Keadaan Ekonomi 2009 KERANGKA EKONOMI MAKRO 2010—2014
I-78
persen. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi didorong oleh pengeluaran pemerintah dan pengeluaran masyarakat yang masing masing tumbuh 15,1 persen dan
5,2 persen. Sementara itu ekspor masih tumbuh negatif, yaitu 14,1 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi tinggi terutama didorong oleh sektor pertanian
meningkat sebesar 3,4 persen; dan sektor tersier, yaitu sektor listrik, gas dan air; dan pengangkutan dan telekomunikasi yang masing masing tumbuh 13,9 persen dan 17,6
persen.
Perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dikategorikan memiliki kinerja perekonomian yang baik mengingat banyak negara yang pertumbuhannya
negatif, sementara itu Indonesia tumbuh positif 4 persen bersama Cina dan India yang masing masing tumbuh 7,9 persen dan 6,1 persen pada triwulan II tahun 2009.
Untuk mempercepat pemulihan ekonomi, upaya untuk mengurangi kemerosotan ekspor dan lambatnya pertumbuhan investasi semakin ditingkatkan. Di samping itu,
konsumsi masyarakat diupayakan untuk tetap dijaga dengan memelihara daya beli masyarakat melalui pengendalian inflasi dan berbagai program pengurangan
kemiskinan. Efektivitas pengeluaran pemerintah juga ditingkatkan dengan program stimulus untuk menjaga daya beli masyarakat dan peningkatan investasi. Dengan
memperhatikan pengaruh eksternal dan berbagai kebijakan yang diambil, pertumbuhan ekonomi tahun 2009 diperkirakan sekitar 4,3 persen.
Dari sisi moneter, setelah mengalami tekanan akibat gejolak ekonomi dunia tahun 2008, perkembangan indikator moneter diperkirakan akan terus membaik
sampai akhir 2009. Laju inflasi yang mencapai 11,1 persen pada tahun 2008 menurun menjadi 2,8 persen pada akhir tahun 2009, seiring dengan menurunnya harga-harga
komoditas dunia, penurunan harga BBM dalam negeri, membaiknya ekspektasi inflasi serta terjaganya pasokan bahan pangan pokok domestik. Meskipun nilai tukar rupiah
agak melemah menjadi Rp 10.950,00USD pada awal 2009, secara bertahap menguat kembali menjadi Rp 9.400,00USD pada akhir 2009. Penguatan nilai tukar rupiah
didukung oleh neraca pembayaran yang surplus, imbal hasil rupiah yang menarik, premi resiko yang menurun, melemahnya mata uang dollar AS terhadap beberapa mata uang
utama dunia, serta meningkatnya keyakinan investor global terhadap kinerja perekonomian Indonesia.
Pada tahun 2009, kebijakan fiskal tetap diarahkan untuk memberi stimulus kepada perekonomian namun dengan terus menjaga ketahanannya. Hal ini dilakukan
mengingat dampak terberat dari krisis ekonomi global diperkirakan terjadi pada tahun 2009. Oleh karena itu, kebijakan fiskal yang ditempuh ditujukan untuk menyelamatkan
perekonomian nasional dengan memperluas program stimulus ekonomi melalui APBN 2009; melakukan perubahan asumsi dasar untuk memberikan sinyal yang tepat kepada
publik; serta melakukan beberapa penyesuaian terhadap besaran pendapatan negara, belanja negara, defisit, dan pembiayaan anggaran.
Arah kebijakan stimulus fiskal yang ditempuh bertujuan untuk: i
I-79
mempertahankan sekaligus meningkatkan daya beli masyarakat antara lain melalui berbagai insentif perpajakan dan pemberian subsidi, serta bantuan langsung tunai; ii
mencegah timbulnya PHK secara luas dan meningkatkan daya tahan usaha dalam menghadapi krisis antara lain melalui penurunan berbagai tarif perpajakan dan bea
masuk, potongan tarif listrik, subsidi bunga, serta pemberian kredit usaha rakyat; iii menangani dampak PHK dan mengurangi tingkat pengangguran dengan meningkatkan
belanja infrastruktur padat karya melalui penambahan anggaran untuk infrastruktur; serta iv mempercepat laju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan
meneruskan reformasi di seluruh kementerian negaralembaga KL.
Dengan langkah-langkah tersebut di atas, pendapatan negara dan hibah mencapai sekitar Rp 866,8 triliun atau 16,3 persen PDB, lebih rendah Rp 118,9 triliun
bila dibandingkan dengan sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2009, yaitu sebesar Rp 985,7 triliun atau 18,5 persen PDB. Penurunan tersebut terutama didorong oleh
penurunan penerimaan dalam negeri, baik berupa penerimaan perpajakan maupun penerimaan negara bukan pajak sebagai dampak dari krisis ekonomi global.
Sementara itu, belanja negara mencapai sekitar Rp 954,0 triliun atau 17,9 persen PDB, yang lebih rendah Rp 83,1 triliun apabila dibandingkan dengan anggaran
belanja negara yang ditetapkan dalam APBN 2009 yang besarnya Rp 1.037,1 triliun atau 19,5 persen PDB. Penurunan anggaran belanja tersebut antara lain disebabkan oleh
beban belanja subsidi yang menurun menjadi Rp 159,5 triliun atau 3,0 persen PDB dari Rp 166,7 triliun atau 3,1 persen PDB yang ditetapkan dalam APBN 2009. Penurunan
subsidi ini disebabkan oleh perubahan asumsi harga minyak yang cukup besar dari US80 per barel menjadi US61,6 per barel.
Perkembangan penerimaan dan belanja negara di atas, mendorong peningkatan defisit anggaran dalam tahun 2009 menjadi sebesar 1,6 persen PDB, atau meningkat
sebesar 0,6 persen PDB jika dibandingkan dengan defisit yang ditetapkan dalam APBN tahun 2009 yang besarnya 1,0 persen PDB. Selanjutnya stok utang pemerintah dapat
diturunkan menjadi sebesar 30,0 PDB.
Menjelang akhir tahun 2009, proses pemulihan ekonomi dunia terus menunjukkan peningkatan dan berdampak positif terhadap kinerja sektor eksternal
pada keseluruhan tahun 2009. Kondisi Neraca Pembayaran sampai triwulan III tahun 2009 terjaga. Total nilai ekspor sampai triwulan III tahun 2009 mencapai USD 84,1
miliar atau turun 23,4 persen jika dibanding dengan triwulan III tahun 2008. Total nilai impor sampai triwulan III tahun 2009 mencapai USD 91,1 miliar atau menurun 33,3
persen dibanding triwulan III tahun 2008. Secara keseluruhan, neraca transaksi berjalan sampai triwulan III tahun 2009 mengalami surplus sebesar USD 7,4 miliar. Pada
triwulan II tahun 2009 arus modal dan finansial mengalami defisit, namun sampai dengan triwulan III tahun 2009 secara keseluruhan arus modal dan finansial surplus
sebesar USD 4,7 miliar, surplus ini didorong oleh arus masuk investasi langsung asing sebesar USD 3,8 miliar serta arus masuk investasi portfolio sebesar USD 6,6 miliar,
I-80
sedangkan investasi lainnya neto masih mengalami defisit sebesar USD 5,6 miliar. Neraca keseluruhan sampai triwulan III tahun 2009 mencapai USD 8,6 miliar dengan
cadangan devisa mencapai USD 62,3 miliar atau setara dengan 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri.
Dengan perkembangan pertumbuhan ekonomi tersebut diatas, dan berbagai kebijakan ketenagakerjaan dan penanggulangan kemiskinan, tingkat pengangguran
terbuka menurun dari 8,39 persen pada tahun Agustus 2008 menjadi 7,87 persen Agustus 2009 dan tingkat kemiskinan menurun dari 15,4 persen di tahun 2008 Maret
menjadi 14,1 persen pada tahun 2009 Maret.