1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan dan teknologi semakin hari semakin berkembang dan semakin canggih. Manusia terus berupaya mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi agar kehidupan manusia semakin mudah praktis dan efisien. Kita bisa menyaksikan berbagai produk hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi ini di berbagai bidang kehidupan. Mulai dari sektor pertanian, transportasi, komunikasi, dan yang lainnya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini tentunya sangat erat kaitannya dengan pendidikan. Semakin maju pendidikan akan semakin maju ilmu
pengetahuan dan teknologi. Jika pendidikan semakin maju dan berkualitas, akan tercipta sumber daya manusia yang unggul yang mampu mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sebaliknya jika kualitas pendidikan semakin buruk, sumber daya manusia yang unggul akan semakin sedikit. Oleh karena itu ilmu
pengetahuan dan teknologi akan semakin maju dengan pendidikan yang berkualitas.
Pendidikan yang berkualitas akan mampu menciptakan sumber daya manusia yang memiliki keterampian intelektual tinggi yang mempunyai
kemampuan penalaran logis, sistematis, kritis, cermat dan kreatif dalam memecahkan masalah. Oleh karena itu pendidikan di Indonesia terus berupaya
untuk menciptakan sumber daya yang berkualitas sehingga dapat memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
2
Pemerintah Indonesia memasukkan matematika ke dalam kurikulum pendidikan karena matematika merupakan ilmu universal yang mendasari
perkembangan teknologi modern. Matematika mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan
teknologi yang ada sekarang ini dilandasi oleh perkembangan matematika. Oleh karena itu matematika menjadi sangat penting untuk diberikan kepada peserta
didik. Matematika diberikan di setiap jenjang sekolah, mulai dari SD,SMP,
hingga SMA. Bahkan di taman kanak-kanak peserta didik sudah diperkenalkan dengan matematika. Hal ini dilakukan sebagai upaya menciptakan sumber daya
manusia yang memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama Depdiknas, 2006: 346. Peserta didik
harus mempunyai kompetensi tersebut agar dapat bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Selain itu dalam penyusunan kurikulum, standar kompetensi dan kompetensi dasar yang disusun juga dimaksudkan untuk mengembangkan
kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel,
diagram, dan media lain BSNP, 2006: 345. Jadi pembelajaran matematika di sekolah memang difokuskan kepada pemecahan masalah problem solving baik
dari segi pendekatan maupun dari segi output yang diharapkan. Sebagaimana juga dicantumkan dalam Permendiknas 2006: 346 tujuan
pembelajaran matematika agar peserta didik memiliki kemampuan:
3
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh 4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan hasil tes PISA Programme for International Student Assessment, yang merupakan penilaian secara internasional terhadap
keterampilan dan kemampuan siswa 15 tahun, Indonesia mendapatkan peringkat yang kurang baik dari tahun ke tahun. Berikut daftar peringkat Indonesia dalam
tes PISA :
Tabel 1. Peringkat Indonesia dalam Tes PISA
Tahun Peringkat Indonesia
Jumlah negara yang Berpartisipasi 2000
39 43
2003 38
41 2006
50 57
2009 61
65 2012
64 65
Sumber : http:www.pisacenter.com Kemampuan yang dinilai dalam tes PISA ini meliputi matematika,
membaca dan sains. Namun pada PISA 2012 aspek penilaian ditambah dengan literasi finansial dan literasi pemecahan masalah problem solving litercy.
Berdasarkan data di atas terlihat peringkat Indonesia cukup mengecewakan.
4
Berdasarkan Balitbang-Depdiknas Sugiman, Yaya S. Kusumah, Jozua subandar, 2009: 4 distribusi kemampuan matematik siswa Indonesia dalam PISA 2003
adalah level 1 sebanyak 49,7 siswa, level 2 25,9, level 3 15,5, level 4 6,6, dan level 5-6 2,3. Pada level 1 ini siswa hanya mampu menyelesaikan
persoalan matematika yang memerlukan satu langkah. Pada level 6 siswa dapat mengkonseptualisasi, menyimpulkan dan menggunakan informasi dari situasi
masalah yang kompleks serta dapat memformulasi dan mengkomunikasikannya secara efektif berdasarkan penemuan interpretatif dan argumentatif.
Salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya prestasi siswa dalam PISA yaitu lemahnya kemampuan pemecahan masalah soal level tinggi. Terbukti
pada tahun 2003 hanya 2,3 siswa yang dapat mengerjakan soal level 5-6. Soal pada level ini berisi soal kontekstual yang diambil dari dunia nyata. Sedangkan
soal level 1-2 berisi soal-soal rutin. Siswa Indonesia terbiasa dengan soal-soal seperti ini.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang kemampuan pemecahan masalah problem solving pada mata pelajaran matematika. Pada
penelitian ini peneliti memilih melakukan penelitian di Sekolah Menengah Pertama SMP. Sekolah yang dipilih untuk penelitian adalah SMP IT Alam Nurul
Islam Yogyakarta. SMP IT Alam Nurul Islam Yogyakarta memiliki visi menjadi sekolah
yang mampu meninspirasi siswa menjadi pembelajar ulung, mandiri, berkarakter Islami dan berjiwa pemimpin. SMP ini memiliki sepuluh misi untuk mewujudkan
visi tersebut. Salah satu misinya adalah melahirkan generasi yang teralatih dalam
5
pemecahan berbagai permasalahan. Sekolah ini juga menerapkan experienital
learning dan problem solving based learning sebagai meteode pembelajarannya. Berdasarkan data hasil Ujian Nasional tahun 2013 daya serap SMP IT
Alam Nurul Islam pada kompetensi memahami sifat dan unsur bangun ruang, dan menggunakannya dalam pemecahan masalah adalah 67,86. Prestasi yang belum
terlalu memuaskan untuk sekolah yang menerapkan problem solving based learning sebagai metode pembelajarannya.
Menurut hasil observasi yang dilakukan peneliti, belum pernah dilakukan penelitian kemampuan problem solving siswa SMP IT Alam Nurul Islam pada
materi bangun ruang sisi datar. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di SMP IT Alam Nurul Islam terkait kemampuan
problem solving yang dimiliki oleh siswa SMP IT Alam Nurul Islam Yogyakarta. Penelitian ini peneliti batasi untuk kelas VIII, dan pada materi bangun ruang sisi
datar.
B. Identifikasi Masalah