yang bergerak dalam masyarakat mem-persatukan kembali suami isteri yang sudah bercerai.

Di Indonesia telah ada proses tentang rujuk sebagaimana telah diatur dalam PP nomor 9 tahun 1975 tetapi dijumpai dalam pasal 163, 164, 165 dan 166 KHI.7 Namun dalam perakteknya, tidak dapat dipungkiri bahwa sampai sekarang masih ada sebagian dari mereka rujuknya pada masa iddah isteri habis akibat talak raj’i. sebagimana yang terjadi pada masyarakat Kecamatan Sukmajaya tidak malakukan proses rujuk pada masa iddah talak raj’i, tetapi mereka menghabiskan masa iddah isteri untuk menenangkan hati dan pikiran atas kejadian yang menimpah rumah tangga mereka dan ketika masa iddah isteri habis baru suami ingin kembali kepada isterimelakukan pernikahan baru yang terjadi di masyarakat Kecamatan Sukmajaya kota Depok. Dan karena itu penulis ingin mengetahui kenapa masyarakat Kecamatan Sukmajaya melalukan rujuknya akibat talak raj’i pada masa iddah istrei habis bukannya pada masa iddah talak ra’i. Sebagaimana halnya masyarakat Kecamatan Sukmajaya Kota Depok

7Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Isalm Di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2006)


(15)

Dari latar belakang inilah maka penulis tertarik untuk menyusun skripsi dengan judul. Rujuk antara Teori dan Peraktek (Studi pada Warga Masyarakat Kecamatan Sukmajaya Kota Depok)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pembahasan dalam skripsi ini akan berkisar terhadap fenomena rujuk suami isteri. Namun penulis ingin melihat dari tiga sudut antara pemahaman masyarakat tentang rujuk, mengapa suami isteri yang telah jatuh talaknya (satu dan dua) kemudian suami menghabiskan masa iddahnya isteri dan kenapa mereka melakukan rujuknya pada masa iddah isteri habis.

Sesuai dengan pokok permasalahan tersebut, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pemahaman masyarakat Sukmajaya tentang rujuk

2. Bagaimana pelaksanaan rujuk yang dilakukan suami ketika sudah habis masa iddah isteri di Kecamatan Sukmajaya Kota Depok.

3. Kenapa terjadi praktek rujuk yang tidak sesuai fiqih : analisis yuridis, sosiologis dan filosofis.


(16)

9

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman masyarakat tentang rujuk. 2. Untuk mengetahui pelaksanan rujuk yang dilakukan suami ketika sudah

habis masa iddah isteri di Kecamatan Sukmajaya Kota Depok.

3. Untuk mengetahui Kenapa terjadi praktek rujuk yang tidak sesuai fiqih: analisis yuridis, sosiologis dan filosofis

D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Dalam rangka memperoleh data yang akurat dan valid maka diperlukan metode yang representif. Dalam hal ini, penilis menggunakan metode penelitian dengan pendekatan kualitatif sebagai pendekatan umum yang menghasilkan data yang bersifat deskriptif. Karena, pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang berusaha memahami gejala tingkah laku manusia menurut sudut pandang subjek pe-nelitian, dan memungkinkan penelitian memahami gejala sebagai mana subjek men-galaminya, mengfokuskan pada proses-proses yang terjadi dalam individu, serta ling-kungannya sebagai kesatuan. Hal ini penting agar dapat diperoleh gambaran utuh dari

penghayatan subjek terhadap keadaan yang dialaminya, metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata penulis


(17)

2. Subjek Penelitian

Subjek atau responden dan nara sumber yang dilibatkan dalam penelitian ini memiliki karakteristik sebagai berikut :

a. Subjek penelitian warga masyarakat Kecamatan Sukmajaya yang mempunyai pengalaman pribadi terkaid dengan rujuk pada masa iddah isteri habis.

b. Subjek penelitian bertempat di masyarakat Kecamatan Sukmajaya Kota Depok.

Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak (18) orang, hal ini dikarenakan keterbatasan waktu serta kesulitan penelitian dalam memperoleh kasus dan responden yang banyak diantara warga masyarakat Kecamatan Sukamjaya yang mempunyai pengalaman pribadi terkait dengan rujuk pada masa iddah isteri habis. Teknik pemilihan nara sumber penelitian ini pun menggunakan purposive Sampling

(sample bertujuan) yang dipilih bukan berdasarkan atas random, tetapi didasarkan atas tujuan tertentu.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian, maka penulis menerapkan teknik pengumpulan data sebagai berikut :


(18)

11

a. studi Dekumentasi, yaitu penulis mengumpulkan data dengan menelusuri bahan pustaka baik dari buku, makalah, ataupun literature-literatur lainya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

b. Wawancara, yaitu penulis mengumpulkan data dengan cara mengajukan pertanyaanpertanyaan secara langsung pada masyarakat terutama bagi pelaku pernikahan tersebut maupun tokoh masyarakatdan juga aparat yang berwenang menanganinya, tentang segala sesuatu yang menyangkut dan berkaitan dengan penulisan skripsi ini

4. Teknik Analisa Data

Analisa data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah analisis data

Kualitatif. Karena, analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, memilah-memilahnya satuan yang dapat dikelolah untuk mencari dan menemukan pola, menemukan apa-apa yang penting lalu apa yang harus dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakana kepada orang lain8.

Adapun dalam hal penulisan, penulis mengacu pada buku pedoman Penulisan Skripsi yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

8Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 248


(19)

E. Review Studi Terdahulu

Dalam Skripsi yang telah ada terdapat hasil penelitian yang ditulis oleh Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum diantaranya yaitu :

1.“Kedudukan Saksi Dalam Rujuk Menerut Imam Madzhab, Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Penulis Achmad Zainudin Jurusan Perbandingan Madzhab Fiqih 2006. Skripsi ini membahas seputar tentang masalah

Kedudukan Saksi Dalam Rujuk Menerut Imam Madzhab, kemudian Kesaksian

dalam rujuk menurut Kompilasi Hukum Islam, selain itu ketentuan Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tentang kesaksian dalam rujuk,

dan persamaan dan perbedaan antara pendapat Imam Madzhab, serta dalam Kompilasi Hukum Islam.

2. “ Batas Kewenangan Suami dalam Hal Talak dan Rujuk Meneurut Undang-undang No. 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Penulis Husni Bubarak. Jurusan Al-ahwal Al-syakhsiyyah 2007.

Pembahasan dalam skripsi ini menjelaskan bahwa dalam batas kewenangan suami dalam hal talak dan rujuk Meneurut Undang-undang No. 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia dimana dalam kripsi ini membahas bagaimana suami dalam hal talak dan rujuk melihat keadaan isteri untuk mengucapkan talak dan rujuk yang berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun 1974


(20)

13

dan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia terhadap isteri agar tidak terjadi salah dalam penerapanya bagi suami yang ingin mengajukan talak dan rujuk.

3 “ Pemanfaatan benih Bayi tabung setelah suami Isteri rujuk dari Perceraian Menurut Hukum Islam. Penulis Eka susilawati . Jurusan Al-ahwal Al-syakhsiyyah 1996.

Pembahasan dalam skripsi ini menjelaskan bahwa dalam Pemanfaatan benih Bayi tabung setelah suami Isteri rujuk dari Perceraian menurut hukum Islam yang menjadi fokusnya ialah bagaimana status bayi tabung tersebut setelah suami isteri rujuk dan bagaimana status hukum dan dalam skripsi ini juga membahas nafkah suami kepada isteri akibat perceraian yang dalam masa iddah.

Dalam kesempatan ini penulis ingin menambahkan dari Skripsi terdahulu dengan menjelaskan fenomena yang terjadi di masyarakat yaitu rujuk yang tidak sesuai dengan pengertian yang tertulis dalam kitab-kitab fiqih dan Undang-undang No. 1 tahun 1974, dimana dalam kembalinya suami isteri tidak melaui masa iddah. Tetapi menghabiskan masa iddahnya isteri yang tertalak raj’i yaitu tiga kali suci atau tiga bulan. Sebab bagi mereka waktu tersebut tidak cukup untuk masa pendamaian atau ingin bersatu lagi dalam ikatan rumah tangga. Maka dalam kesempatan ini penulis ingin membahas dalam Skripsi ini dengan tema Teori dan Praktek dalam masalah rujuk yang terjadi di Kecamatan Sukmajaya Kota Depok.


(21)

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dan memberikan arahan serta gambaran materi yang terdapat dalam skripsi ini, maka penulis menyusun dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan berisi latar belakang masalah, Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah,TujuanPenelitian, Review Studi Terdahulu, Sistematika Penulisan.

BAB II : Pembahasan Seputar Rujuk, Pengertian dan Dasar Hukum Rujuk, Syarat dan Rukun, Bentuk Rujuk, Hikmah di Syariatkan Rujuk. BAB III : Pembahasan tentangGambaran Umum Kecamatan Sukmajaya, Letak

Geografis, Sejarah dan Kependudukan, Pendidikan, Perekonomian, Sarana dan Prasarana

BAB IV : Hasil Penelitian, Profil Responden Masyarakat Sukmajaya, Pemaha-man Masyarakat Seputar Rujuk, Fenomena Praktek Rujuk Warga Kecamatan Sukmajaya, Praktek Rujuk yang Tidak Sesuai Fiqih: Analisis Yuridis, Sosiologis dan Filosofis, Analisis Data

BAB V : Penutup berisi tentang, Kesimpulan dan Saran.


(22)

BAB II

PEMBAHASAN SEPUTAR RUJUK A.Pengertian dan Dasar Hukum Rujuk.

1. Pengertian rujuk

Rujuk dalam pengertian etimologi berasal bahasa Arab yaitu

-

ر

ر

(roja’a, yarji’u, ruju’an) yang berarti kembali.1 Menurut W.J.S. Purwadarma dalam bukunya “Kamus Umum Bahasa Indonesia”, penulisan yang benar dalam ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan adalah dengan kata “rujuk”. Defenisi rujuk menurutnya adalah kembali kawin dengan isteri yang telah cerai (dengan syarat tertentu).2 Sedangkan definisinya dalam pengertian fiqih menurut al-Mahalli ialah:

ﺪ ﻟا

ﺋﺎ

ﺮﻴ

ق

حﺎﻜ ﻟا

ﻰﻟا

دﺮﻟا

ة

3

Artinya :“Kembalilah kedalam hubungan perkawinan dari cerai yang bukan bain, selama dalam masa idda”

1

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta : Hidakarya Agung, 1990) cet. Ke-8, h. 835

2

WJS. Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1986) Cet. Ke-9 h. 835.

3

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Isalm Di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2006.) cet. Ke-II h. 337.


(23)

Rujuk dalam hukum perkawinan Islam adalah perbuatan yang baik sebab apabila mereka telah cerai maka mereka termaksud orang-orang yang dibenci Allah Swt. Oleh karena itu suami isteri yang telah melakukan talak maka sebaiknya suami kembali kepada isteri dalam waktu masa iddah sebab pada masa iddahlah suami isteri harus memikirkan hari esok setelah melalui masa yang sulit, rumah tangga yang goyang dan masa krisis konflik. Oleh karena itu suami isteri kembali kepada ikatan perkawinan yang telah dijalani sebelum jatuh talak raj’i dan melihat yang lebih baik setelah bercermin atas kesalahan kedua belah pihak, sehingga atas pertimbangan itu tercipta kembali keutuhan rumah tangga.

Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat : 228 sebagai berikut:

)

ةﺮ ﺒﻟا

:

٢٢

(

Artinya : “Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki islah”. (Q.S. Al-Baqarah : 228)

Ketentuan diatas tidak terdapat dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan PP Nomor 1975, tetapi dijumpai dalam pasal 163, 164, 165 dan 166 KHI.


(24)

17

Adapun pasal 163 dalam KHI.

1) Seorang suami dapat merujuk isterinya yang dalam masa iddah. 2) Rujuk dapat dilakukan dengan hal sebagai berikut:

a. Putusnya perkawinan karena talak, kecuali talak yang telah jatuh tiga kali atau talak yang dijatuhkan qobla al-dukhul.

b. Putusnya perkawinan berdasarkan putusan pengadilan dengan alasan tertentu atau alasan-alasan zinah dan khuluk4.

Apabila suami isteri melakukan rujuk berarti melakukan akad nikah kembali dengan demikian, isteri yang akan dirujuk oleh suaminya menyetujui dan disaksikan dua orang saksi. Di lain pihak, walaupun sang bekas suami ingin rujuk kepada bekas isterinya yang masih dalam masa iddah, tetapi sang istri tidak menerimanya maka hal ini tidak akan terjadi rujuk hal ini dijelaskan dalam pasal 164 KHI.

Pasal 164

”seorang wanita dalam msa iddah talak raj’i berhak mengejukan keberatan atas kehendak rujuk dari bekas suaminya dihadapan pegawai Pencatat Nikah disaksikan dua orang saksi.”

Pasal 165

”Rujuk yang dilakukan tanpa persetujuan mantan isteri, dapat dinyatakan tidak sah dengan putusan Pengadilan Agama.”

4Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Media Grafika, 2006.) cet.


(25)

Pasal 165 diatas mempunyai pengertian sebagai berikut :

Pertama: kata atau ungkapan “kemblinya suami kepada isteri” hal ini mengandung arti bahwa diantara keduanya sebelumnya telah terkait adalam tali perkawinan, namun ikatan tersebut sudah berakhir dengan penceraian. Laki-laki yang kembali kepada orang lain dalam bentuk perkawinan, tidak disebut rujuk dalam pengertian ini.

Kedua: ungkapan atau kata yang telah ditalak dalam bentuk raj’i. mengandung arti bahwa isteri yang bercerai dengan suaminya itu dalam bentuk yang belum putus . Hal ini mengandung maksud bahwa kembali kepada isteri yang belum dicerai atau telah dicerai tapi tidak dalam bentuk talaq raj’i .

Ketiga: kata atau ungkapan “masih dalam masa iddah” mengandung arti bahwa rujuk itu hanya terjadi selama isteri masih dalam masa iddah. Bila waktu iddah telah abis, mantan suami tidak dapat lagi kembali kepada isterinya dengan nama rujuk. tapi untuk maksud lain yaitu suami melakukan pernihan baru kembali.5

Pasal 166

”Rujuk harus dapat dibuktikan dengan kutipan pendaftaran rujuk dan bila bukti tersebut hilang atau rusak sehingga tidak dapat dipergunakan lagi, dapat dimintakan duplikasi kepada instansi yang mengeluarkan semula”.

5

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Isalm Di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2006.) cet. Ke-II h. 337-338


(26)

19

Ditinjau dari satu sisi yaitu rujuk itu menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dengan perempuan sebagaimana juga pada perkawinan, namun antara kedua terdapat perbedaan dan prinsip dalam rukun yang dituntut untuk sahnya kedua bentuk lembaga tersebut.

2. Dasar Hukum Rujuk

Hukum Islam terlahir berdasarkan azas-azas yang fudemental (ususu tasry’il

ahkam wa mabadiuhu) dan berdasarkan hukum-hukum itu kepada prinsip-prinsip

yang luhur dan tinggi (mabadiul ahkam). Semua itu bisa terwujud dalam beberapa aspek yaitu :

1. Nafyul haraji (meniadakan kesulitan).

2. Qillatul taklif (sedikit hukum yang menjadi beban mukallaf )

3. Membina hukum dengan menempuh jalan tadarruj, tahap demi tahap, satu demi satu..

4. Seiring dengan kemaslahatan manusia. 5. Mewujudkan keadilan yang merata

6. Menyumbat jalan-jalan yang menyampaikan kepada kejahatan. 7. Mendahulukan akal atas dzahir nash.

8. Membolehkan menggunakan segala yang bersifat indah.

9. Menetapkan hukum berdasarkan urf yang berkembang dalam masyarakat. 10.Keharusan suatu kewajiban manusia mengikuti sabda Nabi saw yang


(27)

Nabi saw atau ajaran-ajarannya yang berhubungan kedunian yang berdasarkan

ijtihadnya.

11.Masing-masing orang yang berdosa hanya memikul dosanya sendiri. 12.Syara, yang menjadi sifat dzatiyah Islam.6

Sebuah pemikiran tentang konsep hukum Islam yang menyatakan bahwa hukum Islam adalah absolute dan oteriter yang karenanya abadi dikembangkan dari dua sudut pandang, dari sumber hukum Islam diajukanlah pendapat bahwa sumber hukum Islam adalah kehendak Tuhan yang mutlak dan tidak bisa berubah.

Sudut pandang yang kedua berasal dari defenisi hukum Islam bahwa hukum Islam tidak bisa diidentifikasi sebagai sistem aturan-aturan yang bersifat etis atau moral. Jadi, pendapat pertama mendekati problem konsep hukum dalam kaitan perbedaan antara akal dan wahyu. Sedangkan pendapat kedua membicarakan dalam kaitan perbedaan antara hukum dan moralitas.7

Begitu juga dengan hakikat dari sebuah konsep rujuk, pada dasarnya untuk memperbaiki kehidupan keluarga harus dilakukan dengan memperhatikan ajaran-ajaran Agama yang bertalian dengan pembentukan dan kesejahteraan keluarga tersebut dari perselisian yang timbul diantara suami dan isteri melalui pemilihan madzhab-madzhab yang benar terjadinya talak, dengan memandang kepada lafaz dan

6.T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka bintang), 1993. Cet. Ke-5.

7


(28)

21

keadaan yang sebenarnya dari kedua suami isteri tersebut dan mempersempit wilayah jatuhnya talak yang dibenci Allah Swt. Yang dijadika-Nya sebagai keharusan pilihan atau penyelamatan dari keadaan yang terjadi secara tak terduga dengan harapan agar kedua suami isteri tersebut bisa kembali kepada ketenangan.8

Apabila seorang suami mentalak isterinya dalam talak raj’i maka baginya boleh merujuk tanpa izin isterinya, selama masa iddah belum selesai. keberhasilan suatu rujuk dari seorang yang dapat dilihat dari ucapan dengan beberapa lafaz antara lain : “Aku kembali lagi kepadamu”, dan kalimat yang dikembalikan kepadanya.

Secara umum Dalil-dalil yang dijadikan dasar hukum tentang kebolehan rujuk dalam talak raj’i dalam Al-Qura’an, dan Al-Hadits.

Pertama, ayat Al-Qur’an yang menjelaskan kebolehan rujuk Surat Al-Baqarah ayat 226 ialah :

8

Muhmud Syalthut Ali As-sayis, Fiqih Tujuh Madzhab, Tjm. Muqaranatul Madzahib Fil Fiqhi, (Bantung : Pustaka Setia, 2000), Cet. Ke-1. h.261


(29)

Artinya : “Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinyadan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(Q.S. Al-Baqarah : 228)

Kedua Al-Qura’an surat Al-Bakarah ayat : 229 ialah :

)

ةﺮ ﺒﻟا

:

٢٢

(

Artinya : “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan

cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik”

(QS. Al-Baqarah : 229)

Ketiga Al-Qura’an Surat Ath-Thalak ayat : 2

)

ق ﻄﻟا

:

٢

(

Artinya : “Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah


(30)

23

dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah”. (QS. Ath-Thalaq: 2)

Dalam tafsir al-maraghi menerangkan kandungan ayat diatas bahwa suami isteri yang ditalaq lebih berhak mengembalikan dirinya kepadanya pada masa iddah, jika suami tersebut bermaksud memperbaiki dan menggaulinya dengan baik. Tetapi jika kembalinya tersebut dimaksud untuk menyakiti dan menghalang-halanginya agar tidak menikah dengan orang lain, maka ia telah membuatnya terkatung-katung ia tidak memperlakukanya secara baik sebagaimana pelakuan seorang suami terhadap isteri dan ia tidak mengizinkan untuk menikah dengan orang lain, dengan demikian ia telah berbuat dosa9.

Menurut ayat diatas pula bahwa setiap wanita atau isteri yang telah ditalak oleh suaminya, maka isteri harus menjalankan masa iddah. Masa iddah ini bertujuan untuk memastikan kondisi isteri dan memberikan kesempatan kepada suami isteri tersebut untuk perbaikan kembali secara jelasnya kesempatan kepada suami isteri tersebut untuk perbaikan kembali. Secara jelasnya ayat diatas memberikan pengertian bahwa rujuk dapat dilakukan :

1. Memberikan kesempatan kepada suami untuk merujuk kembali isteri yang telah ditalak raj’i dalam artian bahwa suami dan istri tersebut diberikan jalan atau

9

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Isalm Di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2006.) cet. KeII h. 343.


(31)

kesempatan untuk perbaikan sebagai jalan untuk saling mengintropeksi diri atas segala kehilapan yang telah dilakukan, sehingga penceraian tersebut merupakan jalan terbaik yang harus ditempuh, yang sebisa mungkin harus dihindari.

2. Suami dapat merujuk isterinya yang telah dithalaq selama isteri tersebut masih dalam masa iddah yakni selama tiga kali quru, selama iddah status suami istri tidak sepenuhnya terputus, suami isteri masih mempunyai hak dan kewajiban masing-masing sehingga diperkenankan untuk rujuk kembali tanpa melalui proses pernikahan. Sedangkan diluar masa iddah suami isteri diperkenankan untuk kembali rujuk kembali, sebelum isteri melakukan pernikahan baru lagi.

3. Masa iddah yang dimiliki seorang isteri yang telah ditalak raj’i bertujuan memberikan kepastian kondisi isteri dalam keadaan mengandung atau tidak, sehingga apabila rahim isteri mengandung, maka akan memberikan kejelasan tentang status janin yang terdapat dalam rahim isteri tersebut.

4. Kebolehan rujuk yang diterangkan ayat diatas memberikan pengertian bahwa hak rujuk berada di pihak suami tetapi bukan berarti suami boleh bersikap sekehendaknya karena hak-hak yang dimiliki isteri ataupun suami dalam masa iddah talak raj’i bertujuan untuk mengambil sikap dengan penuh pertimbangan atau melepaskan ikatan pernikahan dengan jalan yang telah ditetapkan syara'10 Seorang wanita yang ditalak, pada umumnya hanya sedikit orang yang mau menikahinya oleh karena itu, seorang bekas suami lebih berhak mengembalikan

10

Syekh Ahmad Mustafa al-Marghi, tjm. Tafsir Al-Marghi, (Bandung : Rosda, 1987), Juz. 3. h. 288-290.


(32)

25

kepangkuannya, disamping itu setelah menjatuhkan talak biasanya ia akan menyesal dan ingin kembali lagi apabila ia sudah mempunyai anak maka rasa kasih sayang dan tanggung jawab terhadap suami dan isteri akan menghilangkan amarahnya11.

Sedangkan dalam hadits disebutkan sebagai berikut :

Pertama hadits riwayat Abu Daud dari Muthrof bin Abdullah.

ﺮﻤ

نا

ﷲا

ﺪﺒ

ا

فﺮﻄ

ا

ن

اﺮ ا

ر

ا

ﺪﻬ

ﻟو

ﺎﻬ

ﺎﻬ

ﻰ و

رو

ﺎﻬ

لﺎ

:

ﺮﻴ ﻟ

.

ﺮﻴ ﻟ

رو

ﺪﻬ ا

و

ﺎﻬ

ﺎﻬ ر

ﺪ و

)

دواد

ﻮ ا

اور

(

12

.

Artinya : “Dari Muthrof bin Abdullah, sesungguhnya imran bin Hishin ditanya tentang suami yang mentalak istrinya, kemudian bertemu dengannya (merujuki kembali). Ia (suami) tidak mempersaksikan terhadap talaknya dan juga terhadap rujuknya. Lalu Imran menjawab : “Engkau telah mentalak tidak berdasarkan sunnah dan telah merujuk tidak berdasarkan sunnah. Persaksikanlah atas talakmu dan janganlah engkau ulangi”

(H.R. Abu Daud)

Kedua hadits riwayat Ibnu Abbas :

سﺎﺒ

ا

ﺎﻧﺰ

ﺎﻬﻴ

نﺰ

ﺪ او

ﺎﺛ

اﺮ ا

ﻧﺎآر

ق

لﺎ

اﺪ

.

و

ﺎﻬ

ﷲا

لﻮ ر

:

ﺎﻬ

ﻴآ

لﺎ

ﺎﻬ

ﺎﺛ

.

لﺎ

11

Ibid. h. 290.

12


(33)

Artinya :“Dari Ibnu Abbas berkata : “Rujuklah telah mentalak istrinya dengan talak tiga dalam satu majlis, lalu ia merasa sedih sekali. Kemudian Rasulullah bertanya : “ Bagaiman engkau mentalaknya?” ia menjawab : “saya telah mentalaknay denagn talak tiga”. Nabi bertanya lagi : “Dalam satu majlis?’ ia jawab : “ya”.Bersabda Rasulullah “Sesungguhnya yang demikian itu talak satu, maka rujuklah istrimu jika engkau ingin”.

(H.R. Baihaqi)

Ketiga diriwayatkan Ibnu Umar :

اﺮ ا

ﺎﻬ

ﷲا

ﺿر

ﺮﻤ

ا

.

و

ﷲا

ﺒ ﻟا

لﺎ

ﺎﻬ

ﺮﻴ

ﺮ ﺮﻤ ﻟ

)

(

14

Artinya : “Dari Ibnu Umar R.A, Ketika ia mentalak istrinya berkata Rasulullah SAW kepada Umar :Suruhlah ia merujukinya”. (Mutafaq alaih)

Hadits diatas merupakan cerminan dari dasar-dasar yang dikandung dalam surat Al-Baqarah ayat 228 dan Hadits tersebut memberikan pengertian bahwa rujuk dalam talak adalah suatu perbuatan yang dibenarkan dan dibolehkan menurut syara’. Hadits tersebut memberikan pemahaman bahwa tujuan adanya talak bukanlah suatu jalan terbaik dalam suatu rumah tangga, tetapi juga tidak dilarang apabila talak terjadi. Mengingat keterbatasan manusia sebagai makhluk yang mempunyai kekurangan yang selalu dihinggapi hawa nafsu antara suami dan isteri ternyata terdapat perbedaan-perbedaan karakter dan watak yang mudah diselesaikan dalam rumah

13

Abu Bakar Ahmad Al-Baihaqi, Sunan Al Kubra, (Beirut: Dar al-Fikr, tth), juz h. 339.

14


(34)

27

tangga suami isteri bisa dihinggapi dengan perselisian yang tidak mudah diselesaikan. Meskipun telah diusahakan untuk mendamaikan berbagai macam jalan tenyata antara suami dan isteri tidak bisa hidup rukun dalam hal ini, ketenangan hidup rumah tangga terhalang dan tidak pula terjalin. Dalam keadaan seperti ini, Islam tidak akan membiarkan terjadinya kehidupan suami isteri yang yang penuh dengan penderitaan-penderitaan. Antara suami isteri dimungkinkan memutuskan perkawinan dengan jalan baik, dengan pertimbangan untuk kebaikan hidup masing-masing.15

Pada masa keseimbangan inilah kedua belah pihak dapat memilih untuk perbaiakan, sehingga kesempatan pada suami istri untuk menempuh jalan keutuhan keluarga yang sakinah dan mawaddah terwujud kembali. dengan jalan rujuk inilah kehidupan suami istri akan selalu terjaga, dimana hal ini merupakan tujuan yang dianjurkan oleh Agama.

Begitupun apabila dilihat dari ketentuan rujuk yang berlaku di Indonesia khususnya bagi masyarakat yang beragama Islam, Negara telah menetapkan ketentuan- ketentuan dalam bentuk Undang-undang yang patut ditaati. Sebagai landasan hukum dalam melaksanakan rujuk di Indonesia, peraturan tersebut diambil atas dasar nilai-nilai dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam hukum Islam.

Ketentuan mengenai adanya peristiwa hukum seperti nikah, talak dan rujuk dengan akibat hukumnya adalah penting baik bagi yang berkempentingan sendiri

15


(35)

maupun bagi masyarakat karena itu perlu diadakan pencatatan secara resmi oleh pemerintah. Pencatatan ini sendiri tidak menentukan sahnya suatu peristiwa hukum itu telah terjadi dan dilakukan, sehingga hanya bersifat administratif semata-mata, karena sahnya perkawinan itu sendiri ditentukan oleh masing-masing Agama dan kepercayaan itu.

Hal tersebut diatas ditetapkan dalam Undang-undang No. 1/1974 tentang perkawinan. Dengan dikeluarkannya Undang-undang perkawinan (UU No. 1/1974), beserta peraturan Menteri Agama No. 3/1975 (BAB XI pasal 32 tentang rujuk, yang terdiri dari enam ayat. Peraturan tersebut menjelaskan kewajiban-kewajiban Pegawai Pencatat dalam hal nikah, cerai dan rujuk, beserta segala yang berhubungan dalam proses berlangsungnya ketiga hal tersebut yaitu nikah, cerai dan rujuk. adapun isi dari peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 1975 ialah:

1. Suami yang hendak merujuk istrinya datang bersama-sama isterinya ke Pegawai Pencatat Nikah atau P3 NTR yang mewilayahi tempat tinggal isteri dengan membawa kutipan buku pendaftaran talak dan surat keterangan lain yang diperlukan.

2. Rujuk dilakukan dengan persetujuan isteri dihadapan Pegawai Pencatat Nikah atau P3 NTR.

3. Pegawai Pencatat Nikah atau P3 NTR memeriksa dan menyelidiki apakah suami yang akan merujuk itu memenuhi syarat-syarat menurut fiqih munakahat,


(36)

29

apakah yang dirujuk itu masih dalam masa iddah talak raj’i dan apakah perempuan yang akan dirujuk itu adalah isterinya.

4. Setelah itu suami mengucapkan rujuknya dan masing-masing bersangkutan beserta saksi mendatangani Buku Pendaftaran Rujuk.

5. Setelah rujuk itu dilaksanakan, Pegawai Pencatat Nikah atau P3 NTR menasehati suami isteri tentang hukum-hukum dan kewajiban mereka yang berhubungan dengan rujuk16.

Kepurtusan Menteri Agama No. 3 tahun 1975, tentang rujuk tersebut diperkuat dan diperjelas kembali oleh Kompilasi Hukum Islam dalam buku 1 tentang Hukum Perkawinan pada BAB XVIII tentang rujuk, dimulai dari pasal 169, terbagi dalam dua bagian. Bagaian pertama umum dan bagaian kedua mengatur tentang cara tujuk.17

Bahwasannya memperbaiki hubungan suami isteri dengan mengembalikan bekas isteri kepangkuan suaminya dan hal ini tidak mungkin bisa terwujud kecuali apabila masing-masing pihak memenuhi hak-hak yang harus dilaksanakannya, maka secara ringkas Undang-undang yang mengatur hubungan timbal balik antara suami dengan isteri yaitu adanya persamaan hak antara keduanya.

16

Arso sosroatmodjo, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta : Raja Grapindo Persada, 1978), h. 202

17

Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam Dan Peradilan Agama Dalam Susunan Hukum Nasional, (Jakarta : logos Wacana Ilmu, 1990), cet Ke-2, h. 191


(37)

B. Syarat dan Rukun Rujuk

Pendapat tentang syarat dan rukun rujuk dalam talak raj’i menurut para ulama sangat beraneka ragam, diantaranya tidak sah rujuknya bagi orang yang murtad, anak kecil dan orang gila, Karena masing-masing darinya itu bukan orang ahli nikah Berbeda dengan orang bodoh dan budak maka rujuk keduanya adalah sah tanpa ada pengetahuan sang wali meskipun permulaan pernikahan keduanya terhenti sementara untuk memperoleh izin sang wali dan tuan.18

Jika sudah sampai habis masa iddahnya siperempuan yang tertalak raj’i maka halal bagi sang suami menikahinya dengan akad nikah yang baru, maka baginya masih ada sisa dari talak baik perempuan tersebut sesudah bertemu dengan suami lainya.

Adapun syarat-syarat rujuk itu ada lima bagian yaitu :

1. Tidak dalam thalaq ba’in atau talak tiga.

2. Rujuk tidak tergantung kepada suatu syarat atau sesuatu hal apapun. 3. Ketika talak dijatuhkan bukan qobla dukhul atau suatu hal apapun.

4. Tidak ada perkara atau hal-hal menunjukan kepada sifat yang menunjukan subhat.

18

Imron Rosidah, dkk, Ringkasan Kitab Al-Umm, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2004) cet Ke-1 549.


(38)

31

5. Tidak dilakukan dengan mengungkapkan pernyataan kiyasan atau kinayah yang akhirnya dapat menjerumuskan kepada talak ba’in baik dengan niat ataupun dengan qorinah shigat hal.19

Jika sudah mencukupi hal diatas maka terpenuhilah syarat-syarat rujuk dan tidak diperlukan lagi syarat-syarat lain bagi orang ingin rujuk dapat ditambah yaitu qaulun mahsusun yaitu suatu qaul yang dinyatakan secara khusus perbuatan yang dilakukan secara khusus pula.

Adapun rujuk yang sesuai dengan sunnah adalah rujuk yang tidak mengandung unsur pememaksaan didalamnya yaitu proses rujuk dengan qaul dan menghadirkan dua orang saksi ketika menyatakan rujuknya itu, kemudian jika proses rujuk tidak dilakukan kehadiran pihak isteri kemudian isterinya itu diberitahukan dan tidak ada dukhul kecuali dengan izin sang isteri sehingga ia siap untuk melakukannya.

Adapun rujuk yang dapat dilakukan oleh suami memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Bekas istri sudah pernah dicampuri dalam pengertian ini maka penceraian yang terjadi antara suami dan isteri yang belum pernah dicampuri tidak diberikan hak rujuk kepada bekas suami.

19


(39)

2. Talak yang dijatuhkan tanpa pembayaran iwad dari pihak isteri dengan pembayaran iwad baik dengan jalan khuluk atau terpenuhinya ketentuan-ketentuan ta’lik talak tidak berhak merujuk isteri.

3. Rujuk dilakukan pada waktu bekas isteri masih dalam masa iddah. Dengan demikian apabila masa iddah telah habis maka hak suami telah habis pula.

4. Persetujuan isteri yang akan dirujuk. Syarat ini sejalan dengan prinsip sukarela dalam perkawinan.20

Adapun Untuk sahnya rujuk yang dilakukan oleh suami terhadap isteri, yang telah ditalak raj’i oleh suaminya harus memenuh rukunnya yaitu :

1. Shigat, yaitu lafadz yang dapat diketahui maksudnya, ada kalanya lafadz

sharih seperti “saya kembalikan kamu kepadaku, aku merujuk engkau, aku tahan dirimu”. Atau berupa lafaz kinayah seperti “aku nikahi engkau”.

2. Mahall, tempat untuk rujuknya seorang suami yaitu isteri. Bagi isteri yang akan dirujuk harus memiliki syarat yaitu :

a. Isteri yang ditalak belum sempurna bilangan talaknya atau masih dalam talak raj’i

b. Isteri yang akan rujuk sudah pernah digauli suaminya (bukan qabla dukhul), berarti talaknya bukan talak bai’in.

c. Wanita tersebut dicerai suaminya bukan dengan penggantian harta (khulu) d. Isteri yang akan dirujuki suaminya masih dalam masa iddah.

20

M. Abdul ghoffar, Fiqih Keluarga, ( Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2006), cet ke-5 h. 281-282


(40)

33

e. Keadaan isteri yang akan dirujuk suami masih halal untuk dirujuk seperti misalnya keadaan isteri masih seorang muslimah.

3. Murtaji’ Orang yang merujuk yaitu suami.

Sedangkan bagi suami yang akan merujuk isterinya yang telah ditalaknya harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Keadaan suami yang akan melakukan rujuk sehat akalnya. b. Suami yang akan melakukan rujuk harus sudah dewasa.

c. Suami yang akan melakukan rujuk harus bebas memilih dan tanpa adanya keterpaksaan dari pihak manapun.21

Adapula menurut Imam madzhab syarat-syarat rujuk sahnya rujuk yang dilakukan oleh suami adalah :

1. Menurut Imam Syafi’i, Maliki dan Hambali suami yang rujuk ialah orang yang cakap bertindak hukum yaitu dewasa, berakal, dan atas kesadaran sendiri serta bukan orang yang murtad. Sedangkan menurut Imam Hanafi anak kecil boleh melakukan rujuk ini sebab karena nikahnya sah sekalipun ini tergantung kepada walinya.

2. Adanya pernyataan secara jelas atau sindiran yang menyatakan akan rujuk kembali, pendapat ini merupakan pendapat Imam Syafi’i sedangkan menurut

21Abu Yahya Zakaria al-Anshari, Fathul Wahab,(Bandung ; syirkah al-Ma’arif, tth) Juz 1, h.


(41)

Imam Hanafi bukan hanya dengan perkataan saja tetapi rujuk dapat dilakukan dengan hubungan intim atau jima.

3. Status isteri tersebut dalam masa iddah dan sebelum ditalak istri tersebut telah digauli.

4. Rujuk itu dilakukan secara langsung bebas dari segala macam persyaratan seperti ungkapan suami “saya akan kembali kepada engkau jika engkau suka”, atau “saya akan kembali kepada engkau jika ayah engkau datang”. Ungkapan ini tidak sah dalam melakukan rujuk.22

Adapun jika kita lihat ketentuan yang berlaku di Indonesia mengenai syarat rujuk itu sendiri kompilasi hukum Islam menetapkan bahwa rujuk mesti dikakukan dihadapan pihak yang berwenang yakni Pegawai Pencatat Nikah

Pasal 167 ayat 1 KHI

”Suami yang hendak merujuk istrinya datang bersama-sama isterinya ke Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat tinggal istri dengan membawa penetapan tentang terjadinya talak dan surat keterangan lain yang diperlukan”.

Pasal 167 ayat 2 KHI

”Rujuk dilakukan dengan persetujuan isteri dihadapan Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah” .

Paasal 167 ayat 3 KHI

”Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah. memeriksa dan menyelidiki apakah suami yang akan merujuk itu memenuhi syarat-syarat menurut

22

Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam Suatu Studi Perbandingan Dalam Kalangan Ahlus-Sunnah Dan Negara-negara Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1988) cet Ke-1, h. 395.


(42)

35

hukum munakahat, apakah rujuk yang dilakukan itu masih dalam masa iddah talak raj’i, apakah permpuan yang akan dirujuk itu adalah isterinya”.

Pasal 167 ayat 4 KHI

”Setelah itu suami mengucapkan rujuknya dan masing-masing bersangkutan beserta saksi mendatangani Buku Pendaftaran Rujuk”.

Pasal 167 ayat 5 KHI

”Setelah rujuk itu dilaksanakan, Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah menasehati suami isteri tentang hukum-hukum dan kewajiban mereka yang berhubungan dengan rujuk”.23

Adapun rujuk memiliki dua rukun yaitu :

1. Laki-laki yang merujuk adalah suami bagi perempuan yang merujuk itu adalah sebagai berikut:

a. Laki-laki yang merujuk adalah suami bagi perempuan yang dirujuk yang dia menikah isterinya itu dengan nikah yang sah.

b. Laki-laki yang merujuk itu mestilah seorang yang mampu melaksanakan pernikahan dengan sendirinya yaitu telah dewasa dan sehat akalnya dan bertindak dengan kesadarannya sendiri.

2. Perempuan yang rujuk adapun syarat sahnya rujuk bagi perempuan yang rujuk itu adalah :

23Arso sosroatmodjo, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta : Raja Grapindo Persada, 1978), h. 202


(43)

a. perempuan yang rujuk. adalah isteri yang sah dari laki-laki yang merujuk. Tidaklah sah merujuk perempuan yang bukan isterinya.

b. isteri telah diceraikannya dalam bentuk talak raj’i tidak sah merujuk isteri yang masih terkait dalam tali perkawinan atau telah ditalak namun dalam bentuk talak bain.

c. isteri itu masih berada dalam iddah talak raj’i, selama masih berada dalam iddah. Sehabis iddah itu putuslah hubungan sama sekali dan dengan sendirinya tidak lagi boleh dirujukinya.

d. isteri itu telah digaulinya dalam masa perkawinan itu. Tidak sah rujuk kepada isteri yang diceraikan sebelum isteri itu sempat digaulinya, karena rujuk hanya berlaku bila perempuan itu masih dalam masa iddah, sedangkan isteri yang dicerai sebelum digauli tidak mempunyai iddah.

3. Ada ucapan rujuk yang diucapkan oleh laki-laki yang merujuk.

a. terus terang, misalnya dikatakan, “Aku kembali kepadamu,” atau “Aku rujuk kepadamu,”.

b. dengan kata kiasan,“Misalnya Aku pegang kamu,” atau “Aku nikah kamu,” dan sebagainya yaitu dengan kalimat yang boleh dipakai untuk rujuk.

Sebaiknya lafatz ini merupakan ucapan tunai, dengan pengertian tidak digantungkan dengan sesuatu. Misalnya, “Aku kembali kapadamu jika kamu suka”,


(44)

37

dan “Aku kembali kepada mu jika sifulan datang,”. Rujuk yang digantungkan seperti tu tidak sah.

4. Adanya kesaksian dalam rujuk.

Dalam hal ini para ulam masih berbeda pendapat, apakah saksi itu menjadi rukun atau sunnah. Sebagian mengatakan wajib sedangkan yang lain tidak mengatakan wajib melainkan hanya sunnat.24

Berkenan dengan hal tersebut Allah berFirman Surat Ath-Thalaq: 2

)

ق ﻄﻟا

:

٢

(

Artinya : “Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan

hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah

(QS. Ath-Thalaq: 2)

24

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Isalm Di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2006.) cet. KeII h. 341-343.


(45)

Namun di Idonesia telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam tentang tata cara rujuk dalam pasal 167 butir 4 yaitu :

“Setelah itu suami mengucapkan rujuknya dan masing-masing yang bersangkutan beserta saksi-saksi menandatangani Buku Pencatat Rujuk”.

C. Bentuk Rujuk

Rujuk dapat dibagi menjadi dua bentuk yang pertama rujuk sunnah yaitu rujuk yang sesuai dengan sunnah yakni rujuk dengan qaul dan disaksikan oleh dua orang saksi, yang kedua rujuk bid’ah yaitu rujuk yang tidak sesuai dengan sunnah yakni rujuk dengan perbuatan. Menegaskan bahwa rujuk itu hanya sah dengan kalam atau penyataan yang tegas dengan tidak fi’il atau perbuatan baik itu dalam proses jima’ mencumbu atau lain sebagainya.25

Oleh karena itu menurut Imam Syafi’i tidak lah sah rujuknya seorang laki-laki atas isterinya sehingga ia menyatakan dengan tegas , dengan demikian apabila ada perkataan yang tegas dari mantan suami dalam masa iddah akan merujuk mantan isterinya tersebut maka sahlah proses rujuknya.

Akan tetapi sebagaimana dijelaskan didepan menurut madzhab Hanafi bahwa rujuk melangsungkan hak milik yang ada tanpa adanya ganti rugi selama masa iddah masih ada, atau melanjutkan hubungan suami isteri selama masih dalam masa iddah karena thalak raj’i yaitu thalak satu atau dua.

25

Imron rosidah, dkk, Ringkasan Kitab Al-Umm, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2004) cet Ke-1 551.


(46)

39

Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa rujuk dengan perbuatan tidak dilarang bagi suami yang hendak rujuk terhadap isterinya asalkan suami berniat dalam hatinya untuk rujuk, walaupun tanpa diucapkan secara lisan dan tidak perlu disertai saksi, suami isterilah yang menjadi saksi, karena rujuk usaha untuk melanjutkan pernikahan, bukan untuk melakukan pernikah baru maka tidak perlu perkatakan dari suami dan tidak diperlukan adanya saksi.26

D. Hikmah Disyariatkan Rujuk

Rujuk dalam hukum syara’ karena padanya terdapat beberapa perbedaan hikmah yang akan mendatangkan kemaslahatan kepada manusia atau menghilangkan kesulitan dari manusia. Banyak orang yang menceraikan istrinya tidak dengan pertimbangan yang matang sehingga setelah putus perkawinan timbul penyesalan diantara kedua pihak. Dalam keadaan menyesal itu sering timbul keinginan untuk kembali dalam ikatan perkawinan, namun akan memulai perkawinan baru menghadapi beberapa kendala dalam kesulitan. Adanya lembaga rujuk ini menghilangkan keadaan dan kesulitan tersebut.

Seorang isteri yang berada dalam masa iddah talak raj’i disatu sisi diharuskan tinggal di rumah yang disediakan oleh suaminya. Sedangkan suamipun dalam keadaan tertentu diam dirumah itu maka terjadilah kecanggungan psikologis selama dalam masa iddah itu. Untuk keluar dari kecanggungan itu Allah member pilihan

26Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam Suatu Studi Perbandingan Dalam Kalangan Ahlus-Sunnah Dan Negara-negara Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1988) cet Ke-1, h. 397.


(47)

yang mudah diikuti yaitu kembali kepada kehidupan perkawinan sebagaimana semula kalau tidak mungkin bersatu lagi atau sudah tidak ingin kembali kepada isteri yang ditalak maka habiskanlah masa iddah itu sehingga perkawinan itu betul-betul putus atau talak bain.

Rujuk dalam Islam mengandung beberapa hikmah:

1. Menghindarkan murka Allah, karena penceraian itu sesuatu yang sangat dibenci.

2. Bertobat dan menyesali kesalahan-kesalahan yang lalu untuk bertekat memperbaiki kembali yang sudah-sudah terjadi ikatan perkawinan.

3. Untuk menjaga keutuhan keluraga, dan menghindari perpecahan keluarga. Terlebih lagi adalah untuk menyelamatkan masa depan anak, bagi pasangan yang telah mempunyai keturunan. Telah diketahui bahwa penceraian yang terjadi dengan alasan apapun tetap saja menimbulkan ekses negatif pada anak. 4. Mewujudkan perdamaian. Meski hakikatnya hubungan perkawinan suami

isteri bersifat antara pribadi, namun hal ini sering melibatkan keluarga masing-masing.

Dari penjelasan tentang rujuk, nyatalah bahwa penceraian itu merupakan suatu perbuatan yang sangat dibenci oleh Islam karena dampak negatif yang timbulkannya baik kepada suami atau isteri maupun terhadap anak-anak. Sebaliknya perdamaian atau rujuk merupakan perbuatan yang sangat disukai dalam Islam atas dasar inilah tujuan rujuk dalam Islam merupakan kesemptan yang cukup baik untuk melakukan


(48)

41

perbaikan terhadap konflik yang terjadi antara suami dan isteri, dengan demikian sejatinya suami isteri yang telah bercerai harus memamfatkan kesempatan masa iddah untuk melaksanakan rujuk.


(49)

GAMBARAN UMUM KECAMATAN SUKMAJAYA A. Letak Geografis

Wilayah Sukmajaya adalah salah satu dari 7 Kecamatan yang ada di Kota Depok berada pada ketinggian 27.2 M diatas permukaan laut.1

Kecamatan Sukmajaya bercirikan daerah yang beriklim tropis dengan temperatur udara maksimum 33 celcius, minimum 22 celcius, Curah hujan mencapai ketinggian 85.8 pertahun.2 Memungkinkan tanaman belimbing dewa dewi yang menjadi ikon Kota Depok dan tanaman lain, seperti tanaman hias dan lain-lain tubuh subur diwilayah ini sehingga kondisi ini mendorong sebagian kecil penduduk wilayah Kecamatan Sukmajaya untuk memilih mata pencaharian sebagai petani kecil dan ini berarti dapat menopang visi Kota Depok yaitu : Depok Mejadi Kota Idaman

Luas wilayah Kecamatan Sukmajaya berjumlah 1271,82 Ha, dengan perincian luas wilayah tanah pesawaan 324,24 Ha dan tanah daratan 946,58 Ha. Ini dibagi dalam sebelas (11) Kelurahan antara lain :

1

Buku Monografi Kecamatan Sukmajaya , 2008, h. 2

2

Buku Monografi Kecamatan Sukmajaya, 2008, h. 2


(50)

43

1. Kelurahan Mekarjaya dengan luas wilayah 105,20 Ha. 2. Kelurahan Sukmajaya dengan luas wilayah 131,32Ha. 3. Kelurahan Sukamaju dengan luas wilayah 121,52 Ha. 4. Kelurahan Cisalak dengan luas wilayah 101,23 Ha. 5. Kelurahan Kalibaru dengan luas wilayah 132,46 Ha. 6. Kelurahan Kalimulya dengan luas wilayah 152,60 Ha. 7. Kelurahan Abadijaya dengan luas wilayah 142,50 Ha. 8. Kelurahan Baktijaya dengan luas wilayah 136,62 Ha 9. Kelurahan Jatimulya dengan luas wilayah 121,15 Ha. 10.Kelurahan Cilodong dengan luas wilayah 308,32 Ha 11.Kelurahan Tirtajaya dengan luas wilayah 127,25 Ha.3

Walaupun sudah berdiri 9 tahun setelah memisahkan dengan Kota Bogor. Kecamatan Sukamajaya berusaha menyetarakan diri dengan Kecamatan-kecamatan lain yang sudah lebih dahulu memiliki sarana dan prasana yang lebih lengkap baik dalam penyelenggaraan pemerintah, pembangunan, maupun dalam pembinaan kehidupan kemasyarakatan. Jarak tempuh yang hanya 1 km saja dari kota Depok kewilayah Kecamatan Sukmajaya dengan melaui jalan protokol yang relatif mudah dilalui tentu setiap saat dapat diamati perkembangan yang terjadi di wilayah Kecamatan Sukmajaya.

3


(51)

B. Sejarah dan kependudukan

Kecamatan Sukmajaya merupakan salah satu Kecamatan yang ada di wiliyah pemerintah Kota Depok dengan jumlah jiwa 265.702 4 orang, tersebar di sebelas (11) kelurahan, 132 Rukun Warga (RW), dan 792 Rukun Tetangga (RT)5. Cita-cita untuk menjadi daerah yang baldatun, thoyyibatun, Warobun Ghofur menjadikan Kecamatan Sukmajaya berusaha untuk mensejajarkan diri dengan kecamatan-kecamatan lain yang telah lebih maju untuk membentuk diri menjadi sebuah kecamatan. Selain itu di dukung oleh kondisi geografis yang mendukung, terdiri dari sebelas (11) Kelurahan yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai buruh dan pegawai swasta serta industri home. Akhirnya dengan visinya ”Kecamatan Sukmajaya Menuju Pusat

Wilayah Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat” maka pada tahun 2000 Sukmajaya

resmi menjadi sebuah Kecamatan di Kota Depok.

Berdasarkan hasil pendataan yang dilakukan BKKB, sampai akhir Desember 2009 jumlah penduduk Kecamatan Sukmajaya sebanyak 265.702 jiwa, dengan perincian menurut jenis kelamin laki-laki sebanyak 131.419 jiwa dan perempuan sebanyak 134.283 jiwa.6

4

Ibid, h. 7

5

Ibid, h. 15

6


(52)

45

Tabel. 1

NO KECAMATAN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

1 Mekarjaya 22.008 24.167 46.175

2 Sukmajaya 10.414 10.541 20.955

3 Sukamaju 21.482 20.278 41.760

4 Cisalak 10.053 10.871 20.924

5 Kalibaru 7.270 7.270 14.540

6 Kalimulya 3.965 3.930 7.895

7 Abadijaya 24.356 24.780 49.136

8 Baktijaya 19.532 19.736 39.268

9 Jatijaya 4.534` 5.578 10.112

10 Tirtajaya 3.570 3.392 6.962

11 Cilodong 6.235 6.380 12.615

JUMLAH 133.419 134.283 265.702

Dari data-data diatas dapat disimpulkan bahwa Sukmajaya sebagai kecamatan yang cukup banyak penduduk yang berdatangan dari berbagai daerah karena lokasi yang sangat dekat dengan jantung Ibu Kota (Jakarta Selatan). Dengan visinya yang ingin berusaha mensejajarkan diri dengan kecamatan yang lain telah maju,


(53)

Kecamatan Sukmajaya masih membutuhkan bantuan dari pemerintah baik berupa finansial maupun material untuk mensejahterakan masyarakat.

C. Pendidikan

Searah dengan kebijakan yang digariskan bahwa sektor pendidikan mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu, memberdayakan lembaga-lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah, sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasana kondisi masyarakat di Kecamatan Sukmajaya sudah cukup baik terbukti dengan adanya sarana pendidikan yang refresentatif.7

Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan yang dimaksud adalah seberapa tinggi tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Sukmajaya dilihat beberapa tingkat kelulusan mulai dari taman kanak-kanak sampai lulusan S.II. dari beberapa kelurahan yang terdapat dalam wilayah kecamatan Sukmajaya dengan tingkat pendidikan terendah sampai tinggi dapat dilihat sebagai berikut :

7

Hasil Wawancara dengan bagian pemerintahan Kecamatan Sukmajaya pada hari rabu, 18 Desember 2009.


(54)

47

Tabel 2.

PENDIDIKAN KET NO KELURAHAN

TK SD SLTP SLTA D.III S.I S.II 1 Mekarjaya 68 5.567 4.256 5.271 95 25 15

2 Sukmajaya 57 2.572 1.592 1.491 27 15 8

3 Sukamaju 66 5.415 3.567 1.275 22 12 13

4 Cisalak 45 2.125 1.211 1.221 16 9 9

5 Kalibaru 35 1.751 1.925 1.715 28 7 8

6 Kalimulya 32 1.521 1.571 1.411 35 6 7

7 Abadijaya 58 5.521 4.525 3.721 29 21 3

8 Batijaya 42 3.251 1.392 3.711 28 19 1

9 Cilodong 41 2.175 1.354 1.215 37 7 2

10 Jatijaya 39 1.195 2.151 1.051 21 2 -

11 Tirtajaya 32 1.185 1.992 1.231 15 5 -

JUMLAH 515 32.275 25.536 24.313 352 128 66

Dari tabel diatas Hal ini menunjukan bahwa masyarakat Sukmajaya sudah memiliki perhatian yang cukup baik terhadap pendidikan. Dan upaya yang dilakukan Kecamatan Sukmajaya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan khususnya bagi mereka yang putus sekolah yaitu dengan upaya mengadakan pendidikan keterampilan dan kewirausahaan.8

Pada tahun 2007 bertempat di kantor Kecamatan Sukamajaya diadakan keterampilan menjahit bagi 139 orang lebih perempuan dari sebelas (11) Kelurahan yang dilaksanakan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Depok.9

8

Hasil Wawancara dengan bagian pemerintahan Kecamatan Sukmajaya pada hari rabu, 18 Desember 2009.

9


(55)

Untuk pendidikan keagamaan diwilayah Kecamatan Sukmajaya disamping Madrasah-madrasah juga terdapat dua (2) buah pondok pesantren dan majlis ta’lim sebanyak 232 buah (dua ratus tiga puluh dua) selain itu banyak dilaksanakan pengajian-pengajian baik disetiap masjid maupun Mushalah serata majlis ta’lim berjalan setiap minggu.10

Kesimpulan dapat diambil dari uraian diatas bahwa pada dasarnya upaya pemerintah sudah cukup baik dilakukan, khususnya bagi anak-anak yang mengalami putus sekolah sehingga kondisi pendidikan di Kecamatan Sukmajaya mempunyai harapan untuk lebih maju. Disamping upaya pemerintah semangat masyarakat untuk dapat meningkatkan pendidkan terlihat dengan segala macam kegiatan yang mengarah kepada pendidikan seperti kegiatan pengajian dan lain-lain.

D. Perekonomian

Dengan visi “Kecamatan Sukmajaya Menuju Pusat Wilayah Pertumbuhan

Ekonomi Masyarakat” Masyarakat Kecamatan Sukmajaya dengan segenap lapisan

yang ada sedang menggeliat untuk meraihnya. Harapan untuk meraih visi ini tampak pada beberapa indikator penduduk diantaranya :

1. Letak wilayah Kecamatan Sukmajaya yang cukup strategis, diipit oleh 3 Kecamatan dan dua Kecamatan diluar Kota Depok yaitu Kecamatan Pancoran Mas, Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Tapos, Kecamatan Jagakarsa

10


(56)

49

(Jakarta Selatan) Kecamatan Cibinong (Bogor). Kondisi ini menyebabkan wilayah Kecamatan Sukmajaya menjadi tempat transtit dari kelima kecamatan tersebut, terutama pusat perdagangan, pertokoan, yang semakin berkembang dengan pesat, dan wilayah Kecamatan Sukmajaya menjadi tempat usaha yang menjanjikan.

2. Kondisi geografis wilayah Kecamatan Sukmajaya yang mendukung, terdiri dari sebelas (11) Kelurahan merupakan pengawai swasta yang bekerja di daerah Ibu Kota yang berdekatan dengan Jakarta Selatan. Kondisi ini diharapkan mampu mendukung visi kota Depok

3. Semangat kebersamaan yang selama ini terjalin dari berbagai unsur, baik masyarakat maupun pemerintah untuk bekerja keras membangun Kecamatan Sumajaya menuju visi yang telah ditetapkan bersama merupakan modal untuk membuktikan bahwa visi yang telah ditetapkan bersama itu bukan impian belaka.11

Ketiga indikator ini diharapkan mampu membawa kecamatan sukmajaya menjadi salah satu kecamatan di wilayah kota Depok yang mampu memberi kontribusi yang besar bagi pertumbuhan kesejahteraan masyarakat, baik lingkungan wilayah Kecamatan Sukmajaya itu sendiri maupun Kota Depok pada umumnya.

11

Hasil Wawancara dengan bagian pemerintahan Kecamatan Sukmajaya pada hari rabu, 18 Desember 2009.


(57)

Mengingat letak geografis yang cukup strategis itu, maka wilayah Kecamatan Sukmajaya menjadi wilayah transit utama dari wilayah Kecamatan yang berbatasan dengan kota Bogor sehingga menjadi pusat perekonomian. Kondisi ini mendorong sebagai penduduk wilayah Kecamatan Sukmajaya untuk menjadikan perdagangan sebagai salah satu mata pencaharian yang menerik disamping mata pencarian yang lain. Dari data wawancara dengan staf kecamatan bagian pemerintahan bahwa rata-rata pencaharian penduduk diwilayah kecamatan Sumajaya adalah buruh dan pegawai swasta, industri home serta petani kecil.

Seperti ditulis diatas bahwa kecamatan Sukmajaya mengalami perubahan yang cukup pesat. Hal ini berimbas pada perekonomian masyarakat Sukmajaya. Jika pada tahun 80 an, sawah dan lading terhampar luas, maka sekarang telah berubah jadi pemukiman walaupun ada sebagian sawah dan ladang yang masih ada12. Disamping penghasilan masyarakat dari sebagian pekerja, hasil utama Kecamatam Sukmajaya dari perindustrian home, pertokoan, dan sebagainya. Penduduk Sukmajaya yang dahulu perpropesi sebagai petani, maka sekarang ini beraneka ragam menurut data dari Kecamatan Sukmajaya 1.200 sebagai petani kecil, 2.210 mengelolah home industri, 3.210 sebagai pedagang 3.599 Pegawai Negri Sipil, 1.234 sebagai

12

Hasil Wawancara dengan bagian pemerintahan Kecamatan Sukmajaya pada hari rabu, 18 Desember 2009.


(58)

51

TNI/POLRI, 6.345 sebagai Pegawai swasta, 3.452 sebagai Buruh harian dan + 10.377 lain-lain. Itulah gambaran masyarakat Sukmajaya.13

Dari data-data diatas tersebut menunjukan bahwa perekonomian wilayah Kecamatan Sukmajaya sudah cukup baik karena didukung oleh letak geografis yang sangat strategis juga keanekaragaman mata pencaharian penduduk.

E. Sarana dan prasarana

Sebagaimana tercantum dalam lampiran V keputusan Wali kota Depok Nomor 15 Tahun 2002 tanggal 12 Februari 2002 prihal tugas pokok dan fungsi perangkat daerah kota Depok bahwa seorang camat melaksanakan dan menerima pelimpahan sebagai wewenang pemerintahan dari wali kota dalam menyelenggarakan pemerintah pembangunan dan pembinaan kehidupan kemasyarakatan dalam wilayah Kecamatan.14

Dibidang pembangunan dapat dibagi menjadi dua bagian yang tidak dapat dipisahkan yaitu pembangunan fisik dan non fisik.

1. Pembanguna non Fisik

Pembangunan non fisik dimaksudkan untuk memberikan pedidikan, keterampilan, dan pemodalan itu sebagai bekal dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga. Pelaksanaan program untuk sebagai bekal dalam meningkatkan

13

Laporan Tahunan Kegiatan Pembinaan wilayah Kec. Sukmajaya…,hal. 19

14


(59)

kesejahteraan dalam sektor pendidikan. Transportasi, pengairan dan lain-lain dapat diukur secara kwalitatif dan kwuantitatif.

2. Pembangunan Fisik A.Pembangunan Keagamaan

Untuk pendidikian keagamaan dan sarana ibadah Umat Islam, Kristen katolik, Kristen protestan, hindu, budha dan khonghucu. disebutkan diatas juga terdapat beberapa sarana untuk Agama-agama yang berada di Kecamatan Sukmajaya

Dari data yang didapat di lapangan menggambarkan bahwa pemeluk Agama Islam di Kecamatan Sukmajaya cukup tinggi dan termasuk taat dalam menjanjalankan ibadah, hal ini terbukti dari kebanyakan jumlah bangunan sarana peribadatan yang ada. Pada tahun 2009 jumlah mesjid di Kecamatan Sukmajaya 138 (seratus tiga puluh delapan) buah dan Mushollah 183 (seratus delapan puluh tiga) buah, majlis ta’lim (232 dua ratus tiga puluh dua, gereja 3 (tiga) buah, dan wihara 1 (satu) buah. 15

B.Pembangunan Pendidikan

Kecamatan Sukmajaya memiliki sarana pendidikan yang cukup berkembang dengan pesat. Di kecamatan Sukmajaya ada sekitar 10 taman kanak-kanak (sepuluh)

15


(60)

53

buah, sekolah dasar 19 (Sembilan belas) buah, SLTP 11 (sebelas) bauah, SLTA 9 (buah) buah dan 2 (dua) buah Pondok pesantren.16

C.Pembangunan Kesehatan

Program yang dilaksanakan dibidang kesehatan Ibu dan Anak (program KIA), Program Gizi, Kesehatan Lingkungan (Kesling), Program P2P, Program peyuluhan, dan balai pengobatan. Pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dilakukan puskesmas, posyandu-posyandu yang tersebar diwilayah kecamatan sukmajaya dengan pereincian : Puskesmas sebanyak (11 sebelas) buah, rumah bersalin 7 (buah) buah, Poliklinik sebanyak 6 (enam) buah, apotik sebanyak 12 (buah).17

D. Sarana Olahraga

Sedangkan disektor olah raga di Kecamatan Sukmajaya terdapat 9 (Sembilan) buah lapangan Tenis, 202 (dua ratus dua) buah lapangan Bulu tangkis 56 (lima puluh enam) Lapangan Bola Volly dan 12 (dua belas) buah lapanagn Bola Basket.18

Kecamatan Sukmajaya dapat dikatakan memiliki sarana dan prasana umum yang cukup memadai, baik dari pembangunan fisik maupun non fisik baik dari swadaya murni dan bantuan pemerintah seperti pembangunan ekonomi, pembinaan usaha

16

Ibid, h. 12

17

Ibid, h. 21

18


(61)

ekonomi lemah, koprasi, sarana kebersihan, sarana perhubungan dan sarana pembangunan.

E. Tingkat pendapatan

Dilihat dari letak geografisnya, kecamatan Sukmajaya merupakan tempat yang strategis untuk tempat tinggal dan pekeraja. Hal ini tentunya mempengaruhi gaya hidup dan pendapat masyarakat Sukmajaya itu sendiri. Dari data lapangan diketahui bahwa hasil pemasukan dan realisasi SPPT PBB tahun 2009 di kecmatan Sukmajaya mencapai 6.945.623.425,00 (enam miliyar sembilan ratus juta empat puluh lima enam ratus dua puluh tiga empat ratus dua puluh lima rupiah) Jadi penyampaian SSPT PBB pada tahun 2009 mencapai 94,25 %. Hal ini menunjukan bahwa kesejahteraan warga kecamatan Sukmajaya memadahi dan pendapatan perkapita tinggi.19

19


(62)

BAB IV

HASIL PENELITIAN A. Profil Responden Masyarakat Sukmajaya

Untuk mendapat data yang lengkap tentang pemahaman seputar rujuk dan praktek yang terjadi di masyarakat muslim Kecamatan Sukamajaya maka penulis melakukan wawancara pribadi kepada responden khususnya warga Kecamatan Sukamajaya tentang seputar rujuk dan pengalaman pribadi yang melakukan kembalinya suami kepada masa iddah isteri habis akibat talak raj’i. Dari sekian banyak warga Kecamatan Sukmajaya penulis mengambil sampel hanya empat belas (14) Responden.

Dari data lapangan yang terdapat di wilayah Kecamatan Sukmajaya penulis mendapatkan sepasang pasang suami isteri melakukan pernikahan baru dibawah tangan.

Untuk mengetahui pemahaman masyarakat dan praktek rujuk yang ada di Kecamatan Sukmajaya Seputar rujuk. maka terlebih dahulu penulis mengetahui karesteristik responden karena setelah responden menjawab pertanyaan yang telah diajukan oleh penulis terjawab, maka penulis dapat mengetahui identitasa responden khususnya dalam latar belakang pendidikan karena dapat mempengaruhi pola pikir responden dalam memahami rujuk dan prakteknya yang telah terjadi. 1

1

Hasil Wawancara Pada Masyarakat Kecamatan Sukmajaya, pada tanggal 17 September-13 Desember 2009.


(63)

B. Pemahaman Masyarakat Seputar Rujuk

Kita ketahui bersama bahwa hukum merupakan aturan yang diderivasi dari norma-norma yang berkembang di masyarakat. Pada dasarnya hukum merupakan seperangkat kesepakatan-kesepakatan yang telah dinegosiasikan antara anggota komunitas. Sebagaimana kehadirannya. Hukum berfungsi sebagi tindakan preventif dan refresif tentunya hal ini untuk mengatur hubungan-hubungan manusia. Karena itu sifat hukum tidak konstan, tidak tetap dan atau given. Begitupun dalam Islam, hukum bukanlah sesuatu yang pasti yang tetap dari Islam adalah nilai-nilai fundamental ajaran Islam.2

Mayoritas penduduk Kecamatan Sukmajaya beragama Islam. Hal ini berarti bahwa masyarakat muslim harus menjalankan syariat Islam yang dipercayainya itu. Akan tetapi nilai keislaman yang dianutnya itu tidak mengurangi rasa saling hormat menghormati dalam pelaksanaan kegiatan peribadatan antara umat beragama. Keberadaan sarana peribadatan disetiap wilayah juga sudah dianggap mencukupi, sesuai dengan realita jumlah penduduk menurut agama.

Penyelenggaraan syariat Islam dimasyarakat muslim Kecamatan Sukmajaya sangat disadari ternyata belum berjalan secara final. Terutama dalam menjalankan proses rujuk. Disamping menuai kritikan dan tanggapan masyarakat yang beragam, aplikasi konsep rujuk di masyarakat muslim Kecamatan Sukmajaya memiliki

2

Hasanuddin Afwi, Hujaemah T. Y, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru,


(64)

57

tanggapan dan tantangan yang sangat serius. Bagaimana pemahaman masyarakat muslim Kecamatan Sukmajaya tentang konsep rujuk? Setelah penulis melakukan wawancara terhadap responden, penulis mengetahui bahwa masyarakat Kecamatan Sukmajaya rata-rata mengetahui tentang konsep rujuk talak raj’i yang sesuai dengan doktrin kitab fikih klasik yaitu bahwa rujuk adalah kembalinya suami terhadap isteri didalam masa iddah.3

Seperti apa yang diucapkan oleh salah seorang responden Bapak Edwin Budiawan dalam penuturanya “Rujuk menurut saya kembalinya suami kepada isteri yang sudah bercerai atau berpisah. Dalam masalah rujuk ini suami harus kembali kapada isteri pada masa iddah isteri yaitu 3 kali suci4

Hal senada juga diucapkan oleh seorang responden Bapak M. Amin Maizun dalam penuturannya “menurut saya, rujuk itu adalah hak suami untuk kembali kepada mantan isteri yang sudah ditalak akan tetapi kembalinya itu masih dalam masa iddah yang biasa disebut Talak Raj’i. Adapun talak bain itu adalah suami yang mentalak isterinya yang hendak kembali dengan mantan isterinya akan tetapi masa iddah sudah habis maka sang suami dan isteri tersebut harus menikah kembali yakni nikah baru

3

Kesimpulan awal ini penulis ambil dari hasil wawancara penulius terehadap para responden pada tanggal 17 September-13 Desember 2009.

4

Hasil wawancara penulis dengan Bapak Edwin Budiawan warga masyarakat muslim Kecamatan Sukmajaya pada tanggal 23 September 2009


(65)

dengan wali, saksi, mahar yang baru dll.5 Hal senada pula diungkapkan oleh responden perempuan Ibu Tukiyem yang mengatakan “rujuk itu adalah hak suami untuk kembali kepada mantan isteri yang sudah ditalak akan tetapi kembalinya itu masih dalam masa iddah6

Pendapat salah satu tokoh Agama yang berhasil peneliti wawancarai selepas sholat dzuhur di rumah bapak H. Ust. Warsim menyatakan “Rujuk dalam susunan kata arab berasal dari kata (roja’a, yarji’u, ruju’an) artinya kembali. Menurut istilah kembalinya seorang suami kepada mantan isteri dengan perkawinan dalam masa iddah sesudah ditalak raj’i. jadi bila serang telah menceraikan isterinya, maka ia dibolehkan bahkan dianjurkan untuk rujuk kembali dengan syarat bika keduanya betul-betul hendak perbaikan kembali. Dengan arti bahwa mereka benar-benar dan sama-sama saling mengerti dan penuh rasa tanggung jawab antara keduanya, akan tetapi bila suami mempergunakan kesempatan rujuk itu bukan untuk berbuat islah, bahkan sebaliknya berbuat jahat kepada isteri misalkan tidak memberi nafkah, mencegah isteri menikah kembali serta berbuat jahat maka suami tidak berhak untuk rujuk dan apabila itu terjadi maka haram hukumnya.7

5

Hasil wawancara penulis dengan Bapak M. Amin Maizun warga masyarakat muslim Kecamatan Sukmajaya pada tanggal 26 September 2009

6

Hasil wawancara penulis dengan Ibu Tukiyem warga masyarakat muslim Kecamatan Sukmajaya pada tanggal 26 September 2009

7

Hasil wawancara penulis dengan Bapak H. ust Warsim warga masyarakat muslim Kecamatan Sukmajaya pada tanggal 23 September 2009


(66)

59

Menurut Bapak H. M. Asmat selaku kepala KUA Kecamatan Sukmajaya, Adapun Rujuk yang sebenarnya ialah bersumber kepada Kompilasi Hukum Islam yaitu pasal 167 sampai dengan pasal 169, Undang-undang No. 1 tahun 1974. memang ada juga orang yang sudah bercerai dengan keadaan masa iddah isteri habis mereka kembali Seperti yang terjadi pada warga yang melakukan rujuk sudah habis masa iddahnya mereka kembali, dengan isteri yang dicerai tanpa proses di Pengadilan Agama.

Dan mengenai konsep rujuk dalam Kompilasi Hukum Islam. Yang mereka ketahui selama ini adalah jika mereka melakukan rujuk datang kekantor KUA. Bilang “pak saya mau rujuk sama istri saya ini surat-surat keputusan cerai dari Pengadilan Agama” sudah seperti ini selanjutnya kita yang mengurus semua.

Namun masalah yang Bapak kewatirkan tentang kembalinya suami kepada isteri yang telah cerai, apabila mereka tidak melakukan penceraian di Pengadilan Agama. Sebab di Pengadilan Agama diberi tahu kapan suami boleh kembali pada isteri dengan proses rujuk. Dan apabila suami kembali kepada isteri disebabkan karena tidak mengetahui tentang batas waktu iddah isteri yang tertalak raj’i kemudian mereka bergaul( hubungan badan) maka yang terjadi adalah zina. Hal inilah yang harus diketahui pada masyarakat apabila mereka cerai tanpa di Pengadilan Agama. Karena mereka melakukan rujuk menurut kehendak mereka tanpa di Pengadilan Agama, namun juga mereka melakukan rujuk menurut kehendak mereka tanpa


(1)

tidak memakai mahar, wali perempuan dan ijab kabul, sedangkan proses rujuk talak ba’in dan pernikahan baru memakai syarat-syarat tersebut.

Dengan demikian penulis berpendapat bahwa proses yang sebenarnya dilakukan yang sudah tertulis di kitab-kitab fiqih kelasik dan Kompilasi Hukum Islam serta Undang-undang Perkawinan, harus dilakukan oleh kedua pasang suami isteri yang telah salah dalam melakukan rujuknya pada masa iddah isteri habis, mereka harus memakai proses pernikahan baru bukanya dengan proses rujuk talak raj’i yang memakai ucapan hendak rujuk dan dua orang saksi. Tetapi harus memakai mahar, wali, dan dua orang saksi, sehingga sah lah mereka dalam ikatan perkawinan dan agar terhindar dari perbuatan zina karena salah dalam penerapannya.


(2)

A. Kesimpulan

Dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penelitian ini dapat disimpulkan pada hal-hal berikut :

Pemahaman masyarakat Kecamatan Sukmajaya pada umumnya tentang konsep rujuk, mereka masih merujuk pada konsep rujuk yang tertera dalam kitab-kitab fiqih klasik. Sedangkan konsep rujuk didalam Kompilasi Hukum Islam, masyarakat Sukmajaya pada umunya mengaku belum mengetahuinya, karena dalam lingkungan masyarakat Sukmajaya jarang terjadi kasus perceraian, sehingga menjadikan rujuk sebagai satu hal yang kurang mendapat perhatian dan pembahasan dikalangan masyarakat. Dalam hukum Islam rujuk yang diucapkan oleh seorang suami kepada isterinya, dapat saja terjadi kapan dan dimana pun Seorang suami mengucapkan kata-kata rujuk maka pada saat itu terjadi rujuk

Konsep rujuk yang sudah tertera dalam kitab-kitab fiqih tidak jauh berbeda dengan Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompolasi Hukum Islam. Namun, dalam prakteknya masyarakat Sukmajaya jarang sekali yang memikirkan proses rujuk ketika terjadi perceraian, masa iddah (menunggu) oleh mereka digunakan untuk intropeksi diri dan menenangkan jiwa sehingga tidak terlintas akan melakukan rujuk. Dan ketika sudah habis masa iddah isteri, baru


(3)

mereka mempunyai niat untuk rujuk tetapi yang dilakukan pada mereka bukannya melakukan akad baru (talak bai’in) tetapi, mereka beranggapan dengan proses rujuk yaitu dengan perkataan hendak rujuk dari pihak suami dan dua orang saksi. Hal ini harus diperhatikan agar terhindar dari zina apabila mereka bercampur disebabkan salah dalam penerapanya.

B. Saran-saran

1. Dalam rangka menciptakan kesadaran masyarakat tentang tata cara rujuk yang telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam perlu kiranya konsep rujuk yang ada dalam Kompilasi Hukum Islam tersebut dimasukan kedalam kurikulum pelajaran fiqih mulai dari pendidikan SLTP sampai SLTA.

2. Perlunya memberikan penataan tentang konsep rujuk yang ada di Kompilasi Hukum Islam dan produk hukum lainya kepada para muballiga, Ustadz, tokoh Agama yang bisa memberikan pengajian tentang Agama kepada masyarakat.

3. Mengimbau kepada masyarakat para tokoh Agama untuk memasuki materi tentang perkawina yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam dalam setiap ceramah dan kegiatan pengajaran keagamaaan dalam masyarakat. 4. Perlunya pemerintah yang berwenang dalam meningkatkan efektifitas

sosialisasi tata cara rujuk yang telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam dan produk hukum yang lain.


(4)

(5)

DAFTAR PUSTAKA

Al QUR’AN Al-Karim.

Abdurrahman, H., Sh., MH, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta Presindo, 2004, Ed. 1.

Al-Baihaqi, Abu Bakar Ahmad, Sunan Al Kubra, Beirut, Dar al-Fikr, tth, juz 7 As-Ahan’ani, Muhammad bin Ismail, Subulussalam, Bandung, Dahlan,tth, juz 3 Al-Anshari, Abu Yahya Zakaria, Fathul Wahab,Bandung, syirkah al-Ma’arif, tth,

Juz.1.

Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta, Media Grafika, 2006. Cet. Ke-1

Arikunnto, Suharsimi,Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta, 1998, Cet. Ke-11.

Asy-Shiddiieqy, T.M. Hasbi, Filsafat Hukum Islam, Jakarta, Pustaka bintang, 1993, Cet. Ke-5.

As-Sayis, Muhmud Syalthut, Fiqih Tujuh Madzhab, Tjm. Muqaranatul Madzahib Fil Fiqhi, Bantung, Pustaka Setia, 2000, Cet. Ke-1.

Aswin W, Yudian, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta, Pustaka Setia, 1995, Cet. 2. Bisri, Cik Hasan, Kompilasi Hukum Islam Dan Peradilan Agama Dalam Susunan

Hukum Nasional, Jakarta, logos Wacana Ilmu, 1999, Cet. Ke-2.

Daly, Peunoh, Hukum Perkawinan Islam Suatu Studi Perbandingan Dalam Kalangan Ahlus-Sunnah Dan Negara-negara Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1988, Cet Ke-1.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta, PT. Ikhtiar Baru Van Hoeven, 1997, Cet. Ke-4

Effendi, Satria, Problematika Hukum Keluarga, Jakarta, Prenda Media, 2004, Cet. Ke-1.


(6)

Hasan, M. Ali, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam, Jakarta, Prenada media, 2003, Cet Ke –1.

Ichsan, Ahmad, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Bandung, Diponegoro, 1989.

Laporan Tahunan Kegiatan Pembinaan wilayah Kec. Sukmajaya tahun 2009, Seksi Pemerintah Kecamatan Sukmajaya.

Mulyana, Dedi, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2002.

Poerwadarminta WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1986, Cet. Ke-9

Osman, Mohamed Fathi, Islam Pluarlisme dan Toleransi Keagamaan, Jakarta, Yayasan Paramadina, 2006, Cet. Ke-1

Ramulyo Idris, Beberapa masalah Pelaksanaan Hukum Keluarga perdata barat, Jakarta, Sinar Garafika, 1993.

Rofik, Ahmad, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grapindo Persada,2000, Cet. Ke-4.

Rosidah, Imron, dkk, Ringkasan Kitab Al-Umm, Jakarta, Pustaka Azzam, 2004, Cet Ke-1

Rusdy, Ibnu, Bidayatul Mujtahid, Terj. Imam Ghazali Said dan Ahmad Zaidun, Jakarta, Pustaka Amani, 2002, Cet. II.

Sabiq, Sayid, Fikih Sunnah, Bandung, PT. Alma’arif, 1980, Jilid 8

Sulaiman, Abu Daud, Sunan Abu Daud, Kairo, Dar Al-Hadits, 1988, juz. 2. H. Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Isalm Di Indonesia, Jakarta, Prenada Media,

2006, Cet. Ke-2

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, Beserta Penjelasannya, Bandung, Citra Umbara, 2007, Cet. 1

Walih Aulawi, Asro sosroatmojo, Hukum Perdata Di Indoesia, Jakarta, Bulan Bintang, 1978, Cet. Ke-2.