Kondisi Sosial KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT LINGKUNGAN 11

BAB III KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT LINGKUNGAN 11

KELURAHAN MANGGA PERUMNAS SIMALINGKAR A 1986

3.1 Kondisi Sosial

Masyarakat lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A pada tahun 1986 terdiri dari suku bangsa dan agama yang berbeda-beda. Walaupun berbeda-beda agama dan suku, mereka tidak pernah saling menghina satu sama lain. Penduduk lingkungan 11 bermayoritas beragama Islam yaitu sekitar 68, Kristen Protestan 22, Katolik 10, sedangkan Budha dan hindu 0. Berikut ini dapat dilihat komposisi agama yang ada di Lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A. Tabel 5 Komposisi Penduduk Menurut Agama Agama Jumlah Presentase Islam 68 68 Protestan 22 22 Katolik 10 10 Budha Hindu Sumber: Kepala Lingkungan 11, Perumnas Simalingkar A,data tahun 1990. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Masyarakat lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A terdiri dari kelompok etnis yang berbeda-beda yaitu berasal dari Sumatera Utara 70 dari luar Sumatera Utara 25. Lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A lebih banyak di huni oleh etnis Batak Karo, Batak Tapanuli dan Mandailing. Menurut hasil wawancara penulis dengan Informan, jumlah rumah pada tahun 1986 sekitar 50 unit rumah, 30 rumah tangga. Pada tahun ini, penghuni rumah di lingkungan 11 kebanyakan para tukang yang bekerja dalam pendirian Perumnas Simalingkar A. Para tukang disediakan tempat pemondokan sampai tugas pembangunan rumah mereka selesai. Para tukang ini di datangkan dari dalam maupun luar kota medan. Pada tahun 1986 penghuni lingkungan 11 masih orang-orang muda bahkan ada yang belum menikah sehingga belum begitu banyak penduduk di lingkungan 11 ini, seiring zaman jumlah penduduk sudah semakin banyak, salah satunya disebabkan adanya anak didalam keluarga, jumlah anak pada tahun 1986 ini masih berkisar 1 orang anak. 24 Masyarakat lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A ini ternyata tidak hanya pemilik tetap rumah yang mereka tempati. Selain pemilik tetap ternyata ada juga yang hanya penyewa rumah tetapi hanya 10, yang menumpang di rumah saudara maupun yang kost belum ada. Harga sewa rumah pada tahun 1988 hanya sebesar Rp 100.000 namun setiap tahunnya harga Masyarakat lingkungan 11 memiliki kepala lingkungan yang bertugas mengatur dan membantu masyarakat dalam kegiatan kemasyarakatan, misalnya dalam hal pembuatan Kartu Tanda Penduduk KTP, Surat Miskin, Surat Izin Mengemudi SIM dan lain sebagainya. Kantor kepala lingkungan yaitu di kantor kelurahan Mangga yang berada di jalan Tembakau Raya Perumnas Simalingkar. Di kantor kelurahan ini merupakan tempat penyimpanan data- data kelurahan Mangga, baik data jumlah penduduk, jenis mata pencaharian, komposisi agama dan lain sebagainya. 24 Wawancara dengan Bapak Supardi, Kepala Lingkungan 11, PerumnasSimalingkar A, 3 Maret 2013. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sewa rumah semakin meningkat. Berikut ini dapat dilihat status penghuni rumah pada tabel berikut. Tabel 6 Status Penghuni Rumah Status Jumlah Prosentase Pemilik 80 80 Penyewa 10 10 Menumpang 10 10 Kost Sumber: Kepala Lingkungan 11, PerumnasSimalingkar A, data tahun 1990 Jenis mata pencaharian kepala keluarga yaitu Pegawai Negeri Sipil 33, karyawan Swasta 45 Wiraswasta 15 dan 7 Pedagang ataupun Petani. Masyarakat yang bermata pencaharian sebagai Petani umumnya bertani di luar komplek Perumnas Simalingkar A. Ada yang pulang sore hari dan ada pula yang seminggu sekali pulang ke rumah mereka di perumnas Simalingkar A, ini dikarenakan mereka ingin menghemat waktu, biaya dan juga tenaga mereka. 25 Pada tahun 1986 ini, keadaan sosial masyarakat masih sangat baik, masih sangat akrab dan intim. Apabila terjadi sesuatu dengan tetangga mereka, meraka cepat dapat kabar dan langsung menolong. Aktivitas penduduk masih sedikit, mata pencaharian penduduk yaitu Pegawai Negeri Sipil, Swasta seperti bekerja di toko plaza-plaza, buruh-buruh pabrik, tukang bangunan, wiraswata seperti berdagang, ibu rumah tangga sangat banyak. 26 25 Wawancara dengan Bapak K. Simbolon, Penduduk, Perumnas Simalingkar A, 3 Maret 2013. 26 Wawancara dengan Ibu Lastri, Penduduk, Lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A, 3 Maret 2013. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pada tahun 1986 ini, hubungan masyarakat lingkungan 11 ini masih sangat intim dan kekeluargaan. Segala bentuk kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dilakukan bersama dan saling tolong-menolong, begitu juga dengan acara keagamaan sesuai dengan agama masing- masing penduduk. Kegiatan-kegiatan keagamaan yang sudah ada sejak tahun 1986 ini yaitu kegiatan wirid yasin, remaja mesjid bagi masyarakat yang beragama muslim, pendalaman alkitab bagi yang kristiani, kegiatan kemasyarakatan sepertiSerikat Tolong Menolong STM, Posyandu. Dalam kegiatan posyandu yang dilakukan oleh Ibu-ibu, banyak ibu-ibu yang membawa bayinya untuk imunisasi. Dalam posyandu ini, anak-anak bayi maupun balita di timbang beratnya dan di suntik, dan diberi vitamin sejak kecil agar tubuhnya kuat dan tidak mudah terserang penyakit. Posyandu ini dipungut biaya dengan harga Rp 1000,- pada tahun 1986. Kegiatan Serikat Tolong Menolong STM sangat baik di lingkungan 11 ini pada tahun 1986. Keanggotaan STM ini yaitu semua masyarakat lingkungun 11. Pelaksanaan Serikat Tolong Menolong dalam pelaksanaan di lakukan pengutipan iuran, jika ada diantara tetangga yang mendapatkan kemalangan atau musibah lainnya, pertolongan itu dalam bentuk tenaga dan juga bentuk dana. Serikat Tolong Menolong dibentuk oleh kepala lingkungan, keagiatan Serikat Tolong Meolong ini tidak dicampur tangani oleh pihak pemerintah. Serikat Tolong Menolong dalam membantu masyarakat yang mendapat kemalangan diketuai oleh seorang ketua yang dipilih oleh anggota. Biasanya yang ditunjuk sebagai ketua Serikat Tolong Menolong adalah orang yang dituakan atau tokoh agama yang ada di lingkungan 11 ini. Selain ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota juga ikut ditunjuk sebagai pengutip iuran, iuran ini dikutip setiap dua minggu sekali, iuran ini tidak ditentukan nominalnya dengan seikhlas hati penduduk. Jika ada yang kemalangan, iuran ini disumbangkan kepada penduduk yang mendapat kemalangan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sejak tahun 1987 pasar tradisional di Perumnas Simalingkar A didirikan, masyarakat menamakan pasar tradisional ini dengan nama pajak Pala karena pajak ini berada di jalan Pala dekat jembatan yang bersebelahan dengan lingkungan 11. Apabila lingkungan 11 ini terkena banjir pajak ini juga ikut terkena banjir, banyak barang-barang dagangan pedagang yang rusak dan hilang. Banjir ini sudah ada sejak tahun 1987 tidak lama sejak pajak Pala ini didirikan oleh masyarakat sekitar maupun masyarakat dari luar. Melihat kemajuan pajak Pala ini, pemerintah menyiapkan sebuah tempat untuk pajak ini agar tempatnya nyaman, tata ruang yang rapi teratur dan juga terhindar dari banjir kiriman dari sungai babura. Pajak ini didirikan didekat wilayah pajak Pala sebelumnya, nama pajak Pala ini berganti dengan pajak Jahe karena berada di jalan Jahe. Perpindahan ini terjadipada tahun 1989, pajak Jahe ini juga masih dekat dengan lingkungan 11. pajak Jahe ini masih terbuat dari lantai teriplek, atap seng, dan dinding papan. Semenjak pajak Jahe ini pindah, masih terkena banjir namun kedalaman airnya sudah berkurang dari pajak Pala sebelumnya. Sehingga sejak dibukanya pajak Jahe oleh pemerintah, penduduk lingkungan 11 mulai ada yang berdagang di pajak Jahe ini. Ada yang menyewa toko maupun berdagang di kaki lima toko-toko pajak Jahe ini, baik berdagang sembako, ikan, sayuran dan juga buah-buahan. Pajak Jahe ini didirikan untuk membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan pokok primer maupun kebutuhan pelengkap sekunder. Sehingga tujuan pasar bukan hanya tempat berusaha untuk memenuhi kebutuhan yang bersikap ekonomi berbelanja barang konsumsi, tetapi juga mendapatkan kebutuhan yang bersifat rekreasi dan hiburan, misalnya berdagang sembako, pakaian, maupun makanan. Pada mulanya pasar berdiri karena masyarakat ingin memperoleh berbagai kebutuhan hidup. Pada zaman dahulu karena belum ada uang, masyarakat bertransaksi dengan tukar UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menukar barang, yang disebut dengan sistem barter. Para petani, peternak, nelayan, dan pekerja lainnya bertransaksi dengan menukarkan hasil produksi masing-masing. Awalnya pertukaran itu terjadi di sembarang tempat. Lama kelamaan masyarakat atas kesepakatan bersama menentukan suatu tempat sebagai lokasi untuk melakukan barter. Pasar tradisional ini sudah ada sejak zaman kerjaan Kutai Kertanegara, yaitu pada abad ke-5 Masehi. Aktivitas masyarakat dalam jual beli semakin ramai ketika masuknya para pelaut dari negeri China yang juga melakukan barter barang. 27 Semakin berkembangnya Perumnas Simalingkar A ini, pemerintah juga mendirikan sebuah pasar tradisional lagi. Pajak ini terletak di jalan Tembakau Raya. Pajak ini beroperasi dari sore hingga malam hari. Pajak malam ini letaknya lumayan jauh dari lingkungan 11, jika berjalan kaki bisa mencapai 20 menit. Pajak Malam Tembakauini hanya menjual bahan- bahan dapur yang akan dikelola menjadi makanan, seperti beras, sayuran, berbagai ikan, dan buah-buahan. Pajak ini tidak begitu ramai dikunjungi oleh pembeli karena harganya lebih mahal di banding pajak Jahe. Kualitas barang juga berkurang, karena pedagang yang dari Dengan adanya pajak Jahe ini, lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A semakin ramai dikunjungi oleh masyarakat luar karena pajak Jahe ini selain menjual perlengkapan rumah tangga juga menjual pakaian bekas dengan harga yang terjangkau dan kualitas yang lumayan bagus, pakaian bekas ini banyak didatangkan dari luar kota maupun luar negeri. Pakaian bekas ini di jual pada hari minggu, selain hari minggu juga ada tetapi tidak begitu banyak, tidak hanya pakaian bekas, tas bekas, sendal bekas juga ada di jual. Masyarakat luar Perumnas Simalingkar A juga banyak yang membeli pakaian bekas di pajak Jahe ini untuk di jual kembali di derah tempat tinggalnya. Apabila ada yang membeli dengan jumlah yang banyak, para pedagang tidak segan-segan memberi harga yang murah walau dengan untung yang sedikit. 27 Herman Malano, Selamatkan Pasar Tradisional, Jakarta: Anggota IKAPI, 2011,hal. 68. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pajak Jahe pindah berdagang dan membawa dagangannya ke pajak Malam Tembakau ini, barang-barang yang dibawa dari pajak Jahe ini kebanyakan seperti sayuran dan ikan sehingga kualitasnya sudah mulai jelek jika sudah malam. Dengan adanya pajak Jahe dekat dengan lingkungan 11, maka semakin banyak orang- orang yang pindah ke lingkungan 11 ini karena lingkungan ini sudah di anggap aman karena sudah ramai dikunjungi oleh orang-orang dari luar untuk berbelanja. Semakin padatnya penduduk Perumnas Simalingkar A maka alat transportasi pada lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A sudah mulai ada. Angkutan kota angkot ini telah ada sejak tahun 1990 tapi belum begitu banyak. Angkutan kotanya bernama angkutan KOBUN dan angkutan SUDAKO pintu belakang. Angkutan kota angkot ini dapat menghantarkan masyarakat dalam bepergian ke suatu tempat yang ingin dituju. Tarif angkutan ini adalah Rp 500orang bagi penumpang dewasa, bagi penumpang anak sekolah dikena tarif Rp. 300,-orang, namun sejak krisis ekonomi tahun 1998 tarif angkutan kota ini menjadi Rp. 1000,-orang bagi orang dewasa dan bagi anak sekolah dikenakan tarif Rp. 500,-. Pada masa itu alat transportasi sangat minim, masih terbatas jadi alasan tersebut yang menjadi kelemahan pada masa itu dalam beraktivitas sehingga kegiatanpun terbatas.Masyarakat lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A sendiri sudah ada yang memiliki kendaraan sendiri tapi belum begitu banyak. Masyarakat Perumnas Simalingkar A khususnya lingkungan 11 masih sedikit yang memiliki kendaraan pribadi. Becak pada waktu itupun masih sedikit, masyarakat lebih sering berjalan kaki sampai ke simpang Perumnas Simalingkar A. Jarak yang ditempuh kira-kira 30 menit, jika telah sampai di simpang Perumnas Simalingkar A, angkutan kota sudah ada. Angkutan kota angkot yang ada diluar Perumnas Simalingkar A ini tidak berani masuk ke UNIVERSITAS SUMATERA UTARA wilayah perumnas karena pada tahun 1986 ini Perumnas Simalingkar A ini terkenal dengan preman anak-anak bandel dan perumnas ini terkenal dengan nama tempat jin buang anak. Manusia dalam bermasyarakat saling terjadi kontak sosial dan juga komunikasi. Kontak sosial dan komunikasi merupakan syarat-syarat terjadinya interaksi sosial di masyarakat. Hal yang terpenting dalam komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain yang berwujud pembicara, gerak-gerak badaniah atau sikap, perasaan- perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut memperkirakan perilaku pembicaraangerakan fisik atau sikap dan perasaan- perasaan yang disampaikan. Umumnya masyarakat perumnas terkenal dengan adanya persaingan, baik persaingan sehat maupu yang tidak sehat. Persaingan sehat dilakukan dengan norma dan nilai yang diakui bersama dan berlaku pada masyarakat, misalnya persaingan untuk maju dalam hal pendidikan maupun persaingan dalam dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Sedangkan persaingan tidak sehat bisa disertai dengan kekerasan, ancaman atau keinginan untuk merugikan masyarakat lain, misalnya dari adanya rasa iri apabila ada tetangga yang memiliki barang bagus, sehingga dia juga ikut membeli barang tersebut walaupun uang yang digunakan untuk membeli barang tersebut di dapat dari hasil meminjam dari orang lain. Tindakan seperti ini bukan lagi persaingan tetapi sudah menjurus pada permusuhan atau persengketaan. Di perumnas umumnya juga sering terjadi konflik. Konflik yang paling sederhana adalah saling memukul. Konflik merupakan hal yang wajar dalam bermasyarakat. Bahkan, tidak ada suatu masyarakat pun yang tidak memiliki konflik, baik dalam cakupan kecil atau pun besar. Konflik dalam cakupan kecil misalnya konflik dalam keluarga, sedangkan konflik dalam cakupan besar misalnya konflik antargolongan atau antarkampung. Faktor penyebab UNIVERSITAS SUMATERA UTARA konflik ini adalah adanya perbedaan pendirian dan perasaaan, perbedaan latar belakang budaya, perbedaan kepentingan antara individu dan kelompok diantaranya menyangkut bidang ekonomi, politik maupun sosial, faktor lainnya karena adanya perubahan- perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Masyarakat lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A juga masih memiliki norma-norma dalam hidup bermasyarakat. Norma yang pertama yaitu norma agama, misalnya taatnya masyarakat dalam menjalankan ibadah. Norma yang kedua yaitu norma kesusilaan, misalnya masyarakat tidak telanjang di depan orang, tidak berpelukan dan berciuman di sembarang tempat meski pun dilakukan oleh pasangan Suami Istri. Norma yang ketiga yaitu norma kesopanan, misalnya tidak meludah di sembarang tempat, memberi atau menerima sesuatu dengan tangan kanan. Norma yang keempat yaitu norma kebiasaan, misalnya masyarakat apabila baru pulang dari luar kota kampung halaman mereka sering membawa oleh-oleh dan diberikan kepada tetangga. Norma yang kelima yaitu norma hukum, misalnya masyarakat lingkungan 11 rajin membayar pajak, tidak mengambil barang milik sesama masyarakat. Masyarakat lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A memiliki jumlah anak 2 orang setiap rumah tangga, jika ada yang berjumlah 3 atau 4 orang anak itu hanya beberapa rumah tangga saja. Gerakan Keluarga Berencana KB ini sudah dijalankan oleh masyarakat lingkungan 11. Keluarga Berencana KB ini merupakan program pemerintah dalam menyelaraskan keseimbangan antara angka kelahiran dengan angka kematian sekaligus menanggulagi atau menekan jumlah penduduk yang terus bertambah akibat tingkat kelahiran yang terus bertambah. Keluarga Berencana ini dijalankan agar tercipta keluarga yang sehat dan bahagia. Minat orang tua dalam pendidikan sudah cukup tinggi dalam memberikan pendidikan buat anak-anak mereka. Menurut hasil wawancara penulis kepada informan sudah banyak UNIVERSITAS SUMATERA UTARA anak-anak yang bersekolah, jika pun ada yang tidak bersekolah anak tersebut malas dan melawan orang tua. Keinginan untuk tidak sekolah kejenjang lebih tinggi itu berasal dari keinginan si anak. Kendala ketidak inginan untuk tidak bersekolah ini hanya 5 saja, dan kendala ekonomi keluarga juga merupakan faktor dari tidak melanjut sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, kendala ekonomi ini mencapai 10.

3.2 Kondisi Ekonomi